"cepat cari nona, dia pasti masih ada di sekitar sini". Suara salah satu bodyguard yang di tugaskan Eyang untuk menjagaku. Aku berusaha berjalan pelan dan mencari tempat aman untuk bersembunyi.
Untuk kesekian kali kejadian seperti ini terjadi. Dan aku masih berusaha melakukan persembunyian dari kejaran para pria berjas hitam tersebut.
Aku Rainy Alkira Deandra. Saat remaja seusiaku sibuk ke mall, jalan-jalan dan bahkan pacaran, aku malah disibukan oleh pelajaran tambahan les yang semua tidak aku sukai. Apa orang tuaku yang memaksakan semua kegiatan menyebalkan itu? jawabannya 'NO'.
Mamaku telah di surga, Tuhan memanggilnya saat melahirkanku. Papa? aku rasa dia sangat membenciku karena telah menggantikan wanita paling dia cintai di dunia ini dengan kehadiranku.
Aku di asuh oleh Eyang sejak bayi. Papa jarang menemuiku, bahkan di hari ulang tahunku karena itu hari yang paling dia benci diantara tiga ratus enam puluh lima hari.
Pelan-pelan ku langkahkan kaki menuju taman belakang. Disana ada rumah lama kami, Eyang tidak mau meruntuhkan bangunan kuno yang bahkan lebih tua dari umur Eyang sendiri. Dengan alasan terlalu banyak kenangan disana. Entahlah yang pasti aku tidak memiliki kenangan apapun disana seingatku.
Aku percepat langkahku dan melihat sekeliling untuk bersembunyi dari kejaran para 'Men In Black'. Saat ku dengar suara mereka semakin dekat, tanpa pikir panjang, ku buka pintu bagasi mobil antik kesayangan Eyang.
Syukur pintunya tak terkunci. Mungkin karena terlalu antik hingga membuat kuncinya longgar. Buru-buru aku masuk, menekuk kaki dan menutup kembali pintu bagasi mobil. Samar-samar ku dengar suara orang diluar mobil.
Setelah beberapa menit tak kudengar lagi suara orang. Tapi karena takut mereka masih ada di sekitar. Aku rasa menunggu beberapa menit lagi jadi pilihan terbaik. Bau pengap, gelap gulita hingga kaki keram mulai menderaku.
Aku berusaha membuka pintu bagasi dengan meraba di kegelapan, tapi tetap tak bisa ku buka. karena jengkel, ku tendang- tendang pintu tersebut tetap saja tak terbuka.
Rasa takut mulai menderaku, bagaimana jika tak seorang pun bisa menemukan ku disini? Apakah aku akan ditemukan setelah aku menjadi mayat?. Keringat dingin mulai membasahi tak hanya dahiku tapi sekujur tubuh.
Aku meronta-ronta dan meneriaki kata tolong. Berkali-kali aku melarikan diri dari kejaran bodyguard yang di tugasi Eyang, baru kali ini aku berharap mereka menemukan persembunyian ku.
Aku mulai merapal doa-doa dalam hati, menendang dan berteriak minta tolong hingga aku merasa lelah. Tapi tiba-tiba pintu bagasi mobil terbuka. Cahaya menusuk indra penglihatanku, reflek ku tutup mata. Pelan-pelan ku buka dengan tangan ku letakkan di atas alis berusaha membantu mengurangi cahaya menusuk penglihatanku.
Bukan laki-laki berjas hitam yang ku temukan pertama kali. Tapi wanita cantik berambut panjang sepunggung, wajah mungil dengan hidung mancung bibir merah kulit putih. Aku terdiam beberapa detik, berpikir apakah aku sudah di surga?
Teriakannya menyadarkan ku bahwa aku masih di bumi. Tapi siapa dia? Apa dia salah satu asisten rumah tangga di kediaman Eyang? Apa karena aku terlalu cuek hingga tak pernah tau dia dan apa dia tak mengenal nona mudanya ???
Dengan gerakan cepat ku bungkam mulutnya. Semoga tidak ada yang mendengar. Dia meronta, aku kerahkan seluruh tenagaku. Meski terasa melelahkan berada dalam bagasi mobil dalam waktu yang aku tak pasti, aku mencoba mengendalikan dia dengan sisa tenaga yang ada.
