Share

Buang Muka

Author: Bun say
last update Last Updated: 2023-05-08 20:03:54

Bab 4 Buang Muka

Ya ampun … Aku terhenyak dari tidurku saat mendengar suara ibu terbahak, cukup jelas. Sepertinya suamiku dan ibunya masih mengobrol. Entah jam berapa mereka pulang, aku tidak tahu. Yang jelas, selepas isya aku langsung terlelap karena tidak tidur siang.

Aku duduk dan mendengar percakapan mereka. Ah, bukan mendengar hanya tak sengaja percakapan mereka begitu jelas masuk ke telingaku.

"Ibu aja yang lanjutin makannya. Aku udah kenyang. Lagian makan dua potong aja udah eneg. Keju dan kental manisnya kebanyakan."

"Tapi kalau dibiarkan besok juga basi.  Kamu kan belum punya kulkas. Mau disimpan di mana coba? Mana mahal belinya" Suara Ibu mertua menimpali.

"Nggak apa-apa, di meja makan juga nggak akan basi, Bu. Nanti subuh-subuh biar dihangatkan dengan cara dikukus. Ya udah, Akbar mau tidur dulu. Ibu juga harus istirahat, kan? Ibu pasti  lelah karena perjalanan jauh."

Aku kembali  merebahkan badan, berpura-pura tidur. Semoga saja Ibu mertua tidak mengadu yang macam-macam ketika aku tidur tadi.

Pintu terbuka diikuti dengan langkah pelan suamiku yang disusul dengan suara resleting yang dibuka. Tak berapa lama kemudian, kasur berderit diikuti dengan tubuh Mas Akbar yang merapat. Pria itu  memeluk dari bagian belakang. Ada sejuta kehangatan saat dia melingkarkan tangannya di perutku, mencium rambutku beberapa kali, hingga akhirnya terdengar helaan nafas berat dan deru nafas yang teratur, menandakan jika pria itu sudah masuk ke alam bawah sadar.

**

Alarm suara ayam jago membuatku membuka mata. Perasaan masih kantuk  membuatku mau tak mau harus duduk terlebih dahulu, sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. 

"Udah waktunya, ya? Padahal perasaan baru aja tidur." Suara serak Mas Akbar menyambut ketika aku baru selesai membersihkan diri.

"Kamu kan masih ngantuk, tidur lagi aja, Mas. Lagian kan kamu harus kerja juga. Biar aku sendiri aja yang belanja," sahutku. Pria itu semalam masuk ke kamar hampir jam sebelas. Sepertinya ibu mertua puas curhat tanpa ada yang mengganggunya.

"Nggak apa-apa, mana tega aku ngebiarin kamu belanja seorang diri. Bentar, aku cuci muka dulu."  Pria itu bangkit setelah membaca doa bangun tidur. Aku memilih shalat tahajud dua rakaat sambil menunggunya.

Memanaskan mesin mobil pukul 2 subuh, ngeri-ngeri sedap, takut ada tetangga yang terganggu dengan deru mesinnya.

 Akhirnya kendaraan yang sedang dibawa oleh suamiku, membelah jalanan yang masih tampak gelap disinari lampu jalan. Beruntung jaket tebal dan masker yang kami kenakan, sedikit cukup untuk menghalau angin yang menyiksa. Cuaca di ibukota itu tidak terlalu dingin di tengah malam dan akan sangat tarik di tengah hari. 

Beruntung kami sudah mulai beradaptasi di sini, dan justru sedikit bersyukur karena kulit yang kusam berangsur memutih dengan sendirinya, meskipun tidak memerlukan perawatan yang ekstra. Aneh sekali cuaca di sini. Panas bukannya membuat kulit hitam, namun justru sebaliknya, membuat  kulit lebih cerah.

"Pak, biasa, ya, diantar ke mobil," ujarku pada pemilik kios.

"Siap, Neng!"

Aku berjalan dari satu jongko ke jongko lainnya. Kami memang selalu belanja di pasar induk, yang mana tengah malam adalah saat-saat yang sedang ramai-ramainya. 

