Ck, pemandangan yang sangat menyebalkan! Mereka seperti sepasang kekasih yang baru pulang kencan. Hati Diana terbakar cemburu menyaksikannya. Ada hawa panas yang bergelora di dalam dada, membuat wajahnya ikut serta merasa hangat."Sudah puas jalan-jalan dengan suami orang?" tanya Diana tanpa basa-basi setelah berdiri di samping Alena.Wanita dengan dress selutut tersebut melirik sekilas pada Diana, lalu kembali melayangkan pandangan pada mobil yang bahkan sudah tidak terlihat lagi wujudnya itu. Diana menatap tubuh Alena dari ujung kaki sampai ujung kepala. Wanita ini tampak cantik dengan riasan wajahnya. Diana semakin terbakar cemburu. Wanita di sebelahnya telah melakukan kencan istimewa dengan suaminya.Alena membalikkan tubuhnya, tanpa menjawab apa-apa dia melangkah lurus tanpa memperdulikan Diana yang masih berdiri dengan menatapnya sengit.Apa-apaan dia? Apakah dia tidak merasa bersalah sedikit pun? Kemarahan Diana semakin menjadi dan tak habis pikir dibuatnya."Shit!" umpat Dian
Wanita berbadan tambun ini menggeliat lalu menguap dengan mulut lebar. Kedua tangan direntangkan ke atas."Hoaam ... Ada apa, sih?"tanya Diana tanpa dosa. Kedua matanya diusap-usap dengan ujung jari. Wanita ini lalu bangkit dan duduk sambil menatap bingung ke arah Vira."Buruan mandi! Kita ditunggu Bang Rendi," ucap Vira sambil geleng-geleng kepala. Mau gimana lagi, dia pun harus paham dengan keadaan mental Diana yang belum stabil."Ya, sebentar." Diana pun beranjak menuju kamar mandi dan Vira pun harus pasrah menunggu dengan menghitung detik jam yang menempel pada dinding.Ponsel Vira bergetar. Sebuah notifikasi dari sebuah aplikasi pesan singkat masuk dengan Rendi tertera pada layar.[Apakah perlu aku jemput?]Vira dibuat semakin geleng-geleng kepala dengan perhatian Rendi terhadap Diana. Wanita ini berpikir, apa yang dilihat dari seorang Diana dalam pandangan Rendi. Secara pria ini adalah seorang analis kesehatan sekaligus kepala laboratorium rumah sakit ternama. Seorang pria mapa
Alena yang ikut rombongan, gegas naik ke kursi penumpang. Tubuh Dylan direbahkan ke kursi. Alena memandangi wajah pria tersebut dengan tersenyum. Mobil pun mulai bergerak meninggalkan area hotel berbintang.Sementara dari arah tempat parkir para pengunjung hotel, Vira dan Diana datang dengan langkah kaki tergopoh-gopoh. Kedua wanita ini merasa cemas sekaligus lega, skenario yang direncanakan telah berhasil dijalankan oleh Rendi. Suara sirine polisi membuat kedua wanita seketika menoleh karena kaget."Kenapa ada polisi?"tanya Diana kepada Vira."Bisa jadi ada masalah dalam hotel. Skenario kita berada di bar," balas Vira berusaha menenangkan hati Diana.Sementara dalam bar, Rendi sedang sibuk menelepon Alena. "Gimana keadaan Dylan? Ide kamu benar-benar gila!""Tenang, Bang! Ini juga demi misi rahasia kamu biar berhasil. Selamat tinggal, Abang. Terima kasih atas kerjasamanya. Aku pantau kabar Abang," ucap Alena dari seberang telepon.Dari arah lobby Diana dan Vira berjalan menuju bar rua
Wanita ini masih menghentak-hentakkan kaki ke lantai. Para petugas sabar menanti kemarahan Vira reda. Setelah beberapa saat meluapkan emosi, akhirnya Vira bisa bersikap lebih tenang."Aku hanya ingin Diana bisa bahagia dengan Tuan Dylan. Itu saja, Pak,"ucap Vira yang mulai kepayahan dengan air mata berderai."Anda seorang dokter. Sudah seharusnya bisa bersikap lebih manusiawi. Semua masalah bisa dibicarakan baik-baik,"ucapan seorang petugas dengan nada bicara santai. Mereka ditugaskan untuk mengorek semua informasi dari Vira. Akhirnya sesuai skenario yang dibuat oleh Alena dan Rendi, hanya Vira yang ditahan untuk proses lebih lanjut. Rendi dengan kaki ringan keluar dari kantor polisi pada dini hari. Pria berprofesi bonafit sebagai analis kesehatan beranjak menuju rumah sakit jiwa.Dalam hati Rendi hanya ingin mendampingi wanita yang tengah mengandung anaknya. Saat Rendi masuk kamar perawatan, tidak ada ekspresi keterkejutan dari Diana. Wanita yang mentalnya sedang terguncang lagi ter
