Rendi lalu menjalankan mobilnya menuju rumah dan kini, kedua kendaraan roda empat tersebut langsung berhadapan. Rendi tidak ingin dikenali oleh Abimana langsung membunyikan klakson. Gerbang pun langsung dibuka oleh sekuriti. Abimana yang berniat masuk mengikuti mobil Rendi langsung dihadang oleh dua sekuriti.Rendi melihat Abimana sempat debat dengan sekuriti dari kaca spion. Ia mengemudikan mobil menuju garasi lalu memarkirnya. Analis ini berjalan menuju dalam rumah. Tampak Dokter Pamela dan Alena duduk di ruang tamu."Selamat sore,"sapa Rendi kepada kedua wanita."Selamat sore, Ren,"balas Dokter Pamela. Sementara Alena menatapnya dengan pandangan meminta penjelasan."Nyonya sudah kasih tahu Alena?"tanya Rendi sambil duduk di hadapan kedua wanita."Berapa kali aku bilang, panggil Mama. Kamu itu sudah aku anggap anak, Rendi,"protes Dokter Pamela. Pria ini melirik Alena dengan ekor matanya dan tetap ada pandangan tidak terima di sana."Aku sudah merasa nyaman dengan panggilan itu. Teri
"Abang pastikan dia syok berat. Fransiska adalah anak tunggal. Dia adalah tumpukan terbesar untuk melanjutkan bisnis keluarga sebagai pemasok alat-alat medis.""Kasian benar Profesor Suteja,"ucap Dokter Pamela dengan raut wajah sedih. "Mommy pernah merasakan hal tersebut saat kehilangan suami dan anak. Beruntung ada saksi yang lihat Alena selamat. Paling tidak ada pelipur lara, meski harus puluhan tahun untuk bisa bertemu."Rendi yang merasa penasaran, akhirnya tidak bisa untuk menahan diri. Pria ini ingin tahu lebih banyak."Rendi izin pergi ke lokasi penemuan mayat di pinggir hutan, Nyonya,"ucap Rendi."Aku ikut, Bang,"sahut Alena."Alena, kamu itu jadi incaran. Meski belum ada kepastian dari polisi,"cegah Dokter Pamela."Ada Bang Rendi dan juga temannya yang polisi, Mom.""Ya, Nyonya. Aku akan jaga Alena. Berangkat juga bareng tim polisi.""Oke. Mama titip Adek kamu." Akhirnya dengan berat hati Dokter Pamela melepaskan Alena bersama Rendi.Perjalanan menuju TKP menempuh perjalanan
"Oke," balas Profesor Suteja. Sambungan telepon berakhir dan meninggalkan air mata bercucuran dari kedua pelupuk mata Alena."Jadi korban Abimana?"tanya Dylan yang langsung bisa menebak yang telah terjadi.Alena tidak sanggup berkata-kata, dia hanya bisa mengangguk. Air mata semakin deras menetes. Dirinya tidak pernah menyangka wanita cantik itu telah terbukti jadi korban kebiadaban Abimana. Pria tampan yang santun dan sangat menyayangi ibunya. Dia tidak menyangka kelembutan hati pria tersebut sekadar topeng buat menjerat mangsa.***Di Tempat Pemakaman"Untuk apa kau mengajakku ke sini?" Akhirnya Vira membuka suara dengan mimik muka sebal terhadap Abimana sambil berdecih. Mereka diam-diam menyusup menjadi penziarah dengan topi dan kacamata hitam. Mereka berhasil mengelabui keluarga dan para kerabat mendiang Fransiska."Siapa tahu aku membutuhkanmu untuk memancing korban," balas Abimana ketika sudah meluncurkan mobilnya dari area tempat parkir. Vira mengernyitkan dahi, hingga membentu
