Sudah satu bulan aku menggunakan bedak pengasih dari Ki Slamet sama dengan temanku yang lainnya. Kini penghasilan aku dan Cahyati semakin membaik, terkadang kami membawa pulang uang sampai Rp 300.000 sekali tampil.
Lumayan bukan, sedikit demi sedikit aku dapat membelikan furnitur untuk Emak di rumah. Kemarin sudah terkumpul dua juta rupiah, aku membeli kasur dua set untuk kamar emak dan kamarku. Melihat adik-adik tidur dengan layak di atas kasur membuatku sangat senang.
Setidaknya tentu saja mereka tidak akan merasakan sakit dan dingin seperti dulu lagi. Bedakku pun sudah hampir habis, aku harus segera pergi ke rumah Ki Slamat lagi. Kalau bisa, kali ini aku pergi kesana sendiri dan diam-diam saja, dalam hatiku terbesit pikiran andai aku bisa mendapat Mustika atau sejenisnya sebagai pemikat yang berbeda dari teman-teman biasanya. Mungkin aku bisa mendapat duit saweran lebih banyak lagi.
"Cahyati, Aku mau ke rumah Ki Slamet Kamu mau ikut bareng tidak?"
"Hari ini Aku tidak enak badan Tari, bagaimana? apa Kamu tidak apa-apa ke rumah Ki Slamet sendiri?"
"Ya sudah, tidak apa-apa Aku mau ke sana terlebih dahulu ya, besok kalau bedakmu habis akan Aku antarkan."
"Iya Tari."
Kebetulan sekali Yati tidak ikut, aku akan bebas bertanya-tanya kepada Ki Slamet. Sejujurnya aku belum puas jika masih memiliki penghasilan yang sama dengan Cahyati, dan dengan teman-teman yang lain. Aku harus memperoleh penghasilan yang lebih baik dari mereka. Dan aku harus jadi Ratu Jaipong yang tak ada bisa menandingi aku. Kesempatan, kali ini aku pergi hanya sendiri ke tempat ki Slamet.
"Punten..."
(Permisi)
"Mangga.."
(Silakan)
"Eh Kamu Wangi, tumben Kamu datang tidak bersama Tanjung?"
"Iya Aki, Aku tidak datang bersama Tanjung, Dia sedang tidak enak badan dan memilih tidur di rumah saja."
"Oh begitu, kamu ke sini ada apa? Apa bedakmu sudah habis?"
"Sebetulnya Ki, Wangi kesini ada keperluan lebih dari sekedar meminta bedak pengasih, ya memang bedak yang aki doakan juga sudah mau habis Ki."
"Apa yang Kamu inginkan Wangi?"
"Ki Slamet, apa Aki bisa bantu Wangi untuk menjadi yang terbaik dari teman-teman Wangi? Wangi ingin mendapat saweran lebih banyak Ki."
"Aki sejak dulu hanya dapat membuka Aura dan ilmu pengasihan saja Wangi, tidak bisa lebih dari itu."
"Tapi apa ada ilmu di atas ini Ki, contohnya apa begitu yang Aki tahu dan dengar?"
"Ada, Kamu harus memasang susuk Wangi, dan Kamu harus menjalani ritual-ritualnya, tapi itu berat, apa Kamu sanggup?"
"Saya mau mencobanya Ki."
"Kamu harus menemui Ki Anom, Dia tinggal di Ciamis apa Kamu siap dan tidak keberatan ke sana? Karena jarak nya cukup jauh dari sini."
"Saya siap Ki, Aki tuliskan saja alamat lengkapnya."
"Baiklah Wangi, sejak awal Kau kemari Aki sangat tahu pribadimu, kamu lebih bersemangat dan berapi-api dari mereka yang lain."
"Iya Aki."
"Apakah Kau merasa jika sedang tampil di panggung itu bukan dirimu?"
"Iya Ki, bagaimana Aki tahu?"
"Kau memang tidak sendiri Tari, Kau selalu dirasuki dan di ikuti oleh arwah Nyi Mas Srinti.”
"Siapa itu Aki, siapa Nyi Mas Srinti."
