Share

BAB 3

last update Last Updated: 2021-04-27 20:52:52

Setiap hari kami berlatih jaipong dengan giat, Mak Lastri pun sangat bangga dengan kemajuan kami dari hari ke hari. Mak Lastri bilang bulan ini kami sudah layak untuk tampil sebagai penaripemula di panggung.

Mak Lastri mengukur baju kebaya untuk kami pergunakan, dan oleh Mak Lastri kami akan di buatkan beberapa setel pakaian kebaya untuk menari. Mak Lastri memesankan dengan beragam warna dan model kepada penjahit langganannya, namanya Ceu Encum. Di kampungku Ceu Encum terkenal sangat piawai menjahit pakaian, khususnya pakaian kebaya untuk segala acara dan umur. Dan dengan hati-hati Ceuk Encim mengukur badan kami satu- persatu untuk membuat pola kebaya.

Sungguh terharu mendengarnya akhirnya tak lama lagi aku dan Cahyati sudah dapat mencari penghasilan sendiri, walaupun itu dari karya dan berkesenian tari jaipong saja.

Rata-rata yang menjadi seorang penari di sini berlatar belakang dari keluarga yang tidak mampu, ya seperti kami yang bergantung kehidupan dan ekonomi di sini. Tak ada rasa malu dan canggung semua kulakukan demi memperoleh penghasilan dan harapan untuk merubah kehidupan lebih baik.

"Lestari Sabtu besok kamu bersama Cahyati belajar berdandan ya, karena kalian harus bisa menata wajah dan sanggul sendiri sebelum tampil."

"Iya Mak Lastri."

"Ini sanggul, kebaya dan kain kalian, Mak sudah jahitkan tiga setel masing-masing, coba kalian pakai yang warna biru dongker terlebih dahulu, Mak mau lihat."

"Baik Mak."

"Itu make-up dan tusuk kondenya ada di atas meja rias, coba belajarlah untuk menggunakannya."

Kami pun mencoba menuruti semua perkataan dari mak Lastri. Kami mencoba pakaian menari kami dan berdandan semampunya. Kami pun keluar dari kamar ganti. Untuk memperlihatkan penampilan kami kepada Mak Lastri.

Cukup lama aku dan Cahyati berdandan, ya mungkin karena kami belum terbiasa, kami baru saja lulus Sekolah Menengah Pertama, jujur kami masih awam dengan alat make-up. Mak Lastri tampak membolak balikan pandangannya, kami pun di minta untuk berjalan dan berputar di hadapannya. Mak Lastri memperhatikan segala detail penampilan dan dandanan yang kami pakai.

"Ya Sudah bagus Eneng-eneng, hanya lebih belajar lagi untuk memakai sanggulnya, sasakannya masih tampak kurang rapi."

"Iya Mak."

"Ya lekas coba sekarang kalian latihan menari, agar terbiasa menggunakan kain dan sanggul."

Kami pun menuruti segala perintah dan ajaran dari mak Lastri. Akhirnya setelah sekian bulan kami berlatih, besok adalah malam pertama kami bisa tampil di depan penonton. Hari ini aku berlatih maksimal dan mengulangi segala gerakan yang di bilang  belum terlalu fasih dan lentur.

Sebagai penari yang masih muda dan masih di bawah umur kami hanya menari di pesta-pesta hajatan saja. Untuk satu kali tampil kami di bayar dengan upah Rp. 100.000 saja, alhamdulillah segalanya kami syukuri. Uang segitu, sudah sangat terasa besar bagi kami, khususnya bagiku yang jarang memegang uang. Uang Rp 100.000 sudah sangat banyak dan aku bersyukur sebagai bayaran kami seorang menari sebagai penari yang pemula dan belajar.

***

Sore ini aku pamit kepada abah dan emak dan minta doa agar bisa lancar menarinya, maklum baru malam ini aku akan tampil di depan para tamu dan penonton. Takut dan gugup pasti aku rasakan malam ini. Tapi abah dan emak selalu berpesan agar aku selalu yakin dan berdoa. Dan aku pamit serta memohon mereka doakan sebelum aku memulai aktivitasku. Emak menyiapkan aku air gula asem, rasanya manis-manis asam dan segar. Yang akan membuatku bersemangat nanti di kala mulai mengantuk.  Aku harus terbiasa menahan ngantuk jika malam hari, apa lagi jika aku tampil nanti. Aku tidak boleh terlihat lusuh, mengantuk atau lelah saat di atas panggung.

