Share

43. Mengapa Kau Membenciku?

Penulis: DSL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-02 21:04:31

Janeetha menoleh, tatapannya bertemu dengan mata Dikara yang penuh teka-teki. Perasaan berkecamuk dalam dirinya—antara marah, kesal, dan tak berdaya.

Sementara itu, Dikara malah mengulas senyum tipis yang nyaris tampak menyindir, seakan menikmati ekspresi ketidakberdayaan Janeetha.

Senyum di wajah Dikara itu adalah sebuah peringatan, sebuah ejekan halus bahwa, tanpa seizin dirinya, Janeetha tidak akan kemana-mana.

Dia ingin mengingatkan Janeetha akan kendali yang tak terlihat namun begitu kuat yang telah ia bangun di sekelilingnya.

Dengan tenang, Dikara mendekatkan dirinya pada Janeetha, suara rendahnya seolah hanya untuknya.

"Jadi," katanya perlahan, senyumnya tetap tak berubah, "kau tak perlu memikirkan hal lain. Ayahmu membutuhkanmu di sini—dan itu artinya kau juga di sini bersamaku."

Janeetha mencoba menahan gejolak di hatinya. Sebuah protes hampir meluncur dari bibirnya, tetapi di hadapan ayahnya, ia menahan diri. Hanya soro

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   44.

    Dikara menatap Janeetha yang berdiri di hadapannya, tubuhnya tegang dengan amarah yang jelas terlihat dari sorot matanya.Perlahan, senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Tawa kecil keluar dari tenggorokannya, terdengar seperti ejekan yang tak terlalu disembunyikan.“Oh, My Jani…” katanya sambil terkekeh pelan, seolah mendengar lelucon yang hanya ia yang pahami. “Kau tak bersalah. Tidak ada yang perlu kau sesali.”Namun, ucapan itu hanya membuat api dalam diri Janeetha semakin berkobar.“Kalau aku tak bersalah,” katanya, suaranya sedikit bergetar, tetapi ia tidak membiarkan dirinya goyah.“Mengapa kau berbuat seperti ini padaku? Mengapa kau selalu menyakitiku, mencoba mengatur setiap gerakanku, mengontrol semua yang kuinginkan?” Suaranya meninggi, penuh dengan rasa frustasi yang sudah lama ia tahan. “Apa lagi kalau bukan kebencian?”Dikara menatapnya, masih dengan senyum yang semakin menyebalkan di wajahnya. Ia mendekatkan tubuhnya sedikit, menurunkan suaranya menjadi hampir seperti b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   45.

    Setelah beberapa hari dirawat, Pradipa pun diizinkan pulang oleh dokter. Di rumah, Janeetha membantu ayahnya berbaring nyaman di kamarnya setelah perjalanan pulang dari rumah sakit. Tangannya perlahan membenarkan posisi bantal dan memastikan selimut menutupi tubuh ayahnya dengan nyaman. Gayatri duduk di kursi dekat ranjang, memperhatikan keduanya dengan penuh kasih. "Terima kasih, Nak," ucap Pradipa dengan suara lemah tapi penuh syukur, menyentuh tangan Janeetha. “Kalau bukan karena kamu…” Janeetha tersenyum kecil, menahan segala beban yang dirasakannya agar tak terlihat. “Ayah, tidak perlu bilang begitu. Yang penting sekarang ayah bisa fokus pulih.” Gayatri mengangguk, menambahkan, “Iya, Ayahmu butuh banyak istirahat. Dan kamu juga, Janeetha. Akhir-akhir ini kau terlihat lelah sekali.” Janeetha hanya tersenyum tanpa kata, merasa ada begitu banyak hal yang ingin ia sampaikan, tetapi sulit. Ia ingin mengungkapkan kekhawatirannya, tentang Dikara, tentang hidup yang tak bisa sepen

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   46.

