Cepat-cepat ku tata rambut agar tertutupi wajahku meski tak yakin dengan yang ku laukan, toh Papa tak akan mengenaliku. di masaku saja aku tak yakin Papa ingat dengan wajahku apa lagi di masa lalu.
"maaf lama ya nungguin?" Ku gelengkan kepala untuk jawabannya.
"Kenalin ini Andra, Keano Deandra. Dan ini Sunny sepupu aku" Ide Mama yang menjadikankusepupunya, katanya biar tak banyak pertanyaan ataupun keanehan nanti jika bertemu teman Mama.
ku jabat tangan Papa. Bahkan dimasaku kejadian ini tak pernah terjadi. Kami saling menyebutkan nama masing-masing.
"Apa kalian akan pergi kencan? Aku rasa lebih baik aku pulang saja dari pada jadi obat nyamuk" ku pura-pura manyun seakan ngambek. Tapi reaksi Mama malah tertawa. Dan jawaban Papa lebih aneh lagi "Tenang saja nanti aku kenalin dengan teman-temanku. Stock jomblo masih banyak jadi tenang aja joker juga ada kok". Sekarang aku yang melongo dengan jawabannya.
"joker? musuhnya batman?" tanyaku yang merasa aneh karena salah satu tokoh villain tapi dianggap pahlawan bagi sebagian orang.
"Jomblo keren" jawab papa sambil tertawa. What? jadi di jaman ini bahkan jomblo udah pada eksis.
~ ~ ~
Mereka mengajakku kesalah satu taman bermain. Seingatku di masaku tempat ini sudah tidak ada, tergantikan oleh tempat hiburan lainnya.
Aku di perkenalkan dengan teman Papa. Jujur seumur hidupku Papa tak pernah seperti ini. Kita bebas berbicara, bercanda, bercengkrama seakan berteman baik.
Di kehidupanku jangankan untuk berbicara menemuiku saja Papa tak pernah. Tanpa sadar air mataku jatuh. Mungkin ini terlalu membahagiakan untukku, Bersama kedua orang tuaku meski dengan konteks yang berbeda. Aku benar-benar menikmati acara jalan bareng mereka.
Cara Papa memandang dan memperlakukan Mama aku tahu bagaimana ia begitu sangat mencintai Mama. Begitu beruntungnya Mama begitu dicintai laki-laki yang dia juga cintai bahkan cinta itu masih sama hingga Mama sudah tak ada disisi Papa.
"Apa kamu menangis?" Tanya salah satu teman Papa yang aku ingat namanya DINO. "Enggak kok. Cuma ni mataku kemasukkan debu". Dia hanya mengangguk seperti boneka di depan dashboard mobil.
"Aku merasa gaya bicaramu aneh. Maksudnya, kayak kata alay, lebay. yang gak paham apa artinya".
"Aku dari Jakarta ama aku kan lebih muda dari kalian jadi gaya bahasa kita pastilah beda" kilah ku. Dino sambil meletakkan jari telunjuk dan jempol dibawah dagu seakan sedang berpikir. Semoga saja dia tak tanya lainnya karena aku takut tak tahu cara menjawabnya.
Matahari sudah berwarna jingga yang artinya sore telah tiba. Kita memutuskan untuk pulang dan berpisah dengan teman Papa lainnya. Papa mengantarkan kami dengan mobil yang katanya sih itu mobil teman yang dia pinjam. Aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, tapi yang ku dengar dari kursi belakang Mama yang masih mewawancarai Papa.
Hingga akhirnya Mama mengatakan tujuan kita ke kost. Awalnya Papa heran kenapa kami tak langsung pulang ke rumah Eyang tapi ke kost Mama. Dengan alasan mengambil barang yang tertinggal. Tapi Papa masih ingin mengantar kami pulan. Aku cari alasan ingin menemui teman dulu, Jadilah Mama diantar Papa pulang.
Aku masih heran bagaimana Mama sebebas itu, yang berbeda jauh dariku. Mengapa Eyang terlalu over protective terhadapku. Bukankah harusnya Eyang memperlakukan anaknya lebih lagi dari pada aku.
