Bab 28 Mengalah setelah Lelah"Saya masih percaya dengan hati dan pikiran suami saya, Bu. Tapi karena Ibu ngotot terus-terusan meminta saya untuk menjauhi suami dan berpisah, maka baiklah.""Bagus itu, makin cepat makin baik!" Aminah menatap sinis."Baik, Bu. Ada beberapa hal yang ingin saya berikan kepada Ibu. Semoga ini bermanfaat, ya," ujar Dina sambil menekan tombol off pada rekaman ponselnya. Tentu saja Aminah yang sedikit gaptek tidak tahu apa yang dilakukan oleh menantu tersebut.Dina lalu mengambil beberapa berkas dari dalam tas yang kemudian disimpan di atas meja. Melihat gambar yang ada di halaman depannya, wajah Aminah berubah gusar. Dia melirik ke arah suaminya yang biasa saja melihat logo bergambar Ka'bah itu, meski membuat otaknya berpikir keras."Apa ini, Dina? Apa yang hendak kamu berikan kepada kami? Jangan katakan jika ini adalah surat utang atau semacamnya," tukas wanita itu meski sedikit ragu. Dina mengulas senyum."Tadinya ini sebagai bukti kasih sayang say
Bab 29 Pesan Ayah Aku menjalani hariku seperti biasa sekarang. Aku tidak mau pikiranku berakibat buruk kepada anakku nantinya. Biarlah urusan Mas Akbar aku selesaikan setelah kami bertemu nanti. Sedangkan untuk urusan dengan ibu mertua, aku merasa jika semuanya sudah selesai.Tak lupa kuceritakan semuanya kepada ayah. Pria itu harus mengetahui semua yang terjadi pada hidupku, agar Ayah kembali memikirkan kebaikannya kepada besannya tersebut. Bagaimana orang-orang yang dia tolong dan penuhi kebutuhannya selama ini malah tega-teganya menyakiti putrinya sendiri, bahkan tak menganggapku sebagai menantunya."Kau harus tenang, Dina. Sabar. Ayah bersamamu dan ayah akan selalu mendoakan agar kamu selalu bahagia di sana. Jangan terlalu dipikirkan apa yang terjadi, semua adalah bagian dari ujian rumah tanggamu." "Pesan ayah akan kuingat baik-baik. Makasih, ya.""Insya Allah minggu depan kami sekeluarga akan datang untuk berkunjung."Aku tersenyum lagi dan menutup sambungan telepon. Hanya b
Bab 30 Sebuah Pilihan Aroma masakan yang kubuat menguar di seluruh ruangan. Kali ini aku memasak ayam kecap, sayur sop dan tempe mendoan. Meski aku sedang marah dan malas bertutur kata pada Mas Akbar, tapi perutnya 'tak boleh kelaparan. Makanya setelah berdebat kuputuskan pergi ke dapur dan meracik masakan.Kuketuk pintu kamar depan untuk membangunkan pria itu. Mas Akbar tahu diri. Dia tak lagi menggangguku dan memilih istirahat di kamar lain. Rencananya setelah beres makan aku akan mengajaknya bicara serius."Tumben kamu masak, Din?!" Aku memutar bola mata malas, menatap sebal ke arahnya."Bukankah aku memang sudah biasa melakukannya, ya? Ada atau tidak ada Mas dan Ibu. Eumh, atau jangan-jangan ibu mertua mengatakan hal yang bukan bukan lagi tentangku. Ck, padahal aku sudah memberinya peringatan!!" Rupanya pengaruh fitnah Ibu mertua begitu besar. Dari hal yang ringan sampai hal yang serius, dia selalu melebih-lebihkan dan berkata bohong kepada orang-orang di sekitarnya."Dina, Ken