    "Janeetha? Kau baik-baik saja?" tanya Fabian, nadanya cemas.Janeetha hampir saja membalas secara spontan, tapi ia merasa tatapan Dikara menusuknya, membuatnya sadar bahwa setiap kata yang ia ucapkan akan diawasi.“Ya, Kak … aku baik-baik saja,” jawabnya dengan suara tenang namun datar, berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan.“Janeetha, aku sudah menemukan seseorang… seseorang yang bisa membantu membuatkan dokumen pentingmu,” suara Fabian terdengar berbisik, seolah ia sadar akan risiko yang Janeetha hadapi.Tubuh Janeetha menegang seketika. Tawaran itu sungguh memikat, tetapi mengetahui jika Dikara mendengarkan setiap kata yang ia ucapkan membuatnya tertekan.Namun, yang membuat Janeetha lebih terkejut adalah Dikara, yang mengangguk kecil padanya, memberi tanda untuk menyetujui ajakan itu.Janeetha menggelengkan kepala dengan cepat, menolak ide suaminya. Seketika Dikara langs

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   47.

    Janeetha menggelengkan kepala pelan, rasa takut bercampur muak dan frustrasi mulai merasuk dalam dirinya."Dikara ... . Kumohon-""Kau pikir aku akan berubah pikiran hanya karena kau memanggilku seperti itu?" Dikara terus maju hingga tubuh Janeetha tertahan oleh sofa."A-Aku tidak ingin ini. Kumohon, berhenti," ucapnya dengan suara yang bergetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap tegar.Namun, Dikara hanya tersenyum tipis, senyum yang terlihat lebih seperti sebuah peringatan.Pria iru semakin mendekat, dan suaranya turun menjadi bisikan yang mengancam. "Jadi… kau lebih memilih Fabian daripada aku?" tanyanya, dengan nada yang menusuk langsung ke hati Janeetha.Janeetha tercekat diikuti gelengan panik. “Ti-tdak… bukan seperti itu!”"Kalau begitu," lanjut Dikara dengan tenang,menatap lurus ke arah istirnya. "Tunjukkan padaku bahwa aku yang kau pilih. Aku suamimu, Janeetha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   48.

    Tidak ingin terperangkap lebih jauh, Janeetha berusaha mendorong dada Dikara, mencoba menegaskan perlawanan. Tangannya sedikit bergetar, napasnya pendek-pendek. Ia menatap suaminya dengan pandangan penuh kewaspadaan, bibirnya terbuka seakan ingin mengatakan sesuatu tetapi tertahan. Dikara memperhatikan setiap gerakannya, menyelidiki sorot matanya dengan tatapan yang dalam dan penuh tekanan. “Jadi… benar-benar tak ada perasaan untukku?” tanya pria itu, suaranya pelan tetapi dingin, menusuk dengan cara yang membuat Janeetha bergidik. Dikara mendekatkan wajah, mata hitamnya menyapu wajah Janeetha seolah tak memberinya ruang untuk menghindar. Janeetha hanya terdiam, mulutnya terkunci dan hatinya kacau. Sorot matanya mencoba menahan ketegangan yang memuncak. Sementara kebingungan dan keraguannya tak luput dari pandangan Dikara. Dikara tersenyum tipis, senyum yang sinis dan penuh arti.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   49.

    Seiring detak jantungnya yang semakin cepat, Janeetha merasakan dorongan Dikara yang tak tertahankan. Seakan mampu membaca getaran kecil yang muncul di tubuhnya, Dikara hanya memperdalam ciumannya, menggiring Janeetha semakin jauh dari ruang kendalinya sendiri. Ketika Dikara akhirnya menjauhkan diri sejenak, Janeetha menarik napas panjang, berusaha menguasai dirinya yang terengah-engah. Namun, pandangan Dikara yang gelap dan penuh tuntutan langsung mengurungnya, seolah menantang penolakannya. Hanya sepersekian detik berlalu sebelum Dikara kembali menunduk, meraih bibir Janeetha dengan ciuman yang lebih dalam dan penuh hasrat, membuat tubuh Janeetha terperangkap dalam gelombang yang tak bisa ia hentikan. Setiap gerakan Dikara begitu intens dan mendesak, tak memberi Janeetha pilihan untuk melawan atau sekadar bernapas lega. Tubuh Janeetha mulai melemah di bawah kekuatan yang tak memberinya celah,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   50.