Akhirnya pria ini juga bangun dari lantai lalu menyusul Diana ke luar dari kamar mandi. Tampak wanita itu sudah duduk di sofa sambil meyadarkan punggungnya.“Aku nggak mau makan nasi goreng ini.” Diana bicara tepat setelah Rendi berada di luar toilet.“Kenapa? Bukannya itu nasi goreng kesukaan kamu?” tanya Rendi sambil berjalan ke arahnya. “Dulu iya, sekarang nggak. Nyium baunya aja aku udah mual," jawabnya tanpa melihat Rendi.Pria ini pun tersenyum penuh pengertian. Rendi bahagia bisa mendampingi Diana saat ngidam seperti ini.Rendi cukup terkejut dengan permintaan Diana yang ingin ganti menu sarapan. Ya, wanita ini minta makan nasi pecel karena bau nasi goreng seafood membuat perutnya semakin mual dan ingin muntah. Sebagai calon suami siaga yang ingin melihat ibu bayinya senang, tentu saja Rendi tidak bisa menolak keinginannya itu. Maka tanpa mempedulikan perut sendiri yang juga sudah lapar, Rendi bersedia keluar kamar untuk membelikan nasi pecel buat Diana.Ternyata tidak terlal
“Kamu wanita yang sempurna. Dylan kamu bisa lihat kebaikan itu. Cukup rasa sedihnya! Dylan milik kamu sudah gak ke mana-mana. Dia sudah berada di surga. Yang bersama Alena itu bukan Dylan milik kamu. Kamu bisa lihat dan bandingkan. Sebentar!" Rendi mengambil sebuah map yang berisi berkas berisi pas photo beserta data diri dua orang bernama Dylan. Dia menaruh lembaran kertas data diri dua orang berbeda dengan nama sama, Dylan, bersebelahan.Satu data beserta foto bernama drg. Dylan Eka Putra dan yang satu dengan nama Dylan Pradana Binar S.Gz. Diana mengamati kedua foto dengan saksama. Wanita ini tersenyum pada saat melihat foto drg. Dylan Eka Putra. Dia langsung mengambil lalu menciumi foto Itu."Sayang, kapan jemput aku?"tanya Diana dengan berurai air mata. Rendi yang melihat hal tersebut langsung tersenyum lebar. Misinya akan berhasil."Ini yakin Dylan milik kamu?"tanya pria ini sambil menatap Diana dengan penuh kasih. Diana langsung mengangguk sambil mendekat data diri berisi foto
"Oh, berarti kalo mereka tidur bukan dengan suami orang, itu dibenarkan dan dianggap punya niat baik. Begitu?""Ya, bukan. Maksud aku, para PSK itu melakukan dengan banyak laki-laki. Itu tidak benar,"sanggah Diana dengan muka tegang. Dia kukuh mempertahankan pendapat yang dianggap benar."Oh, gitu, ya? Berarti harus dengan satu pria berarti itu benar. Terus umpama kasus kita dibalik. Aku kasih obat ke minuman agar kamu gak sadarkan diri lalu aku gauli karena aku pengen punya anak dari kamu. Niat aku baik, pengen punya anak."Seketika raut wajah Diana merah padam. "Itu pemerkosaan namanya!"Rendi seketika tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Diana. Pria ini tetap terpesona dengan wanita yang berdiri dengan wajah cemberut di hadapannya. Apa pun keadaan Diana, dia tidak akan pernah menyurutkan langkah untuk menikahinya ibu dari calon anaknya ini.***Di sebuah masjid sedang berlangsung prosesi ijab kabul antara Dylan dengan wali hakim dari pihak Alena. Wajah para keluarga, kerabat dan
Dylan akhirnya jadi berang juga karena Alena dan mamanya sampai pergi meninggalkan tempat acara. Proses ijab kabul telah gagal dilakukan karena ulah wanita misterius."Katakan, siapa yang menyuruh kamu? Lihatlah, perutmu diisi apa? Gak perlu, kan, aku panggil polwan untuk menggeledah perut kamu?" Dylan berkata dengan pandangan sinis. "Hei, bukankah kamu temannya Grace?" Tiba-tiba Diana berdiri dan menghampiri wanita misterius. Pandangan semua orang seketika tertuju kepada Diana. Bahkan kedua mata Dylan terbelalak menyaksikan ini.Tanpa disangka-sangka, wanita misterius ini menggandeng tangan Diana menuju suatu ruangan yang sepertinya sebuah kantin yang sudah tidak terpakai. Dia mengira tempat itu aman untuk berbicara.Beruntung bagi Alena yang masih bertahan di toilet, sementara mamanya duduk menunggu dalam mobil. Wanita ini melihat dua wanita melintas di depan pintu masuk toilet.Dia pun langsung mengangkat kain panjang yang dipakai sampai bisa melangkah lebih lebar. Alena mengikut