"Nyi Mas Srinti adalah guru dari Mak Lastri, dia adalah ratu jaipong yang sangat terkenal zaman dulu, hanya saja Dia meninggal dengan tragis."
"Kenapa Aki?"
"Dia di racun oleh seseorang, tapi belum jelas siapa yang membunuhnya dahulu."
"Maka jika ada pagelaran tari, Aki selalu memerintahkan untuk membakar kemenyan serta kembang tujuh rupa, agar jiwanya tenang dan tidak mengganggu, tapi ternyata tidak, tetap saja dia mengganggu dan membantumu saat tampil."
"Bagaimana dengan Aku Ki?"
"Ya Dia sangat suka denganmu Wangi, kecantikanmu sangat mirip dengannya dahulu, kemampuan tarimu pun sama dengannya."
"Jadi Ki?"
"Ya Nyi Mas Srinti akan selalu mengikutimu dan menjagamu jika kamu manggung di manapun."
"Aku harus seperti apa Ki jadinya?"
"Kau cukup memakan 1 kuncup bunga kantil saat Kamu akan manggung, agar Kamu tetap nyaman dan tenang."
"Oh begitu Ki."
"Ya...tapi jika Kamu tidak ingin Dia mengganggumu lagi Kau harus benar-benar berhenti dari Jaipong."
"Aku belum bisa Ki."
"Ya kalau begitu lakukan saja, semua yang akan Kamu lakukan. pergilah segera ke Ki Anom dan ingat pesan-pesanku tadi jika kamu mau tampil di panggung."
"Baik Ki, terima kasih."
Ki Slamet memang hebat, dia sampai tahu segalanya yang terjadi dan aku alami. Aku harus segera pergi ke Ki Anom. Mungkin bulan depan karena aku harus menyiapkan segalanya terlebih dahulu. Pantas saja, aku merasa aneh dan tidak nyaman jika pentas.
Aduh
Kembang-kembang tanjung
Kembang Tanjung
Da di buruan
Aduh
Kota-kota Bandung
Kota Bandung
Indah nian...
Lagu kembang tanjung ini telah membiusku, aku berlenggak-lenggok mengikuti irama kendang, membius pemuda-pemuda agar memberi saweran kepadaku.
jaipong, sungguh telah menjadi hidup dan jiwaku kini. Pundi-pundi rupiah pun kian datang kepadaku. Seakan masa lalu kini mulai berbalik arah padaku, ya aku sudah bisa membeli apa yang aku inginkan, makanan enak, biaya sekolah adik-adikku, merenovasi rumah, membeli motor pribadi, perhiasan bahkan kosmetik sesuka hatiku.
Setelah aku tahu apa yang terjadi padaku di atas panggung, maka aku akan tenang. Nyi Mas Srinti telah membaur ke dalam tubuhku. Secara tidak langsung arwah Nyi Mas Srinti selalu merasuk dan membantu jiwaku untuk mencari rupiah. Dan itu sangat menguntungkan bagiku.
Mak Lastri dan kawan-kawan kian kagum kepadaku, mereka bilang aku sudah bagai terbius jika sudah di atas panggung. Jujur aku sih tidak tahu apa yang terjadi jika aku menari di atas panggung sekarang. Nyi Mas Srinti total merasukiku.
Dan aku akan sadar jika sudah pulang ke rumah dan memperoleh hasil, tapi ya sudahlah bagiku ini merupakan Anugrah dan ladang uang, baik untukku maupun keluargaku. Tak lupa sedikit-sedikit aku pun membaginya dengan teman-temanku.
***
Beberapa minggu kemudian.
Sudah terkumpul uangku untuk pergi ke rumah Abah Anom, ya aku harus pergi ke sana. Aku akan mengejar segala kesempurnaanku. Kelak tak akan ada yang bisa menandingi Auraku lagi. Dengan bekal alamat dari Ki Slamet aku harus nekat mencari rumah Ki Anom. Mungkin nanti, beberapa hari lagi jika sedang sepi job menariku. Aku akan ijin pergi ke sana.
