Share

37.

Author: DSL
last update Last Updated: 2024-10-27 22:11:24

Janeetha menatapnya, kali ini dengan keberanian yang mulai tumbuh. “Ini bukan tentang itu, Mas. Ini tentang hakku untuk hidup tanpa ketakutan, tanpa tekanan yang tak pernah aku pilih!”

Wajah Dikara mengeras, tetapi Janeetha bisa melihat sesuatu yang lain di matanya, semacam kerentanan yang begitu langka ia temui dari pria ini.

Namun, Janeetha tahu dirinya tidak boleh terbuai. Segalanya bisa berubah dalam sekejap dengan Dikara atau mungkin saja itu semua ada kedok yang sengaja pria itu pakai. Setiap detik yang mereka lalui bersama selalu mengandung kemungkinan konflik yang lebih besar.

Dikara menghela napas panjang, kemudian berbalik, meninggalkan Janeetha sendirian di ruang makan. Janeetha kembali bertanya-tanya atas sikap Dikara yang mulai mengurangi kekerasan fisik padanya.

Sebelum Dikara benar-benar keluar dari ruangan, ia berkata tanpa menoleh, “Jangan berpikir ini sudah selesai, Janeetha. Kau bisa berkata apa saja dan berbuat apa saja, tapi pada akhirnya, kau akan tetap di sini.
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   38.

    Janeetha merasakan tatapan tajam Dikara yang membuat tengkuknya meremang.Saat dering ponsel dari Fabian bergema lagi, Janeetha menggeleng pelan, menolak dengan hati-hati.Namun, Dikara hanya mengulurkan tangannya dengan dingin, isyarat yang tak bisa diabaikan."Angkat," katanya dengan nada rendah yang mengandung ancaman terselubung.Janeetha menggenggam ponselnya dengan erat, hatinya berdebar kencang. "Tidak perlu. Aku akan bilang nanti padanya kalau—""Atau aku yang menjawabnya?"Dikara memotong, suaranya semakin rendah dan menusuk.Janeetha menelan ludah, menyadari bahwa tak ada ruang untuk berdebat. Dengan tangan bergetar, ia menjawab panggilan itu sambil berharap bisa menjaga ketenangannya.Dikara menggerakkan jemarinya, menunjuk layar ponsel, memerintah Janeetha tanpa kata-kata untuk mengaktifkan mode loudspeaker. Tak ada pilihan lain—Janeetha melakukannya, dan suara Fabian langsung terdengar, penuh kekhawatiran.“Ja

    Last Updated : 2024-10-28
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   39. Gadis yang Manis

    Dua tahun yang lalu... "Menikah?" Dikara menatap ke arah ayahnya, Farhan, dengan dahi sedikit berkerut. "Ya. Toh kau sudah 30 tahun. Susah saatnya." Jawaban itu terdengar santai tetapi Dikara tahu itu adalah sebuat perintah yang terselubung. Dengan tenang, Dikara memilih untuk menyesap anggur merah dari gelas tinggi yang sedang ia pegang daripada memberikan pendapatnya. "Kau setuju, 'kan?" Ditanya seperti itu, Dikara hanya tersenyum sekilas, kembali menatap ayahnya. "Tentu. Apapun yang baik menurut Ayah." "Sepertinya bertemu dengan keluarga Khazim akan menyenangkan, bukan?" Farhan kembali mengusulkan. “Khazim? Maksud Ayah, Pradipta Khazim? Teman lama Ayah?” Dikara bertanya sedikit ragu. Pasalnya, keluarga Khazim tidak terlalu memiliki pengaruh di dunia bisnis apalagi kabar beredar perusahaan sedang bangkrut perlahan. Farhan menatap serius ke anaknya. “Ada masalah?” Dikara terdiam sebentar lalu kembali tersenyum tipis. “Tidak.” “Kudengar anak mereka sudah tumbuh de

    Last Updated : 2024-10-29
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   40.