"Darah? hmm." Abimana menjilati jari manis Vira yang terluka lalu mengisap darah di luka itu. Vira hanya membulatkan matanya terkejut dan pasrah. Insiden ini juga karena kesalahan Abimana juga.Abimana segera mengobati luka kecil itu, setelah darah berhenti keluar. Vira hanya bisa menatap nanar pria di depannya.Mengapa Abimana tidak memilih untuk membunuhnya saja? Laki-laki itu malah menjadikannya budak. Ayahnya diselamatkan, tetapi hal itu malah membuatnya semakin menderita ketika melihat kekejaman seorang psikopat seperti Abimana."Kembali ke kamarmu!"perintah pria tampan, tetapi upnormal tersebut.Vira langsung mengangkat sebelah alisnya. "Apa?""Mulai sekarang kau milikku. Ingat itu!"Vira membulatkan mata ketika mendengar Abimana mengatakan la adalah mlilknya. Ditambah laki-lakl itu kini memeluk dirinya begitu erat sampai Vira tidak bisa berkutik."A-Apa maksudmu?" tanya Vira terbata-bata sambli mencoba melepas pelukan Abimana."You're mine." Abimana melepas pelukannya dan menat
Tiba-tiba ada langkah kaki mendekati mereka lalu ikut menonton siaran berita. "Sudah ada dua minggu ini Vira menghilang. Apakah aku salah, jika sampe kepikiran bahwa itu mayat dia? Kalian tahu sendiri, saat pemakaman dia datang bersama Abimana. Vira bebas bersyarat dapat jaminan dari Abimana." Kedua wanita menoleh dan baru tersadar bahwa Rendi telah beberapa saat ikut melihat berita. "Abang tahu dari mana kalo Vira menghilang?"tanya Alena heran. "Dylan barusan cerita. Kami bertemu di kafe dan membahas tentang kasus Sandra dan kini Vira yang hilang. Vira itu dokter umum,"jelas Rendi. "Moga saja bukan korban dokter gila itu,"ucap Dokter Pamela dengan raut wajah sedih. Rendi tertawa kecil mendengar ucapan dari mama angkatnya tersebut. Tawa dia ini segera mematik rasa penasaran kedua wanita yang duduk di dekatnya. Alena yang merasa sangat berkepentingan dengan apa pun yang berkaitan dengan Abimana memandang tajam ke arah Rendi. "Kenapa Abang ketawa?"tanya wanita ini dengan p
Ponsel Alena berdering dari nomor putranya. Tak lama kemudian pada layar ponsel terpampang wajah Gilbert dengan didampingi oleh Abimana. Tampak anak usia enam tahun tersebut berdiri dengan badan gemetar. Wajahnya pucat pasi dengan ekspresi tertekan. Alena semakin syok melihat hal tersebut. Abimana merangkul bahu bocah setinggi pinggangnya sambil berkata dengan pandangan mengintimidasi. "Temui kami di gudang kosong batas kota! SENDIRI! Tanpa polisi dan yang lain. Kalo ingin anak tampan ini selamat! Gak perlu kasih tahu bapak biologis dia juga." "Baik! Asal anakku dalam keadaan selamat. Tolong, shareloc! Aku ke sana sekarang," jawab Alena dengan berurai air mata. Hatinya kini campur aduk, tidak karu-karuan. Dia harus kuat mental demi keselamatan Gilbert. Sementara. Dokter Pamela dan Rendi sedikit banyak, sudah bisa menduga dengan kejadian yang sedang berlangsung. Hubungan telepon berakhir dengan menyisakan lelehan air mata di kelopak dan pipi Alena. "Ada apa dengan Gilbert, Sayang?