"Siapa namamu? Apa kau orang baru disini?" Dia mengernyitkan dahi seperti orang bingung. "Aku nona di rumah ini, jadi jangan bilang siapapun aku sembunyi disini". Dia masih tak memberi respon apapun .
Aku meregangkan badan yang terasa kaku. Saat melihat sekitar baru aku sadar, Ini bukan rumah lama kita. Ku perhatikan bangunan dan barang-barang sekitar, walau mirip dengan rumah lama tapi bangunan rumah ini terlihat masih baru dengan warna cat yang berbeda.
Apa yang terjadi? Tidak mungkin seseorang membawa mobil antik Eyang keluar dari bagasi. Lalu bagaimana aku bisa ada disini?.
"Dimana ini? Apakah ini masih kediaman keluarga Baskoro? Danu Aji Baskoro?" Aku merasa aneh menyebut nama Eyang kakung yang aku tahu hanya dari foto.
"Ya benar, Bagaimana kamu bisa tahu ayahku?". Aku terperangah dengan jawabannya. Kalau dia memanggil ayah, berarti dia........ Diajeng Ayu baskoro? Mamaku?
Tidak mungkin, bagaimana bisa orang yang telah di surga bisa berdiri di depanku. Atau jangan-jangan aku telah mati kehabisan oksigen saat sembunyi tadi.
"Apa kamu Diajeng Ayu Baskoro?" tanyaku.
"Bagaimana kamu tahu namaku? Apa kamu kenal keluargaku? Dan kenapa kamu sembunyi di dalam bagasi mobil? Apa kamu di culik seseorang?"
Pertanyaan yang panjang dan lebar kayak iklan membuatku semakin tak tahu bagaimana menjawabnya. Aku mulai panik. Apa yang terjadi sebenarnya?. "Apa ini masih di bumi?" pertanyaan tak jelasku membuat dia tertawa. "kamu pikir ini surga"
"Boleh pinjam hp?" dengan wajah memelas dan putus asa, ku pikir dengan menghubungi keluargaku mungkin mereka bisa menjemputku, mengeluarkanku dari tempat membingungkan ini.
"Hp? hp itu apa?" Aku menganga tak percaya,. dia tidak tahu hp? Emang dia tinggal di jaman purba atau hidup di dalam hutan?. "Hp, handy phone atau telepon genggam. Apa kamu tidak punya? Bahkan balita saja punya". cercaku tak percaya.
Dia menggeleng seperti tak paham maksudku. "Kalau kamu mau, aku bisa pinjamkan telepon rumahku untuk menghubungi keluargamu"
"Apa boleh?" dia mengangguk. "Tapi tolong jangan beri tahu siapapun tentangku, please?. Dan dia mengangguk lagi sambil tersenyum.
Ku coba mengingat nomor yang bisa ku hubungi, Rara, Eyang dan yang terakhir Papa. dan aku mengutuk diri sendiri karena yang ku ingat hanya nomor Rara. Mungkin karena dia teman terbaikku atau Friend In Crime.
Ku coba beberapa kali entah mengapa tak tersambung. Bahkan aku tak mendengar suara operator mengatakan kalau aku salah sambung atau salah nomor. Entah apalagi yang salah !!!
"huft...." ku hembuskan nafas frustasi. ku putar nomor yang ingin ku hubuungi sekali lagi. Jujur saja aku merasa heran dengan telepon kuno ini. Bagaimana telepon jadul seperti ini masih eksis di jaman secanggih ini.
"Teleponmu apa rusak? mengapa aku tak bisa menghubungi nomor yang ingin ku tuju?" aku benar-benar lelah dengan keadaan ini, di tambah telepon aneh ini juga tak bisa menghubungi nomor Rara.
"Sini biar aku coba" Dia menyuruhku untuk mengucapkan nomor yang ingin ku hubungi. Saatku eja semua, Dia mengerutkan alis seperti baru pertama kali mendengar angka yang aku sebutkan.
"Apa kamu tidak salah nomor? Kenapa nomornya banyak sekali?" Aku memandangnya tak percaya. banyak dari Afrika?