"Emak, Abah doakeun Lestari, ngarah lancar acara na peuting iyeh."

(Emak, Abah doakan Lestari, biar lancar acaranya malam ini).

"Nyak Neng, ku Abah sareng Emak di doakeun supaya lancar sadayana."

(Iya Neng, sama Abah dan Emak di doakan supaya lancar semuanya).

"Amiin"

(Amiin)

"Tong lepat Neng kedah pintar-pintar jaga diri."

(Jangan lupa Neng harus pandai-pandai menjaga diri).

"Muhun Mak."

(Iya Mak)

Kulihat Emak yang lagi sibuk membakar singkong di dapur, untuk makan malam kami. Ya tuhan semoga saja kami di segerakan keluar dari kesulitan ini. Aku memeluk tubuh renta emakku, sebetulnya emak belum terlalu tua, tapi karena hidup serba sulit emak jadi tidak pernah merawat dirinya lagi, dan lebih tampak tua kini.

Ingin rasanya aku dapat membawakan mereka makanan yang layak, seperti ayam atau ikan yang bergizi tinggi dan pasti nikmat rasanya saat di makan.

Sebelum pergi menari, aku membantu Emak memandikan adik-beradikku, bahkan untuk sabun dan sampo kami pun sudah habis dan jarang sekali terbeli. Cukup aku saja yang hidup susah, semoga adik-adikku dapat hidup lebih baik nanti. Lagi-lagi aku berkata dalam hatiku, aku harus dapat merubah keadaan ekonomiku dan keluargaku. Untuk menjadi lebih baik dari kini

Tampak abah pulang dari sawah, keringat mengucur du tubuhnya, pasti abah sqngat lelah sekali. Hampir magrib abah baru pulang dari sawah. Entah apa yang abah kerjakan karena ini masih musim kemarau.

"Mak, teu aya sangu?"

"Mak tidak ada nasi?"

"Teu aya Bah, beas na tos seep, ngan aya sampeu hungkul Abah."

"Tidak ada Bah, beras sudah habis hanya ada singkong saja Abah."

"Sing sabar nyak barudak, Abah tos saminggu teu gaduh pagawean."

"Yang sabar ya anak-anak, Abah sudah seminggu tidak memiliki pekerjaan."

Hatiku tersayat seketika, dan aku tersadar dari lamunanku. Ku dengar abah menanyakan apakah ada nasi di rumahku ini? Sudah satu minggu Abah tidak ada kerjaan, belum musim tanam maupun musim panen di sawah. Masih musim kemarau, buruh serabutan pun masih sepi, tampaknya beras kami pun sudah habis beberapa hari ini. Ya cukuplah singkong bakar dan sayur daun singkong kami jadikan pengganjal rasa lapar malam ini. Emak dia selalu berusaha maksimal seadanya memasak sesuatu bagi kami.

Aku membantu emak menyiapkan makanan di balai-balai dapur, akupun membantu adik-adikku mengambil makanannya. Tak jarang emak memberikan kami jatah makanan pas-pasan untuk kami, jangankan makan enak dan berlebih, makanan seadanya pun kami sering kekurangan.

Setelah makan, Aku pun melamun di balai-balai kamarku, kulihat kamarku yang atap dan dinding biliknya sudah rapuh dan bocor, Ya Allah sungguh aku menangis dan menjerit di dalam hati. Belum lagi jika mengingat uang sekolah adik-adik yang belum di bayarkan uang seragam dan buku. Ku peluk tubuh mungil adik-adikku, ku usap kepalanya satu-persatu.

"Anu sabar nyak Barudak, doakeun Teteh enjing uwih mawa artos ."

"Yang sabar ya anak-anak, doakan Teteh besok pulang membawa uang."

"Amiin Teh, Asep lapar Teh, nyeuri beuteng Teh."

"Amiin Teh, Asep lapar Teh, sakit perut Teh"

Aku hanya terdiam dan meneteskan air mata. Ku pejam kan mataku, aku selimuti adik-adikku pakai kain yang sudah sangat lusuh dan tipis ini. Ya Allah bantulah aku dan keluargaku, agar terlepas dari kemiskinan ini. Aku pun pergi malam ini, pergi untuk pentas pertamaku dengan teman-teman sanggar jaipongku. Semoga esok pagi, aku bisa pulang dengan membawa sedikit rezeki untuk keluarga kami.