Meski terasa capek setelah seharian bermain di taman bermain tapi ini sangat menyenangkan. kenangan ini akan selalu aku kenang meski ini nyata atau hayalan aku tak peduli. Rasanya aku ingin disini untuk waktu yang lama. Agar aku bisa menikmati peran keluarga bahagia walau hanya aku sendiri yang merasakan.
~ ~ ~
Setelah beberapa hari aku disini, entah ini di masa lalu atau dalam mimpi. Jujur rasanya aku masih tak percaya aku terdampar di masa lalu hingga aku bisa menemui Mama yang tak pernah ku temui.
Hari ini hujan sejak pagi, Mama mengajakku untuk mengikuti salah satu les yang dia sukai. Dan aku baru tahu ternyata Mama sangat menyukai piano. Tak heran Eyang memaksaku untuk belajar piano di usiaku yang masih 5 tahun. Walau aku sudah belajar sejak usia dini bukan berarti aku menyukai, absolutely No.
"Tumben mas Andra gak anter, mbak?" Tanyaku pada Mama. Beberapa hari aku disini, hampir tiap hari Papa mengantar Mama kemana pun. Kadang aku mencari alasan agar tak ikut, malas saja jadi obat nyamuk.
Dan dari beberapa hari ini aku tahu bagaimana Papa mencintai Mama. Aku yang tak pernah tahu bagaimana Papa, seakan aku masuk bagai penonton diantara film yang sedang di putar secara langsung.
Dan dari yang kulihat besarnya rasa cinta Papa yang dalam kepada Mama membuatku sedikit paham mengapa Papa membenciku. Mungkin aku akan melakukan hal yang sama jika aku berada pada posisi Papa.
"Andra ada kegiatan Sunny. Memangnya aku anak kecil yang harus di antar jemput terus" Aku tertawa dengan jawaban Mama. Mama terlihat imut saat merajuk.
"Bagaimana mbak bisa kenal mas Andra? Bukankah kalian beda level dari segi manapun?" Kulihat Mama mengernyitkan dahi. cepatku ralat kata yang ku ucap di tambah nyengiran "Maksudku kan gak mungkin mbak yang pendiam bisa berteman sama anak selevel bad boy. Apalagi setahuku mbak kan yang naklukin mas Andra dan buat dia kembali ke jalan yang benar alias tobat".
Bagaimana aku bisa bicara seperti itu tentang Papa? Jawabannya cuma satu Eyang. Walau Eyang tak pernah menceritakannya secara rinci, karena ia menceritakan ke aku itupun saat Eyang marah atas tingkah laku ku yang tak pernah benar di mata Eyang.
Mama dan Papa itu seperti siang dan malam. Hidup mereka seperti tak mungkin bisa disatukan. setelah aku bertemu mereka aku baru sadar. cerita mereka seperti FAIRYTALE yang tak pernah eksis di dunia nyata menurut Eyang.
"Saat itu aku pulang dari kampus karena aku ada kelas siang hingga sore. Aku takut pulang kemalaman, ku putuskan mencari jalan pintas agar cepat sampai di rumah. jadilah aku menunggu angkot di jalan sebelah yang sepi dan jarang orang lewat. Sebenarnya aku takut, karena aku ingin cepat sampai di rumah dan itu satu-satunya jalan yang dilewati angkot . Jalanan juga sepi padahal itu hampir jam 5 sore."
"Semua tenang dan biasa saja, tiba-tiba terdengar suara berisik motor. Aku kira mereka hanya lewat, ternyata aku salah. Justru mereka berhenti tepat di depanku. Parahnya kepala geng motor itu mulai mengelurkan kata dari rayuan hingga paksaan. Aku sangat takut jika terjadi sesuatu denganku. Ku rapalkan semua do'a berharap ada yang menolongku".
"Entah dari mana Andra datang. Dia merangkulku dan memanggilku 'sayang'. aku bingung tapi dia bilang ke ketua geng bahwa aku pacarnya yang lagi ngambek. Aku pikir akan terjadi perkelahian seperti di film-film" Mama tertawa
"Ternyata aku salah. Mereka saling kenal dan cerita berakhir seperti itu saja. Tapi ceritaku dan Andra dimulai sejak saat itu". Aku ikut tertawa "Aku kira bakalan ada cerita tonjok-tonjokan gitu eh gak tahunya biasa aja endingnya".