"Yang namanya nomor hp banyaklah, beda sama nomor telepon rumah". Rasanya kepalaku ingin pecah. Aku merasa frustasi. Apa yang terjadi. Dimana aku sekarang?
Ku edarkan pandangan ke sekeliling. Tanpa sengaja ku lihat kalender yang menggantung di dinding. Mataku membola 'Desember 1995'.
"Apa itu kalender lama yang tergantung disana?" sambil menunjuk ke arah yang ku maksud. "Bukan, itu baru lah. hari ini kan tanggal 13 Desember 1995".
"Apa?!" Aku berteriak. keanehan apalagi ini. "Kamu bercandakan? Tidak mungkin. Hari ini kan tanggal 13 Desember 2015".
"Aku tidak berbohong, hari ini tanggal 13 Desember 1995 bukan 2015". Dia menatapku horror begitupun sebaliknya denganku.
Badanku lemas rasanya tak bertulang. Apa yang terjadi? Apa aku terdampar di masa lalu???
"Apa ini masa lalu dan aku terdampar disini?" Pertanyaan yang aku tak tahu untukku sendiri atau untuk orang yang ku temui ini?"Masa lalu? Artinya kamu dari masa depan?" Ingin ku abaikan kata-kata dari dia yang mengaku Mamaku, bukan tapi Diajeng Ayu Baskoro."Apa bukti aku ada di tahun 1995?" Tanyaku sarkas."Dan apa buktinya kamu dari masa depan?"Aku menatap perempuan di hadapanku lama. MAMA.... ya dia Mamaku. Wajahnya persis dengan foto-foto di rumah yang dipajang Eyang dan selalu di peluk Eyang ketika merindukan putri tercintanya.Tanpa pikir panjang ku berhambur kepelukannya. Mama yang hanya aku tahu dari foto, akhirnya bisa ku peluk tubuhnya nyata. Bagai mimpi dan tanpa sadar aku terisak juga menangis. Ingin ku katakan aku anaknya, Tapi aku tahu dia tak percaya dengan ucapanku.Aku mencoba menghentikan isakan tangis, entah mengapa aku menjadi anak cengeng. Bahkan saat aku terjatuh atau saat tanganku patah pun tak pernah menangis.
Mungkin karena aku tidur awal, pagi ini aku bangun lebih awal dari biasa. Saat netraku memandang keluar jendela langit masih gelap. Harapanku agar kembali seperti semula tak terkabul. aku masih ada disini, di tempat kemarin ku terdampar.Aku duduk di ujung tempat tidur, pikiranku melayang entah kemana. Pertanyaan bagaimana aku kembali ke tahunku selalu terngiang di telinga. Aku tak membawa barang apapun kecuali baju yang aku pakai.Karena rasa bosan mulai menderaku, ingin rasanya mendengarkan musik yang ada di dalam list hp ku. Yang sayangnya ternyata hp- ku hilang tak tahu sejak kapan.Aku hanya melihat radio di atas meja belajar.Kucoba untuk menghidupkan. Ini pertama kalinya aku menghidupkan radio. Dengan modal utak atik seadanya kemudian ku cari siaran radio yang menarik menurutku. Dan aku berhenti di lagu milik NIKE ARDILA - TINGGALAH KU SENDIRI. Itu yang dikatakan penyiar radio.Lagu ini berasa mewakili aku banget. Ku dengarkan sambil ku pejamkan mat
Cepat-cepat ku tata rambut agar tertutupi wajahku meski tak yakin dengan yang ku laukan, toh Papa tak akan mengenaliku. di masaku saja aku tak yakin Papa ingat dengan wajahku apa lagi di masa lalu."maaf lama ya nungguin?" Ku gelengkan kepala untuk jawabannya."Kenalin ini Andra, Keano Deandra. Dan ini Sunny sepupu aku" Ide Mama yang menjadikankusepupunya, katanya biar tak banyak pertanyaan ataupun keanehan nanti jika bertemu teman Mama.ku jabat tangan Papa. Bahkan dimasaku kejadian ini tak pernah terjadi. Kami saling menyebutkan nama masing-masing."Apa kalian akan pergi kencan? Aku rasa lebih baik aku pulang saja dari pada jadi obat nyamuk" ku pura-pura manyun seakan ngambek. Tapi reaksi Mama malah tertawa. Dan jawaban Papa lebih aneh lagi "Tenang saja nanti aku kenalin dengan teman-temanku. Stock jomblo masih banyak jadi tenang aja joker juga ada kok". Sekarang aku yang melongo dengan jawabannya."joker? musuhnya batman?" tanyaku ya