Related chapters

  • SUSUK JAIPONG   BAB 4

    Abah telah pulang dari mencari kayu bakar, abah membawa ubi dan singkong pasti karena habis panen dari kebun. Aku pun segera menghampirinya. Aku ambil ubi dan singkong yang abah bawa di dalam bakul. Alhamdulillah masih ada makanan yang dapat kami olah siang hari ini. Aku pun merebus ubi untuk adik-adikku, sebentar lagi mereka pulang dari sekolah. Ubi rebus dan teh hangat bisa menghangatkan dan mengganjal perut kami siang ini. Keadaan yang selalu sama yang sering kami alami dari hari ke hari. Aku pun mempersiapkan peralatanku untuk menari, satu setel kebaya berwarna merah yang sama dengan Cahyati, kain, korset, konde, dan peralatan make-up pemberian mak Lastri. Tak lupa aku cek sepeda, ternyata bannya sedikit kempes. Dan aku bergegas memperbaikinya di halaman rumah bersama abah. Agar tetap dapat aku pergunakan. "Lestari....., ayo kita siap-siap.""Iya, saya tinggal mandi dulu, kita kan harus berkumpul di rumah Teh Arum.""Iya biar kita di bantu untuk dandan."

    Last Updated : 2021-04-27
  • SUSUK JAIPONG   Bab 5

    Jaipongan masih menjadi primadona di kampung kami, minimal seminggu ada dua acara tanggapan terkadang di acara hajatan atau panggung-panggung hiburan malam. Penghasilan tetap aku dan Cahyati per bulan minimal delapan ratus ribu sampai dengan satu juta sebagai seorang penari pemula. Sedikit demi sedikit aku dan Cahyati bisa membantu keluarga kami. Seperti hari ini, aku dapat membawa uang 150.000 karena Pak Agus juragan kambing memberikan kami saweran 50.000 seorang. Apa lagi Teh Arum ya, pasti banyak penghasilan dari hasil sawerannya. Pantas saja pakaian, sandal, make-up dan rumahnya semakin hari semakin bagus dan selalu ada perubahan, dia juga menjadi primadona di kampung, laki-laki banyak yang mengejarnya karena cantik, tapi para perempuan-perempuan di kampungnya sebaliknya mereka iri dan selalu menghina Teh Arum dan kawan-kawannya, kemungkinan esok-esok bisa aku dan Cahyati. Dan aku rasa teh Arum ada yang berbeda deh. Aku pun teringat ucapannya saat

    Last Updated : 2021-07-07
  • SUSUK JAIPONG   Bab 6

    Malam ini kami pun pentas kembali, ada acara pernikahan anaknya pak Camat di desa Suka Warna, seperti apa yang menjadi tantangan teh Arum, selain menjadi penari pembukaan acara resepsi kami pun ikut melengser. Melengser istilah tarian malam hari, yang identik dengan duit saweran dan tarian selendang yang sedikit menggoda kaum laki-laki. Kami turut duduk di antrean penari senior. Kami pun siap berlempar selendang dan menari bersama lawan jenis. Tampak beberapa pemuda dan bapak-bapak yang mulai naik ke panggung dan memberi saweran kepada kami, benar saja Teh Sekar Arum orang pertama dan turun dari bangku penari. Dan di susul oleh penari-penari senior lainnya, aku pun terus berdecap kagum, pasti penghasilan mereka yang di dapatkan akan lebih banyak dari kami. Kami yang sering di bilang teh Arum sebagai penari pemula dan polosan. Sungguh apa yang mereka pakai ternyata ada pengaruhnya, teh Sekar Arum dan ke empat penari senior lainnya telah menari terlebih dahulu, sedang

