Musuh yang Menjadi TemanTak terasa saat ini Sunan Zunungga telah memasuki kawasan Tirta Amerta. Tampak di muka, kolam kehidupan berkilau dengan air berwarna bening seperti kristal tatkala tepercik pantulan surya.Sunan memperhatikan sekelilingnya, ada banyak air mancur kecil di kolam ini dengan tumbuhan dan bunga-bunga liar. Serta merta, langkahnya mulai mendekati pelataran kolam dan meminum air bening dari mulut air mancur kecil yang mengalir. Sungguh terasa sejuk di kerongkongannya yang kering. Perutnya yang lapar telah terisi dengan air Tirta Amerta. Secara ajaib, rasa lapar itu juga berubah menjadi rasa kenyang yang nyaman. Apakah air ini memang benar-benar seperti yang dilegendakan?Tetapi inilah yang terjadi. Rasa kenyang yang dirasakannya bukanlah rasa kenyang karena kembung lantaran dipenuhi oleh air. Tetapi memang benar-benar rasa kenyang yang natural. Syukurlah. Sunan pun teringat pada sosok elang yang terluka. Kasihan juga burung itu, pasti saat ini elang besar itu san
Membuat RencanaSetelah ditinggalkan oleh elang besar, Sunan Zunungga merasa kewajiban moralnya telah terpenuhi. Kini saatnya ia mulai memikirkan kembali langkah-langkah apa yang harus diambilnya ke depan. Kembali ke tujuan awal yang sempat tertunda. Melanjutkan Biak Peri dan menjadi seorang Asta. Untuk ini tentu saja Nanzu harus membuat beberapa persiapan ulang. Termasuk menemukan kembali jejak para kawanan kelompoknya. Entah apa yang terjadi pada Tuba Lilin, Minak Hijau dan Pancah Ungu sekarang. Yah walaupun mereka sedikit ketus terutama Pancah Ungu, tetapi Nanzu menghargai kebersamaan mereka. Setiap orang memiliki sifat dan corak beragam. Itulah seninya berkelompok dan memiliki komunitas. Lagipula tak semua sifat mereka buruk, pada saat dihadapkan pada suatu masalah besar, perbedaan dan konflik akhirnya dapat melebur menjadi satu kerjasama. Ini telah dibuktikan pada saat mereka melawan elang berkepala sembilan tempo hari. Intinya hanya satu, persamaan tujuan! Di awal mereka te
Sebuah ArtiDi bagian lain Ranting Sembah…Lima orang peserta Biak Peri lainnya saat ini masih juga berjibaku dengan seekor kadal besar. Mereka adalah Bading, Badang Selatan, Kucul Rinci, dan dua orang lainnya.Mereka mengelilingi kadal besar berwarna coklat tua. Dari kepekatan aura makhluk mistik ini, mungkin berkisar antara 3000 tahun. Tetapi kadal mistik adalah salah satu makhluk mistik pemangsa yang lincah dan buas.“Keke Badang, awas kakimu!” Bading berteriak tatkala kadal coklat menjulurkan lidahnya yang bercabang dan mencoba menyerang ke arah Badang Selatan.“Kau Rinci bodoh! Cepat kau pancing kadal coklat itu ke arahmu. Dasar pengecut kau!” Kucul Rinci yang paling lemah dari mereka berlima hanya bisa menerima cacian dan makian. Tapi walaupun begitu ia sungguh tak mau menjadi umpan bagi si kadal buas.“Bading, kau serang dari kiri dan aku akan mengalihkan perhatian kadal jelek ini dari sini.”“Baik Keke Badang!” Bading dengan sigap melemparkan tombak kecil berjeruji dari kedu