Mama melanjutkan ceritanya di perjalanan kita menuju tempat les piano . Mama bercerita bagaimana capernya Papa dan dinginnya Mama, Karena Mama tahu bagaimana badungnya Papa dikampus. Hingga suatu hari Papa nembak Mama. jangan dipikir langsung diterima, Karena Mama mengajukan syarat bahwa Papa harus berubah dan membuat Mama bisa jatuh cinta pada Papa. Butuh waktu yang lumayan hingga Mama yakin bahwa papa benar dan serius dengan Mama.
Meski diakhir cerita tersirat raut wajah sedih Mama tetap tersenyum kepadaku. dan aku tahu kesedihan itu muncul karena Eyang tak memberi restu. Mama pernah bilang saat Papa menjemput Mama kerumah, walau selalu dimarahi bahkan kata kasar sering dikeluarkan tapi Papa tak pernah gentar bahkan dia selalu minta izin untuk mengantar jemput Mama. bukankah Papaku seperti tokoh yang ada di novel roman? tapi mengapa aku tak pernah tahu sisi Papa yang seperti itu.
Aku tak ingin mengganggu sesi belajar Mama. kuputuskan menunggu di luar kelas sambil berkeliling. gedung ini luas dengan beberapa kelas musik dan kesenian lainnya.Aku ingin ke toilet tapi binggung tak tahu arah. Ku langkahkan kaki mencari orang yang bisa ku tanyakan. Samar-samar ku dengar suara bebrapa perempuan. ketika ingin bertanya pada mereka, ku urungkan niatku. Mereka sedang menyebut nama Mama. Aku tidak salah dengar karena mereka menyebut nama Diajeng Ayu Baskoro.Mereka membahas bagaimana cara menyingkirkan Mama. Pelan-pelan ku intip dari balik tembok agar aku bisa melihat wajah mereka. Tapi aku tak mengenal mereka satupun.Dari pembicaraan mereka aku mengambil kesimpulan mereka dendam kepada Mama karena tak suka Papa memilih Mama dari pada teman mereka. Papa memang banyak penggemar aku lihat dengan Mata kepalaku sendiri bagaimana perempuan-perempuan dengan pakaian kurang bahan merayu Papa bahkan terang-terangan di depan Mama. Tak jarang kadang aku meng
Beberapa hari telah berlalu, keadaanku juga makin membaik. aku mulai bisa menggerakkan seluruh tubuhku. meski aku harus melakukan terapi tiap hari agar aku bisa kembali berjalan seperti sedia kala.Aku hanya menjawab satu atau dua kata saja. Eyang setia menemaniku, Papa akan datang setelah pulang kantor. kadang Papa menyempatkan datang sebelum ke kantor. dan aku juga di datangi psikiater ke kamar rawat, yang sebenarnya tak telalu penting untukku. tapi satu hal yang aku tahu, aku baik-baik saja. hanya aku lelah dengan keadaan yang pernah terjadi denganku.Jika aku bercerita pernah terdampar di masa lalu, aku tak yakin akan ada yang percaya. maka jalan terbaik saat ini aku 'diam' dari pada aku di cap sebagai orang 'gila'. Aku hanya ingin menyembuhkan ragaku dulu, baru kemudian pelan aku akan menyembuhkan luka batinku kemudian.Rara pernah datang beberapa kali mengunjungiku. inginku bercerita semuanya. yang aku tahu disini bukan tempat yang tepat. sekarang ya
HAI SEMUA, Saya mau minta maaf atas ketidak nyamanan kalian dalam membaca novel ini. karena terjadi kesalahan dalam me- upload, jadi bab 7 disini akan saya upload ulang. dan karena kemarin saya sudah upload BAB 8 jadilah saya harus upload BAB 7 setelah bab 8. silahkan tinggalkan komen yang membangun untuk saya karena saya masih baru dalam dunia literasi. tolong tinggalkan komen dan juga rating untuk novel ini. saran dan masukan kalian sangat berarti buat saya. dan untuk semua yang berkenan membaca novel pemula ini saya ucapkan terima kasih banyak. semoga kalian selalu dalam lindungannya. dan jangan lupa stay safe ya...... love you all, LYSI GALAXY