    Last Updated : 2021-08-24
  • SUSUK JAIPONG   Bab 7

    Sudah satu bulan aku menggunakan bedak pengasih dari Ki Slamet sama dengan temanku yang lainnya. Kini penghasilan aku dan Cahyati semakin membaik, terkadang kami membawa pulang uang sampai Rp 300.000 sekali tampil. Lumayan bukan, sedikit demi sedikit aku dapat membelikan furnitur untuk Emak di rumah. Kemarin sudah terkumpul dua juta rupiah, aku membeli kasur dua set untuk kamar emak dan kamarku. Melihat adik-adik tidur dengan layak di atas kasur membuatku sangat senang. Setidaknya tentu saja mereka tidak akan merasakan sakit dan dingin seperti dulu lagi. Bedakku pun sudah hampir habis, aku harus segera pergi ke rumah Ki Slamat lagi. Kalau bisa, kali ini aku pergi kesana sendiri dan diam-diam saja, dalam hatiku terbesit pikiran andai aku bisa mendapat Mustika atau sejenisnya sebagai pemikat yang berbeda dari teman-teman biasanya. Mungkin aku bisa mendapat duit saweran lebih banyak lagi. "Cahyati, Aku mau ke rumah Ki Slamet Kamu mau ikut bareng tidak?"

    Last Updated : 2021-08-24
  • SUSUK JAIPONG   Bab 8

    Dan akhirnya aku pun pergi ke rumah ki Anom, dengan sengaja menyewa sebuah mobil beserta sopirnya. Aku bilang kepada abah dan emak ingin main ke kota mengunjungi teman lama dan mungkin menginap di sana jika tidak pulang atau terlambat pulang. Aku sengaja pergi dari rumah menjelang subuh, dan aku yakin Cahyati tak akan memergokiku, perjalanannya lumayan lama, ke Ciamis lebih dari 5 jam aku baru sampai ke dusun abah Anom. Dusun yang aku cari sudah benar, hanya saja aku harus bertanya kepada warga di mana rumah abah Anom tepatnya. “Permisi Bu.” “Iya Neng ada yang bisa ibu bantu?” “Saya mau bertanya alamat rumah Abah Anom Bu apa ibu kenal?” “Oh abah Anom? Dia rumahnya ada di atas bukit sana neng, neng lurus saja dari sini naik ke bukit, tapi tidak bisa bawa mobil neng.” “Ya, baik Bu.” Aku akan meminta pak sopir menunggu di sini, lagi pula biar saja pak sopir beristirahat dulu saja sejenak, karena aku tahu pasti beliau lelah saat dalam perj

    Last Updated : 2021-08-24
  • SUSUK JAIPONG   Bab 9

    "Neng bangun." "Iya Mak, Neng masih mengantuk ini." "Bagaimana tidak mengantuk, Kamu pulang itu hampir subuh Neng." "Masa Mak? Lestari kenapa tidak ingat ya?" "Ya Kamu sangat lusuh dan sangat terlihat lelah semalam, Mak tidak mau mengganggumu, ya sudah lekas mandi dan berganti pakaian." "Iya Mak." Ya aku pasti lupa, tapi kenapa ya sampai larut malam begini, bahkan menjelang pagi. Apakah memang kami mendapatkan banyak tanggapan dan saweran semalam. Aku pun berdiri dari kasurku, aku mengambil tas pribadiku dan aku buka, astaga duitnya banyak sekali. Aku pun hitung lembar-demi lembar uang yang ada. Totalnya ada dua puluh juta rupiah, doa gepok uang pecahan 100.000. Duit siapa ini? oh iya aku pun ingat saat aku mau naik ke panggung aku melihat ada Abah Rahmat di sana. Sungguh dia memberikan aku uang sebanyak ini dalam satu malam saja saat menari? Aku pun bergegas mandi dan mengganti pakaianku, aku ingin sarapan dahu

    Last Updated : 2021-08-24
  • SUSUK JAIPONG   Bab 10

    Aku harus tetap menari, agar teman-temanku tidak curiga dengan kejanggalan- kejanggalan yang terjadi ini. Memang benar aku memperoleh banyak uang dari itu semua, tapi haruskah aku mengorbankan seseorang demi syarat Nyi Mas Srinti. Hampir setiap malam pun aku memimpikannya mimpi yang aneh dan sangat menakutkan, mimpi yang sama terus berulang-ulang tentang Nyi Mas Srinti yang meminta bantuanku untuk membalaskan dendamnya. Terkadang aku juga bermimpi, mimpi tentang kehidupan masa lalu Nyi Mas Srinti sebagai seorang penari jaipong. Tampak sosoknya yang memiliki paras yang ayu dan sangat piawai menari. Rasanya ingin berhenti dari semua kehidupan dan mimpi-mimpi buruk ini, tapi sepertinya tidak mungkin, masih sangat berat dan terlanjur semua, aku sudah terlambat untuk mundur. "Teh...." "Iya ada apa Asep dan Jaja?" "Asep sebentar lagi lulus Sekolah Menengah Pertama, Asep mau kerja saja ya? biar dapat bantu Teteh dan Abah." "Jangan! Asep dan J