Aku tak ingin mengganggu sesi belajar Mama. kuputuskan menunggu di luar kelas sambil berkeliling. gedung ini luas dengan beberapa kelas musik dan kesenian lainnya.Aku ingin ke toilet tapi binggung tak tahu arah. Ku langkahkan kaki mencari orang yang bisa ku tanyakan. Samar-samar ku dengar suara bebrapa perempuan. ketika ingin bertanya pada mereka, ku urungkan niatku. Mereka sedang menyebut nama Mama. Aku tidak salah dengar karena mereka menyebut nama Diajeng Ayu Baskoro.Mereka membahas bagaimana cara menyingkirkan Mama. Pelan-pelan ku intip dari balik tembok agar aku bisa melihat wajah mereka. Tapi aku tak mengenal mereka satupun.Dari pembicaraan mereka aku mengambil kesimpulan mereka dendam kepada Mama karena tak suka Papa memilih Mama dari pada teman mereka. Papa memang banyak penggemar aku lihat dengan Mata kepalaku sendiri bagaimana perempuan-perempuan dengan pakaian kurang bahan merayu Papa bahkan terang-terangan di depan Mama. Tak jarang kadang aku meng
Beberapa hari telah berlalu, keadaanku juga makin membaik. aku mulai bisa menggerakkan seluruh tubuhku. meski aku harus melakukan terapi tiap hari agar aku bisa kembali berjalan seperti sedia kala.Aku hanya menjawab satu atau dua kata saja. Eyang setia menemaniku, Papa akan datang setelah pulang kantor. kadang Papa menyempatkan datang sebelum ke kantor. dan aku juga di datangi psikiater ke kamar rawat, yang sebenarnya tak telalu penting untukku. tapi satu hal yang aku tahu, aku baik-baik saja. hanya aku lelah dengan keadaan yang pernah terjadi denganku.Jika aku bercerita pernah terdampar di masa lalu, aku tak yakin akan ada yang percaya. maka jalan terbaik saat ini aku 'diam' dari pada aku di cap sebagai orang 'gila'. Aku hanya ingin menyembuhkan ragaku dulu, baru kemudian pelan aku akan menyembuhkan luka batinku kemudian.Rara pernah datang beberapa kali mengunjungiku. inginku bercerita semuanya. yang aku tahu disini bukan tempat yang tepat. sekarang ya
HAI SEMUA, Saya mau minta maaf atas ketidak nyamanan kalian dalam membaca novel ini. karena terjadi kesalahan dalam me- upload, jadi bab 7 disini akan saya upload ulang. dan karena kemarin saya sudah upload BAB 8 jadilah saya harus upload BAB 7 setelah bab 8. silahkan tinggalkan komen yang membangun untuk saya karena saya masih baru dalam dunia literasi. tolong tinggalkan komen dan juga rating untuk novel ini. saran dan masukan kalian sangat berarti buat saya. dan untuk semua yang berkenan membaca novel pemula ini saya ucapkan terima kasih banyak. semoga kalian selalu dalam lindungannya. dan jangan lupa stay safe ya...... love you all, LYSI GALAXY
Sejak kepulanganku kembali ke rumah, Eyang menyuruhku untuk fokus di sekolah tanpa harus menghadiri semua kegiatan les di luar. Eyang lebih perhatian padaku kini. walau terasa sedikit aneh tapi aku suka dengan perubahan ini. setidaknya aku merasa keluargaku peduli padaku.Tidak hanya Eyang yang berubah, Papa juga. Hari ini minggu entah ada apa Papa mengajakku untuk menemaninya jalan. walau terlihat kaku, Papa berusaha terlihat senatural mungkin mengobrol bersamaku. kami berjalan ke sebuah Mall. "Rain mau membeli sesuatu?"Aku menatap ke arah Papa "hm gak usah pa, saat ini gak ada yang mau Rain beli" ku sunggingkan senyum ke Papa. "Mau temenin Papa nonton di bioskop gak?" aku hanya menjawab dengan anggukan ditambah senyuman."Ada film yang pengen Rain tonton?" Kami sedang memandangi layar yang menampilkan jadwal film yang sedang tayang. Aku menunjukan ke arah film petualangan. beruntung sebentar lagi film akan di putar jadilah kita bergegas membeli tiket da