“Aku akan temani kamu. Kita akan bersama selamanya." Dylan dengan rasa penyesalan terbesar menggenggam erat jemari tangan Alena. Dia mencium punggung tangan wanita ini. Alena masih dengan pandangan kabur karena air mata membanjiri bola matanya. Dia dapat mendengar dengan jelas suara Dylan. Wanita ini semakin histeris mendengar suara pria tersebut. "Pergi kamu! Sekarang puas, kan? Anak itu mati tanpa pernah kau akui secara sah sebagai anak. Dasar bajingan!" Semua orang terus berusaha menenangkan Alena. Namun emosi yang tidak terkendali akhirnya membuatnya pingsan lagi. Polisi datang untuk olah TKP dan tubuh Alena dibawa ke rumah sakit dengan mempergunakan ambulans. Mobil Rendi dan Dylan mengikuti dari belakang.Saat ini hati Rendi benar-benar hancur, apalagi dengan Dylan. Pria tampan yang kini merasa sendiri setelah status sebagai anak angkat dipertanyakan oleh Abimana. Dia yang merasa berutang budi lalu mengikuti semua kemauannya orang tua angkat, hingga mengabaikan orang-orang ter
Dylan ingin menghabiskan sisa air mata diringi lantunan lagu Ocean Breathes Salty dari Modest Mouse.Your body may be gone, I'm gonna carry you inIn my head, in my heart, in my soulAnd maybe we'll get lucky and we'll both live againWell, I don't know, I don't know, I don't know, don't think soHilang sudah rasa malu Dylan karena tangisan ini diharapkan memberikan sedikit ruang hatinya untuk sebuah nama yang tidak bisa dia temui lagi. Dia hanya perlu menunggu pintu hati Alena terbuka untuk menebus penyesalan. Dylan dalam persimpangan jalan di antara orang-orang yang dicintainya."Nak, mamamu adalah wanita istimewa di hati Papa. Bantu kami untuk bersatu. Kita akan bertemu di surga kelak,"ucap lirih Dylan sambil mengamati rekaman video putra tercinta saat diajak bermain di halaman depan rumah Mbok Darmi.Dua jam lamanya, Dylan menikmati kesedihan atau bisa lebih, jika tidak dihampari oleh Rendi. Pria tersebut berjalan ke mobilnya. Abang angkat Alena tersebut menatap keadaan Dylan yang
Setelah itu, Dokter itu menutup pintu lalu buru-buru ke ruang kemudi. Mereka harus segera menemui psikiater langganan Alena. Sejak kasus penculikan dan pelecehan di gudang milik Pak Gunadi, Alena menjadi pelanggan setia psikiater. Hal ini sudah berhasil menemukan Edisembuhkan, akan tetapi kambuh kembali karena guncangan yang dialaminya kembali.Anxiety disorder yang dialami oleh Alena, sudah lama sembuh. Namun gangguan tersebut sekarang mulai terlihat gejalanya kembali. Wanita cantik ini tampak gelisah, sekujur tubuh gemetar dengan keringat membasahi raut wajah dan leher.Dalam waktu 30 menit, mereka pun telah sampai tujuan. Alena yang masih dilanda kecemasan duduk meringkuk dengan tubuh menggigil. Dokter Pamela langsung memeluknya. Wanita ini berkata,"Tenang, Sayang! Mama ada sama kamu."Beberapa saat, Dokter Pamela perlu memberi waktu pada Alena agar bisa stabil emosinya. Setelah Alena sedikit tenang, akhirnya mereka keluar mobil dan langsung menuju ruang pemeriksaan.Psikiater mel
"Syok! Bangun dari tidur tanpa pakaian ditutup selimut.""Oke. Kita lapor polisi. Bisa-bisanya, tadi di kafe, dia gak bilang apa-apa ke Mommy."Baru juga mulut Dokter Pamela berhenti berucap, terdengar nada dering ponsel. Wanita ini mengambilnya dari dalam tas. Ia menatap layar ponsel lalu menoleh ke arah Alena."Rendi,"ucapnya hampir seperti orang berbisik."Apa pun ucapan dia, Mommy gak boleh pergi!"pinta Alena segera.Dokter Pamela pun mengangguk lalu menerima panggilan masuk."Iya, Ren. Ada apa?"tanyanya kepada anak angkatnya itu."Mama ada di mana? Aku mau bicara empat mata,"balas Rendi dari ujung telepon."Mama lagi home care, nih,"jawab Dokter Pamela yang langsung diacungi jempol oleh Alena."Kapan selesai, Ma?""Bisa sejam atau lebih. Setelah perawatan biasanya ada sesi diskusi. Ada apa, sih? Macam emergency saja,"sahut Dokter Pamela berniat memancing omongan lawan bicaranya."Bisa dibilang gitu. Hari ini aku harus bisa bicara dengan Mama.""Ngomong saja sekarang. Sama saja,
