Share

Jalan-Jalan

Penulis: Bun say
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-08 19:58:39

"Udah selesai beberesihnya? Ayo ikut Ibu," ajak Ibu mertuaku sambil menarik lengan suamiku, meninggalkanku yang melongo. Kebiasaan Ibu yang tidak punya sopan santun membuatku sedikit kesal. Bagaimana jika tadi aku dan suamiku tengah melakukan hal yang lain-lain, bisa berabe jadinya.

Kuikuti langkah keduanya sambil menutup pintu kamar. Ibu tampak menarik lengan Mas Akbar untuk duduk di kursi yang menghadap ke depan TV.

"Akbar, Ibu mau cerita banyak sama kamu. Makanya Ibu sengaja datang ke sini."

"Iya, cerita aja," sahut suamiku. Terlihat sekali rona kebahagiaan di wajahnya ketika bisa bertemu dengan ibu kandungnya kembali. Hal yang tidak pernah kudapatkan selama ini di mana mama sudah meninggal saat usiaku 5 tahun.

"Bu, apa tidak sebaiknya Mas Akbar disuruh makan dulu. Kasihan, dia pasti lapar habis bekerja seharian," ujarku tanpa peduli akan wajah wanita itu yang tampak serius akan bercerita pada putra bungsunya.

Ibu melirik padaku sambil mencebik. "Apa beneran kamu lapar, Akbar?" Suamiku mengangguk dengan senyum tidak enak hati.

"Iya, Bu. Maklum udah kebiasaan."

Memang kebiasaan pria itu yang ketika pulang kerja pasti langsung makan sore. Kami tidak membiasakan makan malam alasannya tentu saja karena selain untuk menjaga berat badan agar tetap ideal, juga karena selepas isya nanti, kami akan tidur lebih cepat.

"Ya udah, sana makan dulu. Kalau udah, nanti temuin Ibu lagi di sini."

"Maaf ya, Bu, aku memang lapar banget. Lihat aja ini udah jam 5."

"Mana ada makan malam jam lima sore, yang ada tuh jajan buat ngeganjel perut, baru kau makan malam jam tujuh," tukas ibunya. Dia melirik padaku sambil memasang wajah dingin.

Segera kuajak dia ke ruang makan dan membuka tudung saji. Lauk ayam masih ada cukup banyak. Suamiku bisa menikmatinya. Mas Akbar makan dengan lahapnya. Aku menemani dia duduk sambil bercerita tentang jualan tadi subuh. Dia tampak mengangguk-angguk sambil sesekali menyahuti ucapanku.

"Lain kali kalau ada yang utang lebih dari tiga minggu, jangan di kasih. Kecuali sama orang yang benar-benar membutuhkan." Mas Akbar menanggapi ketika aku ceritakan istrinya pak RT nunggak lagi bayar utangnya.

"Iya, sih, Mas. Tapi gimana ya, kasihan juga dia."

"Padahal emasnya banyak. Kenapa nggak dia jual aja untuk bayar hutang?" kekehnya saat kutepuk punggungnya sambil bercanda.

"Kamu ini, Mas." Tawa kami disahuti oleh ibu dengan beberapa kali deheman.

"Enak sambalnya, Din. Pas." Dengan mulutnya yang kepedasan pria itu bersuara bahkan hampir saja tersedak.

"Pelan-pelan aja makannya Mas, nggak akan ada yang ngambil ini," ujarku sambil menyodorkan air minum yang langsung diteguknya hampir setengah gelas.

"Mana bisa Mas pelan-pelan, Din. Masakan kamu memang selalu enak, makanya Mas selalu tak sabar ingin makan sehabis pulang kerja," katanya lagi dengan bibir penuh dengan makanan.

"Apalagi tumis kangkung ini enak banget. Mas cocok dengan masakan kamu, bahkan jika dibandingkan makan di kantin, rasanya beda sekali. Asal."

"Eumh, maaf ya Mas, aku nggak bisa bikinin kamu bekal makan siang. Kamu tahu kan, kalau pagi-pagi aku sibuk," ucapku tak enak hati. Aku bukannya tidak tahu teman-temannya selalu membawa bekal dari rumah. Sedangkan aku, jangankan untuk menyiapkan bekal, melayani pembeli saja kadang keteteran kalau nggak dibantuin oleh Mas Akbar.

