Share

42. Harus Tetap Di Sini

Penulis: DSL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-02 21:00:57

Janeetha memasukkan ponselnya ke tas, menghirup teh terakhirnya, lalu beranjak keluar dari kafe. Ia berjalan pelan, melintasi beberapa blok, dan seolah mencari-cari toko, tetapi terus melirik ke belakang.

Benar saja, kedua pria tadi tetap mengikutinya dari kejauhan.

Janeetha menahan senyum getir, merasa bahwa semua teka-teki ini mulai terjawab. “Jadi, memang benar, Dikara… kau mengawasiku, bahkan setiap langkahku.”

Meski Janeetha dapat menebak, tetapi tetap saja ia merasa kecewa dan marah terhadap segala tindakan yang Dikara lakukan. Ia pun segera menyetop taksi lalu kembali ke rumah sakit.

Di dalam mobil, Janeetha kembali memikirkan bagaimana Dikara bisa selalu mengetahui keberadaannya.

Perlahan, matanya tertuju pada gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia menatap benda itu cukup lama, baru menyadari bahwa selama ini ia tak pernah benar-benar memperhatikan keberadaannya karena berbagai kejadian yang akhir-akhir ini me

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   43. Mengapa Kau Membenciku?

    Janeetha menoleh, tatapannya bertemu dengan mata Dikara yang penuh teka-teki. Perasaan berkecamuk dalam dirinya—antara marah, kesal, dan tak berdaya.Sementara itu, Dikara malah mengulas senyum tipis yang nyaris tampak menyindir, seakan menikmati ekspresi ketidakberdayaan Janeetha.Senyum di wajah Dikara itu adalah sebuah peringatan, sebuah ejekan halus bahwa, tanpa seizin dirinya, Janeetha tidak akan kemana-mana.Dia ingin mengingatkan Janeetha akan kendali yang tak terlihat namun begitu kuat yang telah ia bangun di sekelilingnya.Dengan tenang, Dikara mendekatkan dirinya pada Janeetha, suara rendahnya seolah hanya untuknya."Jadi," katanya perlahan, senyumnya tetap tak berubah, "kau tak perlu memikirkan hal lain. Ayahmu membutuhkanmu di sini—dan itu artinya kau juga di sini bersamaku."Janeetha mencoba menahan gejolak di hatinya. Sebuah protes hampir meluncur dari bibirnya, tetapi di hadapan ayahnya, ia menahan diri. Hanya soro

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   44.

    Dikara menatap Janeetha yang berdiri di hadapannya, tubuhnya tegang dengan amarah yang jelas terlihat dari sorot matanya.Perlahan, senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Tawa kecil keluar dari tenggorokannya, terdengar seperti ejekan yang tak terlalu disembunyikan.“Oh, My Jani…” katanya sambil terkekeh pelan, seolah mendengar lelucon yang hanya ia yang pahami. “Kau tak bersalah. Tidak ada yang perlu kau sesali.”Namun, ucapan itu hanya membuat api dalam diri Janeetha semakin berkobar.“Kalau aku tak bersalah,” katanya, suaranya sedikit bergetar, tetapi ia tidak membiarkan dirinya goyah.“Mengapa kau berbuat seperti ini padaku? Mengapa kau selalu menyakitiku, mencoba mengatur setiap gerakanku, mengontrol semua yang kuinginkan?” Suaranya meninggi, penuh dengan rasa frustasi yang sudah lama ia tahan. “Apa lagi kalau bukan kebencian?”Dikara menatapnya, masih dengan senyum yang semakin menyebalkan di wajahnya. Ia mendekatkan tubuhnya sedikit, menurunkan suaranya menjadi hampir seperti b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   45.

    Setelah beberapa hari dirawat, Pradipa pun diizinkan pulang oleh dokter. Di rumah, Janeetha membantu ayahnya berbaring nyaman di kamarnya setelah perjalanan pulang dari rumah sakit. Tangannya perlahan membenarkan posisi bantal dan memastikan selimut menutupi tubuh ayahnya dengan nyaman. Gayatri duduk di kursi dekat ranjang, memperhatikan keduanya dengan penuh kasih. "Terima kasih, Nak," ucap Pradipa dengan suara lemah tapi penuh syukur, menyentuh tangan Janeetha. “Kalau bukan karena kamu…” Janeetha tersenyum kecil, menahan segala beban yang dirasakannya agar tak terlihat. “Ayah, tidak perlu bilang begitu. Yang penting sekarang ayah bisa fokus pulih.” Gayatri mengangguk, menambahkan, “Iya, Ayahmu butuh banyak istirahat. Dan kamu juga, Janeetha. Akhir-akhir ini kau terlihat lelah sekali.” Janeetha hanya tersenyum tanpa kata, merasa ada begitu banyak hal yang ingin ia sampaikan, tetapi sulit. Ia ingin mengungkapkan kekhawatirannya, tentang Dikara, tentang hidup yang tak bisa sepen

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   46.

