Bab 12 Kedatangan Linlin"Siapa itu, Mas?" tanyaku pada Mas Akbar. Setahuku tidak ada lagi tamu yang akan datang, mengingat Mbak Mika sudah mengajak Ibu pergi.Mas Akbar mengedikkan bahu. "Nggak tahu, Din. Biar mas yang temuin." Aku mengangguk, memilih masuk ke kamar mandi dan mencuci wajahku. Karena kekesalan sehabis bertengkar tadi dengan Ibu, aku bahkan tidak sempat untuk mencuci muka.Suara-suara obrolan dari depan membuat keningku mengernyit. Karena penasaran, aku segera keluar dari kamar setelah memakai krim wajah dan sedikit lip gloss. Tidak enak terlihat oleh orang lain, dengan wajahku yang pucat ini akan langsung ketahuan telah bertengkar sebelumnya."Linlin? Ngapain kamu di sini? Dan dari mana kamu tahu alamatku?" Suara Mas Akbar yang terkejut terdengar di telinga.'Oh jadi itu yang wanita yang bernama Linlin,'gumamku dalam hati. B aja ternyata. Aku segera berjalan ke ruang tamu dimana wanita itu tampak hendak melingkarkan tangannya di pundak suamiku."Ehkm, maaf Mbak, seb
Bab 13Mas Broto Dan Savika"Dina, dengerin mas dulu. Sebenarnya wacana itu belum pasti. Mas memang nggak sengaja ngobrol sama dengan Mbak Mika dan keluarganya, mungkin didengar juga oleh Linlin karena dia ada di sana.""Oh, jadi kalian pergi bersama-sama tanpa sepengetahuanku, Mas? Kelihatan banget ya, keluargamu benar-benar tidak menerimaku. Bahkan ternyata wanita itu lebih berharga di mata ibumu daripada aku, menantu yang sudah menemani putranya selama 2 tahun ini. Lalu, kamu juga keterlaluan! Kamu lebih memilih mengatakan kepada orang lain tanpa memberitahuku terlebih dahulu, begitu, hm! Bagus sekali ya, Mas.""Dina, jangan salah paham kenapa, sih? Ibu ngajak Linlin makan malam bersama itu kan wajar, lagian wanita itu nggak akan lama di Indonesia.""Wajar? Aku aja nggak pernah kok, Mas. Kapan Ibu dan Mbak Mika pernah mengajakku untuk makan malam bersama?! Nggak pernah, kan?""Dina ….!"
Bab 14Pilihan Sulit Setelah mengisi bensin secukupnya dari uang pemberian Mbak Ani, aku langsung pulang dan memburu ke ruang tamu. Mas Akbar langsung berdiri menyambutku dengan sumringah. "Kamu udah pulang, Din. Kok bentar amat perginya?""Cuma ke tetangga beda gang doang Mas. Eh, kamu tahu nggak, kalau Mas Broto suka ada di sekitaran sini?!""Sekitaran sini?!" Aku mengangguk cepat. "Setahu Mas, nggak mungkinlah. Tadi aja waktu dia datang bersama dengan Mbak Mika, sepertinya Mas Broto heran kita tinggal di lingkungan ini. Kenapa memangnya?!" Benar juga. Aku menggelengkan kepala dengan pelan. Belum saatnya pria itu mengetahuinya lebih lanjut. Bisa saja aku juga salah mengenali. Mungkin mereka adalah sepasang bos dan sekretaris. Bukankah Savika bekerja di perusahaan besar dengan title sebagai seorang sekretaris."Nggak kok, Mas. Ya udah, aku mau minta maaf y