Mas Akbar mengangguk dengan senyum cerianya. "Nggak apa-apa, yang penting makan sore selalu tersedia di meja. Lagi pula kalau tengah hari, aku bisa makan bakso pakai nasi atau makan cilok."

Beruntung aku memiliki suami yang pengertian dengan keadaanku, meskipun kadang aku sedikit tidak suka kalau ada orang yang menghasutnya. Dia gampang sekali dipengaruhi oleh orang lain. Belum lagi sekarang, kehadiran Ibu di sini sedikit banyaknya membuatku resah. Semoga saja wanita itu tidak berbuat bermacam-macam yang akan merusak hubungan pernikahan kami.

Mas Akbar sudah mencuci tangan dan menggosok giginya, kemudian berjalan ke arah ruang tengah dimana Ibu masih menonton sinetron yang episodenya sudah ratusan.

Aku memilih membereskan meja makan dan membuatkan teh untuk mereka.

Baru saja aku tiba dan meletakkan dua cangkir gelas di atas meja, Ibu langsung menghentikan obrolannya. Entah kenapa wanita itu tidak pernah suka melihatku, apalagi dekat-dekat dengan putra bungsunya. Kami bahkan tidak pernah mengobrol bertiga. Hal yang sangat aneh sekali. Ingin sekali kutanyakan kepada Mas Akbar jika aku memiliki keberanian nantinya.

"Udah Dina, kamu masuk kamar sana. Ibu mau ngobrol dengan Akbar, boleh, kan? Kamu sudah berbulan-bulan tinggal dengan dia, tanpa ada yang mengganggu. Bisa nggak sih kamu sehari aja kasih Ibu waktu untuk quality time bersama dengan anak Ibu sendiri?"

"Iy-iya, Bu. Silahkan."

Aku yang hampir mendaratkan bokong di atas kursi langsung berdiri dengan senyum yang kubuat paksa. Mas Akbar tampak melirik padaku dan menyentuh tanganku. Dengan langkah gontai aku kembali ke dapur, meletakkan baki dan membuang nafas kasar.

"Oh, jadi Lina mau pulang, Bu?"

"Nggak usah panggil nama Lina, panggil dia Linlin. Sekarang di medsosnya juga namanya udah diganti. Dia udah pulang minggu lalu. Nanti kita temui dia. Dia pasti bahagia ketemu sama kamu lagi. Kamu tahu kan, kepergiaannya waktu itu juga karena terpaksa. Linlin terpaksa mencari uang karena ingin kehidupannya berubah. Ibu yakin sekarang wanita itu sudah sukses, mengingat gaji di Jepang itu di atas 30 juta." Ibu mertua sumringah ketika berbicara dengan putranya yang tidak kutahu tengah membicarakan siapa.

"Iya Bu, aku juga senang bertemu dengan dia. Lagian waktu itu dia pergi tanpa pamit."

"Itu karena dia nggak mau membuatmu sedih."

"Iya, mungkin."

"Ya udah, besok sehabis kamu pulang kerja kita pergi ke rumahnya. Kebetulan Ibu bawa banyak oleh-oleh untuk Linlin dan juga mbakmu."

Tuh kan bener, untung aja aku nggak sok-sokan bawa dus Ibu dan membongkarnya.

*****

Adzan maghrib baru saja usai bergema. Aku sudah membersihkan diri dan bersiap sambil menggelar sajadah. Mas Akbar dan ibunya baru saja selesai bicara lebih dari satu jam lamanya. Bahkan sesekali terdengar tawa dari bibir pasangan ibu dan anak tersebut. Mereka sama sekali tidak memikirkan kehadiranku yang duduk sendirian di kamar. Rasanya aku mirip seperti orang yang terbuang.

"Din, kamu mau shalat?" tanya Mas Akbar begitu membuka pintu kamar. Aku mengangguk dan segera berdiri. Sementara suamiku itu terdengar masuk ke kamar mandi untuk berwudhu. Sudah kusiapkan baju koko dan sarungnya di atas tempat tidur. Pria itu memang biasa shalat di masjid.