    "Janeetha? Kau baik-baik saja?" tanya Fabian, nadanya cemas.Janeetha hampir saja membalas secara spontan, tapi ia merasa tatapan Dikara menusuknya, membuatnya sadar bahwa setiap kata yang ia ucapkan akan diawasi.“Ya, Kak … aku baik-baik saja,” jawabnya dengan suara tenang namun datar, berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan.“Janeetha, aku sudah menemukan seseorang… seseorang yang bisa membantu membuatkan dokumen pentingmu,” suara Fabian terdengar berbisik, seolah ia sadar akan risiko yang Janeetha hadapi.Tubuh Janeetha menegang seketika. Tawaran itu sungguh memikat, tetapi mengetahui jika Dikara mendengarkan setiap kata yang ia ucapkan membuatnya tertekan.Namun, yang membuat Janeetha lebih terkejut adalah Dikara, yang mengangguk kecil padanya, memberi tanda untuk menyetujui ajakan itu.Janeetha menggelengkan kepala dengan cepat, menolak ide suaminya. Seketika Dikara langs

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   47.

    Janeetha menggelengkan kepala pelan, rasa takut bercampur muak dan frustrasi mulai merasuk dalam dirinya."Dikara ... . Kumohon-""Kau pikir aku akan berubah pikiran hanya karena kau memanggilku seperti itu?" Dikara terus maju hingga tubuh Janeetha tertahan oleh sofa."A-Aku tidak ingin ini. Kumohon, berhenti," ucapnya dengan suara yang bergetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap tegar.Namun, Dikara hanya tersenyum tipis, senyum yang terlihat lebih seperti sebuah peringatan.Pria iru semakin mendekat, dan suaranya turun menjadi bisikan yang mengancam. "Jadi… kau lebih memilih Fabian daripada aku?" tanyanya, dengan nada yang menusuk langsung ke hati Janeetha.Janeetha tercekat diikuti gelengan panik. “Ti-tdak… bukan seperti itu!”"Kalau begitu," lanjut Dikara dengan tenang,menatap lurus ke arah istirnya. "Tunjukkan padaku bahwa aku yang kau pilih. Aku suamimu, Janeetha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   48.

    Tidak ingin terperangkap lebih jauh, Janeetha berusaha mendorong dada Dikara, mencoba menegaskan perlawanan. Tangannya sedikit bergetar, napasnya pendek-pendek. Ia menatap suaminya dengan pandangan penuh kewaspadaan, bibirnya terbuka seakan ingin mengatakan sesuatu tetapi tertahan. Dikara memperhatikan setiap gerakannya, menyelidiki sorot matanya dengan tatapan yang dalam dan penuh tekanan. “Jadi… benar-benar tak ada perasaan untukku?” tanya pria itu, suaranya pelan tetapi dingin, menusuk dengan cara yang membuat Janeetha bergidik. Dikara mendekatkan wajah, mata hitamnya menyapu wajah Janeetha seolah tak memberinya ruang untuk menghindar. Janeetha hanya terdiam, mulutnya terkunci dan hatinya kacau. Sorot matanya mencoba menahan ketegangan yang memuncak. Sementara kebingungan dan keraguannya tak luput dari pandangan Dikara. Dikara tersenyum tipis, senyum yang sinis dan penuh arti.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   49.