Para kuli panggul mulai menaikkan barang-barang ke atas mobil, sementara yang terakhir aku dan Mas Akbar berjalan menuju ke bagian perdagingan.

Jam empat subuh, kami sudah kembali ke rumah dan langsung membongkar barang dagangan di depan warung.

Biasanya setelah semua teronggok di dekat pintu masuk, Mas Akbar  akan kembali ke rumah untuk melanjutkan tidurnya. Pukul setengah enam pagi dia akan sholat, membantu sebentar di warung, lalu bersiap untuk pergi ke kantor. Sementara aku akan langsung memilah sayuran dan menimbangnya kemudian memasukkannya ke dalam plastik bening.

Cara seperti ini sungguh praktis dan memudahkan para pembeli, hingga aku sendiri tidak perlu repot lagi untuk menimbang dadakan.

Jam setengah lima adzan berkumandang. Kebiasaanku shalat di warung ini karena terdapat kamar mandi kecil di bagian belakang.

Setelah selesai berdoa sebentar, segera kubuka warung dan kunyalakan lampu luar, para pelanggan pun sudah pada berdatangan. Mereka yang sudah hafal, sebentar saja akan kehabisan stok jika telat.

Di lingkungan ini kebanyakan mereka adalah para pekerja aktif yang akan berangkat pagi-pagi dan pulang menjelang sore hari. Maka tak heran jika di pagi buta seperti ini, para pembeli sudah bejibun  memenuhi warung. Berdesak-desakan, saling memilih bahan. Tentu saja mereka akan memberi sayuran yang baik dan bahan makanan yang segar untuk membuat sarapan.

Itu juga salah satu alasan kenapa aku tidak membuka warung sampai  tengah hari, karena umumnya para pembeli akan membutuhkannya di pagi hari. Lagi pula tengah hari para pembeli sudah jarang sekali membeli, sayuran pun akan mulai sedikit layu.

Jam setengah  enam pagi, masih dengan memakai baju koko dan sarung, Mas Akbar turun ke warung untuk membantuku. Dia meletakkan sarapan yang kami beli tadi di pasar untuk kunikmati, sementara pria itu melayani pelanggan dengan ramah.

"Sarapan buat Ibu, udah, Mas?"

"Udah, Ibu lagi makan sambil nonton ceramah."

"Oh." Semoga di TV ada kajian tentang kasih sayang pada menantunya.

"Dina, sop-sopan abis, ya?" 

Aku menoleh. Savika berdiri di sana dengan kimono mandinya. Rambutnya tampak dicepol dengan asal.

"Iya, bentar ya, aku siapkan dulu."

"Jangan lama-lama ya, aku mau berangkat pagi pagi, nih, takut telat,"  ujar wanita itu berdesakkan dengan pembeli yang lain.

"Kalau telat, hamil dong." Ada seseibu yang menimpali obrolannya. Aku dan yang lainnya bahkan tak sengaja tergelak begitu saja. Spontan dan lucu.

Akupun turun tangan, memotong bulatan kol menjadi 4, memasukkan wortel 3 biji, kentang ukuran sedang  1 biji, plus Masako dilengkapi dengan merica sachet dan daun bawang seledri secukupnya, kemudian memasukkan ke dalam plastik ukuran 1 kg dan menyerahkannya padanya. Satu bungkus itu dihargai dengan harga lima ribu rupiah.

"Ini, Kak, langsung bayar aja ke Mas Akbar," ucapku yang dibalas olehnya langsung.

"Ok, Dina. Aku senang belanja di sini karena pelayanan kalian itu cepat, lagi pula bahan-bahannya juga udah komplit, praktis, tinggal langsung masak aja," ujar wanita itu sambil mengumpulkan beberapa bahan makanan, agar segera dihitung.

 Aku kagum dengan wanita karir yang bekerja sebagai sekretaris itu. Wanita itu selalu membawa bekalnya dari rumah hasil masakannya sendiri.

 Tak jarang wanita itu juga memesan beberapa daging segar seperti beef slice untuk bekalnya.

"Din, kamu terusin aja makannya, biar Mas yang layani pembelinya."  Mas Akbar tersenyum padaku sambil mengusap kepalaku yang ditutupi hijab instan.