Aku tidak dapat izin jika masih banyak job tari, dan aku tidak ingin mereka tahu aku pergi keluar kota untuk memasang susuk, bisa gawat kalau mereka ingin ikut denganku, terutama Cahyati. Aku harus pergi sendiri, mungkin lebih baik aku menyewa mobil dan supir saja nanti.
Memang dia Cahyati sahabatku sejak kecil, tapi aku merasa akhir-akhir ini dia menjadi saingan untukku. Aku mulai kesal kepadanya, dia selalu bergantung padaku, dan dia selalu ingin memiliki barang-barang yang cenderung sama denganku.
Dan akhir-akhir ini dia selalu curiga, dan selalu mengomentari segala tindakan jika sedang di atas panggung. Ya aku harus menyusun rencana yang matang untuk pergi ke rumah ki Anom, dan jangan sampai ada yang tahu hal ini. Cukup aku yang tahu dengan ki Slamet.
Dan akhirnya aku pun pergi ke rumah ki Anom, dengan sengaja menyewa sebuah mobil beserta sopirnya. Aku bilang kepada abah dan emak ingin main ke kota mengunjungi teman lama dan mungkin menginap di sana jika tidak pulang atau terlambat pulang. Aku sengaja pergi dari rumah menjelang subuh, dan aku yakin Cahyati tak akan memergokiku, perjalanannya lumayan lama, ke Ciamis lebih dari 5 jam aku baru sampai ke dusun abah Anom. Dusun yang aku cari sudah benar, hanya saja aku harus bertanya kepada warga di mana rumah abah Anom tepatnya. “Permisi Bu.” “Iya Neng ada yang bisa ibu bantu?” “Saya mau bertanya alamat rumah Abah Anom Bu apa ibu kenal?” “Oh abah Anom? Dia rumahnya ada di atas bukit sana neng, neng lurus saja dari sini naik ke bukit, tapi tidak bisa bawa mobil neng.” “Ya, baik Bu.” Aku akan meminta pak sopir menunggu di sini, lagi pula biar saja pak sopir beristirahat dulu saja sejenak, karena aku tahu pasti beliau lelah saat dalam perj
"Neng bangun." "Iya Mak, Neng masih mengantuk ini." "Bagaimana tidak mengantuk, Kamu pulang itu hampir subuh Neng." "Masa Mak? Lestari kenapa tidak ingat ya?" "Ya Kamu sangat lusuh dan sangat terlihat lelah semalam, Mak tidak mau mengganggumu, ya sudah lekas mandi dan berganti pakaian." "Iya Mak." Ya aku pasti lupa, tapi kenapa ya sampai larut malam begini, bahkan menjelang pagi. Apakah memang kami mendapatkan banyak tanggapan dan saweran semalam. Aku pun berdiri dari kasurku, aku mengambil tas pribadiku dan aku buka, astaga duitnya banyak sekali. Aku pun hitung lembar-demi lembar uang yang ada. Totalnya ada dua puluh juta rupiah, doa gepok uang pecahan 100.000. Duit siapa ini? oh iya aku pun ingat saat aku mau naik ke panggung aku melihat ada Abah Rahmat di sana. Sungguh dia memberikan aku uang sebanyak ini dalam satu malam saja saat menari? Aku pun bergegas mandi dan mengganti pakaianku, aku ingin sarapan dahu