Setelah satu bulan aku di rawat di rumah sakit, akhirnya aku di perbolehkan untuk pulang ke rumah. Papa dan Eyang datang menjemputku. Rasa lega tak hanya aku saja yang merasakan. Karena selama di rumah sakit Eyang dan Papa juga harus mondar mandir kantor, rumah, rumah sakit. Aku merasakan sikap mereka yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari dulu mereka memperlakukanku sebelum kecelakaan itu. Sekarang aku berada di dalam kamarku bersama Rara. Papa sudah berangkat pagi tadi ke kantor dan Papa tak pernah lagi pergi ke kantor cabang di kota lain. Eyang sudah jarang berangkat ke kantor, urusannya di serahkan pada orang kepercayaannya saja. Eyang datang ke kantor hanya jika ada keperluan atau meeting. "Kapan masuk sekolah Rain? Pasti kamu udah puas liburan dan gak akan bolos lagi. Puas dong liburan selama sebulan" celetuk Rara dengan menaik turunkan alisnya. "Emang kamu sahabat paling baik ya, sahabat sakit malah di bilang liburan" sungutku tak terima.
Monday morning,Aku bersiap ke kampus, Papa menawariku untuk berangkat bersama. Tapi ku tolak karena tahu Papa ada meeting pagi ini, tadi om bagas menelepon saat kami sarapan. Client dari luar negeri sudah datang, jadi Papa datang menyambut dan di lanjutkan dengan kerja sama.Aku tak punya bodyguard untuk menjaga dua puluh empat jam lagi. Jadilah aku pergi di antar sopir yang bekerja cukup lama di keluargaku, namanya mang Ujang."Udah siap, non?" Tanya mang Ujang padaku. "Sudah, mang" jawabku dengan senyuman. Aku berjalan masuk ke dalam mobil, terdengar klakson mobil begitu familiar di telingaku."Mas Raka..." gumamku. Sepagi ini mas Raka sudah datang ke rumahku. Pikirku mungkin ada janji dengan Papa, karena pagi tadi buru buru jadi lupa memberi tahu mas Raka kalau Papa sudah ke kantor."Bentar mang, Rain kasih tahu mas Raka dulu kalau Papa sudah berangkat ke kantor" aku mendapatkan anggukan dari mang Ujang.Gegasku lari menuju m
Aku mengganti bajuku dengan cepat, tak sampai sepuluh menit aku sudah turun ke ruang tamu. Aku hanya memakai dress bunga selutut berlengan pendek dan polesan make up tipis juga liptint. "Ha hai.. mas Raka. maaf nunggu lama" tiba tiba aku grogi berhadapan dengan mas Raka. "Hai Rain, kamu sibuk gak? aku mau ajak jalan, boleh?" aku memandang mas Raka, kemudian sebuah pertanyaan muncul di kepalaku. "Mas Raka ngajak malam mingguan eh maksudnya jalan. Emang pacar mas Raka bolehin ?" entah pertanyaan bodoh atau polos yang aku tanyakan. "Pacar? aku gak punya pacar Rain, dan wait kenapa kamu mikir kalau aku sudah punya pacar?" panggilan 'mas' yang dulu disematkan untuk diri mas Raka saat berbicara padaku kini hilang. "Bukannya mbak Risa sama mas Raka pacaran?" aku tak salahkan jika melihat bagaimana interaksi antara Risa dan mas Raka di mall waktu itu. "Jangan bilang kamu mikir aku pacaran sama Risa karena kita pernah ketemu di
