Tiba-tiba ada langkah kaki mendekati mereka lalu ikut menonton siaran berita. "Sudah ada dua minggu ini Vira menghilang. Apakah aku salah, jika sampe kepikiran bahwa itu mayat dia? Kalian tahu sendiri, saat pemakaman dia datang bersama Abimana. Vira bebas bersyarat dapat jaminan dari Abimana." Kedua wanita menoleh dan baru tersadar bahwa Rendi telah beberapa saat ikut melihat berita. "Abang tahu dari mana kalo Vira menghilang?"tanya Alena heran. "Dylan barusan cerita. Kami bertemu di kafe dan membahas tentang kasus Sandra dan kini Vira yang hilang. Vira itu dokter umum,"jelas Rendi. "Moga saja bukan korban dokter gila itu,"ucap Dokter Pamela dengan raut wajah sedih. Rendi tertawa kecil mendengar ucapan dari mama angkatnya tersebut. Tawa dia ini segera mematik rasa penasaran kedua wanita yang duduk di dekatnya. Alena yang merasa sangat berkepentingan dengan apa pun yang berkaitan dengan Abimana memandang tajam ke arah Rendi. "Kenapa Abang ketawa?"tanya wanita ini dengan p
Ponsel Alena berdering dari nomor putranya. Tak lama kemudian pada layar ponsel terpampang wajah Gilbert dengan didampingi oleh Abimana. Tampak anak usia enam tahun tersebut berdiri dengan badan gemetar. Wajahnya pucat pasi dengan ekspresi tertekan. Alena semakin syok melihat hal tersebut. Abimana merangkul bahu bocah setinggi pinggangnya sambil berkata dengan pandangan mengintimidasi. "Temui kami di gudang kosong batas kota! SENDIRI! Tanpa polisi dan yang lain. Kalo ingin anak tampan ini selamat! Gak perlu kasih tahu bapak biologis dia juga." "Baik! Asal anakku dalam keadaan selamat. Tolong, shareloc! Aku ke sana sekarang," jawab Alena dengan berurai air mata. Hatinya kini campur aduk, tidak karu-karuan. Dia harus kuat mental demi keselamatan Gilbert. Sementara. Dokter Pamela dan Rendi sedikit banyak, sudah bisa menduga dengan kejadian yang sedang berlangsung. Hubungan telepon berakhir dengan menyisakan lelehan air mata di kelopak dan pipi Alena. "Ada apa dengan Gilbert, Sayang?
“Aku akan temani kamu. Kita akan bersama selamanya." Dylan dengan rasa penyesalan terbesar menggenggam erat jemari tangan Alena. Dia mencium punggung tangan wanita ini. Alena masih dengan pandangan kabur karena air mata membanjiri bola matanya. Dia dapat mendengar dengan jelas suara Dylan. Wanita ini semakin histeris mendengar suara pria tersebut. "Pergi kamu! Sekarang puas, kan? Anak itu mati tanpa pernah kau akui secara sah sebagai anak. Dasar bajingan!" Semua orang terus berusaha menenangkan Alena. Namun emosi yang tidak terkendali akhirnya membuatnya pingsan lagi. Polisi datang untuk olah TKP dan tubuh Alena dibawa ke rumah sakit dengan mempergunakan ambulans. Mobil Rendi dan Dylan mengikuti dari belakang.Saat ini hati Rendi benar-benar hancur, apalagi dengan Dylan. Pria tampan yang kini merasa sendiri setelah status sebagai anak angkat dipertanyakan oleh Abimana. Dia yang merasa berutang budi lalu mengikuti semua kemauannya orang tua angkat, hingga mengabaikan orang-orang ter
Dylan ingin menghabiskan sisa air mata diringi lantunan lagu Ocean Breathes Salty dari Modest Mouse.Your body may be gone, I'm gonna carry you inIn my head, in my heart, in my soulAnd maybe we'll get lucky and we'll both live againWell, I don't know, I don't know, I don't know, don't think soHilang sudah rasa malu Dylan karena tangisan ini diharapkan memberikan sedikit ruang hatinya untuk sebuah nama yang tidak bisa dia temui lagi. Dia hanya perlu menunggu pintu hati Alena terbuka untuk menebus penyesalan. Dylan dalam persimpangan jalan di antara orang-orang yang dicintainya."Nak, mamamu adalah wanita istimewa di hati Papa. Bantu kami untuk bersatu. Kita akan bertemu di surga kelak,"ucap lirih Dylan sambil mengamati rekaman video putra tercinta saat diajak bermain di halaman depan rumah Mbok Darmi.Dua jam lamanya, Dylan menikmati kesedihan atau bisa lebih, jika tidak dihampari oleh Rendi. Pria tersebut berjalan ke mobilnya. Abang angkat Alena tersebut menatap keadaan Dylan yang