    Last Updated : 2021-08-24
  • SUSUK JAIPONG   Bab 11

    “Lestari Aku makin curiga sama Kamu.” “Curiga apa sih Cahyati? Kamu ada-ada saja deh pakai acara curiga segala sama aku.” “Ya, Aku sering merasa Kamu itu aneh Lestari kalau sedang tampil di panggung. Kamu tidak seperti yang aku kenal sejak dulu tau, kamu makin aneh setiap malamnya.” “Aku baik-baik saja Cahyati, percaya deh, hanya saja Aku ingin total kalau sedang tampil.” "Tidak, kamu kalau tampil seakan tidak kenal dan tidak dekat kepadaku, bahkan kamu suka pergi sendiri tanpa pamit padaku." Gawat, Cahyati sudah sering menegurku sikap dan kelakuanku saat manggung. Sedangkan aku sungguh-sungguh tidak sadar dengan semua yang aku lakukan setiap harinya. Ya tuhan, sampai kapan aku harus berkelit seperti ini. Dan aku pun telah di tegur mak Lastri kemarin. Apa iya aku sangat berbeda jika sedang manggung. Aku pun terus melipat pakaian yang baru saja aku ambil dari halaman rumahku, terus menyibukan diri agar diriku tidak melamun. Tamp

    Last Updated : 2021-08-24

Latest chapter

  • SUSUK JAIPONG   Bab 21

    Kujalani hariku kini tanpa Cahyati. Dia sahabat kecilku. Aku sering meneleponnya hampir satu minggu sekali. Dari kabar yang aku terima, dia betah hidup di Manado. Bahkan terkadang mereka mengirimkan ikan asap dan kerupuk ikan untuk kami di sini. Emak sangat suka, karena di sini ikan tersebut sudah mulai jarang dan langka. Dia bilang insya Allah lebaran nanti akan pulang ke Karawang. Menemui keluarga dan aku sahabatnya. Semoga saja, semua niatan dan keinginannya di lancarkan. Dia mengabarkan kalau dirinya pun tengah hamil 1 bulan. Alangkah senangnya kami mendapat kabar baik ini. Kandunganku masuk usia 7 bulan, Alhamdulillah dokter bilang prediksi kehamilan anak kami kembar. Hanya saja jenis kelaminnya belum terlihat. Jabang bayi kami selalu malu-malu dan belum menampakkan kelaminnya jika saat di USG oleh dokter. Perkiraan tanggal 23 November anak-anakku akan lahir. Aku ditemani oleh Emak dan Mas Faiz memberi keperluanku di pasar. Baju bayi, tempat tidur, aksesoris bay

  • SUSUK JAIPONG   Bab 20

    Akhirnya tiba juga hari yang kami nantikan, yaitu hari pernikahan Cahyati sahabatku. Aku pun bersiap pagi ini, dengan menggunakan gamis warna cream, dan koko senada telah aku siapkan untuk A Faiz. Begitu juga hadiah dan kenangan untuk sahabatku, perlengkapan Shalat dan sebuah Alquran kecil aku bungkus, begitu pula 1 foto keluargaku semua sudah aku persiapkan untuk menjadi hadiah. Jika nanti dia rindu saat di Manado dia bisa langsung melihat foto kami. Foto itu permintaannya kepadaku. Dan aku dengan senang hati memberikannya. *** Jam telah menunjukan puku 09.00 tepat, kami sekeluarga besar pun hadir melihat dan menyaksikan acara ijab kabul mereka. Cahyati dan ustad Ipram tampak serasi sekali menggunakan gamis dan koko senada warna biru tua. Proses ijab kabul Cahyati mengingatkan aku pada proses pernikahanku dulu. Tampak di wajahnya berkaca-kaca menahan tangis serta rasa bahagia yang bercampur baur. Kami pun mulai mendekat, bersalaman dan