Bab 15 pergi ke rumah MikaPlease, Din. Aku nggak tahan. Tolong jemput Ibu.Din, jam berapa kamu mau datang?Aku serius lho, Din. Bawa Ibu pergi. Aku jengkel.Karena jengkel dengan beberapa pesan Mbak Mika yang masuk ke ponselku, aku memutuskan untuk bertanya langsung pada Mas Akbar. Ini tengah hari, sudah pasti pria itu tengah beristirahat di kantornya."Ya, Din. Tumben kamu nelpon, Sayang. Ada apa?""Eum, maaf Mas, aku mau ngeganggu kamu, nggak.""Nggak lah, Mas lagi istirahat sambil makan nasi pecel sekarang. Oh ya, ada apa?""Mbak Mika barusan menghubungi aku, katanya Ibu minta dijemput dan aku yang disuruh untuk menjemput ke rumahnya.""Oh.""Kok cuma oh doang sih, Mas. Aku harus gimana ini?""Hmm, ya Mas tahu kamu masih kesal dengan perbuatan ibu. Tapi Mas juga nggak bisa berbuat banyak. Dia kan ibu kita juga. Mas sebenarnya
Bab 16Bicara Dari Hati Ke Hati Mas Broto mengajakku ke halaman samping dimana bunga-bunga anggrek tidak terawat dan hampir sebagian besarnya mengering. Mungkin benar kata satpam tadi, di sini tidak ada pelayan karena tidak ada yang patah bekerja lama-lama."Mau ngomong apa, sih?" Pria itu bertanya dengan nada dibuat semanis mungkin. Terlihat sekali matanya yang jelalatan itu saat memindaiku."Aku tahu Mas Broto dan Mbak Mika sedang bertengkar. Maaf jika aku ikut campur. Namun sepertinya aku tahu siapa wanita yang belakangan ini mas kencani."Pria itu langsung terhenyak begitu aku membuka suara."Kamu tahu siapa dia?" Aku mengangguk dengan seyakin yakinnya."Iya, kamu benar, Din. Aku menjalin hubungan dengan tetanggamu."Sudah kuduga."Hidup itu pilihan, Mas. Apakah Mas Broto akan meninggalkan wanita itu dan mempertahankan keluarga Mas? Atau Mas akan memilih m
Bab 17Dinas Ke Luar Negeri"Ya ampun kamu itu, ya. Bukannya pesan makanan untuk dua polisi aja, malah minta yang dihidangkan langsung di atas meja." Mulut Ibu misuh-misuh ketika pelayan menyajikan makanan untuk kami pilih salah satu. Aku tersenyum menanggapinya."Aku kan nggak mau sampai Ibu lapor ke Mbak Mika atau ke Mas Akbar kalau Ibu kelaparan selama tinggal denganku. Nah, karena hidangannya sudah lengkap semua, silahkan Ibu makan sampai perut Ibu kenyang," ujarku langsung duduk dan mengambil gulai ayam favoritku. "Kamu itu, ya. Kupikir ditinggalkan dua hari ini kau akan berubah dan bersikap lebih baik. Tapi nyatanya sama saja. Kau itu malah bersikap sombong dan pamer begini. Kau pikir dengan sogokanmu ini Ibu akan senang dan hati Ibu akan mencair, gitu? Nggak Dina, sampai kapanpun Ibu nggak akan pernah menyukai kamu terlebih menerima kamu sebagai menantuku," timpal Ibu dengan ketus. Sementara
Bab 18FitnahAku menoleh ke arah ibu yang tersenyum sampai melambaikan tangannya kepada Linlin, tak lupa Mbak Mika pun melakukan hal yang sama. Mereka tak menghargaiku adik iparnya masih di sini berdiri dengan sedihnya melepas kepergian suamiku."Bu, kenapa Linlin bisa barengan bersama dengan Mas Akbar? Apa Ibu tahu sesuatu?" tanyaku dengan alis mengkerut, menatap wajah itu yang langsung berubah masam selepas Linlin menghilang di balik lorong."Apaan sih kamu, jangan suudzon ya kalau bicara. Percuma aja kamu sholat kalau masih berpikiran buruk.""Bukan begitu maksudku, Bu.""Halah, bilang aja kalau udah nggak ada si Akbar kamu nggak mau berpura-pura manis di depanku. Ayo Mika, kita tinggalkan si menantu nggak tahu diri ini. Lebih baik kita pergi berdua saja." Ibu langsung menarik lengan putri pertamanya dan mengabaikanku yang masih berdiri, bahkan pertanyaanku diabaikan begitu saja olehnya.