Ia memesan segelas jus jeruk lalu dengan pandangan tajam menatap ke arah jalan. Mobil Dokter Pamela sudah memasuki tempat parkir. Mata Alena terbelalak, di belakangnya muncul mobil Rendi."Bulshit! Ngapain ngikut?"keluh Alena dengan suara lirih. Rasa kesalnya membuat gigi-giginya gemerutuk. Ia ambil daftar menu buat menutup wajahnya. Kemudian dari baliknya ia mengintip ke arah pintu masuk.Kini tampak Rendi sudah berjalan menghampiri Dokter Pamela. Alena semakin ambil sikap. Beruntung, di saat pikiran wanita ini sedang buntu, ada seorang waiters melintas. Alena segera memanggilnya lirih."Maaf, boleh sAya minta tolong?"tanya Alena dengan sedikit membungkuk."Silakan, Nyonya,"balas si waiters ramah."Boleh saya minta secarik kertas?"tanya Alena lagi.Waiters tersebut segera menyobek selembar kertas dari book note yang dibawanya. "Silakan, Nyonya!"Waiters itu mengulurkan kertas beserta bolpoin. Alena menerima dengan tersenyum."Saya tulis pesan dulu,"ucap Alena. Dokter muda ini buru-bu
"Bang, kamu panggil aku apa?" "Sepertinya tadi aku harus lebih keras lagi saat memanggilmu, Sayang." Rendi semakin terkekeh. "Mulai sekarang, itu panggilan untuk kamu, Alena. Sejak semalam, kamu sudah menjadi milikku. Itu artinya, kamu tidak boleh pergi. Apalagi, tadi malam Abang tidak menggunakan pengaman dan mengeluarkannya di dalam. Abang berharap kamu hamil." Betapa kaget Alena mendengar penjelasan dari Rendi. Dengan kedua mata melotot, ia pun bertanya,"Apa maksud Abang? Sengaja bikin aku hancur? Suka liat Mommy terpuruk?" Rendi segera merangkul tubuh Alena. Pria dengan menitikkan air mata berucap,"Abang ingin jagain kamu. Abang cinta kamu sejak awal kita pertemu. Abang gak rela disakiti Dylan lagi." "Bukan begini caranya, Bang!"teriak Alena lalu membalut rapat tubuhnya dengan selimut. Ia bangkit lalu mengambil pakaian di atas kasur. Ia berlari menuju kamar mandi. Rendi mengejar langkah kaki Alena. Pria ini berdiri di depan pintu kamar mandi. Ia tidak akan menyesali apa pun ya
Sedang asyik menikmati pemandangan alam tiba- tiba sepasang tangan melingkar di pinggangnya dan deru nafas hangat mendekati daun telinga Alena."Kamu suka?"tanya Rendi berbisik.Seperti terkena hipnotis, Alena mengangguk dan mengukirkan lengkung senyuman di kedua pipi. Namun, tak lama ia berjengit kaget setelah menyadari sesuatu.Saat itulah, Alena kembali tersadar akan kenyataan. Ia buru-buru melepaskan diri dari Rendi. Ia mendorong pria tersebut agar menjauh."Kenapa Abang bawa aku ke sini?"tanya Alena terdengar geram. Gigi-giginya terdengar gemerutuk. Ia begitu benci dengan situasi seperti saat ini. Ia semakin ngeri berhadapan dengan Rendi."Aku ingin menyelamatkan kamu dari Dylan. Dia tak pantas untukmu. Pria plin-plan seperti dia, akan selalu membuatmu sakit hati. Apalagi dengan keadaan kamu yang sekarang. Abang khawatir itu jadi alasan dia untuk mendua atau bahkan meninggalkan kamu,"ungkap Rendi dengan tatapan sendu ke arah Alena."Bang, ingat! Aku sudah tunangan dengan Tuan Dy