    Seiring detak jantungnya yang semakin cepat, Janeetha merasakan dorongan Dikara yang tak tertahankan. Seakan mampu membaca getaran kecil yang muncul di tubuhnya, Dikara hanya memperdalam ciumannya, menggiring Janeetha semakin jauh dari ruang kendalinya sendiri. Ketika Dikara akhirnya menjauhkan diri sejenak, Janeetha menarik napas panjang, berusaha menguasai dirinya yang terengah-engah. Namun, pandangan Dikara yang gelap dan penuh tuntutan langsung mengurungnya, seolah menantang penolakannya. Hanya sepersekian detik berlalu sebelum Dikara kembali menunduk, meraih bibir Janeetha dengan ciuman yang lebih dalam dan penuh hasrat, membuat tubuh Janeetha terperangkap dalam gelombang yang tak bisa ia hentikan. Setiap gerakan Dikara begitu intens dan mendesak, tak memberi Janeetha pilihan untuk melawan atau sekadar bernapas lega. Tubuh Janeetha mulai melemah di bawah kekuatan yang tak memberinya celah,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   50.

    Janeetha, yang masih berdiri di ambang pintu sedikit menegang, tetapi ia mempersilakan Ameera masuk dengan sopan.Begitu Ameera melangkah ke dalam, Janeetha hendak memanggil Dikara. Tetapi seolah sudah tahu, Dikara sudah muncul dari arah ruang kerja, berjalan dengan langkah yang cepat dan tegas, wajahnya terlihat tegang.“Ameera.” Sapaan singkat itu keluar dari mulutnya tanpa sedikit pun kelembutan.Mata Dikara menyipit, ekspresinya datar tapi jelas menunjukkan bahwa ia tidak menyukai kedatangan Ameera.“Ada keperluan apa kau datang ke sini?” tanyanya tanpa basa-basi, membuat suasana di ruangan langsung terasa dingin.Ameera hanya tersenyum tipis, tampak santai seolah sudah memperkirakan reaksi itu. Ia melirik Janeetha sesaat sebelum tatapannya kembali tertuju pada Dikara.“Dikara, jangan seserius itu. Apa tidak boleh seorang teman lama mengunjungi dan melihat kabarmu? Kau meninggalkanku begitu saja saat kita terakhir bertemu.”Dikara tampak tak tersentuh oleh nada lembut Ameera. “Jik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06

Bab terbaru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   136. One to One

    Hujan mulai turun rintik-rintik ketika Fabian akhirnya tertangkap. Ia berlutut di atas tanah berlumpur, tangan terikat di belakang punggungnya. Nafasnya terengah-engah, rambut basah menempel di dahinya. Tiga anak buah Dikara berdiri mengawasinya dengan waspada.Meski tampak seperti orang yang tak berdaya, tetapi dalam diri Fabian puas dengan apa yang telah ia lakukan. Setidaknya, ia dapat menyedot perhatia Dikara hanya tertuju padanya.Tak butuh waktu lama, sosok yang Fabian tunggu-tunggu pun tiba.Pria itu terlihat turun dari mobil SUV hitam yang kini terparkir cukup jauh dari lokasi. Fabian memang sengaja memilih jalur yang sedikit sulit dijangkau oleh kendaraan.Langkah Dikara tenang sekaligus tegas, mantel panjang yang dikenakannya berkibar tertiup angin. Matanya langsung menangkap Fabian yang sedang berlutut.“Well, well, well. Bukankah ini Tuan Fabian yang terhormat,” ucap Dikara datar, kedua mata gelapnya sarat dengan penghinaan. Fabian mendongak perlahan. Meski wajahnya penuh

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   135. Memancing Dikara

    Fabian berlari semakin cepat, napasnya memburu, dan tubuhnya mulai terasa berat oleh hujan yang membasahi pakaiannya. Hutan di sekelilingnya terasa gelap dan suram, seolah-olah bersekongkol untuk menyulitkan pelariannya. Namun, ia tidak peduli.Langkah-langkahnya sengaja dibuat mencolok. Kakinya menjejak tanah berlumpur dengan keras, meninggalkan jejak yang jelas di belakangnya. Sesekali, ia meraih cabang pohon dan mematahkannya dengan sengaja, menciptakan tanda-tanda yang tak mungkin terlewatkan oleh pengejarnya.Dalam pikirannya, rencana ini sederhana.Dikara pasti akan memilih mengejarnya daripada Arman. Fabian tahu betul bagaimana peringai pria itu. Dikara bukan hanya sosok yang obsesif, tapi juga penuh harga diri.Bagi Dikara, Fabian adalah ancaman langsung. Bukan sekadar seseorang yang membantu pelarian Janeetha, tetapi juga orang yang dianggap mencuri sesuatu yang menurutnya adalah miliknya.Fabian kembali melihat sekilas ke belakang, memast