Bab 19 Penjelasan Sebelum Kejutan"Semuanya akan aku simpan di atas meja! Dan ingat sebelum makan, selesaikan dulu fitnah Ibu ke tetangga. Kalau tidak, silakan pulang kembali ke tempat Mbak Mika. Karena aku tidak mau menampung Ibu lebih lama di tempat ini, jika hanya untuk membuat namaku jelek di lingkungan sini! Aku juga tidak akan perduli meskipun Ibu mengadu kepada kedua anak ibu itu. Karena aku juga bisa mengadukan perbuatan itu kepada Ayah dan kakakku. Ibu tak mau kan stok beras yang tiap bulan oleh ayahku kirim ke rumah Ibu, dipangkas begitu saja?!" ancamku di telinganya. Ibu tampak menelan ludah dan seperti mati kutu sekarang.Kutinggalkan wanita itu sambil masuk ke dalam kamar. Di tempat ini, aku menghabiskan waktu susah dan sedihku bersama dengan suamiku yang kini jauh di sana. Tiba-tiba saja mataku menghangat mengingat kepedihan pada orang yang membawa separuh hatiku.Semoga aku dan dia diberi kekuatan untuk bertahan dan saling setia hingga akhirnya pria itu kembali pulang
Bab 32"Jangan bercanda, Mika! Bagaimana mungkin kau menyuruh seseorang untuk menikahi Savika. Padahal jelas kau tahu kalau anak yang ada di dalam kandungannya adalah benihku!" Broto langsung menggeram mendengar pernyataan istrinya, yang hari itu sudah menikahkan Savika dengan Ilham. Lebih parahnya lagi, Dina ikut mendukungnya. "Harusnya kamu bersyukur karena aku tidak melaporkan kalian ke polisi atas dugaan perzinahan, Mas!!""Tapi, 'kan ….!" Broto mengacak-acak rambutnya karena kesal. Padahal dia sudah merencanakan pernikahan dengan wanita itu beberapa hari lagi, tentunya tanpa sepengetahuan Mika. Siapa sangka wanita itu bergerak lebih cepat dan memutus harapannya untuk menyunting wanita selingkuhannya."Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi, Mika. Aku akan pastikan mereka bercerai dan Savika kembali padaku!!" Mika yang tidak takut, hanya melipat tangannya di dada dengan pandangan sinis."Kenapa kau tidak menerima kenyataan, Mas? Wanita itu sudah menikah dengan orang lain, me
Bab 31 Hijrah 'Ku tatap pesan dari pria itu yang menggunakan nomor ponsel kakak iparku. Aneh. Kali ini tidak ada kesedihan ataupun hal yang mengganjal dalam pikiranku. Mungkin karena hatiku yang terlanjur kecewa dan kesal karena dia tidak pernah memikirkan perasaanku, makanya kepergian Mas Akbar kembali ke Jepang justru membuat hatiku sedikit tenang.Aku berharap setelah dia kembali nanti, hatiku sudah siap untuk memberi maaf padanya.Hari-hari kulewati dengan perasaan tenang. Ibu mertua juga tak lagi kudengar kabarnya. Waktu Ayah berkunjung ke mari, ayah janji akan mengunjungi mereka dan memberi nasihat kepada orang tua Mas Akbar.Hingga di hari siang itu, Mbak Mika datang ke rumah."Masya Allah … Alhamdulillah. Mbak Mika hijaban sekarang?" Kupandangi wanita yang tampak anggun menggunakan gamis panjang serta hijab menutup dadanya itu. Mbak Mika, sejak kapan wanita itu berubah dengan menutup auratnya. Benar-benar hidayah yang indah."Dina, boleh Mbak masuk?" "Tentu saja, Mbak." Kup