 Di halaman depan, Ibu mertua tampak berdiri dengan wajah cemberut. Hanya lima menit wanita itu kemudian berlalu lagi.  Sengaja aku berpura-pura tidak memperhatikannya karena malas.

"Udah jam tujuh pagi, Mas. Udah sana kamu siap-siap kerja."

"Ya udah, deh, Mas tinggal dulu, ya." Aku mengangguk sambil memperhatikan punggung suamiku yang berlalu dari warung.

"Senangnya punya suami yang apa-apa mau bantuin  istrinya. Mana dia juga harus kerja seharian," goda salah satu tetanggaku.

Aku tersenyum dan mengangguk cepat.

"Ya Bu, Alhamdulillah." 

"Beda dengan suamiku Bu, kalau disuruh jaga anak sebentar aja, malesnya minta ampun. Ngomel-ngomel nggak jelas, bahkan kadang malah mikirin hp-nya daripada lihatin anaknya yang lagi nangis."  Salah satu tetanggaku menyahuti sambil menggendong anaknya. Tampak wanita itu memakai daster kedodoran.  

"Masa' sih, kebangetan, ya."

"Iya. Kadang saya juga pusing. Akhirnya kami bertengkar, deh," tambahnya lagi.

Jika sudah seperti ini, biasanya akan merembet ke hal-hal yang lainnya. Warung yang dikunjungi oleh para tetangga untuk membeli bahan makanan, tak jarang juga dijadikan ajang untuk bergosip.

Aku tersenyum saja sambil melayani mereka. Sedikit banyak jadi tahu watak mereka.

Suara motor di halaman menandakan jika suamiku akan berangkat kerja. Aku melambaikan tangan saat pria itu melakukan hal yang sama dari atas motornya. Mas Akbar tampak keren dengan jaket hitam yang dipakainya. Di kepalanya, ada helm impian berwarna biru yang kubeli sebagai hadiah pernikahan pertama kami. Matanya menyipit menandakan jika priaku itu tengah tersenyum padaku.

Tak kusangka, Ibu mertua juga berdiri di sana. Semakin memperlihatkan ketidaksukaannya padaku. Aku tersenyum tipis sambil menghitung belanjaan. Tak kusangka, Ibu memilih membuang muka dan menghilang begitu saja.

Ya ampun, Ibu ….  Aku melayani pelanggan yang menimbang bawang-bawangan dengan hati perih.

Related chapters

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Mengadu Pada Akbar

    Pukul delapan lebih, para pelanggan tidak sepadat pagi tadi. Ibu mertua kembali datang dengan wajah yang seperti biasa. Kusut seperti lap pel. Kuharap pagi-pagi Ibu tidak membuat keributan denganku. Bisa malu aku dilihat yang lain. Tadinya aku berniat bertanya langsung padanya setelah aku menutup warung sejam lagi. Aku penasaran, ingin tahu alasannya membenciku selama ini.Kebetulan orang yang kupikirkan datang kembali ke warung."Kamu tiap hari sibuk begini?" tanyanya ketus. Sepertinya Ibu sengaja datang, menunggu saat warung sepi hingga tak ada orang yang melihat watak aslinya.Aku tersenyum menanggapinya meski dalam hati dongkol. "Iya Bu, alhamdulillah, masih banyak peminatnya.""Pantes aja kamu membiarkan Akbar sendirian menyiapkan sarapan pagi dan baju kerjanya. Huh, urusan duit aja cepat, ngurus suami abainya minta ampun. Mana Akbar harus bangun tengah malam, nganterin dulu kamu belanja, melayani pembeli. Kamu itu ya, benar-benar istrinya nggak tau diri!! Kamu anggap anakku

    Last Updated : 2023-06-11
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Tangisan