Kadal BakarMinak Hijau dan Pancah Ungu yang memperhatikan Tuba Lilin membantu kelompok Badang Selatan, akhirnya turut pula bergerak. Kini, ada delapan Ashokans remaja silih berganti bertukar serang dengan seekor elang pejantan muda berkepala sembilan. Biasanya elang berkepala sembilan sangat buas terhadap daging makhluk yang hidup, tetapi entah karena musim kawin bagi mereka di mana saat ini yang sedang memasuki musim semi. Kawanan makhluk bersayap ini menjadi sangat sensitif terhadap bau-bauan yang menyengat.Bukankah elang berkepala sembilan betina juga memiliki bau aroma yang berciri khas? Bau khusus yang menguar dari tubuh mereka secara alami juga akan menarik elang pejantan dari segala penjuru untuk menawarkan cinta. Karena makhluk mistik elang berkepala sembilan memiliki daya penciuman yang sangat tajam. Selain penglihatan mereka yang utama. Bahkan, seekor elang pejantan berkepala sembilan dapat mengenal lawan dan mangsanya hanya berdasarkan bau-bauan saja.Makhluk ini juga t
Telepati“Minak, apakah kau juga menyaksikan apa yang sedang aku lihat?” Tuba Lilin bergumam pelan kepada adik seperguruannya Minak Hijau yang berjarak paling dekat dengannya saat ini.“Iya, Keke Tuba, aku juga melihatnya. Itu… yang di atas elang itu sangat mirip dengan Nanzu!”“Hahahaha...Kalian jangan bermimpi di siang bolong!” Badang berteriak kasar. “Mana mungkin bocah lemah seperti Nanzu menunggangi elang berkepala sembilan! Jika kalian ingin membelanya jangan terlalu berlebihan dan mengarang cerita omong kosong!”“Hei Bading! Bukankah kau juga melihatnya? Kita semua juga menyaksikannya. Elang berkepala sembilan yang sedang melintas tadi ditunggangi oleh Nanzu!”“Kita?! Kalian saja yang melihatnya! Kami tidak!”“Terserahlah, malas berdebat dengan orang-orang seperti kalian! Kami akan melanjutkan perjalanan lebih dulu!”Keempat remaja itupun akhirnya bergegas meninggalkan kekesalan mereka di belakang. Kucul Rinci yang terluka juga memutuskan ikut bersama rombongan Tuba Lilin, Min
KebersamaanDari atas tampak air terjun Pangkung mengalir deras. Elang berkepala sembilan yang membawa Sunan Zunungga mendarat di salah satu tepian sungai. “Igel, terima kasih kau sudah mengantarku. Aku akan menunggu teman-teman kelompokku di sini.”“Bocah Nanzu, aku akan pergi sekarang. Aku tak suka bertemu dengan temanmu yang sudah menusuk mataku. Jika kau membutuhkan bantuan, kau boleh memanggil diriku.”“Tetapi bagaimana caranya, Igel?”Huak huak “Kau sebut namaku tiga kali sambil menahan nafas. Aku akan segera mencarimu setelah menerima sinyal yang kau kirimkan.”“Terima kasih, Igel.” Dalam sekejap elang besar itu meninggalkan Sunan Zunungga yang berdiri di atas bebatuan tak jauh dari air terjun Pangkung. Dari tempatnya berdiri, Nanzu dapat menikmati kemegahan alami yang seolah bersinar putih. Mengalir gagah di antara cadas hitam yang curam dan licin.Aku akan menunggu Tuba, Minak dan Pancah Ungu. Kuharap mereka baik-baik saja. Nanzu akhirnya mengambil sikap duduk di salah sat
Kebersamaan II Dari kejauhan, Badang Selatan dan kelompoknya juga nampak menuju ke arah barat. Gemuruh air terjun Pangkung telah terdengar dari tempat mereka berdiri. “Suara ini, sepertinya kita sudah dekat dengan air terjun yang disebutkan dalam peta, Keke Badang.” Bading sesekali memperhatikan titik peta Ranting Sembah di tangannya. “Iya, kau benar. Ayo kita bergerak, sepertinya sedikit lagi kita sampai ke lokasi air terjun itu. Kebetulan aku juga ingin mandi. Sudah gerah rasanya bertarung dengan para makhluk jelek di hutan ini.”“Baik Keke.”Mereka berempatpun segera melanjutkan perjalanan. Sementara kelompok Sunan Zunungga dan yang lainnya mulai sibuk mengumpulkan beberapa potongan kayu dan dedaunan liar untuk dijadikan atap berteduh.Mereka membangun sebuah gubuk kecil untuk dijadikan sebagai penampungan sementara selama di Ranting Sembah. Sebuah kamp yang dirasa cukup aman bagi mereka untuk beristirahat dari serangan makhluk-makhluk hutan. Sunan Zunungga yang memiliki keahli