Bab 30 Sebuah Pilihan Aroma masakan yang kubuat menguar di seluruh ruangan. Kali ini aku memasak ayam kecap, sayur sop dan tempe mendoan. Meski aku sedang marah dan malas bertutur kata pada Mas Akbar, tapi perutnya 'tak boleh kelaparan. Makanya setelah berdebat kuputuskan pergi ke dapur dan meracik masakan.Kuketuk pintu kamar depan untuk membangunkan pria itu. Mas Akbar tahu diri. Dia tak lagi menggangguku dan memilih istirahat di kamar lain. Rencananya setelah beres makan aku akan mengajaknya bicara serius."Tumben kamu masak, Din?!" Aku memutar bola mata malas, menatap sebal ke arahnya."Bukankah aku memang sudah biasa melakukannya, ya? Ada atau tidak ada Mas dan Ibu. Eumh, atau jangan-jangan ibu mertua mengatakan hal yang bukan bukan lagi tentangku. Ck, padahal aku sudah memberinya peringatan!!" Rupanya pengaruh fitnah Ibu mertua begitu besar. Dari hal yang ringan sampai hal yang serius, dia selalu melebih-lebihkan dan berkata bohong kepada orang-orang di sekitarnya."Dina, Ken
Bab 29 Pesan Ayah Aku menjalani hariku seperti biasa sekarang. Aku tidak mau pikiranku berakibat buruk kepada anakku nantinya. Biarlah urusan Mas Akbar aku selesaikan setelah kami bertemu nanti. Sedangkan untuk urusan dengan ibu mertua, aku merasa jika semuanya sudah selesai.Tak lupa kuceritakan semuanya kepada ayah. Pria itu harus mengetahui semua yang terjadi pada hidupku, agar Ayah kembali memikirkan kebaikannya kepada besannya tersebut. Bagaimana orang-orang yang dia tolong dan penuhi kebutuhannya selama ini malah tega-teganya menyakiti putrinya sendiri, bahkan tak menganggapku sebagai menantunya."Kau harus tenang, Dina. Sabar. Ayah bersamamu dan ayah akan selalu mendoakan agar kamu selalu bahagia di sana. Jangan terlalu dipikirkan apa yang terjadi, semua adalah bagian dari ujian rumah tanggamu." "Pesan ayah akan kuingat baik-baik. Makasih, ya.""Insya Allah minggu depan kami sekeluarga akan datang untuk berkunjung."Aku tersenyum lagi dan menutup sambungan telepon. Hanya b
Bab 28 Mengalah setelah Lelah"Saya masih percaya dengan hati dan pikiran suami saya, Bu. Tapi karena Ibu ngotot terus-terusan meminta saya untuk menjauhi suami dan berpisah, maka baiklah.""Bagus itu, makin cepat makin baik!" Aminah menatap sinis."Baik, Bu. Ada beberapa hal yang ingin saya berikan kepada Ibu. Semoga ini bermanfaat, ya," ujar Dina sambil menekan tombol off pada rekaman ponselnya. Tentu saja Aminah yang sedikit gaptek tidak tahu apa yang dilakukan oleh menantu tersebut.Dina lalu mengambil beberapa berkas dari dalam tas yang kemudian disimpan di atas meja. Melihat gambar yang ada di halaman depannya, wajah Aminah berubah gusar. Dia melirik ke arah suaminya yang biasa saja melihat logo bergambar Ka'bah itu, meski membuat otaknya berpikir keras."Apa ini, Dina? Apa yang hendak kamu berikan kepada kami? Jangan katakan jika ini adalah surat utang atau semacamnya," tukas wanita itu meski sedikit ragu. Dina mengulas senyum."Tadinya ini sebagai bukti kasih sayang say
Bab 27 Mengunjungi Mereka "Ya ampun, Dina. Kamu jauh-jauh dari kota cuma buat nemuin kami. Kamu sama siapa datang ke sini?!" Bahar tergopoh-gopoh menyambut menantunya. Wanita itu ditemani oleh Ilham di belakangnya yang tampak membawa dus oleh-oleh dan koper."Iya, Pak. Kebetulan ada yang ingin saya obrolkan dengan Ibu," ujar wanita itu langsung pada intinya. Aminah yang mendengar suara menantunya dari arah depan buru-buru mengenakan kerudung dan pergi ke luar.Wanita itu memasang wajah ketus dan mengumpat dalam hati. Dia tak menyangka baru beberapa hari pulang dari rumah Dina, wanita itu sudah datang saja bertandang ke rumahnya."Mau ngapain kamu ke sini? Jika tujuanmu hanya untuk mengklarifikasi keadaanmu yang sekarang mengandung benih yang tak jelas siapa bapaknya, mending sekarang kamu pulang saja. Kamu tidak diterima di rumah ini. Terlebih saat si Akbar pergi ke luar negeri untuk mencari rezeki, kamu malah memasukkan pria lain ke dalam rumahmu!!" hardik Aminah dengan lantan