Aku harus tetap menari, agar teman-temanku tidak curiga dengan kejanggalan- kejanggalan yang terjadi ini. Memang benar aku memperoleh banyak uang dari itu semua, tapi haruskah aku mengorbankan seseorang demi syarat Nyi Mas Srinti. Hampir setiap malam pun aku memimpikannya mimpi yang aneh dan sangat menakutkan, mimpi yang sama terus berulang-ulang tentang Nyi Mas Srinti yang meminta bantuanku untuk membalaskan dendamnya. Terkadang aku juga bermimpi, mimpi tentang kehidupan masa lalu Nyi Mas Srinti sebagai seorang penari jaipong. Tampak sosoknya yang memiliki paras yang ayu dan sangat piawai menari. Rasanya ingin berhenti dari semua kehidupan dan mimpi-mimpi buruk ini, tapi sepertinya tidak mungkin, masih sangat berat dan terlanjur semua, aku sudah terlambat untuk mundur. "Teh...." "Iya ada apa Asep dan Jaja?" "Asep sebentar lagi lulus Sekolah Menengah Pertama, Asep mau kerja saja ya? biar dapat bantu Teteh dan Abah." "Jangan! Asep dan J
“Lestari Aku makin curiga sama Kamu.” “Curiga apa sih Cahyati? Kamu ada-ada saja deh pakai acara curiga segala sama aku.” “Ya, Aku sering merasa Kamu itu aneh Lestari kalau sedang tampil di panggung. Kamu tidak seperti yang aku kenal sejak dulu tau, kamu makin aneh setiap malamnya.” “Aku baik-baik saja Cahyati, percaya deh, hanya saja Aku ingin total kalau sedang tampil.” "Tidak, kamu kalau tampil seakan tidak kenal dan tidak dekat kepadaku, bahkan kamu suka pergi sendiri tanpa pamit padaku." Gawat, Cahyati sudah sering menegurku sikap dan kelakuanku saat manggung. Sedangkan aku sungguh-sungguh tidak sadar dengan semua yang aku lakukan setiap harinya. Ya tuhan, sampai kapan aku harus berkelit seperti ini. Dan aku pun telah di tegur mak Lastri kemarin. Apa iya aku sangat berbeda jika sedang manggung. Aku pun terus melipat pakaian yang baru saja aku ambil dari halaman rumahku, terus menyibukan diri agar diriku tidak melamun. Tamp
Bertubi-tubi dalam setahun ini Nyi Mas Srinti menjalankan aksinya untuk balas dendam. Aku benar-benar merasa stress dan ketakutan sekali, rasanya nyaris aku tidak bisa menjalani kehidupanku dengan tenang. Dalam satu bulan terakhir ini saja sudah ada emoat orang yang meninggal, dan aku rasa semua karena perbuatan balas dendam Nyi Mas Srinti dan semua kisah kematiannya mereka nyaris sama mati terbunuh secara misterius. Nyi Mas Srinti membunuh pak Asep, korban ke 4 empatnya, kemudian juragan Pepen dan pak Waluyo. Mereka terbunuh dengan motif yang sama, malam di mana telah berjaipong denganku, meninggal dengan kisah yang sama tragisnya. Hari ini tepat tanggal 1 Suro, seperti kesepakatanku dengan abah Anom. Aku harus menggelar ruwatan mandi kembang di kediamannya. Aku berangkat dari rumah menggunakan bus umum, aku tak ingin seorang pun tahu apa yang aku lakukan. Hal ini aku lakukan untuk menjaga khasiat dari susuk-susuk yang aku gunakan di tubuhku. Dan satu
Badanku terasa sakit, makin hari aku semakin drop dan stres. Memang sih aku aman, tak ada bukti yang mengarah kepadaku. Tapi sadar dan tak sadar aku paham dengan apa yang terjadi. jika aku sanggup aku ingin lari dari kenyataan ini. Tapi semua tidak mungkin dan aku tak bisa.Sabtu besok tanggal 5 Malam Jumat Suro kami akan tampil dalam ruwatan kampung Jati Bahagia. Aku sungguh takut, akankah malam itu Nyi Mas Srinti akan meminta tumbalnya yang ke tujuh. Siapa lagi nyawa yang akan ia rebut dengan perantara aku."Tok....tok....tok...., Assalamualaikum.""Waalaikumsalam""Eh Aa Faizal, kapan pulang dari Bogor Aa?""Tiga hari lalu Neng.""Aa dandanannya bikin Tari pangling sekarang, sudah seperti bapak-bapak ustaz."