Putri SophiaSementara itu di negeri lainnya, negeri di mana kaum Lor berdiam.“Di mana Ayahku?” Istana batu atau tepatnya Coral Kastil itu begitu hening. Warna abu-abu tua mendominasi seluruh pahatan batu. Membentuk pola-pola menawan yang berbeda dari dimensi manapun.Langkah seorang gadis belia menjejaki lantai coral yang kokoh. Sedikit berlari kecil dengan langkah yang tergesa. “Maaf Putri, Sophia, Yang Mulia Hans Muda saat ini sedang memimpin rapat di aula dalam.”“Belum selesaikah? Sudah hampir dua jam Ayahanda belum keluar dari ruang membosankan itu. Apa beliau sudah lupa pada janjinya untuk berburu denganku.” Wajah cantik itu memberengut kesal. Siapa lagi kalau bukan si gadis manja, putri Sophia! Ia adalah putri tunggal Hans Muda, pemimpin kaum Lor saat ini. “Siapa yang berani membuat putri ayah kesal?”Tiba-tiba saja dari belakang, sosok Hans Muda keluar dari aula utama dan berjalan mendekati Sophia yang saat ini berdiri di lobi depan istana coral. “Ayah… Bukankah hari in
Portal Legenda II Sementara itu…Di salah satu sudut portal yang lain. Tepatnya di bagian barat gerbang portal. Ada sebuah dasau yang sedikit berbeda. Letaknya sangat tersembunyi nan terasing. Tertutup tebal oleh kabut-kabut berwarna darah. Tak menyatu dengan keberadaan lainnya. Bahkan, aura yang melintas terasa kental dan menusuk. Menyisakan bayang-bayang kehampaan. Seperti keheningan yang beraroma mistik. Meskipun dasau tersebut adalah bagian dari portal, namun kepekatan udara yang mengalir di dalamnya mengandung esensi dan sensasi yang sulit dijabarkan. Menghentak berat dengan tekanan asing yang membuat sesak. Gravitasi mengikat berkali lipat hingga menghunjam langkah siapapun seperti menarik beban ratusan kilo! Anehnya lagi, lapisan udara maupun aura yang memancar dari dasau portal seperti tak menyatu dan terhalang dinding sekat transparan. Seolah satu tapi terpisah. Satu bagian tapi berbeda. Dari kejauhan, di balik kabut berwarna darah, dasau ini terlihat rimbun dengan kulat-
Portal LegendaPortal di dalam portal. Inilah portal legenda tempat bersemayam kekuatan kuno sejati Ashok. Sebuah lembaran rahasia yang tak terpetakan. Di mana ruang dimensi waktu seolah tertahan. Bergerak mengaliri siklus keajaiban yang eksentrik.Tepat di antara ruang tersembunyi tersebut, ada sebuah gerbang berlapis membentuk jejaring. Menyerupai mulut gua dengan ikatan kokoh yang bersinergi. Semakin merambah ke arah dalam, para ksatria akan mendapati rimbunan hutan yang berbeda dari hutan yang pernah ada. Sama sekali tak ada pepohonan besar dengan dedaunan yang rindang dan menghijau. Hutan apakah ini? Tak ada cicitan burung ataupun gemerisik liar kaki-kaki rusa dan kelinci. Juga tak ada hentakan kasar kepak elang besar yang berkuasa. Penuh keheningan!Namun, ketika kaki menapak lebih jauh, mulai terdengar gemericik berupa tetesan-tetesan air yang menggumpal deras. Jatuh berhamburan membentuk irama simfoni dalam kesejukan. Sementara, langit yang menjadi tempat bernaung dikelilin