Bab 31 Hijrah 'Ku tatap pesan dari pria itu yang menggunakan nomor ponsel kakak iparku. Aneh. Kali ini tidak ada kesedihan ataupun hal yang mengganjal dalam pikiranku. Mungkin karena hatiku yang terlanjur kecewa dan kesal karena dia tidak pernah memikirkan perasaanku, makanya kepergian Mas Akbar kembali ke Jepang justru membuat hatiku sedikit tenang.Aku berharap setelah dia kembali nanti, hatiku sudah siap untuk memberi maaf padanya.Hari-hari kulewati dengan perasaan tenang. Ibu mertua juga tak lagi kudengar kabarnya. Waktu Ayah berkunjung ke mari, ayah janji akan mengunjungi mereka dan memberi nasihat kepada orang tua Mas Akbar.Hingga di hari siang itu, Mbak Mika datang ke rumah."Masya Allah … Alhamdulillah. Mbak Mika hijaban sekarang?" Kupandangi wanita yang tampak anggun menggunakan gamis panjang serta hijab menutup dadanya itu. Mbak Mika, sejak kapan wanita itu berubah dengan menutup auratnya. Benar-benar hidayah yang indah."Dina, boleh Mbak masuk?" "Tentu saja, Mbak." Kup
Bab 32"Jangan bercanda, Mika! Bagaimana mungkin kau menyuruh seseorang untuk menikahi Savika. Padahal jelas kau tahu kalau anak yang ada di dalam kandungannya adalah benihku!" Broto langsung menggeram mendengar pernyataan istrinya, yang hari itu sudah menikahkan Savika dengan Ilham. Lebih parahnya lagi, Dina ikut mendukungnya. "Harusnya kamu bersyukur karena aku tidak melaporkan kalian ke polisi atas dugaan perzinahan, Mas!!""Tapi, 'kan ….!" Broto mengacak-acak rambutnya karena kesal. Padahal dia sudah merencanakan pernikahan dengan wanita itu beberapa hari lagi, tentunya tanpa sepengetahuan Mika. Siapa sangka wanita itu bergerak lebih cepat dan memutus harapannya untuk menyunting wanita selingkuhannya."Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi, Mika. Aku akan pastikan mereka bercerai dan Savika kembali padaku!!" Mika yang tidak takut, hanya melipat tangannya di dada dengan pandangan sinis."Kenapa kau tidak menerima kenyataan, Mas? Wanita itu sudah menikah dengan orang lain, me
Bab 1Menjemput Ibu Mertua"Lama banget sih kamu dateng ngejemput, Ibu udah nunggu satu jam di sini!" Itu adalah kata pertama yang keluar dari bibir ibu mertua, saat aku menjemputnya di terminal. "Maafkan aku, Bu. Jalanan macet tadi," ujarku hendak menyalaminya. Namun bukannya berhasil, tanganku segera ditepis kasar olehnya."Nggak usah banyak alesan. Siang hari gini biasanya jalanan sedikit lengang, kamu pikir Ibu nggak tahu apa! Yang macet itu pagi dan sore hari, saat orang-orang pergi dan pulang kantor!!" ketusnya dengan pandangan tajam. Sabar…."Iya, Bu. Ayo kita pulang," ajakku pada Ibu. Beliau berjalan lebih dahulu sambil menunjuk ke arah belakang. "Tuh, bawain barang-barang Ibu!"Satu dus besar, satu tas besar ditambah tas lain yang entah apa isinya, segera kuangkat meskipun kesulitan membawanya, dikarenakan tubuhku yang mungil ini. Entah apa yang ibu bawa namun beliau tidak berinisiatif untuk meringankan pekerjaanku. Minimal bawa tas yang paling kecil, kek. Ugh, aku mal
Bab 2 Mengadu Pada Akbar"Ya Bu, ada apa?" Aku segera menghambur ke depan begitu mendengar teriakan ibu yang memekikkan telinga."Lagi ngapain kamu di dapur?!" tanya Ibu sambil melotot. Jari telunjuk dan jari tengahku ingin sekali mencolok matanya andai tidak berdosa."Aku lagi mengaduk teh, Bu.""Kamu itu ya, kalau dipanggil sama orang tua bukannya langsung nyahut malah diam aja. Kamu beg* atau kenapa sebenarnya, sih?!""Ya Allah, Bu. Dina kan langsung datang. Memangnya apa sih masalahnya?! Lagian bisa nggak sih ibu nggak usah teriak-teriak gitu. Malu di dengar tetangga, Bu.""Apa, apa kamu bilang!! Kamu itu bisanya cuma ngelawan orang tua, ya. Awas kalau Akbar datang, Ibu aku akan adukan semuanya sama dia!! Lagian hari gini mana ada tetangga yang kepo urusan orang?!"Ya Tuhan entah harus seperti apa aku menghadapi tingkah wanita itu, yang seperti mau mencari gara-gara denganku. Sabar Dina, sabar … kalau nggak sabar, sianida beredar. Eh, astagfirullah!"Dina udah ada di depan Ibu