Faizal, Malam ini, entah mengapa batinku tidak tenang, ingin rasanya aku melihat pertunjukan Lestari. Aku dengar jika malam ini di Balai Desa Group sanggar Jaipong Tari akan tampil. Hatiku berkata aku harus melihatnya malam ini. "Ke sana jangan ya?" Ya Allah, kenapa hati ini resah gelisah, tak pernah aku khawatir seperti ini. Bismillah, ya sudahlah aku akan ke sana saja, biar aku tenang dan tidak khawatir seperti ini. Aku bergegas mengeluarkan motor dalam garasi. Segera Aku pacu motorku. Lima menit aku tiba di sana sangat tergesa-gesa dan was-was. Sungguh ramai warga kampung yang berkumpul. Ternyata masih tarian anak-anak. Aku pun duduk di kursi di bawah tarup. Sungguh jarang sekali bahkan nyaris tak pernah aku melihat tontonan seperti ini. Baru kali ini mengapa langkahku ingin sekali membawaku kesini. Melihat wanita yang aku cintai tampil dalam sanggar jaipongan, mengapa hatiku sedih dan tidak ikhlas. Tari dan Cahyati sangat tidak pantas berada di ac
Malam ini, aku menunggu Faiz kembali dari kampung. Hatiku sedikit tenang di sini ada Teh Sinta dia putri dari ustad Jaya. Beliau mengajak aku berkeliling pondok pesantren. Pondok yang sangat asri, tepat berada di bawah kaki gunung, teh Sinta bilang lokasinya tepat di bawah kaki gunung salak. Teh Sinta meminjamkan aku sajadah dan Alquran, abah bilang aku harus Shalat 5 waktu mulai hari ini tanpa tertinggal. Dan membaca Alquran di kala waktu senggang. Siang tadi mereka melalukan rukiah aku, aku jerit-jerit tidak karuan, aku muntah-muntah mual dan sakit sekali seluruh tubuhku. Terutama pipiku, dan anggota tubuh yang pernah aku pasang susuk dulu. Mereka bilang minimal 1 minggu akan melakukan rukiah yang sama. Agar semua keburukan yang ada dalam diriku benar-benar sirna. Ya Allah, ternyata tidak mudah mengeluarkan barang itu dari tubuhku, abah bilang jika sampai aku tidak jujur dan kelak meninggal, saat sakaratul maut aku akan merasa sakit yang sangat sakit
Kujalani hariku kini tanpa Cahyati. Dia sahabat kecilku. Aku sering meneleponnya hampir satu minggu sekali. Dari kabar yang aku terima, dia betah hidup di Manado. Bahkan terkadang mereka mengirimkan ikan asap dan kerupuk ikan untuk kami di sini. Emak sangat suka, karena di sini ikan tersebut sudah mulai jarang dan langka. Dia bilang insya Allah lebaran nanti akan pulang ke Karawang. Menemui keluarga dan aku sahabatnya. Semoga saja, semua niatan dan keinginannya di lancarkan. Dia mengabarkan kalau dirinya pun tengah hamil 1 bulan. Alangkah senangnya kami mendapat kabar baik ini. Kandunganku masuk usia 7 bulan, Alhamdulillah dokter bilang prediksi kehamilan anak kami kembar. Hanya saja jenis kelaminnya belum terlihat. Jabang bayi kami selalu malu-malu dan belum menampakkan kelaminnya jika saat di USG oleh dokter. Perkiraan tanggal 23 November anak-anakku akan lahir. Aku ditemani oleh Emak dan Mas Faiz memberi keperluanku di pasar. Baju bayi, tempat tidur, aksesoris bay
Akhirnya tiba juga hari yang kami nantikan, yaitu hari pernikahan Cahyati sahabatku. Aku pun bersiap pagi ini, dengan menggunakan gamis warna cream, dan koko senada telah aku siapkan untuk A Faiz. Begitu juga hadiah dan kenangan untuk sahabatku, perlengkapan Shalat dan sebuah Alquran kecil aku bungkus, begitu pula 1 foto keluargaku semua sudah aku persiapkan untuk menjadi hadiah. Jika nanti dia rindu saat di Manado dia bisa langsung melihat foto kami. Foto itu permintaannya kepadaku. Dan aku dengan senang hati memberikannya. *** Jam telah menunjukan puku 09.00 tepat, kami sekeluarga besar pun hadir melihat dan menyaksikan acara ijab kabul mereka. Cahyati dan ustad Ipram tampak serasi sekali menggunakan gamis dan koko senada warna biru tua. Proses ijab kabul Cahyati mengingatkan aku pada proses pernikahanku dulu. Tampak di wajahnya berkaca-kaca menahan tangis serta rasa bahagia yang bercampur baur. Kami pun mulai mendekat, bersalaman dan