Puing-puingBeberapa waktu setelah penyerangan bangsa Lor.Pada akhirnya, yang tersisa dari sebuah peperangan hanyalah reruntuhan dan luka. Fisik dan mental. Puing-puing kesedihan yang tak dapat diwakilkan oleh apapun. Bahkan tidak oleh ratapan air mata! Karena rasa kehilangan itu, kehancuran itu, amarah itu, dan kesakitan itu terlalu dalam menoreh trauma yang tak bisa dipulihkan. Terkadang mata hanya bisa memandang, namun hati lebih terasa mati tatkala keserakahan makhluk mengalahkan nurani! Seperti mereka! Ya mereka! Bangsa-bangsa penjajah yang merasa menjadi bangsa pilihan dan penakluk atas yang lemah! Bangsa yang tak mengenal hakikat kebaikan apalagi hati nurani. Ketika pihak lain hanya dianggap sebagai binatang, penghalang ataupun kasta terendah maka seberapapun kehancuran dan pengambilan paksa hak mereka yang tertindas adalah sesuatu yang lumrah bahkan patut untuk diperjuangkan. Sebuah krisis ekstrem pemahaman akibat ideologi buta. Inilah pencerminan bangsa pilihan yang narsis
Kembalinya Tuba LilinMasih di hutan hujan…Sudut rahasia hutan pelangi terbelenggu oleh gerimis yang menitik satu-satu. Jauh dari hiruk pikuk pertempuran. Tak lebih suasana hutan alami yang misterius dengan segala rahasianya.“Aku ingin kembali pada saudara-saudaraku...”Sebuah gumaman pelan terdengar sedikit lirih. Tuba Lilin yang telah menyatu dan mendapat kekuatan Agra dari makhluk mistik bertaring macan perak 10.000 tahun saat ini sedang berkomunikasi secara intens dengan Agra pendampingnya. Jika seorang Asta dinaungi oleh makhluk mistik pendamping berusia setidaknya 10.000 tahun, mereka mampu melakukan komunikasi satu sama lainnya, di mana hal ini tidak dapat dilakukan oleh Agra pendamping di bawah usia tersebut. Sehingga para Agra pada tingkatan ini juga dapat bertindak sebagai pembimbing sejati bagi para Asta mereka. Demikian juga yang berlaku terhadap Tuba Lilin. Dirinya dan Agra macan perak dapat berbicara satu sama lain tak ubahnya percakapan antar teman, bahkan pula seora
Penyerangan Mendadak VI“Kau!”Hans Muda berdiri tak jauh sembari memperhatikan puluhan bahkan ratusan pisau apinya yang melesat deras. Namun, kesiagaan penuh Ratu Violet Saga benar-benar sempurna. Sehingga tubuh gemulainya secara spontan berkelit dengan lincah. Tatapan tajam Ratu Ungu terlihat nanar. Pada saat bersamaan sebuah trisula angin tercipta dari telapak tangannya dan menancap tepat ke salah satu jantung pasukan Rhoaa yang mencoba menyerangnya dari arah belakang dengan membabi buta.Tak cukup sampai di sini, mengetahui serangan beruntunnya dapat dipatahkan, Hans Muda segera melompat ke udara dan membentuk pusaran merah berkilau. Sebuah tendangan berlapis yang dialiri oleh inti api merah! Seketika debu-debu berhamburan. Partikel debu terapung yang terbentuk berhawa panas menyengat. Terasa padat di udara. Mengincar setiap kesempatan untuk melakukan serangan telak mematikan. Ratu Violet Saga, dengan kekuatan sihir ungu mencabik udara Ashok dengan pusaran angin ungu yang dialir
Penyerangan Mendadak VTubuh Asta Manta beterbangan menjadi abu putih yang melayang. Nyatanya kekuatan Agra kenari bermahkota emas tak mampu menahan serangan penuh Hans Muda dari jarak dekat. Kini, setengah dari kekuatan Agra milik Asta Manta perlahan menyatu dengan dinding portal dimensi. Hal ini disebabkan, setiap Asta yang melepas jiwa, maka ikatan sumpah dengan para Agra mereka pun akan terlepas. Tampak di udara Ashok dan terus mencuat ke atas langit tosca yang teduh, siluet Agra kenari emas mewujud bayangan untuk terakhir kalinya sebagai bentuk penghormatan tertinggi dan perpisahan terakhir terhadap ksatria Asta pemiliknya. Siluet itu berwarna keunguan bercampur rona keemasan. Dari balik dinding kabut energi Ranting Sembah, Tetua Utara yang menyaksikan ini hanya bisa tersedu. Nyatanya, menangis bukanlah bentuk kelemahan, melainkan kekuatan untuk mengungkapkan perasaan terdalam seseorang. Bora, merasakan relung dadanya sesak, bukan karena oleh luka dalam yang dideritanya tapi mur