Selesai sholat dilanjutkan dengan dzikir dan bacaan ayat-ayat suci Alquran, saat Mas Akbar masuk dan mulai membuka baju koko dan sarungnya. Kemudian berganti dengan celana jeans dipadupadankan dengan kaos yang dilapisi dengan jaket tebal.

Aku yang sedang melipat mukena mendadak heran melihatnya. Dia tampak berpakaian rapi seperti mau pergi.

"Tumben, tidak biasanya kamu ganti baju lagi, Mas. Memangnya mau ke mana?"

"Oh ini, kebetulan Ibu ingin jajan sate taichan. Ibu juga ingin beli martabak Pecenongan, katanya."

"Asyik dong, kebetulan aku juga mau, Mas. Sebentar aku dandan dulu." Aku tersenyum manis. Kupercepat melipat mukena dengan gerakan asal. Saat aku melirik lagi padanya, Mas Akbar tampak salah tingkah.

"Kenapa, Mas?" tanyaku dengan perasaan yang sudah mulai curiga. Sampai-sampai alisku bertautan.

"Eumh, sepertinya Ibu ingin pergi dengan Mas berdua aja, katanya. Lagi pula motornya kan tidak mungkin dipakai buat bertiga. Nah, kamu di rumah aja ya. Kamu kan juga harus istirahat, nanti jam 2 pagi kamu udah harus bangun dan ke pasar."

"Tapi—"

"Dina, Ibu kan nggak tiap hari datang ke sini. Lagi pula apa salahnya aku mengantar Ibu jalan-jalan sesekali. Mas berharap kamu sedikit pengertian, ya?!" Aku mengangguk dengan lesu. Melepaskan rasa kesal yang bercokol, lalu duduk di pinggir ranjang memperhatikan priaku itu yang tampak menyemprotkan parfum di bagian ketiak dan lehernya. Seketika aroma woody menguar di seisi ruangan.

Mas Akbar benar. Aku nggak boleh egois. Biarkan Ibu mertua dan anaknya bahagia, lagipula kapan memuliakan mereka jika tidak sekarang.

Astaghfirullah … semoga aku dijauhkan dari pikiran-pikiran negatif pada ibu mertuaku itu.

"Jangan lupa belikan Ibu daster merk kencana ungu Mas."

Mas Akbar tersenyum manis. "Kamu masih ingat aja apa yang Ibu sukai."

Mana mungkin aku tidak ingat, wong tiap kali jalan-jalan selalu itu-itu saja yang disebut oleh ibunya.

'Jangan lupa kalau jalan-jalan beliin ibu daster merk kencana ungu.'

Hal itu akan beliau ulang-ulang hingga kami naik kendaraan dan berlalu. Jika saja pesanannya tidak dibeli, maka dia akan mengomel sepanjang hari dan membanting banting barang sesuka hatinya.

Pria itu mencium keningku dengan takzim, sebelum akhirnya menghilang di balik pintu. Entahlah, disaat seperti ini aku bahkan enggan untuk mengantarnya ke depan pintu. Biar saja dia pergi bersama dengan ibunya, meskipun sama sekali tidak ada basa-basi padaku.

Sabar Dina, sabar ….

Bab terkait

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Buang Muka

    Bab 4 Buang MukaYa ampun … Aku terhenyak dari tidurku saat mendengar suara ibu terbahak, cukup jelas. Sepertinya suamiku dan ibunya masih mengobrol. Entah jam berapa mereka pulang, aku tidak tahu. Yang jelas, selepas isya aku langsung terlelap karena tidak tidur siang.Aku duduk dan mendengar percakapan mereka. Ah, bukan mendengar hanya tak sengaja percakapan mereka begitu jelas masuk ke telingaku."Ibu aja yang lanjutin makannya. Aku udah kenyang. Lagian makan dua potong aja udah eneg. Keju dan kental manisnya kebanyakan.""Tapi kalau dibiarkan besok juga basi. Kamu kan belum punya kulkas. Mau disimpan di mana coba? Mana mahal belinya" Suara Ibu mertua menimpali."Nggak apa-apa, di meja makan juga nggak akan basi, Bu. Nanti subuh-subuh biar dihangatkan dengan cara dikukus. Ya udah, Akbar mau tidur dulu. Ibu juga harus istirahat, kan? Ibu pasti lelah karena perjalanan jauh."Aku kembali merebahkan badan, berpura-pura tidur. Semoga saja Ibu mertua tidak mengadu yang macam-macam ket