    Bab 6 Tangisan Tangisku kembali pecah seiring perasaanku yang terkoyak oleh ucapan-ucapan ibu yang menyakitkan. Dan sudah bisa dipastikan bagaimana pertengkaran akan menyambutku bersama dengan Mas Akbar saat pria itu pulang bekerja.Allah … aku hanya ingin hidupku tenang dan damai bersama dengan suamiku, seperti yang belakangan ini kami lalui. Bahkan kami tidak pernah memulai pertengkaran dengan urat yang berujung dengan kata-kata yang menyakitkan. Kami terima dan kami jalani semuanya dengan ikhlas. Bahkan ketika kami hanya mampu membeli sebungkus mie untuk dimakan berdua. Mas Akbar juga adalah tipe pria yang baik dan sangat memanjakanku. Tak heran jika kami sangat jarang sekali bertengkar, kecuali untuk hal-hal yang tidak kumengerti, biasanya kami berusaha menyelesaikannya baik baik tanpa kekerasan. Meskipun ada sedikit kekurangannya, pria itu gampang sekali tersulut emosi dan dipengaruhi oleh orang lain, terutama ibunya. Sudah kubayangkan apa yang akan terjadi nanti ketika suamik

    Last Updated : 2023-06-14
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Sakit Hati

    Bab 7 Sakit HatiTangan itu turun dengan lemah. Priaku melangkah dengan gontai dan duduk di sampingku. Aku mundur sampai di ujung ranjang, membiarkan air mataku turun dengan derasnya. Selama pernikahan kami, ini adalah fase terparah yang pernah kami hadapi. "Kenapa kamu harus seperti ini, Din?" tanyanya lemah. Matanya ikut memerah."Salahku di mana, Mas? Aku tidak seperti emak-emak di novel-novel online yang akan langsung membalas perbuatan Ibu mertuanya dengan cara jahat, meskipun aku mampu melakukannya. Kau tahu kenapa, karena aku masih memiliki sopan santun dan juga didikan dari ayahku. Jika mas juga berpikir jika aku memperlakukan ibumu dengan tidak baik seperti apa yang ibumu adukan sebelumnya, maaf Mas, kamu salah. Semua itu tidak benar."Mendesah berat, pria itu menunduk dan menyentuh tanganku. Namun aku segera menariknya dan melipat di atas perutku. Sakit hatiku tidak akan sembuh dengan sentuhannya kali ini."Kau tahu 'kan, jika kau bertengkar dengan Ibu, maka yang akan turun

    Last Updated : 2023-06-14
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Tingkah Ibu

    Bab 8 Tingkah Ibu Mas Akbar kembali masuk ke dalam rumah setelah berteriak, mungkin untuk mengambil jaket miliknya. Dia kembali dengan tergesa, namun aku tidak peduli dan lebih memilih untuk mengemudikan kendaraan itu seorang diri dan membelah jalanan malam. Tangis air mata mewarnai perjalananku kali ini. Di mobil ini untuk pertama kalinya aku menangisi hidupku.Banyak yang kutangisi, banyak yang kusesali, dan lebih banyak lagi yang kuratapi. Betapa rasa sakit itu bersemayam di dalam dadaku.Di pinggir jalan yang sepi, kupukul kemudi berkali-kali. Setir yang tidak berdosa jadi melampiaskan kekesalanku kali ini. Tega kamu, Mas! Kamu bersenang-senang dengan bahagianya, sementara aku merasakan kesedihan berlarut-larut akibat ulah ibumu. Tok tok tok. Reflek aku mendongak ketika mendengar ketukan dari kaca mobil.Apa jangan-jangan itu pencuri, mengingat aku berhenti di tempat yang sepi? Aku tidak tahu."Dina, buka pintunya, Sayang. Kita harus bicara!"Aku melirik ke samping, Mas

    Last Updated : 2023-06-16
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Pov 3