    “Kau suka?”Dikara melontarkan pertanyaan sederhana, tapi Janeetha tak langsung menjawab.Gadis itu hanya terdiam, sibuk memindai benda-benda yang disuguhkan di hadapannya.Gaun putih berbahan silk yang mewah menggantung di sisi ruangan, penuh kesempurnaan. Sepasang sepatu hak tinggi berkilau dengan perhiasan kristal, sementara di meja kecil dekatnya, kalung berlian dan anting senada siap menyempurnakan penampilan pengantin yang sudah pasti akan membuat semua orang terkesima.Meski dalam hatinya ada perasaan berdebar karena keindahan yang jarang dilihatnya, Janeetha tetap tak bisa mengabaikan perasaan asing yang terus menyusup.Semua ini terasa terlalu berlebihan, terlalu asing, dan seakan-akan membawanya pada sesuatu yang mungkin ia tak pernah benar-benar inginkan.Namun, seberapa kuat Janeetha dapat melawan?Dikara, pria yang berdiri di sebelahnya, mengamati setiap reaksi dengan sorot mata yang tajam.Ia tidak han

    Last Updated : 2024-10-30
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   41.

    Ketukan pelan terdengar di pintu ruang kerja Dikara. Hari ini, ia memilih pergi ke kantor setelah Janeetha mengatakan ingin menemani ibunya di rumah sakit bersama ayahnya yang sakit.Dikara tidak terlalu memikirkan kepergian Janeetha, toh ia bisa tetap memantaunya lewat gelang yang selalu dipakai istrinya itu.Hingga saat ini, Dikara sedikit heran Janeetha tak pernah menunjukkan kecurigaan, bahkan tak pernah mencoba melepas gelang itu. Mungkin, aktingnya saat memberikan gelang itu benar-benar berhasil, membuat Janeetha berpikir itu hadiah yang tulus darinya.Tak lama kemudian, Rusli masuk ke ruangannya dan menyerahkan beberapa map ke atas meja Dikara.“Fabian…” Suara Dikara menggantung saat ia memerika sekilas map-map tersebut lalu menatap tajam pada Rusli. “Apa yang sudah kau temukan?”Rusli berdehem. “Fabian belum melakukan hal-hal yang mencurigakan, tapi dia cukup dekat dengan Nyonya Janeetha dan lingkaran teman-temannya. Dari pengamatan saya, dia sangat protektif pada Nyonya. Mere

    Last Updated : 2024-10-31
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   42. Harus Tetap Di Sini

    Janeetha memasukkan ponselnya ke tas, menghirup teh terakhirnya, lalu beranjak keluar dari kafe. Ia berjalan pelan, melintasi beberapa blok, dan seolah mencari-cari toko, tetapi terus melirik ke belakang.Benar saja, kedua pria tadi tetap mengikutinya dari kejauhan.Janeetha menahan senyum getir, merasa bahwa semua teka-teki ini mulai terjawab. “Jadi, memang benar, Dikara… kau mengawasiku, bahkan setiap langkahku.”Meski Janeetha dapat menebak, tetapi tetap saja ia merasa kecewa dan marah terhadap segala tindakan yang Dikara lakukan. Ia pun segera menyetop taksi lalu kembali ke rumah sakit.Di dalam mobil, Janeetha kembali memikirkan bagaimana Dikara bisa selalu mengetahui keberadaannya.Perlahan, matanya tertuju pada gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia menatap benda itu cukup lama, baru menyadari bahwa selama ini ia tak pernah benar-benar memperhatikan keberadaannya karena berbagai kejadian yang akhir-akhir ini me

    Last Updated : 2024-11-02
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   43. Mengapa Kau Membenciku?

    Janeetha menoleh, tatapannya bertemu dengan mata Dikara yang penuh teka-teki. Perasaan berkecamuk dalam dirinya—antara marah, kesal, dan tak berdaya.Sementara itu, Dikara malah mengulas senyum tipis yang nyaris tampak menyindir, seakan menikmati ekspresi ketidakberdayaan Janeetha.Senyum di wajah Dikara itu adalah sebuah peringatan, sebuah ejekan halus bahwa, tanpa seizin dirinya, Janeetha tidak akan kemana-mana.Dia ingin mengingatkan Janeetha akan kendali yang tak terlihat namun begitu kuat yang telah ia bangun di sekelilingnya.Dengan tenang, Dikara mendekatkan dirinya pada Janeetha, suara rendahnya seolah hanya untuknya."Jadi," katanya perlahan, senyumnya tetap tak berubah, "kau tak perlu memikirkan hal lain. Ayahmu membutuhkanmu di sini—dan itu artinya kau juga di sini bersamaku."Janeetha mencoba menahan gejolak di hatinya. Sebuah protes hampir meluncur dari bibirnya, tetapi di hadapan ayahnya, ia menahan diri. Hanya soro

    Last Updated : 2024-11-02
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   44.