    Janeetha, yang masih berdiri di ambang pintu sedikit menegang, tetapi ia mempersilakan Ameera masuk dengan sopan.Begitu Ameera melangkah ke dalam, Janeetha hendak memanggil Dikara. Tetapi seolah sudah tahu, Dikara sudah muncul dari arah ruang kerja, berjalan dengan langkah yang cepat dan tegas, wajahnya terlihat tegang.“Ameera.” Sapaan singkat itu keluar dari mulutnya tanpa sedikit pun kelembutan.Mata Dikara menyipit, ekspresinya datar tapi jelas menunjukkan bahwa ia tidak menyukai kedatangan Ameera.“Ada keperluan apa kau datang ke sini?” tanyanya tanpa basa-basi, membuat suasana di ruangan langsung terasa dingin.Ameera hanya tersenyum tipis, tampak santai seolah sudah memperkirakan reaksi itu. Ia melirik Janeetha sesaat sebelum tatapannya kembali tertuju pada Dikara.“Dikara, jangan seserius itu. Apa tidak boleh seorang teman lama mengunjungi dan melihat kabarmu? Kau meninggalkanku begitu saja saat kita terakhir bertemu.”Dikara tampak tak tersentuh oleh nada lembut Ameera. “Jik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   51

    Ameera, seolah menikmati ketegangan yang ditimbulkan, merogoh tasnya dan mengeluarkan kartu nama, lalu menyodorkannya kepada Janeetha. “Kalau kau ingin bicara atau sekadar butuh teman yang netral, jangan ragu untuk menghubungiku.” Senyumnya menggoda, membuat Janeetha merasa tak nyaman, tetapi ia tetap menerima kartu itu. Namun, Dikara dengan cepat mengulurkan tangan dan meraih kartu tersebut sebelum sempat Janeetha menyimpannya. Tatapannya tajam, nyaris mengintimidasi, saat ia menyimpan kartu itu di sakunya sendiri, tak memberi kesempatan pada Janeetha untuk memprotes. Janeetha mendengus kecil, merasa dikendalikan lagi, sementara Ameera hanya tertawa pelan melihat reaksi Dikara. “Baiklah, baiklah,” kata Ameera akhirnya, mengangkat kedua tangannya seolah menyerah. “Aku pamit dulu. Oh, dan Dikara, jangan lupa tentang hasil pemeriksaan itu. Penting, kau tahu?” Dikara hanya diam tanpa banyak ekspresi, memalingkan tatapannya dari Ameera dengan jelas menunjukkan rasa tak sabarnya. "Tung

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06

Bab terbaru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   148. Pergi!

    Ketika Ketika Janeetha membuka matanya, ruangan putih terang menyambutnya. Kelopak matanya terasa berat, tubuhnya lemah, dan ada rasa sakit luar biasa di perutnya.Dia berkedip beberapa kali, mencoba memahami di mana dirinya berada. Aroma khas rumah sakit menyengat hidungnya. Infus terpasang di tangannya, dan tubuhnya terasa begitu lemah, seolah hanya tersisa separuh jiwa dalam dirinya.Kemudian, ingatan itu kembali.Darah.Rasa sakit.Jeritan yang tidak terdengar.Tangannya perlahan bergerak ke perutnya yang datar.Tidak…Tidak mungkin…Matanya membelalak saat kepanikan merayapi tubuhnya. Nafasnya memburu, jantungnya berdegup kencang. Dia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya menolak. Air matanya mulai menggenang di sudut mata.“Bayi…” suaranya hampir tak terdengar. “Bayi ku…”Maria, yang sejak tadi duduk di sudut ruangan, segera menghampirinya dan menggenggam tangannya dengan erat. “Janeetha… aku di sini.”

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   147. Tidak Akan Pergi

    “Dasar bajingan! Pergi kau!”Dikara tersentak.Suara itu begitu familiar, mengandung kemarahan yang meledak-ledak. Sebelum ia bisa sepenuhnya mengangkat kepalanya, seseorang sudah menarik kerah bajunya dengan kasar, hampir membuatnya terjatuh dari kursi.Fabian.Pria itu berdiri di depannya dengan wajah merah padam, tatapan penuh kebencian terpancang kuat di matanya. Napasnya memburu, dadanya naik turun seolah menahan emosi yang hendak meledak.“Sudah cukup kau menghancurkan hidupnya! Apa kau belum puas?!” Fabian menggeram, suaranya bergetar oleh amarah. “Dia hampir mati, Dikara! Kau dengar itu? HAMPIR MATI karena kau!”Dikara hanya menatapnya, matanya kosong.Jika ini terjadi beberapa bulan lalu, ia mungkin sudah membalas Fabian dengan kepalan tangan. Ia mungkin sudah melayangkan tinju ke wajah pria itu tanpa pikir panjang.Tetapi malam ini… tidak ada amarah dalam dirinya. Hanya keham