"Udah selesai beberesihnya? Ayo ikut Ibu," ajak Ibu mertuaku sambil menarik lengan suamiku, meninggalkanku yang melongo. Kebiasaan Ibu yang tidak punya sopan santun membuatku sedikit kesal. Bagaimana jika tadi aku dan suamiku tengah melakukan hal yang lain-lain, bisa berabe jadinya. Kuikuti langkah keduanya sambil menutup pintu kamar. Ibu tampak menarik lengan Mas Akbar untuk duduk di kursi yang menghadap ke depan TV."Akbar, Ibu mau cerita banyak sama kamu. Makanya Ibu sengaja datang ke sini.""Iya, cerita aja," sahut suamiku. Terlihat sekali rona kebahagiaan di wajahnya ketika bisa bertemu dengan ibu kandungnya kembali. Hal yang tidak pernah kudapatkan selama ini di mana mama sudah meninggal saat usiaku 5 tahun."Bu, apa tidak sebaiknya Mas Akbar disuruh makan dulu. Kasihan, dia pasti lapar habis bekerja seharian," ujarku tanpa peduli akan wajah wanita itu yang tampak serius akan bercerita pada putra bungsunya. Ibu melirik padaku sambil mencebik. "Apa beneran kamu lapar, Akbar?" S
Bab 32"Jangan bercanda, Mika! Bagaimana mungkin kau menyuruh seseorang untuk menikahi Savika. Padahal jelas kau tahu kalau anak yang ada di dalam kandungannya adalah benihku!" Broto langsung menggeram mendengar pernyataan istrinya, yang hari itu sudah menikahkan Savika dengan Ilham. Lebih parahnya lagi, Dina ikut mendukungnya. "Harusnya kamu bersyukur karena aku tidak melaporkan kalian ke polisi atas dugaan perzinahan, Mas!!""Tapi, 'kan ….!" Broto mengacak-acak rambutnya karena kesal. Padahal dia sudah merencanakan pernikahan dengan wanita itu beberapa hari lagi, tentunya tanpa sepengetahuan Mika. Siapa sangka wanita itu bergerak lebih cepat dan memutus harapannya untuk menyunting wanita selingkuhannya."Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi, Mika. Aku akan pastikan mereka bercerai dan Savika kembali padaku!!" Mika yang tidak takut, hanya melipat tangannya di dada dengan pandangan sinis."Kenapa kau tidak menerima kenyataan, Mas? Wanita itu sudah menikah dengan orang lain, me
Bab 31 Hijrah 'Ku tatap pesan dari pria itu yang menggunakan nomor ponsel kakak iparku. Aneh. Kali ini tidak ada kesedihan ataupun hal yang mengganjal dalam pikiranku. Mungkin karena hatiku yang terlanjur kecewa dan kesal karena dia tidak pernah memikirkan perasaanku, makanya kepergian Mas Akbar kembali ke Jepang justru membuat hatiku sedikit tenang.Aku berharap setelah dia kembali nanti, hatiku sudah siap untuk memberi maaf padanya.Hari-hari kulewati dengan perasaan tenang. Ibu mertua juga tak lagi kudengar kabarnya. Waktu Ayah berkunjung ke mari, ayah janji akan mengunjungi mereka dan memberi nasihat kepada orang tua Mas Akbar.Hingga di hari siang itu, Mbak Mika datang ke rumah."Masya Allah … Alhamdulillah. Mbak Mika hijaban sekarang?" Kupandangi wanita yang tampak anggun menggunakan gamis panjang serta hijab menutup dadanya itu. Mbak Mika, sejak kapan wanita itu berubah dengan menutup auratnya. Benar-benar hidayah yang indah."Dina, boleh Mbak masuk?" "Tentu saja, Mbak." Kup