"Siapa itu tadi Rain? Mantan Kamu?" Pertanyaan yang terucap oleh Reno setelah insiden bertemu mas Raka dan Risa. Aku masih menarik tangan Reno menjauh dari area bioskop. "Rain, kita mau kemana sih ini? bentar lagi filmnya mulai loh? Telat entar kita" aku berhenti berjalan. "Dia bukan mantanku, dan aku udah gak mood buat nonton. Sekarang aku lapar, dari pada aku makan orang mending kita cari makan. entar aku ganti deh uang tiket tadi" aku masih manyun sama Reno. Aku tahu Reno tak tahu apa apa tapi aku tak bisa merubah mood ku dengan bersikap baik baik saja setelah bertemu mas Raka dan Risa. "Ya udah ayo cari makan. Mau makan apa? Buruan takut ni aku entar kamu makan juga jadiin aku sashimi" dan tawa kami berdua pun pecah. Reno memang bisa merubah suasana meski dengan kata kata receh gak jelas sekalipun. * * * * * Kami memustuskan makan di restoran Jepang gegara Reno sashimi. "Kayaknya aku pernah lihat deh cowok tadi, tapi dimana
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Air mata yaang aku tahan sejak tadi tak bisa ku bendung. Awalnya aku hanya terisak tapi rasa sakit kehilangan itu pelan menjalar ke relung hatiku. Reno membawa tubuhku ke dalam pelukannya. Tangisan ini terdengar pilu mewakili perasaanku yang pilu. "Rain... nangis aja sepuasnya. Nanti ketika kita sampai, kamu gak boleh nunjukin sisi lemahmu yang ini. Karena Rainy yang aku tahu adalah gadis yang kuat" Tangisku semakin keras, kulepaskan rasa pilu yang menusuk dada. Aku menyesal tak mengucapkan kata terakhir atau pun pelukan terakhir. "Gimana ini Ren? aku belum sempat minta maaf, ngabisin waktu lebih lama bahkan aku gak sempat kasih pelukan hangat tuk terakhir kali sambil bilang betapa aku sayang banget sama Eyang. Selama ini aku yang bandel gak pernah nurut. Aku nyesel banget kenapa aku gak bisa jadi cucu yang baik" Reno semakin menenggelamkanku dalam pelukan di dadanya dengan satu tangannya dia mengelus punggungku.
Reno menepati janjinya itu. Yang mana dia akan menemui ku di sini meski dia repot sebagai mahasiswa lagi. Ternyata Reno cuti kuliah dan bukan sepertiku yang cuma menyandang gelar calon mahasiswa. Aku masih tak pernah menghubungi mas Raka, begitu pun Papa yang tak pernah memberi tahukan di mana keberadaanku. Ini bulan ketiga setelah aku di tinggal pulang oleh Reno. Seperti pagi ini dia sudah nyengir kuda saat mengunjungi ku. "Kenapa pagi pagi udah senyum gak jelas aja? Kangen akut ya sama aku?" Tanya ku sambil tersenyum yang ikut tertular dari Reno. "Ih... geer bener kamu. mana ada aku kangen ama kamu. Yang ada tu kamu yang kangen tingkat dewa sama aku" Reno membalas sambil memberikanku paper bag. "Apa ni?" Tanyaku penasaran. "Makanan dari Mami, takutnya kamu makin kurus di sini sendirian tanpa aku. Makanya sengaja aku minta Mami buatin makanan buat kamu" Aku langsung membuka isi paper bag, aroma harum masakan Tante Susan langsung m
Saat awal aku harus memeriksakan diri ke Dokter, Aku masih duduk di kelas IX. Diagnosa mengalami BPD yang aku tak paham itu apa. Semakin di perparah dengan aku yang pernah mengalami penculikan. Hingga aku menjadi PTSD.Papa dan Eyang yang tidak terlalu peduli padaku, memicu gangguan yang aku alami di usia yang belia. Belum sembuh aku dari gangguan 'Borderline', Trauma penculikan membuatku semakin parah.Hayalanku bertemu Mama, menciptakan pertemanan dengan Rara adalah 'side effect' yang aku tunjukkan. Karena takut semakin parah, Eyang membawaku ke psikiater mengobati dengan cara menghipnotis agar aku bisa melupakan semua kejadian yang pernah aku alami untuk mengurangi tindak 'aneh'ku yang lain.Yang sayangnya meski Eyang mencoba menghapus ingatanku yang menyebabkan aku trauma, semua sia sia. Membuat ingatanku tumpang tindih, aku semakin tidak bisa membedakan mana yang khayalan, ilusi, atau nyata. Dokter pernah menyarankan keluargaku untuk membawaku berobat secar