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   146. Rapuh

    Setelah semalaman berjaga, Dikara berdiri dengan tubuh tegang di depan ruang ICU, menunggu dokter yang baru saja masuk untuk memeriksa Janeetha. Begitu juga Maria dan Sam.Pikiran pria itu berkecamuk, memutar kembali kejadian-kejadian yang telah terjadi. Keguguran. Trauma. Janeetha telah kehilangan bayinya. Anak mereka.Suatu kenyataan yang menghantamnya tanpa ampun.Pintu ICU terbuka, dan Dokter Arief melangkah keluar dengan ekspresi lebih tenang dari sebelumnya. “Kondisinya mulai stabil. Jika tidak ada komplikasi lain, kami akan memindahkannya ke ruang perawatan dalam beberapa jam.”Dikara mengangguk pelan, meskipun perasaannya masih berantakan.Maria, yang berdiri tak jauh darinya, bersedekap dengan tatapan tajam. “Bagus. Itu artinya kau tak perlu di sini lagi.”Dikara menoleh, menatap Maria dengan pandangan dingin. “Aku akan tetap di sini.”Sam, yang berdiri di samping Maria, mendengus sinis. &l

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   145. Kehilangan

    Maria menatapnya penuh kebencian. “Kau tidak bisa mengambilnya kembali begitu saja.”Dikara menatapnya sejenak, lalu perlahan berjalan mendekat.“Aku tidak mengambil apa pun.” Suaranya rendah, tetapi ada nada mengancam di dalamnya. “Aku hanya datang untuk menjemput istriku.”Maria mengepalkan tangannya, sementara Sam berdiri lebih dekat di sampingnya.Di balik pintu ruang operasi, Janeetha sedang berjuang antara hidup dan mati.Suara alat-alat medis yang berbunyi nyaring, berpadu dengan suara dokter dan perawat yang berusaha menyelamatkan dua nyawa sekaligus.Tubuh Janeetha terbaring tak berdaya di atas meja operasi, darah masih mengalir dari tubuhnya meskipun tim medis sudah berusaha menghentikannya.Dokter yang bertugas berdiri di dekat kepala Janeetha, menatap monitor dengan rahang mengatup rapat. “Tekanan darahnya turun drastis! Beri tambahan cairan!”Seorang perawat buru-buru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   144. Di Ambang Bahaya

    Malam semakin larut, hujan turun perlahan di luar jendela klinik kecil itu. Di dalam ruangan yang remang, Janeetha terbaring dengan tubuh lemah, wajahnya pucat pasi. Napasnya pendek dan tersengal, sementara tangannya menggenggam erat sprei ranjang seakan mencoba menahan rasa sakit yang semakin menggigit perutnya.Maria duduk di sisi ranjang, memegang tangan Janeetha dengan erat. Sam mondar-mandir di ruangan dengan wajah tegang, sesekali menoleh ke arah dokter Arief yang sedang memeriksa tekanan darah Janeetha.Beberapa waktu lalu Janeetha kembali mengeluh kesakitan dan tampak lebih parah dari sebelumnya karena itu Sam segera memanggil dokter Arief.Tiba-tiba, tubuh Janeetha menegang. Napasnya memburu, dan bibirnya mengeluarkan erangan tertahan sebelum tubuhnya mulai bergetar hebat.“Maria… sakit…” Suaranya nyaris tidak terdengar.Maria langsung menegang, sementara Sam menghentikan langkahnya dan bergegas mendekat.&