  • SUSUK JAIPONG   Bab 19

    Penantian aku dan Faiz tak sia-sia, hampir satu tahun kami menikah, dan kini aku pun berhasil hamil anak pertamaku. Seminggu ini aku merasa pusing dan mual-mual. Alhamdulillah setelah aku cek ternyata aku telah hamil 3 minggu. Sempat hampir putus asa dan ingin program kehamilan kepada dokter spesialis kandungan. Saat pemeriksaan terakhir kami sama-sama sehat, hanya saja ada sedikit gangguan hormon dirahimku. Bahagia sekali rasanya, akhirnya segala yang kami inginkan kini telah menjadi nyata. Bagaimana rumah tangga kami akan seru jika belum ada anak. Tapi doa dan penantian kami kini telah telah di kabulkan oleh Allah. **" Hal yang membahagiakan lainnya bagiku adalah, Cahyati minggu besok dia akan dilamar oleh ustad Ikram, Akhirnya dia bertemu calon imamnya juga. Mas Ikram adalah salah satu sahabat dari Mas Faiz saat di pondok kyai Jaya dahulu. Beliau orang Manado. Rela tak rela nanti akan kehilangan Cahyati. Karena ia akan di boyong ikut menetap di san

  • SUSUK JAIPONG   Bab 18

    Tak terasa pernikahanku telah masuk enam bulan, aku masih saja dihantui mimpi Nyi Mas Srinti, padahal ustad Jaya telah mewanti-wanti aku agar tidak lepas Shalat dan tadarus Alquran. Malam ini, malam 1 Suro aku dan Aa Faiz tadarus Quran di rumah, Asep, Jajang, Fatimah dan Aliya pun turut mengaji. Mereka telah duduk bangku Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama. Alhamdulillah ku syukuri segala nikmat, adikku kini mulai tumbuh dewasa. Setelah lelah belajar mengaji mereka pun beristirahat di kamar, Aliya dan Fatimah, serta Jajang bersama Asep. Sedikit-sedikit rumah dan toko pun kami renovasi menjadi lebih luas. Dulu rumah yang hanya terbuat dari bilik dengan 2 kamar dan hampir roboh sekarang sudah memiliki 5 kamar, ruang tamu dan ruang keluarga yang cukup luas, serta toko sembako yang cukup besar. "Lestari...." Astaga siapa yang malam-malam memanggil namaku. "Lestari...." Aku pun terbangun, dan aku membangunkan Faiz segera.

  • SUSUK JAIPONG   Bab 17

    "Lestari... Kau telah menghianati aku lestari kau meninggalkanku." "Lestari Kau di mana....?" Sesosok penari jaipong muncul tepat di hadapanku, wajahnya tua, rambut putih terurai acak-acakan dan panjang, kulitnya peot dengan badan yang bau amis, dan penuh sisik. Dia mendekati tempat tidurku. Matanya melotot, dia tersenyum sinis padaku. Dia naik ke tempat tidurku, dia duduk di perutku, dia mencekitku, mencekik leherku. "Lestari, kau harus ikut denganku." "Sakit Mak, ammmmpun Mak..." "Kau mati Tari, Kau harus ikut denganku." "Tidak.....tidak....tidak Mak." "Sayang, bangun..." Mas Faiz membangunkan aku dan memelukku. "Sayang Kamu mimpi." "Alhamdulillah Ya Allah, seram Aa, ngeri, mimpinya seperti nyata sekali." "Ya sudah, ini minum dulu ya biar tenang, habis itu Kita bangun ya Shalat tahajud dulu, sebelum kamu tidur lagi." "Iya Aa." Aku dan Faiz Shalat tahajud, kami lanjutkan dengan b