Dylan yang mendengar kalimat terakhir dari Alena seketika berbinar-binar matanya. "Tolong ucapkan lagi kata kamu yang terakhir tadi!""Anak kita?Dylan langsung bangkit dan memeluk erat Alena. "Terima kasih. Aku butuh kata ini sejak lama."Alena yang ikut larut dengan kebahagiaan Dylan, merasakan ketenangan dalam dekapannya. Rasa sesak di dadanya seketika lenyap. Ada rasa damai dan aman yang Alena rasakan kini. Namun, rasa kehilangan dan kekecewaan atas sikap Dylan yang tidak tegas, membuat Alena melepaskan pelukan."Kenapa?"tanya Dylan kaget."Ini juga karena sikap kamu yang gak tegas. Gilbert itu anak aku, bukan anak kamu,"ucap Alena dengan rasa marah."Aku sayang dia, Alena. Aku cinta kalian berdua,"balas Dylan dengan pandangan lekat ke arah Alena."Apa buktinya? Kau justru lebih memilih menikah dengan Diana daripada mengakui punya Gilbert di depan kedua orang tua kamu. Sesulit itu kamu buat pengakuan atas darah dagingmu? Kau bilang sayang dan cinta? Bulshit!"Kemarahan Alena membu
Dokter segera menuliskan resep lalu memerintahkan perawat untuk segera mempersiapkan ruang rawat inap. Sementara itu sesaat setelah membaca hasil laboratorium, Dylan mengerutkan kening begitu mengetahui bahwa tipe darah pasien adalah AB negatif.Tipe darah ini adalah jenis darah yang langka dan jarang tersedia stok darah tersebut di rumah sakit. Sama persis dengan tipe darahku, batin Dylan sambil berharap agar kondisi pasien segera bisa membaik.Pasien sudah dipindah ke ruang rawat inap. Pak Gunadi adalah satu-satunya pihak keluarga terdekat pasien. Dia adalah asisten pribadi Nyonya Marina Alston."Sus, tolong minta pihak keluarga untuk temui saya di ruang praktek!"pinta Dylan kepada perawat sebelum meninggalkan ruangan Nyonya Marina."Baik, Dok."Dylan berjalan menuju ruangannya lalu segera duduk sambil menyandarkan punggung. Seharusnya, dia sudah bisa istirahat untuk memulihkan tenaga karena seharian kerja di hotel. Apalagi setelahnya sibuk mengurusi drama penculikan yang berakhir d
"Kamu kaga usah pesimis. Yang kutahu, Alena telah memaafkan kamu. Buktinya dia sempat mencari kamu. Mungkin saat ini hatinya sedang tergoncang. Tunggu saja sampe hatinya longgar kembali. Semangat, Bro!""Oke. Aku akan mengurus semua berkas pernikahan kami. Bantu aku untuk luluhkan hati dia lagi, Rendi.""Sudah pasti aku bantu. Dokter Pamela pun telah kasih lampu hijau untuk kamu. Dia ingin segera melihat Alena menikah dengannu. Setelah acara pemakaman, cobalah dekati Alena lagi. Aku support selalu kalian agar segera bisa bersatu,"ucap Rendi memberi dukungan terhadap teman semasa kuliah dulu.Doorr!Tiba-tiba dari arah lobby rumah sakit terdengar suara tembakan. Para penghuninya berhamburan keluar karena panik. Wajah mereka pucat pasi, hingga ada yang pingsan saking takutnya. Semua berteriak histeris, membuat suasana hiruk-pikuk."Tolooong! Ada teroris!""Ada yang disandera!"Dylan dan Rendi kaget dan langsung berdiri untuk melihat kekacauan yang terjadi. Suara sirene polisi dan ambula
Aksi teror ini membuat heboh seluruh Indonesia serta dapat tanggapan beragam dari negara-negara asing. Dylan dan Rendi telah sampai di halaman rumah sakit dan berlutut. Lima belas menit kemudian, Alena datang dengan didampingi oleh Dokter Pamela.Tak berapa lama, empat orang berpakaian anti peluru mendekat ke arah empat orang tersebut. Dua orang menyuruh Alena untuk masuk lobby dan Dokter Pamela memaksa ikut. Itu pun didukung oleh Dylan dan Rendi."Gimana kalo kami berempat ke rooftop?" Dylan sengaja mengulur-ulur waktu untuk memberi kesempatan Densus 88 dan tim Gegana beraksi.Empat orang berpakaian anti peluru ini pun langsung menghubungi atasannya. Rupanya Big Bos tidak setuju. Dia tetap meminta Alena harus sendiri menuju rooftop. Dokter Pamela berlinang air mata mendengar penjelasan salah seorang berpakaian anti peluru tersebut."Apa maksud semua ini? Kalian bisa jamin anakku selamat dan tidak dilecehkan di atas sana?"Dokter Pamela begitu marah dengan penjelasan si pria. Dylan me