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   134. Mencoba Mengalihkan

    Fabian memandang jalur setapak yang mereka tinggalkan dengan hati-hati. Daun-daun basah yang berserakan di tanah kini menunjukkan jejak kaki yang sengaja mereka ciptakan. Ia melirik Arman yang sedang membenahi tali ranselnya, tampak serius sekaligus gugup.“Sudah cukup?” tanya Fabian pelan, suaranya nyaris tertelan oleh gemerisik angin di antara pepohonan.Arman mengangguk cepat. “Jejaknya terlihat jelas. Kalau mereka mengikuti ini, mereka akan menuju arah yang salah.”Fabian menghela napas, matanya kembali menyisir area di sekitar mereka. Hutan itu terasa mencekam, bukan hanya karena ketenangannya tetapi juga ancaman yang mengejar di belakang mereka.“Janeetha dan Maria harus punya waktu untuk mencapai desa,” gumam Fabian, seperti hendak meyakinkan dirinya sendiri. “Semoga trik ini berhasil.”Arman menepuk bahu Fabian. “Kita hanya perlu menarik perhatian mereka cukup lama. Kalau kita tetap di jalur ini, mereka pasti akan mengira kita bersama Janeetha.”Fabian mengangguk, meskipun ras

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   133. Nyaris

    Suara deru mesin mendekat dengan cepat, membuat jantung Janeetha berdegup semakin kencang. Di sudut gudang yang gelap, ia memeluk lututnya erat-erat, berusaha mengendalikan napas agar tidak terlalu keras terdengar. Maria, di sisi lain, berdiri diam seperti patung di dekat jendela kecil, mengintip ke luar.“Mereka berhenti,” bisik Maria dengan nada tegang, nyaris tidak terdengar.Janeetha mendongak. “Berhenti di mana?”Maria tidak menjawab, hanya memberi isyarat agar Janeetha tetap diam.Di luar, suara langkah kaki bergema di antara pepohonan. Beberapa suara samar terdengar, percakapan cepat yang sulit dipahami.“Periksa sekitar sini,” suara seorang pria terdengar lebih jelas, keras dan tegas.Janeetha menahan napas. Ia tahu suara itu. Salah satu anak buah Dikara yang sering datang ke rumah mereka dulu.“Maria…” bisik Janeetha, hampir tidak mampu mengucapkannya.Maria menoleh cepat, menaruh jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat untuk tetap diam. Namun, tatapan tegas itu juga tidak

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   132. Pelarian Tak Berujung

    Mobil yang dikendarai Maria melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan sempit yang semakin dipenuhi pepohonan rindang. Janeetha mencengkeram kursi dengan erat, jantungnya berpacu seirama dengan ketakutan yang menghantuinya.Dari kaca spion, SUV hitam itu tampak semakin mendekat. Mereka tidak main-main.“Maria, mereka hampir mengejar kita!” suara Janeetha bergetar, memecah keheningan mencekam di dalam mobil.“Diam dan pegang erat!” Maria memutar setir dengan keras, memasuki jalanan berbatu yang lebih terpencil. Getaran akibat jalanan yang tidak rata membuat tubuh mereka terguncang.Janeetha memandangi ke belakang lagi. SUV itu tampak melambat sedikit, tetapi masih berada di jalur yang sama.“Berapa jauh lagi kita harus pergi?” tanya Janeetha, panik.Maria tidak menjawab, hanya fokus pada jalanan di depannya.Namun, suara dering ponsel Maria tiba-tiba memecah ketegangan. Janeetha memandang sekilas ke arah layar yang menyala di dashboard.Arman.Maria langsung mengangkat panggilan itu tan