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-08
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Mengadu Pada Akbar

    Pukul delapan lebih, para pelanggan tidak sepadat pagi tadi. Ibu mertua kembali datang dengan wajah yang seperti biasa. Kusut seperti lap pel. Kuharap pagi-pagi Ibu tidak membuat keributan denganku. Bisa malu aku dilihat yang lain. Tadinya aku berniat bertanya langsung padanya setelah aku menutup warung sejam lagi. Aku penasaran, ingin tahu alasannya membenciku selama ini.Kebetulan orang yang kupikirkan datang kembali ke warung."Kamu tiap hari sibuk begini?" tanyanya ketus. Sepertinya Ibu sengaja datang, menunggu saat warung sepi hingga tak ada orang yang melihat watak aslinya.Aku tersenyum menanggapinya meski dalam hati dongkol. "Iya Bu, alhamdulillah, masih banyak peminatnya.""Pantes aja kamu membiarkan Akbar sendirian menyiapkan sarapan pagi dan baju kerjanya. Huh, urusan duit aja cepat, ngurus suami abainya minta ampun. Mana Akbar harus bangun tengah malam, nganterin dulu kamu belanja, melayani pembeli. Kamu itu ya, benar-benar istrinya nggak tau diri!! Kamu anggap anakku

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-11
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Tangisan

    Bab 6 Tangisan Tangisku kembali pecah seiring perasaanku yang terkoyak oleh ucapan-ucapan ibu yang menyakitkan. Dan sudah bisa dipastikan bagaimana pertengkaran akan menyambutku bersama dengan Mas Akbar saat pria itu pulang bekerja.Allah … aku hanya ingin hidupku tenang dan damai bersama dengan suamiku, seperti yang belakangan ini kami lalui. Bahkan kami tidak pernah memulai pertengkaran dengan urat yang berujung dengan kata-kata yang menyakitkan. Kami terima dan kami jalani semuanya dengan ikhlas. Bahkan ketika kami hanya mampu membeli sebungkus mie untuk dimakan berdua. Mas Akbar juga adalah tipe pria yang baik dan sangat memanjakanku. Tak heran jika kami sangat jarang sekali bertengkar, kecuali untuk hal-hal yang tidak kumengerti, biasanya kami berusaha menyelesaikannya baik baik tanpa kekerasan. Meskipun ada sedikit kekurangannya, pria itu gampang sekali tersulut emosi dan dipengaruhi oleh orang lain, terutama ibunya. Sudah kubayangkan apa yang akan terjadi nanti ketika suamik

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-14
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Sakit Hati

    Bab 7 Sakit HatiTangan itu turun dengan lemah. Priaku melangkah dengan gontai dan duduk di sampingku. Aku mundur sampai di ujung ranjang, membiarkan air mataku turun dengan derasnya. Selama pernikahan kami, ini adalah fase terparah yang pernah kami hadapi. "Kenapa kamu harus seperti ini, Din?" tanyanya lemah. Matanya ikut memerah."Salahku di mana, Mas? Aku tidak seperti emak-emak di novel-novel online yang akan langsung membalas perbuatan Ibu mertuanya dengan cara jahat, meskipun aku mampu melakukannya. Kau tahu kenapa, karena aku masih memiliki sopan santun dan juga didikan dari ayahku. Jika mas juga berpikir jika aku memperlakukan ibumu dengan tidak baik seperti apa yang ibumu adukan sebelumnya, maaf Mas, kamu salah. Semua itu tidak benar."Mendesah berat, pria itu menunduk dan menyentuh tanganku. Namun aku segera menariknya dan melipat di atas perutku. Sakit hatiku tidak akan sembuh dengan sentuhannya kali ini."Kau tahu 'kan, jika kau bertengkar dengan Ibu, maka yang akan turun

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-14
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Tingkah Ibu