Sejak kepulanganku kembali ke rumah, Eyang menyuruhku untuk fokus di sekolah tanpa harus menghadiri semua kegiatan les di luar. Eyang lebih perhatian padaku kini. walau terasa sedikit aneh tapi aku suka dengan perubahan ini. setidaknya aku merasa keluargaku peduli padaku.Tidak hanya Eyang yang berubah, Papa juga. Hari ini minggu entah ada apa Papa mengajakku untuk menemaninya jalan. walau terlihat kaku, Papa berusaha terlihat senatural mungkin mengobrol bersamaku. kami berjalan ke sebuah Mall. "Rain mau membeli sesuatu?"Aku menatap ke arah Papa "hm gak usah pa, saat ini gak ada yang mau Rain beli" ku sunggingkan senyum ke Papa. "Mau temenin Papa nonton di bioskop gak?" aku hanya menjawab dengan anggukan ditambah senyuman."Ada film yang pengen Rain tonton?" Kami sedang memandangi layar yang menampilkan jadwal film yang sedang tayang. Aku menunjukan ke arah film petualangan. beruntung sebentar lagi film akan di putar jadilah kita bergegas membeli tiket da
Setelah satu bulan aku di rawat di rumah sakit, akhirnya aku di perbolehkan untuk pulang ke rumah. Papa dan Eyang datang menjemputku. Rasa lega tak hanya aku saja yang merasakan. Karena selama di rumah sakit Eyang dan Papa juga harus mondar mandir kantor, rumah, rumah sakit. Aku merasakan sikap mereka yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari dulu mereka memperlakukanku sebelum kecelakaan itu. Sekarang aku berada di dalam kamarku bersama Rara. Papa sudah berangkat pagi tadi ke kantor dan Papa tak pernah lagi pergi ke kantor cabang di kota lain. Eyang sudah jarang berangkat ke kantor, urusannya di serahkan pada orang kepercayaannya saja. Eyang datang ke kantor hanya jika ada keperluan atau meeting. "Kapan masuk sekolah Rain? Pasti kamu udah puas liburan dan gak akan bolos lagi. Puas dong liburan selama sebulan" celetuk Rara dengan menaik turunkan alisnya. "Emang kamu sahabat paling baik ya, sahabat sakit malah di bilang liburan" sungutku tak terima.
Akhirnya masa putih abu-abu akan berakhir dan aku bersyukur karena aku bisa masuk ke kampus yang aku inginkan. Tak terasa sebentar lagi aku akan menyandang status sebagai mahasiswa. Untuk merayakan keberhasilanku Papa mengadakan syukuran kecil-kecilan yang hanya untuk kami sekeluarga dan pekerja di rumah. Tentang para bodyguard, Eyang hanya menugasi dua orang saja sesuai dengan permintaanku. karena terasa risih selalu di ikuti rombongan seakan aku penjahat saja yang harus di ikuti kemana-mana. Papa mengundang mas Raka dan kedua orang tuanya. sayang saat aku mengundang Rara dia tidak bisa datang karena Rara sekeluarga pergi ke kampung halaman mamanya di Lombok. Malampun tiba, mas Raka sekeluarga datang. Kami memulai acara dengan makan malam sambil berbincang hal-hal kecil. Papa , mas Raka dan papanya membahas tentang bisnis. Eyang dan Mama mas Raka membahas mulai dari harga sembako sampe isi mall juga. Dan aku merasa disini sebagai penghias saja. mau ikutan tapi