    Bab 9POV 3"Jahat apanya? Jangan hanya karena Ibu nggak sengaja mendorong dia, lantas kamu bilang kalau Ibu jahat. Buka mata kamu, Akbar! Gara-gara ulah wanita itu Ibu jadi stress setiap hari menghadapi dia, bahkan darah tinggi Ibu jadi naik karena nggak tahan dengan kelakuannya!!"Aminah memijat kepalanya yang terasa berat. Darah tingginya kembali naik mamang karena kekesalannya kepada Dina. Wanita itu sejak awal tidak pernah menyukai menantunya tersebut. Baginya, Akbar tidak cocok menikah dengan Dina. Wanita yang dia inginkan jadi menantu hanya Linlin seorang. Apalagi Linlin sekarang ada di Indonesia untuk cuti kerja. Uangnya yang banyak dengan gaji besar membuat mata Aminah kian tertutup."Nggak usah ngeles deh, Bu. Akbar sudah melihat perbuatan Ibu tadi sama Dina. Atau jangan-jangan apa yang selama ini Ibu adukan tentang istriku, itu tidak benar, iya. Jawab, Bu?!""Kamu lebih percaya wanita itu daripada ibumu sendiri yang sudah melahirkanmu?!" Aminah melotot menatap ke arah

    Last Updated : 2023-06-16
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Fakta dan Bukti

    Bab 10 Fakta dan Bukti"Tenang dulu Bu, nggak usah emosi. Dina kan nggak mengatakan apa-apa. Aku cuma bertanya dan dia hanya menjawab sekedarnya. Jika Ibu tidak terima, sebentar lagi Mbak Mika akan kemari. Kita akan bicarakan ini bersama, agar tidak ada yang disalahkan dan tidak ada kesalahpahaman. Andai pun Dina yang salah, aku yakin dia akan meminta maaf kepada Ibu di depan Mbak Mika." Akbar segera bicara agar ibunya tidak semakin emosi kepada istrinya. Jujur telapak tangan tangan ibunya yang kemarin mendarat di pipi Dina, masih terlihat bekasnya dan itu membuatnya merasa bersalah."Halah, kamu nggak usah sok bela-belain istri kamu yang pinter sandiwara ini, Akbar!! Kamu kan kerja, jadi kamu nggak tahu apa yang dilakukannya di belakangmu. Sekarang saja sok-sokan dia masak, sementara dua hari kemarin dia ke mana saja, selain seharian di kamar dan memainkan ponselnya. Entahdia tengah menelpon dengan siapa. Tapi dari suaranya saja, sudah ketahuan jika dia sedang berselingkuh dengan

    Last Updated : 2023-06-16
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Akhirnya Ibu Pergi

    Bab 11Akhirnya Ibu Pergi"Apa-apaan kamu ini? Kamu sengaja merekam omongan Ibu agar terlihat jahat di depan anak-anakku sendiri?" Bu Aminah melotot. Aku justru tersenyum puas melihat ekspresinya."Maaf Bu, aku terpaksa melakukan hal ini. Jika tidak, Mas Akbar dan Mbak Mika tidak akan pernah percaya apa yang sudah Ibu katakan padaku sebelumnya," ujarku dengan enteng.Kemudian suara Ibu mulai terdengar di balik rekaman itu. Mas Akbar terkejut, Mbak Mika bahkan memasang wajah bingung. Wajah masamnya berubah menjadi keterkejutan dan melirik ke arah ibunya sendiri."Kamu perlu tahu, jika sampai detik ini aku tidak pernah menganggapmu sebagai menantuku. Selain itu, aku juga tidak suka padamu!! Kau tak usah mencoba bersikap baik hanya untuk mengambil hatiku, karena sampai kapanpun aku tak akan pernah menerimamu!!" "Baik, jika itu keinginan Ibu. Tapi ingat, jangan salahkan jika sikapku pada Ibu pun juga berubah. Sikapku kepada Ibu kedepannya, tergantung bagaimana Ibu bersikap padaku!" "Ku

    Last Updated : 2023-06-18
  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Kedatangan Linlin