  • SUSUK JAIPONG   Bab 16

    Ternyata hari pernikahan aku dan Faiz sudah di depan mata persiapan yang hanya dua Minggu cukup membuat kami kalang-kabut. Di rumahku tetangga sudah banyak berkumpul, begitu pun paman dan bibiku dari kampung. Ada yang sibuk membuat dodol, membuka kelapa, menyiapkan janur dan membersihkan halaman yang akan di pasang tenda pernikahanku dengan A Faizal. Semalam keluarga mas Faiz juga sudah resmi melamarku dan memberikan uang pernikahan. Pagi ini kulihat emak dan abah sibuk belanja bulak-balik ke pasar. Masih ada 2 hari sih, tapi mereka sangat antusias sekali mempersiapkan hari pernikahanku. Aku dan Cahyati akan pergi ke tukang jahit, mengambil baju gamisku yang terbuat dari bahan brukat. Begitu juga Cahyati dia antusias menjadi pagar ayu dalam pernikahanku. Aku membuat gamis pernikahan berwara merah muda, sedangkan mas Faiz aku buatkan koko berwarna merah marun, yang senada dengan kerudungku.tak lupa aku membelikan seragam untuk teman-teman ya siapa lagi yang ak

  • SUSUK JAIPONG   Bab 15

    Malam ini, aku menunggu Faiz kembali dari kampung. Hatiku sedikit tenang di sini ada Teh Sinta dia putri dari ustad Jaya. Beliau mengajak aku berkeliling pondok pesantren. Pondok yang sangat asri, tepat berada di bawah kaki gunung, teh Sinta bilang lokasinya tepat di bawah kaki gunung salak. Teh Sinta meminjamkan aku sajadah dan Alquran, abah bilang aku harus Shalat 5 waktu mulai hari ini tanpa tertinggal. Dan membaca Alquran di kala waktu senggang. Siang tadi mereka melalukan rukiah aku, aku jerit-jerit tidak karuan, aku muntah-muntah mual dan sakit sekali seluruh tubuhku. Terutama pipiku, dan anggota tubuh yang pernah aku pasang susuk dulu. Mereka bilang minimal 1 minggu akan melakukan rukiah yang sama. Agar semua keburukan yang ada dalam diriku benar-benar sirna. Ya Allah, ternyata tidak mudah mengeluarkan barang itu dari tubuhku, abah bilang jika sampai aku tidak jujur dan kelak meninggal, saat sakaratul maut aku akan merasa sakit yang sangat sakit

  • SUSUK JAIPONG   Bab 14

    Faizal, Malam ini, entah mengapa batinku tidak tenang, ingin rasanya aku melihat pertunjukan Lestari. Aku dengar jika malam ini di Balai Desa Group sanggar Jaipong Tari akan tampil. Hatiku berkata aku harus melihatnya malam ini. "Ke sana jangan ya?" Ya Allah, kenapa hati ini resah gelisah, tak pernah aku khawatir seperti ini. Bismillah, ya sudahlah aku akan ke sana saja, biar aku tenang dan tidak khawatir seperti ini. Aku bergegas mengeluarkan motor dalam garasi. Segera Aku pacu motorku. Lima menit aku tiba di sana sangat tergesa-gesa dan was-was. Sungguh ramai warga kampung yang berkumpul. Ternyata masih tarian anak-anak. Aku pun duduk di kursi di bawah tarup. Sungguh jarang sekali bahkan nyaris tak pernah aku melihat tontonan seperti ini. Baru kali ini mengapa langkahku ingin sekali membawaku kesini. Melihat wanita yang aku cintai tampil dalam sanggar jaipongan, mengapa hatiku sedih dan tidak ikhlas. Tari dan Cahyati sangat tidak pantas berada di ac

  • SUSUK JAIPONG   Bab 13

    Badanku terasa sakit, makin hari aku semakin drop dan stres. Memang sih aku aman, tak ada bukti yang mengarah kepadaku. Tapi sadar dan tak sadar aku paham dengan apa yang terjadi. jika aku sanggup aku ingin lari dari kenyataan ini. Tapi semua tidak mungkin dan aku tak bisa.Sabtu besok tanggal 5 Malam Jumat Suro kami akan tampil dalam ruwatan kampung Jati Bahagia. Aku sungguh takut, akankah malam itu Nyi Mas Srinti akan meminta tumbalnya yang ke tujuh. Siapa lagi nyawa yang akan ia rebut dengan perantara aku."Tok....tok....tok...., Assalamualaikum.""Waalaikumsalam""Eh Aa Faizal, kapan pulang dari Bogor Aa?""Tiga hari lalu Neng.""Aa dandanannya bikin Tari pangling sekarang, sudah seperti bapak-bapak ustaz."

DMCA.com Protection Status