Ku rebahkan tubuhku ke ranjang nyaman di kamarku. Aku bersiap untuk tidur dan meletakkan hp di atas nakas sebelah tempat tidur. Aku memejamkan mata menuju dunia mimpi. Suara notifikasi pesan masuk dari hp ku berbunyi. Ku raba atas nakas untuk mengambil hp dan mengecek pesan.'Hi, Rain. udah tidur'Pesan dari mas Raka.'Ni otw pulau kasur mas' balasku. Tak berapa lama pesan baru masuk.'Besok mau jogging bareng gak? keliling komplek atau taman juga boleh'Ni ngajak ngedate atau apaan ya? kok ngajaknya jogging tapi cuma keliling komplek atau taman. Apa gak ada tempat romantis? ah, aku lupa kalau cowok yang lagi chating denganku ini ANTI ROMANTIC MAN. Aku akan ganti nama kontaknya menjadi anti romantic man mulai saat ini.Me :' Terserah mas Raka aja. asal bilang jam berapa sama ketemuan dimana. maklum aku suka molor bangun kalau hari minngu, sebenarnya tiap hari juga sih hehehe'Anti Romantic Man : 'Jam 6 aku jemput di rumahm
Beberapa hari setelah aku dan mas Raka jogging bersama, mas Raka mengirim pesan mengajakku untuk makan siang bersama di sebuah restoran. Dan tentu saja mas Rakaa sudah mempunyai izin dari Papa dan Eyang. Aku berasa seperti kendaraan saja yang harus memiliki izin jika ingin di ajak jalan. Aku bersiap mematutkan diri di depan cermin melihat penampilanku apakah sudah rapi atau ada yang kurang. Ini kan pertama kalinya aku diajak makan sama cowok jadi sebisa mungkin jangan sampai malu maluin. "Rain, cepat turun ke bawah sampai malam pun kalau tetap menatap cermin itu, kalian tidak akan jadi pergi untuk makan siang" Eyang berkacak pinggang di depan pintu kamarku yang ku buka sejak tadi. Aku tersenyum pada Eyang. "Bagus gak Eyang? " Sambil ku memperlihatkan sisi samping kiri kanan juga belakang bajuku. Dress warna biru selutut dengan lengan pendek yang kupadankan dengan flat shoes. "Dandananmu sudah oke Rain. Hanya percaya dirimu saja yang kura
Monday morning,Aku bersiap ke kampus, Papa menawariku untuk berangkat bersama. Tapi ku tolak karena tahu Papa ada meeting pagi ini, tadi om bagas menelepon saat kami sarapan. Client dari luar negeri sudah datang, jadi Papa datang menyambut dan di lanjutkan dengan kerja sama.Aku tak punya bodyguard untuk menjaga dua puluh empat jam lagi. Jadilah aku pergi di antar sopir yang bekerja cukup lama di keluargaku, namanya mang Ujang."Udah siap, non?" Tanya mang Ujang padaku. "Sudah, mang" jawabku dengan senyuman. Aku berjalan masuk ke dalam mobil, terdengar klakson mobil begitu familiar di telingaku."Mas Raka..." gumamku. Sepagi ini mas Raka sudah datang ke rumahku. Pikirku mungkin ada janji dengan Papa, karena pagi tadi buru buru jadi lupa memberi tahu mas Raka kalau Papa sudah ke kantor."Bentar mang, Rain kasih tahu mas Raka dulu kalau Papa sudah berangkat ke kantor" aku mendapatkan anggukan dari mang Ujang.Gegasku lari menuju m
Aku mengganti bajuku dengan cepat, tak sampai sepuluh menit aku sudah turun ke ruang tamu. Aku hanya memakai dress bunga selutut berlengan pendek dan polesan make up tipis juga liptint. "Ha hai.. mas Raka. maaf nunggu lama" tiba tiba aku grogi berhadapan dengan mas Raka. "Hai Rain, kamu sibuk gak? aku mau ajak jalan, boleh?" aku memandang mas Raka, kemudian sebuah pertanyaan muncul di kepalaku. "Mas Raka ngajak malam mingguan eh maksudnya jalan. Emang pacar mas Raka bolehin ?" entah pertanyaan bodoh atau polos yang aku tanyakan. "Pacar? aku gak punya pacar Rain, dan wait kenapa kamu mikir kalau aku sudah punya pacar?" panggilan 'mas' yang dulu disematkan untuk diri mas Raka saat berbicara padaku kini hilang. "Bukannya mbak Risa sama mas Raka pacaran?" aku tak salahkan jika melihat bagaimana interaksi antara Risa dan mas Raka di mall waktu itu. "Jangan bilang kamu mikir aku pacaran sama Risa karena kita pernah ketemu di