    Dikara menatap Janeetha yang berdiri di hadapannya, tubuhnya tegang dengan amarah yang jelas terlihat dari sorot matanya.Perlahan, senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Tawa kecil keluar dari tenggorokannya, terdengar seperti ejekan yang tak terlalu disembunyikan.“Oh, My Jani…” katanya sambil terkekeh pelan, seolah mendengar lelucon yang hanya ia yang pahami. “Kau tak bersalah. Tidak ada yang perlu kau sesali.”Namun, ucapan itu hanya membuat api dalam diri Janeetha semakin berkobar.“Kalau aku tak bersalah,” katanya, suaranya sedikit bergetar, tetapi ia tidak membiarkan dirinya goyah.“Mengapa kau berbuat seperti ini padaku? Mengapa kau selalu menyakitiku, mencoba mengatur setiap gerakanku, mengontrol semua yang kuinginkan?” Suaranya meninggi, penuh dengan rasa frustasi yang sudah lama ia tahan. “Apa lagi kalau bukan kebencian?”Dikara menatapnya, masih dengan senyum yang semakin menyebalkan di wajahnya. Ia mendekatkan tubuhnya sedikit, menurunkan suaranya menjadi hampir seperti b

    Last Updated : 2024-11-03
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   45.

    Setelah beberapa hari dirawat, Pradipa pun diizinkan pulang oleh dokter. Di rumah, Janeetha membantu ayahnya berbaring nyaman di kamarnya setelah perjalanan pulang dari rumah sakit. Tangannya perlahan membenarkan posisi bantal dan memastikan selimut menutupi tubuh ayahnya dengan nyaman. Gayatri duduk di kursi dekat ranjang, memperhatikan keduanya dengan penuh kasih. "Terima kasih, Nak," ucap Pradipa dengan suara lemah tapi penuh syukur, menyentuh tangan Janeetha. “Kalau bukan karena kamu…” Janeetha tersenyum kecil, menahan segala beban yang dirasakannya agar tak terlihat. “Ayah, tidak perlu bilang begitu. Yang penting sekarang ayah bisa fokus pulih.” Gayatri mengangguk, menambahkan, “Iya, Ayahmu butuh banyak istirahat. Dan kamu juga, Janeetha. Akhir-akhir ini kau terlihat lelah sekali.” Janeetha hanya tersenyum tanpa kata, merasa ada begitu banyak hal yang ingin ia sampaikan, tetapi sulit. Ia ingin mengungkapkan kekhawatirannya, tentang Dikara, tentang hidup yang tak bisa sepen

    Last Updated : 2024-11-03

Latest chapter

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   136. One to One

    Hujan mulai turun rintik-rintik ketika Fabian akhirnya tertangkap. Ia berlutut di atas tanah berlumpur, tangan terikat di belakang punggungnya. Nafasnya terengah-engah, rambut basah menempel di dahinya. Tiga anak buah Dikara berdiri mengawasinya dengan waspada.Meski tampak seperti orang yang tak berdaya, tetapi dalam diri Fabian puas dengan apa yang telah ia lakukan. Setidaknya, ia dapat menyedot perhatia Dikara hanya tertuju padanya.Tak butuh waktu lama, sosok yang Fabian tunggu-tunggu pun tiba.Pria itu terlihat turun dari mobil SUV hitam yang kini terparkir cukup jauh dari lokasi. Fabian memang sengaja memilih jalur yang sedikit sulit dijangkau oleh kendaraan.Langkah Dikara tenang sekaligus tegas, mantel panjang yang dikenakannya berkibar tertiup angin. Matanya langsung menangkap Fabian yang sedang berlutut.“Well, well, well. Bukankah ini Tuan Fabian yang terhormat,” ucap Dikara datar, kedua mata gelapnya sarat dengan penghinaan. Fabian mendongak perlahan. Meski wajahnya penuh

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   135. Memancing Dikara

    Fabian berlari semakin cepat, napasnya memburu, dan tubuhnya mulai terasa berat oleh hujan yang membasahi pakaiannya. Hutan di sekelilingnya terasa gelap dan suram, seolah-olah bersekongkol untuk menyulitkan pelariannya. Namun, ia tidak peduli.Langkah-langkahnya sengaja dibuat mencolok. Kakinya menjejak tanah berlumpur dengan keras, meninggalkan jejak yang jelas di belakangnya. Sesekali, ia meraih cabang pohon dan mematahkannya dengan sengaja, menciptakan tanda-tanda yang tak mungkin terlewatkan oleh pengejarnya.Dalam pikirannya, rencana ini sederhana.Dikara pasti akan memilih mengejarnya daripada Arman. Fabian tahu betul bagaimana peringai pria itu. Dikara bukan hanya sosok yang obsesif, tapi juga penuh harga diri.Bagi Dikara, Fabian adalah ancaman langsung. Bukan sekadar seseorang yang membantu pelarian Janeetha, tetapi juga orang yang dianggap mencuri sesuatu yang menurutnya adalah miliknya.Fabian kembali melihat sekilas ke belakang, memast