    Bab 8 Tingkah Ibu Mas Akbar kembali masuk ke dalam rumah setelah berteriak, mungkin untuk mengambil jaket miliknya. Dia kembali dengan tergesa, namun aku tidak peduli dan lebih memilih untuk mengemudikan kendaraan itu seorang diri dan membelah jalanan malam. Tangis air mata mewarnai perjalananku kali ini. Di mobil ini untuk pertama kalinya aku menangisi hidupku.Banyak yang kutangisi, banyak yang kusesali, dan lebih banyak lagi yang kuratapi. Betapa rasa sakit itu bersemayam di dalam dadaku.Di pinggir jalan yang sepi, kupukul kemudi berkali-kali. Setir yang tidak berdosa jadi melampiaskan kekesalanku kali ini. Tega kamu, Mas! Kamu bersenang-senang dengan bahagianya, sementara aku merasakan kesedihan berlarut-larut akibat ulah ibumu. Tok tok tok. Reflek aku mendongak ketika mendengar ketukan dari kaca mobil.Apa jangan-jangan itu pencuri, mengingat aku berhenti di tempat yang sepi? Aku tidak tahu."Dina, buka pintunya, Sayang. Kita harus bicara!"Aku melirik ke samping, Mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Pov 3

    Bab 9POV 3"Jahat apanya? Jangan hanya karena Ibu nggak sengaja mendorong dia, lantas kamu bilang kalau Ibu jahat. Buka mata kamu, Akbar! Gara-gara ulah wanita itu Ibu jadi stress setiap hari menghadapi dia, bahkan darah tinggi Ibu jadi naik karena nggak tahan dengan kelakuannya!!"Aminah memijat kepalanya yang terasa berat. Darah tingginya kembali naik mamang karena kekesalannya kepada Dina. Wanita itu sejak awal tidak pernah menyukai menantunya tersebut. Baginya, Akbar tidak cocok menikah dengan Dina. Wanita yang dia inginkan jadi menantu hanya Linlin seorang. Apalagi Linlin sekarang ada di Indonesia untuk cuti kerja. Uangnya yang banyak dengan gaji besar membuat mata Aminah kian tertutup."Nggak usah ngeles deh, Bu. Akbar sudah melihat perbuatan Ibu tadi sama Dina. Atau jangan-jangan apa yang selama ini Ibu adukan tentang istriku, itu tidak benar, iya. Jawab, Bu?!""Kamu lebih percaya wanita itu daripada ibumu sendiri yang sudah melahirkanmu?!" Aminah melotot menatap ke arah

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Fakta dan Bukti

    Bab 10 Fakta dan Bukti"Tenang dulu Bu, nggak usah emosi. Dina kan nggak mengatakan apa-apa. Aku cuma bertanya dan dia hanya menjawab sekedarnya. Jika Ibu tidak terima, sebentar lagi Mbak Mika akan kemari. Kita akan bicarakan ini bersama, agar tidak ada yang disalahkan dan tidak ada kesalahpahaman. Andai pun Dina yang salah, aku yakin dia akan meminta maaf kepada Ibu di depan Mbak Mika." Akbar segera bicara agar ibunya tidak semakin emosi kepada istrinya. Jujur telapak tangan tangan ibunya yang kemarin mendarat di pipi Dina, masih terlihat bekasnya dan itu membuatnya merasa bersalah."Halah, kamu nggak usah sok bela-belain istri kamu yang pinter sandiwara ini, Akbar!! Kamu kan kerja, jadi kamu nggak tahu apa yang dilakukannya di belakangmu. Sekarang saja sok-sokan dia masak, sementara dua hari kemarin dia ke mana saja, selain seharian di kamar dan memainkan ponselnya. Entahdia tengah menelpon dengan siapa. Tapi dari suaranya saja, sudah ketahuan jika dia sedang berselingkuh dengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Akhirnya Ibu Pergi