"Siapa itu tadi Rain? Mantan Kamu?" Pertanyaan yang terucap oleh Reno setelah insiden bertemu mas Raka dan Risa. Aku masih menarik tangan Reno menjauh dari area bioskop. "Rain, kita mau kemana sih ini? bentar lagi filmnya mulai loh? Telat entar kita" aku berhenti berjalan. "Dia bukan mantanku, dan aku udah gak mood buat nonton. Sekarang aku lapar, dari pada aku makan orang mending kita cari makan. entar aku ganti deh uang tiket tadi" aku masih manyun sama Reno. Aku tahu Reno tak tahu apa apa tapi aku tak bisa merubah mood ku dengan bersikap baik baik saja setelah bertemu mas Raka dan Risa. "Ya udah ayo cari makan. Mau makan apa? Buruan takut ni aku entar kamu makan juga jadiin aku sashimi" dan tawa kami berdua pun pecah. Reno memang bisa merubah suasana meski dengan kata kata receh gak jelas sekalipun. * * * * * Kami memustuskan makan di restoran Jepang gegara Reno sashimi. "Kayaknya aku pernah lihat deh cowok tadi, tapi dimana
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Air mata yaang aku tahan sejak tadi tak bisa ku bendung. Awalnya aku hanya terisak tapi rasa sakit kehilangan itu pelan menjalar ke relung hatiku. Reno membawa tubuhku ke dalam pelukannya. Tangisan ini terdengar pilu mewakili perasaanku yang pilu. "Rain... nangis aja sepuasnya. Nanti ketika kita sampai, kamu gak boleh nunjukin sisi lemahmu yang ini. Karena Rainy yang aku tahu adalah gadis yang kuat" Tangisku semakin keras, kulepaskan rasa pilu yang menusuk dada. Aku menyesal tak mengucapkan kata terakhir atau pun pelukan terakhir. "Gimana ini Ren? aku belum sempat minta maaf, ngabisin waktu lebih lama bahkan aku gak sempat kasih pelukan hangat tuk terakhir kali sambil bilang betapa aku sayang banget sama Eyang. Selama ini aku yang bandel gak pernah nurut. Aku nyesel banget kenapa aku gak bisa jadi cucu yang baik" Reno semakin menenggelamkanku dalam pelukan di dadanya dengan satu tangannya dia mengelus punggungku.
Reno menepati janjinya itu. Yang mana dia akan menemui ku di sini meski dia repot sebagai mahasiswa lagi. Ternyata Reno cuti kuliah dan bukan sepertiku yang cuma menyandang gelar calon mahasiswa. Aku masih tak pernah menghubungi mas Raka, begitu pun Papa yang tak pernah memberi tahukan di mana keberadaanku. Ini bulan ketiga setelah aku di tinggal pulang oleh Reno. Seperti pagi ini dia sudah nyengir kuda saat mengunjungi ku. "Kenapa pagi pagi udah senyum gak jelas aja? Kangen akut ya sama aku?" Tanya ku sambil tersenyum yang ikut tertular dari Reno. "Ih... geer bener kamu. mana ada aku kangen ama kamu. Yang ada tu kamu yang kangen tingkat dewa sama aku" Reno membalas sambil memberikanku paper bag. "Apa ni?" Tanyaku penasaran. "Makanan dari Mami, takutnya kamu makin kurus di sini sendirian tanpa aku. Makanya sengaja aku minta Mami buatin makanan buat kamu" Aku langsung membuka isi paper bag, aroma harum masakan Tante Susan langsung m