Bab 30 Sebuah Pilihan Aroma masakan yang kubuat menguar di seluruh ruangan. Kali ini aku memasak ayam kecap, sayur sop dan tempe mendoan. Meski aku sedang marah dan malas bertutur kata pada Mas Akbar, tapi perutnya 'tak boleh kelaparan. Makanya setelah berdebat kuputuskan pergi ke dapur dan meracik masakan.Kuketuk pintu kamar depan untuk membangunkan pria itu. Mas Akbar tahu diri. Dia tak lagi menggangguku dan memilih istirahat di kamar lain. Rencananya setelah beres makan aku akan mengajaknya bicara serius."Tumben kamu masak, Din?!" Aku memutar bola mata malas, menatap sebal ke arahnya."Bukankah aku memang sudah biasa melakukannya, ya? Ada atau tidak ada Mas dan Ibu. Eumh, atau jangan-jangan ibu mertua mengatakan hal yang bukan bukan lagi tentangku. Ck, padahal aku sudah memberinya peringatan!!" Rupanya pengaruh fitnah Ibu mertua begitu besar. Dari hal yang ringan sampai hal yang serius, dia selalu melebih-lebihkan dan berkata bohong kepada orang-orang di sekitarnya."Dina, Ken
Bab 29 Pesan Ayah Aku menjalani hariku seperti biasa sekarang. Aku tidak mau pikiranku berakibat buruk kepada anakku nantinya. Biarlah urusan Mas Akbar aku selesaikan setelah kami bertemu nanti. Sedangkan untuk urusan dengan ibu mertua, aku merasa jika semuanya sudah selesai.Tak lupa kuceritakan semuanya kepada ayah. Pria itu harus mengetahui semua yang terjadi pada hidupku, agar Ayah kembali memikirkan kebaikannya kepada besannya tersebut. Bagaimana orang-orang yang dia tolong dan penuhi kebutuhannya selama ini malah tega-teganya menyakiti putrinya sendiri, bahkan tak menganggapku sebagai menantunya."Kau harus tenang, Dina. Sabar. Ayah bersamamu dan ayah akan selalu mendoakan agar kamu selalu bahagia di sana. Jangan terlalu dipikirkan apa yang terjadi, semua adalah bagian dari ujian rumah tanggamu." "Pesan ayah akan kuingat baik-baik. Makasih, ya.""Insya Allah minggu depan kami sekeluarga akan datang untuk berkunjung."Aku tersenyum lagi dan menutup sambungan telepon. Hanya b
Bab 28 Mengalah setelah Lelah"Saya masih percaya dengan hati dan pikiran suami saya, Bu. Tapi karena Ibu ngotot terus-terusan meminta saya untuk menjauhi suami dan berpisah, maka baiklah.""Bagus itu, makin cepat makin baik!" Aminah menatap sinis."Baik, Bu. Ada beberapa hal yang ingin saya berikan kepada Ibu. Semoga ini bermanfaat, ya," ujar Dina sambil menekan tombol off pada rekaman ponselnya. Tentu saja Aminah yang sedikit gaptek tidak tahu apa yang dilakukan oleh menantu tersebut.Dina lalu mengambil beberapa berkas dari dalam tas yang kemudian disimpan di atas meja. Melihat gambar yang ada di halaman depannya, wajah Aminah berubah gusar. Dia melirik ke arah suaminya yang biasa saja melihat logo bergambar Ka'bah itu, meski membuat otaknya berpikir keras."Apa ini, Dina? Apa yang hendak kamu berikan kepada kami? Jangan katakan jika ini adalah surat utang atau semacamnya," tukas wanita itu meski sedikit ragu. Dina mengulas senyum."Tadinya ini sebagai bukti kasih sayang say
Bab 27 Mengunjungi Mereka "Ya ampun, Dina. Kamu jauh-jauh dari kota cuma buat nemuin kami. Kamu sama siapa datang ke sini?!" Bahar tergopoh-gopoh menyambut menantunya. Wanita itu ditemani oleh Ilham di belakangnya yang tampak membawa dus oleh-oleh dan koper."Iya, Pak. Kebetulan ada yang ingin saya obrolkan dengan Ibu," ujar wanita itu langsung pada intinya. Aminah yang mendengar suara menantunya dari arah depan buru-buru mengenakan kerudung dan pergi ke luar.Wanita itu memasang wajah ketus dan mengumpat dalam hati. Dia tak menyangka baru beberapa hari pulang dari rumah Dina, wanita itu sudah datang saja bertandang ke rumahnya."Mau ngapain kamu ke sini? Jika tujuanmu hanya untuk mengklarifikasi keadaanmu yang sekarang mengandung benih yang tak jelas siapa bapaknya, mending sekarang kamu pulang saja. Kamu tidak diterima di rumah ini. Terlebih saat si Akbar pergi ke luar negeri untuk mencari rezeki, kamu malah memasukkan pria lain ke dalam rumahmu!!" hardik Aminah dengan lantan