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   131. Mereka Datang

    Mobil yang dikendarai Maria melaju tanpa henti selama berjam-jam, melintasi jalanan sepi dan desa-desa kecil yang nyaris kosong. Janeetha memandangi jendela dengan tatapan kosong. Langit mulai terang, tetapi hawa dingin masih terasa menusuk hingga ke tulang.Maria menurunkan kaca jendela sedikit, membiarkan udara pagi masuk ke dalam mobil. “Kita hampir sampai di perbatasan kota kecil. Mungkin kita bisa berhenti sebentar,” ucapnya, memecah keheningan.Janeetha hanya mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi, mencoba meredakan rasa gelisah yang menghantui sejak tadi malam. Fabian dan Arman masih belum bisa dihubungi, dan itu semakin membuatnya khawatir.Beberapa menit kemudian, mobil memasuki area pom bensin kecil di pinggir kota. Tempat itu terlihat sepi, hanya ada satu kendaraan lain yang sedang mengisi bahan bakar.“Kita berhenti di sini,” ujar Maria sambil memarkirkan mobil di dekat mesin pengisian. “Aku akan mengisi bensin. Kau mau sesuatu?”Janeetha menggeleng. “Aku han

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   130. Mengejar Janeetha (2)

    Pagi itu, sinar matahari samar-samar menyelinap di balik jendela besar kamar Dikara. Langit masih kelabu, seolah mencerminkan amarah yang membara di dalam dirinya.Setelah selesai menghabiskan sarapan, Dikara menyeka bibirnya dengan lap sebentar sebelum akhirnya pria itu bersiap untuk melakukan pencarian. Rayhan berdiri tegak di sudut ruangan, menanti instruksi berikutnya dengan sedikit cemas. Ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara sejak Dikara menerima laporan terakhir tentang keberadaan Janeetha."Apa rencanamu?" tanya Dikara setelah berdiri di dekat Rayhan.Anak buahnya itu berjalan menuju ruang tamu. Di sana, atas meja sudah terbentang sebuah peta.Saat Dikara mendekat, ia dapat melihat banyak titik meras pasa lembaran tersebut. "Jelaskan padaku," ucap Dikara sambil duduk di sofa. "Titik merah otu adalah lokasi yang sudah diperiksa oleh tim kami, Tuan." Rayhan sedikit membungkuk saat menjelaskan.Dikara seketika melihat ke arah Rayhan dengan tatapan merendahka

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   129. Berlari di Kegelapan

    Dini hari itu terasa lebih dingin dari biasanya. Goyangan pelan di bahu semakin lama semakin terasa, membuat Janeetha terjaga dari tidurnya.“Janeetha,” suara Maria berbisik tetapi terdengar mendesak. “Bangun. Kita harus pergi sekarang.”Janeetha mengerjap berusaha menyesuaikan diri dengan gelapnya kamar, sementara Maria membantunya untuk duduk.“Apa? Berangkat?” tanyanya dengan suara serak.Maria mengangguk. Meski kamar itu temaram, tetapi tetapi dapat memperlihatkan ekspresi serius di wajah wanita itu. “Arman baru saja mengabari. Anak buah Dikara semakin banyak di sekitar sini. Mereka bergerak lebih cepat dari yang kita duga.”Sekejap, kantuk Janeetha hilang sepenuhnya. Rasa cemas muncul begitu saja. “Mereka sudah menemukan kita?”“Belum, belum.” Maria menggeleng berusaha menenangkan. “Karena itu kita harus bergerak lebih cepat dari rencana.”“Fabian dan Arman? Bukankah kita akan menunggu mereka untuk berangkat bersama?” Janeetha mengikuti Maria yang sudah berdiri dari tempat tidur

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   128. Mari Dimulai

    "Kau pikir aku peduli dengan perhatian?!” Suara Dikara seketika naik satu oktaf membuat Rayhan semakin menciut. Ekspresi wajahnya semakin dingin dengan seringai samar terlukis di bibirnya. “Jika perlu, hancurkan seluruh Ardenton! Aku tak peduli!"Rayhan langsung mengetikkan pesan di ponselnya. "Saya akan sampaikan sekarang juga, Tuan."Dikara menyandarkan kepalanya, memejamkan mata sejenak. Tapi ketenangan itu hanya bertahan beberapa detik sebelum matanya kembali terbuka, menatap tajam ke arah luar jendela.Janeetha... kau pikir kau bisa lari sejauh ini dariku?Tiba-tiba ponsel Rayhan bergetar. Ia membaca pesan yang masuk dengan cermat sebelum melirik Dikara. "Tuan... mereka melaporkan seseorang yang mencurigakan di penginapan kecil dekat distrik timur. Wanita dengan ciri-ciri yang mirip Nyonya Janeetha."Dikara menoleh, ekspresinya berubah dingin. "Ciri-ciri yang mirip bukan jawaban yang ingin kudengar."Rayhan menelan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status