Saat awal aku harus memeriksakan diri ke Dokter, Aku masih duduk di kelas IX. Diagnosa mengalami BPD yang aku tak paham itu apa. Semakin di perparah dengan aku yang pernah mengalami penculikan. Hingga aku menjadi PTSD.Papa dan Eyang yang tidak terlalu peduli padaku, memicu gangguan yang aku alami di usia yang belia. Belum sembuh aku dari gangguan 'Borderline', Trauma penculikan membuatku semakin parah.Hayalanku bertemu Mama, menciptakan pertemanan dengan Rara adalah 'side effect' yang aku tunjukkan. Karena takut semakin parah, Eyang membawaku ke psikiater mengobati dengan cara menghipnotis agar aku bisa melupakan semua kejadian yang pernah aku alami untuk mengurangi tindak 'aneh'ku yang lain.Yang sayangnya meski Eyang mencoba menghapus ingatanku yang menyebabkan aku trauma, semua sia sia. Membuat ingatanku tumpang tindih, aku semakin tidak bisa membedakan mana yang khayalan, ilusi, atau nyata. Dokter pernah menyarankan keluargaku untuk membawaku berobat secar
Apa yang akan kamu lakukan jika apa yang kamu alami selama ini ternyata tak semuanya benar tapi hanya khayalan bahkan imajinasi yang tercipta oleh traumamu? Seperti Fata morgana yang bersifat khayal atau tak mungkin tercapai.Papa dan Eyang kekeh mengatakan aku baik baik saja. Hingga aku sendiri mengatakan ingin beristirahat dari kekacauan yang aku ciptakan dan menghilang untuk selamanya jika mereka tak membantu dan mendukung dalam kesembuhan penyakit mental yang aku alami.Mas Raka menemuiku beberapa kali ketika aku di rawat di rumah sakit. Aku tak ingin berpamitan pada mas Raka secara langsung. Jujur berat rasanya mengatakan perpisahan secara langsung padanya. Aku tak mau terlihat cengeng di depannya. Aku ingin menjadi perempuan yang lebih baik untuk ku sendiri ataupun orang di sekitarku.Meski Papa tak pernah memberikan sikap baik pada mas Raka setiap menjengukku, mas Raka tak surut sedikit pun. Bahkan Papa pernah menampar pipi mas Raka, Tapi ia m
Hari ini Papa menyuruh mas Raka datang menemuiku. Alasanku ingin bertemu mas Raka karena ingin meminta maaf tentang kejadian di taman hiburan dan aku datang ke kantornya hingga terjadi kecelakaan, Karena aku tak mungkin keluar jadilah mas Raka yang datang ke rumah sakit. Sekitar jam sepuluh siang mas Raka datang. "Hai... Rain" sapa mas Raka sambil mengangkat tangan. Terlihat kaku saat mas Raka mengucapkan sambil memandang ke arahku juga ke arah Papa yang duduk di sofa sedang menontoh tv. Tadi mas Raka memasuki kamarku bareng Papa. Entah kebetulan atau Papa berbicara dulu dengan mas Raka. Ku lihat bibir mas Raka terluka dan sedikit memar yang masih tertinggal di wajah putihnya. "Pa... Papa gak maksud mau jadi pengawas Rain kan? Rain mau ngobrol berdua sama mas Raka doang loh Pa? boleh kan? Rain gak akan kabur kok" Aku menoleh ke Papaku yang seakan tak peduli dengan ucapanku. di anggap angin lalu atau radio rusak aku ini. "Pa.... please. bentar doang kok"
Suara detak jantuk dari patient monitor terdengar pertama kali di indraku. Aku yakin berada di Rumah Sakit dari bau yang menyeruak ke indra penciumanku juga warna ruangan yang dominan putih ini."Rain? Apa sudah bangun?" Ku lihat Papa bertanya menatapku di sampingnya ada Eyang juga. Ingin rasanyamenjawab namun tiba tiba rasa sakit menyerang kepalaku. Refleks ku pegang kepalaku. Aku yakin kain yang melilit din kepala ini adalah perban.Seorang dokter dan suster datang mendekati ku. Mereka memeriksa mata dan juga tubuhku. Kemudian Dokter mereka mengobrol dengan Papa dan juga Eyang."Jika ada yang sakit atau tidak nyaman bilang saja ya?" Itu yang di ucapkan Dokter sebelum keluar ruangan. Aku hanya memberikan anggukan sebagai jawaban."Pa.... Rain kenapa?" Papa mengernyitkan dahi menatapku. "Kamu gak gak pa pa kok Rain. Apa ada yang sakit?" aku mencoba mengumpulkan tenaga unuk berbicara."Pa, Apa Rain tidak waras atau sakit jiwa?" suaraku semakin lirih