Apa yang akan kamu lakukan jika apa yang kamu alami selama ini ternyata tak semuanya benar tapi hanya khayalan bahkan imajinasi yang tercipta oleh traumamu? Seperti Fata morgana yang bersifat khayal atau tak mungkin tercapai.Papa dan Eyang kekeh mengatakan aku baik baik saja. Hingga aku sendiri mengatakan ingin beristirahat dari kekacauan yang aku ciptakan dan menghilang untuk selamanya jika mereka tak membantu dan mendukung dalam kesembuhan penyakit mental yang aku alami.Mas Raka menemuiku beberapa kali ketika aku di rawat di rumah sakit. Aku tak ingin berpamitan pada mas Raka secara langsung. Jujur berat rasanya mengatakan perpisahan secara langsung padanya. Aku tak mau terlihat cengeng di depannya. Aku ingin menjadi perempuan yang lebih baik untuk ku sendiri ataupun orang di sekitarku.Meski Papa tak pernah memberikan sikap baik pada mas Raka setiap menjengukku, mas Raka tak surut sedikit pun. Bahkan Papa pernah menampar pipi mas Raka, Tapi ia m
Hari ini Papa menyuruh mas Raka datang menemuiku. Alasanku ingin bertemu mas Raka karena ingin meminta maaf tentang kejadian di taman hiburan dan aku datang ke kantornya hingga terjadi kecelakaan, Karena aku tak mungkin keluar jadilah mas Raka yang datang ke rumah sakit. Sekitar jam sepuluh siang mas Raka datang. "Hai... Rain" sapa mas Raka sambil mengangkat tangan. Terlihat kaku saat mas Raka mengucapkan sambil memandang ke arahku juga ke arah Papa yang duduk di sofa sedang menontoh tv. Tadi mas Raka memasuki kamarku bareng Papa. Entah kebetulan atau Papa berbicara dulu dengan mas Raka. Ku lihat bibir mas Raka terluka dan sedikit memar yang masih tertinggal di wajah putihnya. "Pa... Papa gak maksud mau jadi pengawas Rain kan? Rain mau ngobrol berdua sama mas Raka doang loh Pa? boleh kan? Rain gak akan kabur kok" Aku menoleh ke Papaku yang seakan tak peduli dengan ucapanku. di anggap angin lalu atau radio rusak aku ini. "Pa.... please. bentar doang kok"
Suara detak jantuk dari patient monitor terdengar pertama kali di indraku. Aku yakin berada di Rumah Sakit dari bau yang menyeruak ke indra penciumanku juga warna ruangan yang dominan putih ini."Rain? Apa sudah bangun?" Ku lihat Papa bertanya menatapku di sampingnya ada Eyang juga. Ingin rasanyamenjawab namun tiba tiba rasa sakit menyerang kepalaku. Refleks ku pegang kepalaku. Aku yakin kain yang melilit din kepala ini adalah perban.Seorang dokter dan suster datang mendekati ku. Mereka memeriksa mata dan juga tubuhku. Kemudian Dokter mereka mengobrol dengan Papa dan juga Eyang."Jika ada yang sakit atau tidak nyaman bilang saja ya?" Itu yang di ucapkan Dokter sebelum keluar ruangan. Aku hanya memberikan anggukan sebagai jawaban."Pa.... Rain kenapa?" Papa mengernyitkan dahi menatapku. "Kamu gak gak pa pa kok Rain. Apa ada yang sakit?" aku mencoba mengumpulkan tenaga unuk berbicara."Pa, Apa Rain tidak waras atau sakit jiwa?" suaraku semakin lirih