Bab 25"Mbak Alfa, bisa jelaskan apa maksudnya ini. Kenapa Mbak menuduh saya dan Bang Heri seperti itu, memangnya apa yang sudah kami lakukan?! Tolong ya Mbak, jangan menyebarkan fitnah. Saya datang ke sini baik-baik, bahkan saya menghubungi nomor Mbak pun baik-baik. Saya hanya ingin tanya tentang Mas Akbar yang tak kunjung menghubungi saya. Wajar dong sebagai seorang istri saya bertanya kepada sahabatnya, mengingat hanya Bang Heri yang tahu." Aku bicara panjang lebar berharap wanita itu tidak menuduhku macam-macam.Dada wanita itu nampak naik turun. Matanya mendelik-delik tak suka menatapku. Aku sendiri merasa plong setelah mengatakan semuanya. Wanita itu menyuruhku masuk dalam rumah dan duduk dengan kasar di sofa ruang tamu.Bang Heri yang kulihat tidak enak hati, mempersilahkanku juga untuk masuk dan duduk di samping istrinya."Maaf ya Din, sepertinya kedatangan Abang waktu itu ke rumahmu menimbulkan pandangan buruk orang-orang sekitar.""Apa maksudnya ini, Bang? Aku nggak n
Bab 25Fitnah Lagi Tidak kuat dengan kepala yang terus terusan kliyengan, aku memutuskan untuk berobat ke dokter terdekat. Sengaja aku memesan ojol karena tidak kuat untuk mengendarai motor Mas Akbar.Sampai di tempat itu, banyak sekali pasien yang tengah menunggu, bahkan Bu Indah dan anaknya pun ada di sana."Eh, Dina, kamu ngapain ke sini, sakit juga?" Aku tersenyum sambil mengangguk lalu setelahnya duduk tak jauh darinya. Apa dia nggak sadar sudah tiga hari warung tutup karena alasan kesehatanku.Nama anak Bu Indah dipanggil terlebih dahulu, membuat wanita itu beranjak dan masuk ke dalam ruangan dokter umum yang membuka prakteknya di sore hari."Eh, Dina. Sakit apa kamu? Tadi dokter ngomong apa aja?" Tak langsung pulang, rupanya wanita yang suka bergosip dengan ibu mertuaku ini memilih menungguku di pintu keluar. Ya ampun, kenapa wanita itu kepo sekali dan selalu ingin tahu urusan orang lain.Rasanya aku sangat terharu mendengar apa yang diucapkan dokter Hari, bahwa saat ini aku
Bab 24"Pak, Ibu, aku tidak habis pikir, bagaimana mungkin dia menyembunyikan fakta dari kakak iparnya sendiri demi untuk menyelamatkan perempuan selingkuhan suamiku!!" Mika melotot."Dan kamu juga Mas, tega kamu menikah lagi tanpa seijinku!""Apa itu bener, Dina? Jadi catering yang kau buat sejak tadi itu untuk acara nikahan Broto dengan selingkuhannya?!" Wanita itu menatap ke arah menantunya dengan nyalang. Tapi Dina tidak gentar. "Ini salah paham, Bu.""Salah paham apa? Kau jangan terus mengelak, buktinya juga sudah ada kok! Dasar!!" tukas Aminah pada menantunya. Dari dulu dia sangat benci sekali kepada Dina, ditambah lagi sekarang putrinya mengadu padanya, tentu saja itu membuatnya semakin menggeram marah."Dina tidak ada sangkut pautnya dengan semua ini, Mika. Bisa nggak sih kamu percaya padaku?!" Broto langsung berdiri dan mengecam istrinya. Tapi Mika tidak peduli. Dia kadung marah dan kesal kepada keduanya."Aku tidak percaya, mana mungkin dia tidak mengetahui semuanya,