    Bab 11Akhirnya Ibu Pergi"Apa-apaan kamu ini? Kamu sengaja merekam omongan Ibu agar terlihat jahat di depan anak-anakku sendiri?" Bu Aminah melotot. Aku justru tersenyum puas melihat ekspresinya."Maaf Bu, aku terpaksa melakukan hal ini. Jika tidak, Mas Akbar dan Mbak Mika tidak akan pernah percaya apa yang sudah Ibu katakan padaku sebelumnya," ujarku dengan enteng.Kemudian suara Ibu mulai terdengar di balik rekaman itu. Mas Akbar terkejut, Mbak Mika bahkan memasang wajah bingung. Wajah masamnya berubah menjadi keterkejutan dan melirik ke arah ibunya sendiri."Kamu perlu tahu, jika sampai detik ini aku tidak pernah menganggapmu sebagai menantuku. Selain itu, aku juga tidak suka padamu!! Kau tak usah mencoba bersikap baik hanya untuk mengambil hatiku, karena sampai kapanpun aku tak akan pernah menerimamu!!" "Baik, jika itu keinginan Ibu. Tapi ingat, jangan salahkan jika sikapku pada Ibu pun juga berubah. Sikapku kepada Ibu kedepannya, tergantung bagaimana Ibu bersikap padaku!" "Ku

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18

Bab terbaru

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Ending

    Bab 32"Jangan bercanda, Mika! Bagaimana mungkin kau menyuruh seseorang untuk menikahi Savika. Padahal jelas kau tahu kalau anak yang ada di dalam kandungannya adalah benihku!" Broto langsung menggeram mendengar pernyataan istrinya, yang hari itu sudah menikahkan Savika dengan Ilham. Lebih parahnya lagi, Dina ikut mendukungnya. "Harusnya kamu bersyukur karena aku tidak melaporkan kalian ke polisi atas dugaan perzinahan, Mas!!""Tapi, 'kan ….!" Broto mengacak-acak rambutnya karena kesal. Padahal dia sudah merencanakan pernikahan dengan wanita itu beberapa hari lagi, tentunya tanpa sepengetahuan Mika. Siapa sangka wanita itu bergerak lebih cepat dan memutus harapannya untuk menyunting wanita selingkuhannya."Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi, Mika. Aku akan pastikan mereka bercerai dan Savika kembali padaku!!" Mika yang tidak takut, hanya melipat tangannya di dada dengan pandangan sinis."Kenapa kau tidak menerima kenyataan, Mas? Wanita itu sudah menikah dengan orang lain, me

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Hijrah

    Bab 31 Hijrah 'Ku tatap pesan dari pria itu yang menggunakan nomor ponsel kakak iparku. Aneh. Kali ini tidak ada kesedihan ataupun hal yang mengganjal dalam pikiranku. Mungkin karena hatiku yang terlanjur kecewa dan kesal karena dia tidak pernah memikirkan perasaanku, makanya kepergian Mas Akbar kembali ke Jepang justru membuat hatiku sedikit tenang.Aku berharap setelah dia kembali nanti, hatiku sudah siap untuk memberi maaf padanya.Hari-hari kulewati dengan perasaan tenang. Ibu mertua juga tak lagi kudengar kabarnya. Waktu Ayah berkunjung ke mari, ayah janji akan mengunjungi mereka dan memberi nasihat kepada orang tua Mas Akbar.Hingga di hari siang itu, Mbak Mika datang ke rumah."Masya Allah … Alhamdulillah. Mbak Mika hijaban sekarang?" Kupandangi wanita yang tampak anggun menggunakan gamis panjang serta hijab menutup dadanya itu. Mbak Mika, sejak kapan wanita itu berubah dengan menutup auratnya. Benar-benar hidayah yang indah."Dina, boleh Mbak masuk?" "Tentu saja, Mbak." Kup