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   134. Mencoba Mengalihkan

    Fabian memandang jalur setapak yang mereka tinggalkan dengan hati-hati. Daun-daun basah yang berserakan di tanah kini menunjukkan jejak kaki yang sengaja mereka ciptakan. Ia melirik Arman yang sedang membenahi tali ranselnya, tampak serius sekaligus gugup.“Sudah cukup?” tanya Fabian pelan, suaranya nyaris tertelan oleh gemerisik angin di antara pepohonan.Arman mengangguk cepat. “Jejaknya terlihat jelas. Kalau mereka mengikuti ini, mereka akan menuju arah yang salah.”Fabian menghela napas, matanya kembali menyisir area di sekitar mereka. Hutan itu terasa mencekam, bukan hanya karena ketenangannya tetapi juga ancaman yang mengejar di belakang mereka.“Janeetha dan Maria harus punya waktu untuk mencapai desa,” gumam Fabian, seperti hendak meyakinkan dirinya sendiri. “Semoga trik ini berhasil.”Arman menepuk bahu Fabian. “Kita hanya perlu menarik perhatian mereka cukup lama. Kalau kita tetap di jalur ini, mereka pasti akan mengira kita bersama Janeetha.”Fabian mengangguk, meskipun ras

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   133. Nyaris

    Suara deru mesin mendekat dengan cepat, membuat jantung Janeetha berdegup semakin kencang. Di sudut gudang yang gelap, ia memeluk lututnya erat-erat, berusaha mengendalikan napas agar tidak terlalu keras terdengar. Maria, di sisi lain, berdiri diam seperti patung di dekat jendela kecil, mengintip ke luar.“Mereka berhenti,” bisik Maria dengan nada tegang, nyaris tidak terdengar.Janeetha mendongak. “Berhenti di mana?”Maria tidak menjawab, hanya memberi isyarat agar Janeetha tetap diam.Di luar, suara langkah kaki bergema di antara pepohonan. Beberapa suara samar terdengar, percakapan cepat yang sulit dipahami.“Periksa sekitar sini,” suara seorang pria terdengar lebih jelas, keras dan tegas.Janeetha menahan napas. Ia tahu suara itu. Salah satu anak buah Dikara yang sering datang ke rumah mereka dulu.“Maria…” bisik Janeetha, hampir tidak mampu mengucapkannya.Maria menoleh cepat, menaruh jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat untuk tetap diam. Namun, tatapan tegas itu juga tidak

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   132. Pelarian Tak Berujung

    Mobil yang dikendarai Maria melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan sempit yang semakin dipenuhi pepohonan rindang. Janeetha mencengkeram kursi dengan erat, jantungnya berpacu seirama dengan ketakutan yang menghantuinya.Dari kaca spion, SUV hitam itu tampak semakin mendekat. Mereka tidak main-main.“Maria, mereka hampir mengejar kita!” suara Janeetha bergetar, memecah keheningan mencekam di dalam mobil.“Diam dan pegang erat!” Maria memutar setir dengan keras, memasuki jalanan berbatu yang lebih terpencil. Getaran akibat jalanan yang tidak rata membuat tubuh mereka terguncang.Janeetha memandangi ke belakang lagi. SUV itu tampak melambat sedikit, tetapi masih berada di jalur yang sama.“Berapa jauh lagi kita harus pergi?” tanya Janeetha, panik.Maria tidak menjawab, hanya fokus pada jalanan di depannya.Namun, suara dering ponsel Maria tiba-tiba memecah ketegangan. Janeetha memandang sekilas ke arah layar yang menyala di dashboard.Arman.Maria langsung mengangkat panggilan itu tan