    Bab 12 Kedatangan Linlin"Siapa itu, Mas?" tanyaku pada Mas Akbar. Setahuku tidak ada lagi tamu yang akan datang, mengingat Mbak Mika sudah mengajak Ibu pergi.Mas Akbar mengedikkan bahu. "Nggak tahu, Din. Biar mas yang temuin." Aku mengangguk, memilih masuk ke kamar mandi dan mencuci wajahku. Karena kekesalan sehabis bertengkar tadi dengan Ibu, aku bahkan tidak sempat untuk mencuci muka.Suara-suara obrolan dari depan membuat keningku mengernyit. Karena penasaran, aku segera keluar dari kamar setelah memakai krim wajah dan sedikit lip gloss. Tidak enak terlihat oleh orang lain, dengan wajahku yang pucat ini akan langsung ketahuan telah bertengkar sebelumnya."Linlin? Ngapain kamu di sini? Dan dari mana kamu tahu alamatku?" Suara Mas Akbar yang terkejut terdengar di telinga.'Oh jadi itu yang wanita yang bernama Linlin,'gumamku dalam hati. B aja ternyata. Aku segera berjalan ke ruang tamu dimana wanita itu tampak hendak melingkarkan tangannya di pundak suamiku."Ehkm, maaf Mbak, seb

    Last Updated : 2023-06-18

Latest chapter

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Ending

    Bab 32"Jangan bercanda, Mika! Bagaimana mungkin kau menyuruh seseorang untuk menikahi Savika. Padahal jelas kau tahu kalau anak yang ada di dalam kandungannya adalah benihku!" Broto langsung menggeram mendengar pernyataan istrinya, yang hari itu sudah menikahkan Savika dengan Ilham. Lebih parahnya lagi, Dina ikut mendukungnya. "Harusnya kamu bersyukur karena aku tidak melaporkan kalian ke polisi atas dugaan perzinahan, Mas!!""Tapi, 'kan ….!" Broto mengacak-acak rambutnya karena kesal. Padahal dia sudah merencanakan pernikahan dengan wanita itu beberapa hari lagi, tentunya tanpa sepengetahuan Mika. Siapa sangka wanita itu bergerak lebih cepat dan memutus harapannya untuk menyunting wanita selingkuhannya."Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi, Mika. Aku akan pastikan mereka bercerai dan Savika kembali padaku!!" Mika yang tidak takut, hanya melipat tangannya di dada dengan pandangan sinis."Kenapa kau tidak menerima kenyataan, Mas? Wanita itu sudah menikah dengan orang lain, me

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Hijrah

    Bab 31 Hijrah 'Ku tatap pesan dari pria itu yang menggunakan nomor ponsel kakak iparku. Aneh. Kali ini tidak ada kesedihan ataupun hal yang mengganjal dalam pikiranku. Mungkin karena hatiku yang terlanjur kecewa dan kesal karena dia tidak pernah memikirkan perasaanku, makanya kepergian Mas Akbar kembali ke Jepang justru membuat hatiku sedikit tenang.Aku berharap setelah dia kembali nanti, hatiku sudah siap untuk memberi maaf padanya.Hari-hari kulewati dengan perasaan tenang. Ibu mertua juga tak lagi kudengar kabarnya. Waktu Ayah berkunjung ke mari, ayah janji akan mengunjungi mereka dan memberi nasihat kepada orang tua Mas Akbar.Hingga di hari siang itu, Mbak Mika datang ke rumah."Masya Allah … Alhamdulillah. Mbak Mika hijaban sekarang?" Kupandangi wanita yang tampak anggun menggunakan gamis panjang serta hijab menutup dadanya itu. Mbak Mika, sejak kapan wanita itu berubah dengan menutup auratnya. Benar-benar hidayah yang indah."Dina, boleh Mbak masuk?" "Tentu saja, Mbak." Kup

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Sebuah Pilihan

    Bab 30 Sebuah Pilihan Aroma masakan yang kubuat menguar di seluruh ruangan. Kali ini aku memasak ayam kecap, sayur sop dan tempe mendoan. Meski aku sedang marah dan malas bertutur kata pada Mas Akbar, tapi perutnya 'tak boleh kelaparan. Makanya setelah berdebat kuputuskan pergi ke dapur dan meracik masakan.Kuketuk pintu kamar depan untuk membangunkan pria itu. Mas Akbar tahu diri. Dia tak lagi menggangguku dan memilih istirahat di kamar lain. Rencananya setelah beres makan aku akan mengajaknya bicara serius."Tumben kamu masak, Din?!" Aku memutar bola mata malas, menatap sebal ke arahnya."Bukankah aku memang sudah biasa melakukannya, ya? Ada atau tidak ada Mas dan Ibu. Eumh, atau jangan-jangan ibu mertua mengatakan hal yang bukan bukan lagi tentangku. Ck, padahal aku sudah memberinya peringatan!!" Rupanya pengaruh fitnah Ibu mertua begitu besar. Dari hal yang ringan sampai hal yang serius, dia selalu melebih-lebihkan dan berkata bohong kepada orang-orang di sekitarnya."Dina, Ken