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Sebuah Pilihan

    Bab 30 Sebuah Pilihan Aroma masakan yang kubuat menguar di seluruh ruangan. Kali ini aku memasak ayam kecap, sayur sop dan tempe mendoan. Meski aku sedang marah dan malas bertutur kata pada Mas Akbar, tapi perutnya 'tak boleh kelaparan. Makanya setelah berdebat kuputuskan pergi ke dapur dan meracik masakan.Kuketuk pintu kamar depan untuk membangunkan pria itu. Mas Akbar tahu diri. Dia tak lagi menggangguku dan memilih istirahat di kamar lain. Rencananya setelah beres makan aku akan mengajaknya bicara serius."Tumben kamu masak, Din?!" Aku memutar bola mata malas, menatap sebal ke arahnya."Bukankah aku memang sudah biasa melakukannya, ya? Ada atau tidak ada Mas dan Ibu. Eumh, atau jangan-jangan ibu mertua mengatakan hal yang bukan bukan lagi tentangku. Ck, padahal aku sudah memberinya peringatan!!" Rupanya pengaruh fitnah Ibu mertua begitu besar. Dari hal yang ringan sampai hal yang serius, dia selalu melebih-lebihkan dan berkata bohong kepada orang-orang di sekitarnya."Dina, Ken

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Pesan Ayah

    Bab 29 Pesan Ayah Aku menjalani hariku seperti biasa sekarang. Aku tidak mau pikiranku berakibat buruk kepada anakku nantinya. Biarlah urusan Mas Akbar aku selesaikan setelah kami bertemu nanti. Sedangkan untuk urusan dengan ibu mertua, aku merasa jika semuanya sudah selesai.Tak lupa kuceritakan semuanya kepada ayah. Pria itu harus mengetahui semua yang terjadi pada hidupku, agar Ayah kembali memikirkan kebaikannya kepada besannya tersebut. Bagaimana orang-orang yang dia tolong dan penuhi kebutuhannya selama ini malah tega-teganya menyakiti putrinya sendiri, bahkan tak menganggapku sebagai menantunya."Kau harus tenang, Dina. Sabar. Ayah bersamamu dan ayah akan selalu mendoakan agar kamu selalu bahagia di sana. Jangan terlalu dipikirkan apa yang terjadi, semua adalah bagian dari ujian rumah tanggamu." "Pesan ayah akan kuingat baik-baik. Makasih, ya.""Insya Allah minggu depan kami sekeluarga akan datang untuk berkunjung."Aku tersenyum lagi dan menutup sambungan telepon. Hanya b

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Mengalah Setelah Lelah

    Bab 28 Mengalah setelah Lelah"Saya masih percaya dengan hati dan pikiran suami saya, Bu. Tapi karena Ibu ngotot terus-terusan meminta saya untuk menjauhi suami dan berpisah, maka baiklah.""Bagus itu, makin cepat makin baik!" Aminah menatap sinis."Baik, Bu. Ada beberapa hal yang ingin saya berikan kepada Ibu. Semoga ini bermanfaat, ya," ujar Dina sambil menekan tombol off pada rekaman ponselnya. Tentu saja Aminah yang sedikit gaptek tidak tahu apa yang dilakukan oleh menantu tersebut.Dina lalu mengambil beberapa berkas dari dalam tas yang kemudian disimpan di atas meja. Melihat gambar yang ada di halaman depannya, wajah Aminah berubah gusar. Dia melirik ke arah suaminya yang biasa saja melihat logo bergambar Ka'bah itu, meski membuat otaknya berpikir keras."Apa ini, Dina? Apa yang hendak kamu berikan kepada kami? Jangan katakan jika ini adalah surat utang atau semacamnya," tukas wanita itu meski sedikit ragu. Dina mengulas senyum."Tadinya ini sebagai bukti kasih sayang say

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Mengunjungi Mereka

    Bab 27 Mengunjungi Mereka "Ya ampun, Dina. Kamu jauh-jauh dari kota cuma buat nemuin kami. Kamu sama siapa datang ke sini?!" Bahar tergopoh-gopoh menyambut menantunya. Wanita itu ditemani oleh Ilham di belakangnya yang tampak membawa dus oleh-oleh dan koper."Iya, Pak. Kebetulan ada yang ingin saya obrolkan dengan Ibu," ujar wanita itu langsung pada intinya. Aminah yang mendengar suara menantunya dari arah depan buru-buru mengenakan kerudung dan pergi ke luar.Wanita itu memasang wajah ketus dan mengumpat dalam hati. Dia tak menyangka baru beberapa hari pulang dari rumah Dina, wanita itu sudah datang saja bertandang ke rumahnya."Mau ngapain kamu ke sini? Jika tujuanmu hanya untuk mengklarifikasi keadaanmu yang sekarang mengandung benih yang tak jelas siapa bapaknya, mending sekarang kamu pulang saja. Kamu tidak diterima di rumah ini. Terlebih saat si Akbar pergi ke luar negeri untuk mencari rezeki, kamu malah memasukkan pria lain ke dalam rumahmu!!" hardik Aminah dengan lantan