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   131. Mereka Datang

    Mobil yang dikendarai Maria melaju tanpa henti selama berjam-jam, melintasi jalanan sepi dan desa-desa kecil yang nyaris kosong. Janeetha memandangi jendela dengan tatapan kosong. Langit mulai terang, tetapi hawa dingin masih terasa menusuk hingga ke tulang.Maria menurunkan kaca jendela sedikit, membiarkan udara pagi masuk ke dalam mobil. “Kita hampir sampai di perbatasan kota kecil. Mungkin kita bisa berhenti sebentar,” ucapnya, memecah keheningan.Janeetha hanya mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi, mencoba meredakan rasa gelisah yang menghantui sejak tadi malam. Fabian dan Arman masih belum bisa dihubungi, dan itu semakin membuatnya khawatir.Beberapa menit kemudian, mobil memasuki area pom bensin kecil di pinggir kota. Tempat itu terlihat sepi, hanya ada satu kendaraan lain yang sedang mengisi bahan bakar.“Kita berhenti di sini,” ujar Maria sambil memarkirkan mobil di dekat mesin pengisian. “Aku akan mengisi bensin. Kau mau sesuatu?”Janeetha menggeleng. “Aku han

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   130. Mengejar Janeetha (2)

    Pagi itu, sinar matahari samar-samar menyelinap di balik jendela besar kamar Dikara. Langit masih kelabu, seolah mencerminkan amarah yang membara di dalam dirinya.Setelah selesai menghabiskan sarapan, Dikara menyeka bibirnya dengan lap sebentar sebelum akhirnya pria itu bersiap untuk melakukan pencarian. Rayhan berdiri tegak di sudut ruangan, menanti instruksi berikutnya dengan sedikit cemas. Ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara sejak Dikara menerima laporan terakhir tentang keberadaan Janeetha."Apa rencanamu?" tanya Dikara setelah berdiri di dekat Rayhan.Anak buahnya itu berjalan menuju ruang tamu. Di sana, atas meja sudah terbentang sebuah peta.Saat Dikara mendekat, ia dapat melihat banyak titik meras pasa lembaran tersebut. "Jelaskan padaku," ucap Dikara sambil duduk di sofa. "Titik merah otu adalah lokasi yang sudah diperiksa oleh tim kami, Tuan." Rayhan sedikit membungkuk saat menjelaskan.Dikara seketika melihat ke arah Rayhan dengan tatapan merendahka

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   129. Berlari di Kegelapan

    Dini hari itu terasa lebih dingin dari biasanya. Goyangan pelan di bahu semakin lama semakin terasa, membuat Janeetha terjaga dari tidurnya.“Janeetha,” suara Maria berbisik tetapi terdengar mendesak. “Bangun. Kita harus pergi sekarang.”Janeetha mengerjap berusaha menyesuaikan diri dengan gelapnya kamar, sementara Maria membantunya untuk duduk.“Apa? Berangkat?” tanyanya dengan suara serak.Maria mengangguk. Meski kamar itu temaram, tetapi tetapi dapat memperlihatkan ekspresi serius di wajah wanita itu. “Arman baru saja mengabari. Anak buah Dikara semakin banyak di sekitar sini. Mereka bergerak lebih cepat dari yang kita duga.”Sekejap, kantuk Janeetha hilang sepenuhnya. Rasa cemas muncul begitu saja. “Mereka sudah menemukan kita?”“Belum, belum.” Maria menggeleng berusaha menenangkan. “Karena itu kita harus bergerak lebih cepat dari rencana.”“Fabian dan Arman? Bukankah kita akan menunggu mereka untuk berangkat bersama?” Janeetha mengikuti Maria yang sudah berdiri dari tempat tidur

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   128. Mari Dimulai

    "Kau pikir aku peduli dengan perhatian?!” Suara Dikara seketika naik satu oktaf membuat Rayhan semakin menciut. Ekspresi wajahnya semakin dingin dengan seringai samar terlukis di bibirnya. “Jika perlu, hancurkan seluruh Ardenton! Aku tak peduli!"Rayhan langsung mengetikkan pesan di ponselnya. "Saya akan sampaikan sekarang juga, Tuan."Dikara menyandarkan kepalanya, memejamkan mata sejenak. Tapi ketenangan itu hanya bertahan beberapa detik sebelum matanya kembali terbuka, menatap tajam ke arah luar jendela.Janeetha... kau pikir kau bisa lari sejauh ini dariku?Tiba-tiba ponsel Rayhan bergetar. Ia membaca pesan yang masuk dengan cermat sebelum melirik Dikara. "Tuan... mereka melaporkan seseorang yang mencurigakan di penginapan kecil dekat distrik timur. Wanita dengan ciri-ciri yang mirip Nyonya Janeetha."Dikara menoleh, ekspresinya berubah dingin. "Ciri-ciri yang mirip bukan jawaban yang ingin kudengar."Rayhan menelan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status