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   143. Semakin Dekat

    Sam memapah Janeetha keluar dari rumah persembunyian mereka. Langkah Janeetha lemah, tubuhnya nyaris limbung jika saja Sam tidak menggenggamnya erat.Maria berjalan cepat di depan, sesekali menoleh dengan wajah tegang. Mereka tahu mereka tidak bisa sembarangan ke rumah sakit besar—terlalu berisiko.“Kita harus menemukan tempat yang aman untuk memeriksanya,” gumam Maria sambil melihat layar ponselnya. “Ada sebuah klinik kecil di pinggiran kota. Aku punya kenalan di sana. Dia bisa membantu tanpa terlalu banyak bertanya.”Sam mengangguk tanpa ragu. “Ayo.”Mereka menaiki mobil tua yang telah disiapkan Maria sebelumnya. Sam duduk di belakang bersama Janeetha, memastikan kepalanya bersandar nyaman di bahunya. Wanita itu tampak semakin pucat, bibirnya sedikit gemetar akibat kehilangan darah.“Bertahanlah,” bisik Sam pelan.Janeetha hanya mengangguk lemah, matanya mengerjap samar. Setiap detik ya

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   142. Rahasia yang Terungkap

    "Ya Tuhan, Janeetha!" Maria buru-buru melangkah keluar, mendekat dengan wajah panik. Tatapannya langsung tertuju pada wanita itu yang hampir tidak bisa berdiri tanpa dukungan Sam. "Apa yang terjadi?"Sam menghela napas berat. "Dia terluka, tapi dia menolak untuk mendapatkan pertolongan medis."Maria mengumpat pelan sebelum meraih lengan Janeetha dengan lembut, mencoba menuntunnya masuk. "Kita tidak bisa membiarkanmu dalam keadaan seperti ini. Kau butuh dokter.""Tidak," gumam Janeetha lemah, meskipun tubuhnya sudah hampir tidak bisa menahan rasa sakit yang semakin tajam di perutnya. "Kita tidak bisa pergi ke rumah sakit. Dikara pasti akan menemukanku."Maria mengatupkan rahangnya dengan frustasi. "Dan kau pikir apa yang akan terjadi jika kau mati di sini?!" suaranya sedikit meninggi. "Ini bukan tentang Dikara lagi, Janeetha. Ini tentang kau. Tentang nyawamu!"Janeetha menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi yang bercampur dengan rasa sakit. Ia s

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   141. Tidak Ada Pilihan

    Sam membantu Janeetha memasuki sebuah mobil kecil yang mereka dapatkan dari seseorang yang bersedia mengantarkan mereka ke luar kota dengan imbalan cukup besar.Pria paruh baya yang mengemudikan mobil itu tidak banyak bicara—hanya sesekali melirik ke arah mereka melalui kaca spion dengan ekspresi waspada.Duduk di kursi belakang, Janeetha bersandar lemah pada jendela. Napasnya pendek-pendek, dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya meskipun udara di dalam mobil terasa dingin. Sam, yang duduk di sampingnya, tidak bisa lagi menyembunyikan kegelisahannya."Janeetha, kau harus bilang apa yang sebenarnya terjadi," ujar Sam pelan, tapi dengan tekanan yang jelas.Janeetha mengerjap, mencoba menegakkan tubuhnya, tapi rasa sakit yang menusuk perutnya semakin menjadi. "Aku baik-baik saja," gumamnya, meski suaranya hampir tak terdengar.Sam tidak lagi percaya. Tadi di terminal, dia melihatnya berdarah—dan itu bukan sesuatu yang bisa diabaika

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   140. Tidak Ada Waktu

    Angin dingin menusuk kulit saat Janeetha turun dari bus dengan langkah goyah. Hujan gerimis masih turun, membuat jalanan becek dan licin.Sam berjalan di sampingnya, sesekali melirik dengan khawatir. Wajah Janeetha pucat, bibirnya tampak lebih kering dari biasanya, dan sorot matanya mengisyaratkan kelelahan yang amat sangat. Sekilas, ia tampak seperti seseorang yang bisa roboh kapan saja.Di sekitar mereka, terminal kecil itu masih cukup ramai meski hari sudah mulai menginjak petang. Orang-orang berlalu lalang dengan jaket atau payung seadanya, beberapa tampak bergegas menuju bus yang siap berangkat, sementara yang lain sibuk berbincang dengan pedagang kaki lima di sekitar area tunggu.Sam menoleh ke Janeetha, kemudian menarik lengannya pelan. “Kita harus cari tempat istirahat sebentar,” katanya, mencoba berbicara selembut mungkin agar Janeetha tidak langsung menolaknya.Seperti yang sudah diduga, Janeetha segera menggeleng cepat. “Tidak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status