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Keputusan

    Bab 25"Mbak Alfa, bisa jelaskan apa maksudnya ini. Kenapa Mbak menuduh saya dan Bang Heri seperti itu, memangnya apa yang sudah kami lakukan?! Tolong ya Mbak, jangan menyebarkan fitnah. Saya datang ke sini baik-baik, bahkan saya menghubungi nomor Mbak pun baik-baik. Saya hanya ingin tanya tentang Mas Akbar yang tak kunjung menghubungi saya. Wajar dong sebagai seorang istri saya bertanya kepada sahabatnya, mengingat hanya Bang Heri yang tahu." Aku bicara panjang lebar berharap wanita itu tidak menuduhku macam-macam.Dada wanita itu nampak naik turun. Matanya mendelik-delik tak suka menatapku. Aku sendiri merasa plong setelah mengatakan semuanya. Wanita itu menyuruhku masuk dalam rumah dan duduk dengan kasar di sofa ruang tamu.Bang Heri yang kulihat tidak enak hati, mempersilahkanku juga untuk masuk dan duduk di samping istrinya."Maaf ya Din, sepertinya kedatangan Abang waktu itu ke rumahmu menimbulkan pandangan buruk orang-orang sekitar.""Apa maksudnya ini, Bang? Aku nggak n

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Fitnah Lagi

    Bab 25Fitnah Lagi Tidak kuat dengan kepala yang terus terusan kliyengan, aku memutuskan untuk berobat ke dokter terdekat. Sengaja aku memesan ojol karena tidak kuat untuk mengendarai motor Mas Akbar.Sampai di tempat itu, banyak sekali pasien yang tengah menunggu, bahkan Bu Indah dan anaknya pun ada di sana."Eh, Dina, kamu ngapain ke sini, sakit juga?" Aku tersenyum sambil mengangguk lalu setelahnya duduk tak jauh darinya. Apa dia nggak sadar sudah tiga hari warung tutup karena alasan kesehatanku.Nama anak Bu Indah dipanggil terlebih dahulu, membuat wanita itu beranjak dan masuk ke dalam ruangan dokter umum yang membuka prakteknya di sore hari."Eh, Dina. Sakit apa kamu? Tadi dokter ngomong apa aja?" Tak langsung pulang, rupanya wanita yang suka bergosip dengan ibu mertuaku ini memilih menungguku di pintu keluar. Ya ampun, kenapa wanita itu kepo sekali dan selalu ingin tahu urusan orang lain.Rasanya aku sangat terharu mendengar apa yang diucapkan dokter Hari, bahwa saat ini aku

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Pulang

    Bab 24"Pak, Ibu, aku tidak habis pikir, bagaimana mungkin dia menyembunyikan fakta dari kakak iparnya sendiri demi untuk menyelamatkan perempuan selingkuhan suamiku!!" Mika melotot."Dan kamu juga Mas, tega kamu menikah lagi tanpa seijinku!""Apa itu bener, Dina? Jadi catering yang kau buat sejak tadi itu untuk acara nikahan Broto dengan selingkuhannya?!" Wanita itu menatap ke arah menantunya dengan nyalang. Tapi Dina tidak gentar. "Ini salah paham, Bu.""Salah paham apa? Kau jangan terus mengelak, buktinya juga sudah ada kok! Dasar!!" tukas Aminah pada menantunya. Dari dulu dia sangat benci sekali kepada Dina, ditambah lagi sekarang putrinya mengadu padanya, tentu saja itu membuatnya semakin menggeram marah."Dina tidak ada sangkut pautnya dengan semua ini, Mika. Bisa nggak sih kamu percaya padaku?!" Broto langsung berdiri dan mengecam istrinya. Tapi Mika tidak peduli. Dia kadung marah dan kesal kepada keduanya."Aku tidak percaya, mana mungkin dia tidak mengetahui semuanya,

DMCA.com Protection Status