Penantian aku dan Faiz tak sia-sia, hampir satu tahun kami menikah, dan kini aku pun berhasil hamil anak pertamaku. Seminggu ini aku merasa pusing dan mual-mual. Alhamdulillah setelah aku cek ternyata aku telah hamil 3 minggu. Sempat hampir putus asa dan ingin program kehamilan kepada dokter spesialis kandungan. Saat pemeriksaan terakhir kami sama-sama sehat, hanya saja ada sedikit gangguan hormon dirahimku. Bahagia sekali rasanya, akhirnya segala yang kami inginkan kini telah menjadi nyata. Bagaimana rumah tangga kami akan seru jika belum ada anak. Tapi doa dan penantian kami kini telah telah di kabulkan oleh Allah. **" Hal yang membahagiakan lainnya bagiku adalah, Cahyati minggu besok dia akan dilamar oleh ustad Ikram, Akhirnya dia bertemu calon imamnya juga. Mas Ikram adalah salah satu sahabat dari Mas Faiz saat di pondok kyai Jaya dahulu. Beliau orang Manado. Rela tak rela nanti akan kehilangan Cahyati. Karena ia akan di boyong ikut menetap di san
Tak terasa pernikahanku telah masuk enam bulan, aku masih saja dihantui mimpi Nyi Mas Srinti, padahal ustad Jaya telah mewanti-wanti aku agar tidak lepas Shalat dan tadarus Alquran. Malam ini, malam 1 Suro aku dan Aa Faiz tadarus Quran di rumah, Asep, Jajang, Fatimah dan Aliya pun turut mengaji. Mereka telah duduk bangku Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama. Alhamdulillah ku syukuri segala nikmat, adikku kini mulai tumbuh dewasa. Setelah lelah belajar mengaji mereka pun beristirahat di kamar, Aliya dan Fatimah, serta Jajang bersama Asep. Sedikit-sedikit rumah dan toko pun kami renovasi menjadi lebih luas. Dulu rumah yang hanya terbuat dari bilik dengan 2 kamar dan hampir roboh sekarang sudah memiliki 5 kamar, ruang tamu dan ruang keluarga yang cukup luas, serta toko sembako yang cukup besar. "Lestari...." Astaga siapa yang malam-malam memanggil namaku. "Lestari...." Aku pun terbangun, dan aku membangunkan Faiz segera.
"Lestari... Kau telah menghianati aku lestari kau meninggalkanku." "Lestari Kau di mana....?" Sesosok penari jaipong muncul tepat di hadapanku, wajahnya tua, rambut putih terurai acak-acakan dan panjang, kulitnya peot dengan badan yang bau amis, dan penuh sisik. Dia mendekati tempat tidurku. Matanya melotot, dia tersenyum sinis padaku. Dia naik ke tempat tidurku, dia duduk di perutku, dia mencekitku, mencekik leherku. "Lestari, kau harus ikut denganku." "Sakit Mak, ammmmpun Mak..." "Kau mati Tari, Kau harus ikut denganku." "Tidak.....tidak....tidak Mak." "Sayang, bangun..." Mas Faiz membangunkan aku dan memelukku. "Sayang Kamu mimpi." "Alhamdulillah Ya Allah, seram Aa, ngeri, mimpinya seperti nyata sekali." "Ya sudah, ini minum dulu ya biar tenang, habis itu Kita bangun ya Shalat tahajud dulu, sebelum kamu tidur lagi." "Iya Aa." Aku dan Faiz Shalat tahajud, kami lanjutkan dengan b