"Mbok Darmi?" Terdengar suara Alena yang terbata-bata dari dalam kamar. "Tolong buka pintu, Non!" Akhirnya terdengar suara langkah kaki menuju pintu. Pada saat pintu terbuka, tampak wajah sembab Alena yang sehabis menangis. Jejak basah masih menggenang pada pelupuk mata dan pipi. Alena menyeka jejak itu dengan ujung lengan baju. "Non, apa yang terjadi?"tanya Mbok Darmi dengan wajah cemas. "Gak ada apa, Mbok. Tolong bikinkan aku jus jeruk,"ucap Alena terdengar terbata-bata. Hatinya terlampau sakit dan itu membuat suaranya serak. "Mbok akan bikinkan. Tapi, kalo ada sesuatu gak mengenakkan, Non bisa cerita ke Mbok. Jangan dipendam sendiri!" "Iya, Mbok. Makasih, ya,"balas Alena yang beranjak menuju jendela. Ia membuka kacanya lalu menikmati pemandangan di hadapannya. Ia ingin menggalau ingatan tentang kejadian barusan. "Mbok, tinggal ke dapur dulu." Ucapan Mbok Darmi tanpa balasan dari Alena. Wanita tua ini beranjak keluar kamar lalu menutup pintu. Alena menatap hamparan la
"Oke. Aku tunggu di sana." Terdengar suara langkah kaki menjauh. Alena menutup program dalam layar laptopnya lalu berjalan menuju toilet. Ia membasuh muka beberapa saat. Setelah itu menyeka wajah sambil menarik napas dalam-dalam. Ia embuskan napas kembali dengan perasaan sedikit lega.Kini langkah kaki wanita berambut lebat tersebut mengarah menghampiri Dylan. Ia harus bisa berbicara secara mendetail dengan calon suaminya. Saat dirinya sampai, tampak Dylan sedang mengobrol dengan Rendi. Begitu wanita ini mendekat, kedua pria buru-buru mengakhiri pembicaraan."Aku harus pergi menemui Mama. Kalian jaga rumah baik-baik,"ucap Rendi seraya berdiri. Ia menepuk bahu Dylan lalu berjalan menghampiri Alena. Ia pun berbicara lirih kepada adik angkatnya itu. "Ada apa-apa, buruan kasih kabar!""Baik, Bang,"balas Alena pelan sambil mengangguk. Rendi berlalu menuju anak tangga dan Alena melihat kepergiannya sampai menghilang dari pandangan. Dylan yang tidak sabaran lalu bangkit dan berjalan mendek
Analis ini menautkan kedua alis setelah membaca isi kertas tersebut. la menatap Dylan, seolah-olah bertanya maksud dari kertas ini."Gue nggak tau siapa yang kirim kertas itu, tapi gue rasa ada yang janggal,"jelas Dylan berhati-hati."Janggal gimana? Emang yang dia maksud anaknya siapa?"tanya Rendi seraya menatap tajam ke arah Dylan."Alena ... maybe.""Dia sedang berjalan kemari,"ucap Rendi memperingatkan Dylan. Saat menoleh ke arah dalam, ia melihat kehadiran wanita itu. "Pergi saja ke laboratorium! Aku sempat minta tes kesuburan terhadap Abimana.""Oke. Lebih baik aku ke sana dulu sebelum menemui Abimana,"balas Dylan. Ucapan Dylan berakhir tepat pada saat langkah kaki Alena sampai di dekat mereka. Ia membawa cemilan untuk menemaninya menonton drama Korea. Sebungkus besar kacang telur dan sebotol jus mangga berada dalam genggamannya. "Ada yang mau temani aku nonton tivi?"tanya Alena dengan wajah memelas.Rendi seketika menyenggol perut Dylan. "Biar Abang saja yang temani kamu. Dyl
"Nah, itu! Bisa jadi merekalah yang jadi pelaku. Bang Anton tahu kamu merekam mereka dan ingin barang bukti lenyap,"jelas Dylan.Hal itu langsung diberi anggukan kepala oleh Rendi. Analisis ini berkata,"Dugaan kita sama.""Pada saat merekam itu, aku mikirnya aneh dan menarik. Secara selama ini, mereka gak saling kenal. Aku tiap hari ada di rumah sakit dan tidak pernah liat interaksi di antara mereka. Padahal Bang Anton ada beberapa kali datang untuk antar Umaya temui aku.""Bisa jadi mereka berinteraksi setelah dapat job khusus dari Abimana,"sahut Dylan sambil memandang ke arah Rendi."It's exactly!"seru Rendi dengan wajah puas karena ada yang menyamai dugaannya."Aku sudah kasih tahu ahlinya. Bentar lagi dia datang,"ujar Dylan sambil menatap layar ponsel. Pria ini berharap ada yang segera menghubunginya.Ada suara ketukan lalu pintu pun terbuka. Seraut wajah yang ditunggu-tunggu muncul. Ia pun bertanya,"Di mana kita akan meet and great?""Hi, ayo.masuk!"pinta Dylan kepada Bara. Perw