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Pesan Ayah

    Bab 29 Pesan Ayah Aku menjalani hariku seperti biasa sekarang. Aku tidak mau pikiranku berakibat buruk kepada anakku nantinya. Biarlah urusan Mas Akbar aku selesaikan setelah kami bertemu nanti. Sedangkan untuk urusan dengan ibu mertua, aku merasa jika semuanya sudah selesai.Tak lupa kuceritakan semuanya kepada ayah. Pria itu harus mengetahui semua yang terjadi pada hidupku, agar Ayah kembali memikirkan kebaikannya kepada besannya tersebut. Bagaimana orang-orang yang dia tolong dan penuhi kebutuhannya selama ini malah tega-teganya menyakiti putrinya sendiri, bahkan tak menganggapku sebagai menantunya."Kau harus tenang, Dina. Sabar. Ayah bersamamu dan ayah akan selalu mendoakan agar kamu selalu bahagia di sana. Jangan terlalu dipikirkan apa yang terjadi, semua adalah bagian dari ujian rumah tanggamu." "Pesan ayah akan kuingat baik-baik. Makasih, ya.""Insya Allah minggu depan kami sekeluarga akan datang untuk berkunjung."Aku tersenyum lagi dan menutup sambungan telepon. Hanya b

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Mengalah Setelah Lelah

    Bab 28 Mengalah setelah Lelah"Saya masih percaya dengan hati dan pikiran suami saya, Bu. Tapi karena Ibu ngotot terus-terusan meminta saya untuk menjauhi suami dan berpisah, maka baiklah.""Bagus itu, makin cepat makin baik!" Aminah menatap sinis."Baik, Bu. Ada beberapa hal yang ingin saya berikan kepada Ibu. Semoga ini bermanfaat, ya," ujar Dina sambil menekan tombol off pada rekaman ponselnya. Tentu saja Aminah yang sedikit gaptek tidak tahu apa yang dilakukan oleh menantu tersebut.Dina lalu mengambil beberapa berkas dari dalam tas yang kemudian disimpan di atas meja. Melihat gambar yang ada di halaman depannya, wajah Aminah berubah gusar. Dia melirik ke arah suaminya yang biasa saja melihat logo bergambar Ka'bah itu, meski membuat otaknya berpikir keras."Apa ini, Dina? Apa yang hendak kamu berikan kepada kami? Jangan katakan jika ini adalah surat utang atau semacamnya," tukas wanita itu meski sedikit ragu. Dina mengulas senyum."Tadinya ini sebagai bukti kasih sayang say

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Mengunjungi Mereka

    Bab 27 Mengunjungi Mereka "Ya ampun, Dina. Kamu jauh-jauh dari kota cuma buat nemuin kami. Kamu sama siapa datang ke sini?!" Bahar tergopoh-gopoh menyambut menantunya. Wanita itu ditemani oleh Ilham di belakangnya yang tampak membawa dus oleh-oleh dan koper."Iya, Pak. Kebetulan ada yang ingin saya obrolkan dengan Ibu," ujar wanita itu langsung pada intinya. Aminah yang mendengar suara menantunya dari arah depan buru-buru mengenakan kerudung dan pergi ke luar.Wanita itu memasang wajah ketus dan mengumpat dalam hati. Dia tak menyangka baru beberapa hari pulang dari rumah Dina, wanita itu sudah datang saja bertandang ke rumahnya."Mau ngapain kamu ke sini? Jika tujuanmu hanya untuk mengklarifikasi keadaanmu yang sekarang mengandung benih yang tak jelas siapa bapaknya, mending sekarang kamu pulang saja. Kamu tidak diterima di rumah ini. Terlebih saat si Akbar pergi ke luar negeri untuk mencari rezeki, kamu malah memasukkan pria lain ke dalam rumahmu!!" hardik Aminah dengan lantan