Bab 25"Mbak Alfa, bisa jelaskan apa maksudnya ini. Kenapa Mbak menuduh saya dan Bang Heri seperti itu, memangnya apa yang sudah kami lakukan?! Tolong ya Mbak, jangan menyebarkan fitnah. Saya datang ke sini baik-baik, bahkan saya menghubungi nomor Mbak pun baik-baik. Saya hanya ingin tanya tentang Mas Akbar yang tak kunjung menghubungi saya. Wajar dong sebagai seorang istri saya bertanya kepada sahabatnya, mengingat hanya Bang Heri yang tahu." Aku bicara panjang lebar berharap wanita itu tidak menuduhku macam-macam.Dada wanita itu nampak naik turun. Matanya mendelik-delik tak suka menatapku. Aku sendiri merasa plong setelah mengatakan semuanya. Wanita itu menyuruhku masuk dalam rumah dan duduk dengan kasar di sofa ruang tamu.Bang Heri yang kulihat tidak enak hati, mempersilahkanku juga untuk masuk dan duduk di samping istrinya."Maaf ya Din, sepertinya kedatangan Abang waktu itu ke rumahmu menimbulkan pandangan buruk orang-orang sekitar.""Apa maksudnya ini, Bang? Aku nggak n
Bab 25Fitnah Lagi Tidak kuat dengan kepala yang terus terusan kliyengan, aku memutuskan untuk berobat ke dokter terdekat. Sengaja aku memesan ojol karena tidak kuat untuk mengendarai motor Mas Akbar.Sampai di tempat itu, banyak sekali pasien yang tengah menunggu, bahkan Bu Indah dan anaknya pun ada di sana."Eh, Dina, kamu ngapain ke sini, sakit juga?" Aku tersenyum sambil mengangguk lalu setelahnya duduk tak jauh darinya. Apa dia nggak sadar sudah tiga hari warung tutup karena alasan kesehatanku.Nama anak Bu Indah dipanggil terlebih dahulu, membuat wanita itu beranjak dan masuk ke dalam ruangan dokter umum yang membuka prakteknya di sore hari."Eh, Dina. Sakit apa kamu? Tadi dokter ngomong apa aja?" Tak langsung pulang, rupanya wanita yang suka bergosip dengan ibu mertuaku ini memilih menungguku di pintu keluar. Ya ampun, kenapa wanita itu kepo sekali dan selalu ingin tahu urusan orang lain.Rasanya aku sangat terharu mendengar apa yang diucapkan dokter Hari, bahwa saat ini aku
Bab 24"Pak, Ibu, aku tidak habis pikir, bagaimana mungkin dia menyembunyikan fakta dari kakak iparnya sendiri demi untuk menyelamatkan perempuan selingkuhan suamiku!!" Mika melotot."Dan kamu juga Mas, tega kamu menikah lagi tanpa seijinku!""Apa itu bener, Dina? Jadi catering yang kau buat sejak tadi itu untuk acara nikahan Broto dengan selingkuhannya?!" Wanita itu menatap ke arah menantunya dengan nyalang. Tapi Dina tidak gentar. "Ini salah paham, Bu.""Salah paham apa? Kau jangan terus mengelak, buktinya juga sudah ada kok! Dasar!!" tukas Aminah pada menantunya. Dari dulu dia sangat benci sekali kepada Dina, ditambah lagi sekarang putrinya mengadu padanya, tentu saja itu membuatnya semakin menggeram marah."Dina tidak ada sangkut pautnya dengan semua ini, Mika. Bisa nggak sih kamu percaya padaku?!" Broto langsung berdiri dan mengecam istrinya. Tapi Mika tidak peduli. Dia kadung marah dan kesal kepada keduanya."Aku tidak percaya, mana mungkin dia tidak mengetahui semuanya,