Penyerangan Mendadak IVDari arah depan, Asta Selatan yang juga merangkap sebagai Komandan Asta Penjaga kini berhadapan langsung dengan salah satu Komandan Tinggi bangsa Lor. Aura pekat Agra beruang coklat menggelegar. Langit dimensi dipenuhi oleh siluet keunguan yang memancarkan tingkatan energi berlapis. Begitupun dengan cakaran dan tendangan maut Komandan bangsa Lor yang terkenal gesit. Serangan demi serangan bertukar hebat satu sama lain. Keduanya saling mencoba membaca arah dan mencari celah. Seimbang! Sementara di sebelah sisi barat dan timur benteng, Asta senior Timur dan Asta Barat juga tak kalah sibuk menghadang masing-masing Komandan Tinggi bangsa Lor yang menggempur dengan sengitnya. Hal yang sama juga terjadi dengan Asta Tenggara. Tetapi, Asta Timur sepertinya sedikit terdesak. Kekuatan musuh mulai merangsak masuk dengan cepat. Banyak korban berjatuhan dari prajurit Asta penjaga tingkat rendah. Kebanyakan dari mereka adalah Asta dengan Agra berusia 2000 dan 3000 tahun. D
Penyerangan Mendadak IIIDari atas benteng, Pemimpin Utama dimensi menatap tajam pemandangan di bawahnya dengan geram. Asta Selatan yang berjarak paling dekat dengan sisi gapura depan segera melompat turun. Sebuah tendangan keras menghambur dan mengenai beberapa kepala pasukan Rhoaa sekaligus yang sedang berjejer di muka gapura. “Kaum Lor terkutuk! Aku Asta Selatan yang akan melawanmu!”Asta Selatan sendiri adalah salah seorang Komandan Tinggi di dimensi Ashok dengan kekuatan Agra mistik bertaring beruang coklat berusia 6000 tahun. Kemampuannya sebagai Komandan tinggi Asta penjaga tak bisa diragukan lagi. Tak heran, karena menyandang nama besar inilah yang membuat Bading dan Badang Selatan seringkali bertingkah arogan di hadapan para Ashokans muda lainnya. Bola-bola api Hans Muda mulai meratakan beberapa Asta yang berjaga di garis depan. Tubuh mereka serta merta terbakar dan hangus dilahap inti api merah menyala dari elemen makhluk setengah vampir dan bangsa Coron tersebut. Menyaksi
Penyerangan Mendadak IIAaww!Ketika dirinya sedang sibuk merakit beberapa perangkap, tiba-tiba saja Nanzu secara spontan menarik telunjuk kirinya, sebuah cabang kecil menusuk jari itu hingga sedikit mengeluarkan darah.“Ada apa, Nanzu?”“Tidak apa-apa, Keke Minak. Aku saja yang kurang berhati-hati, entah mengapa beberapa waktu ini perasaanku sedikit tidak nyaman.”“Apa karena kita yang baru saja kehilangan Keke Tuba?”“Mungkin juga, Keke. Hanya saja, belakangan ini diriku sering teringat dengan keluarga di sentral dasau. Tiba-tiba saja, wajah Garde Manta selalu membayang di benakku, Keke.”“Hemmm, setelah apa yang kita lalui, sangat wajar jika kau merindukan kampung halaman di sentral dasau, Nanzu. Kitapun demikian.”“Semoga mereka dalam keadaan baik-baik saja, Keke.”“Iya...Kita juga berharap hal yang sama, Nanzu.”Sementara itu, di sentral dasau dimensi Ashok. Tepian perbatasan terasa lengang meskipun penjagaan portal tetap berjalan seperti biasa. Beberapa Asta penjaga bergantian