Ternyata hari pernikahan aku dan Faiz sudah di depan mata persiapan yang hanya dua Minggu cukup membuat kami kalang-kabut. Di rumahku tetangga sudah banyak berkumpul, begitu pun paman dan bibiku dari kampung. Ada yang sibuk membuat dodol, membuka kelapa, menyiapkan janur dan membersihkan halaman yang akan di pasang tenda pernikahanku dengan A Faizal. Semalam keluarga mas Faiz juga sudah resmi melamarku dan memberikan uang pernikahan. Pagi ini kulihat emak dan abah sibuk belanja bulak-balik ke pasar. Masih ada 2 hari sih, tapi mereka sangat antusias sekali mempersiapkan hari pernikahanku. Aku dan Cahyati akan pergi ke tukang jahit, mengambil baju gamisku yang terbuat dari bahan brukat. Begitu juga Cahyati dia antusias menjadi pagar ayu dalam pernikahanku. Aku membuat gamis pernikahan berwara merah muda, sedangkan mas Faiz aku buatkan koko berwarna merah marun, yang senada dengan kerudungku.tak lupa aku membelikan seragam untuk teman-teman ya siapa lagi yang ak
Malam ini, aku menunggu Faiz kembali dari kampung. Hatiku sedikit tenang di sini ada Teh Sinta dia putri dari ustad Jaya. Beliau mengajak aku berkeliling pondok pesantren. Pondok yang sangat asri, tepat berada di bawah kaki gunung, teh Sinta bilang lokasinya tepat di bawah kaki gunung salak. Teh Sinta meminjamkan aku sajadah dan Alquran, abah bilang aku harus Shalat 5 waktu mulai hari ini tanpa tertinggal. Dan membaca Alquran di kala waktu senggang. Siang tadi mereka melalukan rukiah aku, aku jerit-jerit tidak karuan, aku muntah-muntah mual dan sakit sekali seluruh tubuhku. Terutama pipiku, dan anggota tubuh yang pernah aku pasang susuk dulu. Mereka bilang minimal 1 minggu akan melakukan rukiah yang sama. Agar semua keburukan yang ada dalam diriku benar-benar sirna. Ya Allah, ternyata tidak mudah mengeluarkan barang itu dari tubuhku, abah bilang jika sampai aku tidak jujur dan kelak meninggal, saat sakaratul maut aku akan merasa sakit yang sangat sakit
Faizal, Malam ini, entah mengapa batinku tidak tenang, ingin rasanya aku melihat pertunjukan Lestari. Aku dengar jika malam ini di Balai Desa Group sanggar Jaipong Tari akan tampil. Hatiku berkata aku harus melihatnya malam ini. "Ke sana jangan ya?" Ya Allah, kenapa hati ini resah gelisah, tak pernah aku khawatir seperti ini. Bismillah, ya sudahlah aku akan ke sana saja, biar aku tenang dan tidak khawatir seperti ini. Aku bergegas mengeluarkan motor dalam garasi. Segera Aku pacu motorku. Lima menit aku tiba di sana sangat tergesa-gesa dan was-was. Sungguh ramai warga kampung yang berkumpul. Ternyata masih tarian anak-anak. Aku pun duduk di kursi di bawah tarup. Sungguh jarang sekali bahkan nyaris tak pernah aku melihat tontonan seperti ini. Baru kali ini mengapa langkahku ingin sekali membawaku kesini. Melihat wanita yang aku cintai tampil dalam sanggar jaipongan, mengapa hatiku sedih dan tidak ikhlas. Tari dan Cahyati sangat tidak pantas berada di ac
Badanku terasa sakit, makin hari aku semakin drop dan stres. Memang sih aku aman, tak ada bukti yang mengarah kepadaku. Tapi sadar dan tak sadar aku paham dengan apa yang terjadi. jika aku sanggup aku ingin lari dari kenyataan ini. Tapi semua tidak mungkin dan aku tak bisa.Sabtu besok tanggal 5 Malam Jumat Suro kami akan tampil dalam ruwatan kampung Jati Bahagia. Aku sungguh takut, akankah malam itu Nyi Mas Srinti akan meminta tumbalnya yang ke tujuh. Siapa lagi nyawa yang akan ia rebut dengan perantara aku."Tok....tok....tok...., Assalamualaikum.""Waalaikumsalam""Eh Aa Faizal, kapan pulang dari Bogor Aa?""Tiga hari lalu Neng.""Aa dandanannya bikin Tari pangling sekarang, sudah seperti bapak-bapak ustaz."