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Keputusan

    Bab 25"Mbak Alfa, bisa jelaskan apa maksudnya ini. Kenapa Mbak menuduh saya dan Bang Heri seperti itu, memangnya apa yang sudah kami lakukan?! Tolong ya Mbak, jangan menyebarkan fitnah. Saya datang ke sini baik-baik, bahkan saya menghubungi nomor Mbak pun baik-baik. Saya hanya ingin tanya tentang Mas Akbar yang tak kunjung menghubungi saya. Wajar dong sebagai seorang istri saya bertanya kepada sahabatnya, mengingat hanya Bang Heri yang tahu." Aku bicara panjang lebar berharap wanita itu tidak menuduhku macam-macam.Dada wanita itu nampak naik turun. Matanya mendelik-delik tak suka menatapku. Aku sendiri merasa plong setelah mengatakan semuanya. Wanita itu menyuruhku masuk dalam rumah dan duduk dengan kasar di sofa ruang tamu.Bang Heri yang kulihat tidak enak hati, mempersilahkanku juga untuk masuk dan duduk di samping istrinya."Maaf ya Din, sepertinya kedatangan Abang waktu itu ke rumahmu menimbulkan pandangan buruk orang-orang sekitar.""Apa maksudnya ini, Bang? Aku nggak n

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Fitnah Lagi

    Bab 25Fitnah Lagi Tidak kuat dengan kepala yang terus terusan kliyengan, aku memutuskan untuk berobat ke dokter terdekat. Sengaja aku memesan ojol karena tidak kuat untuk mengendarai motor Mas Akbar.Sampai di tempat itu, banyak sekali pasien yang tengah menunggu, bahkan Bu Indah dan anaknya pun ada di sana."Eh, Dina, kamu ngapain ke sini, sakit juga?" Aku tersenyum sambil mengangguk lalu setelahnya duduk tak jauh darinya. Apa dia nggak sadar sudah tiga hari warung tutup karena alasan kesehatanku.Nama anak Bu Indah dipanggil terlebih dahulu, membuat wanita itu beranjak dan masuk ke dalam ruangan dokter umum yang membuka prakteknya di sore hari."Eh, Dina. Sakit apa kamu? Tadi dokter ngomong apa aja?" Tak langsung pulang, rupanya wanita yang suka bergosip dengan ibu mertuaku ini memilih menungguku di pintu keluar. Ya ampun, kenapa wanita itu kepo sekali dan selalu ingin tahu urusan orang lain.Rasanya aku sangat terharu mendengar apa yang diucapkan dokter Hari, bahwa saat ini aku

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Pulang

    Bab 24"Pak, Ibu, aku tidak habis pikir, bagaimana mungkin dia menyembunyikan fakta dari kakak iparnya sendiri demi untuk menyelamatkan perempuan selingkuhan suamiku!!" Mika melotot."Dan kamu juga Mas, tega kamu menikah lagi tanpa seijinku!""Apa itu bener, Dina? Jadi catering yang kau buat sejak tadi itu untuk acara nikahan Broto dengan selingkuhannya?!" Wanita itu menatap ke arah menantunya dengan nyalang. Tapi Dina tidak gentar. "Ini salah paham, Bu.""Salah paham apa? Kau jangan terus mengelak, buktinya juga sudah ada kok! Dasar!!" tukas Aminah pada menantunya. Dari dulu dia sangat benci sekali kepada Dina, ditambah lagi sekarang putrinya mengadu padanya, tentu saja itu membuatnya semakin menggeram marah."Dina tidak ada sangkut pautnya dengan semua ini, Mika. Bisa nggak sih kamu percaya padaku?!" Broto langsung berdiri dan mengecam istrinya. Tapi Mika tidak peduli. Dia kadung marah dan kesal kepada keduanya."Aku tidak percaya, mana mungkin dia tidak mengetahui semuanya,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status