Kebersamaan II Dari kejauhan, Badang Selatan dan kelompoknya juga nampak menuju ke arah barat. Gemuruh air terjun Pangkung telah terdengar dari tempat mereka berdiri. “Suara ini, sepertinya kita sudah dekat dengan air terjun yang disebutkan dalam peta, Keke Badang.” Bading sesekali memperhatikan titik peta Ranting Sembah di tangannya. “Iya, kau benar. Ayo kita bergerak, sepertinya sedikit lagi kita sampai ke lokasi air terjun itu. Kebetulan aku juga ingin mandi. Sudah gerah rasanya bertarung dengan para makhluk jelek di hutan ini.”“Baik Keke.”Mereka berempatpun segera melanjutkan perjalanan. Sementara kelompok Sunan Zunungga dan yang lainnya mulai sibuk mengumpulkan beberapa potongan kayu dan dedaunan liar untuk dijadikan atap berteduh.Mereka membangun sebuah gubuk kecil untuk dijadikan sebagai penampungan sementara selama di Ranting Sembah. Sebuah kamp yang dirasa cukup aman bagi mereka untuk beristirahat dari serangan makhluk-makhluk hutan. Sunan Zunungga yang memiliki keahli
Putri SophiaSementara itu di negeri lainnya, negeri di mana kaum Lor berdiam.“Di mana Ayahku?” Istana batu atau tepatnya Coral Kastil itu begitu hening. Warna abu-abu tua mendominasi seluruh pahatan batu. Membentuk pola-pola menawan yang berbeda dari dimensi manapun.Langkah seorang gadis belia menjejaki lantai coral yang kokoh. Sedikit berlari kecil dengan langkah yang tergesa. “Maaf Putri, Sophia, Yang Mulia Hans Muda saat ini sedang memimpin rapat di aula dalam.”“Belum selesaikah? Sudah hampir dua jam Ayahanda belum keluar dari ruang membosankan itu. Apa beliau sudah lupa pada janjinya untuk berburu denganku.” Wajah cantik itu memberengut kesal. Siapa lagi kalau bukan si gadis manja, putri Sophia! Ia adalah putri tunggal Hans Muda, pemimpin kaum Lor saat ini. “Siapa yang berani membuat putri ayah kesal?”Tiba-tiba saja dari belakang, sosok Hans Muda keluar dari aula utama dan berjalan mendekati Sophia yang saat ini berdiri di lobi depan istana coral. “Ayah… Bukankah hari in
Penaklukan Dimensi TredorDimensi Tredor. Sebuah tempat yang berbeda dari dimensi lainnya. Para kurcaci dan liliput dengan ukuran tubuh mini mendiami hampir seluruh hutan yang tersebar luas di berbagai sudut dimensi. Mereka membangun koloni di dalam tanah, dengan menjadikan pohon-pohon besar sebagai gerbang masuknya. Ada yang berbeda dengan dimensi ini, baik rerumputan dan bunga-bunga liar, terlebih pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang wilayah, memiliki ukuran yang super dari tanaman kebanyakan di dimensi lainnya. Bunga rumput putih yang cantik, tumbuh menjulang setinggi kurcaci dewasa, dan ini hanya setinggi satu hasta saja. Semak belukar yang menjulang, lebih seperti hutan hijau dengan dedaunan tinggi. Dan pohon-pohon yang tumbuh, hampir rata-rata berukuran diameter tiga atau empat hasta dengan ketinggian hampir menjangkau awan.Walaupun begitu, dimensi Tredor adalah dimensi yang sangat aman bagi para kurcaci. Semua makhluk yang hidup di dalam hutan tidak pernah menggangu komuni
Portal yang TerbukaKembali ke Ranting Sembah.Sunan Zunungga dan ketiga remaja Ashokans lainnya mulai menyusuri sisi hutan terdalam dari bagian barat hutan ini. Suara makhluk-makhluk yang bersahutan ramai terdengar. Mulai dari kawanan monyet hingga suara jangkrik liar. Di bagian hutan yang mereka lalui, ada semacam lorong lurus di depan mereka yang terbentuk dari semak belukar yang merapat. Tanda tak ada Ashokans yang mengambil rute tersebut sebelumnya.“Kita ambil jalur ini?”Yang lainnya tanpa banyak bicara langsung mengikuti langkah yang mencoba menerobos pekatnya semak-semak itu. Dahan kayu dan senjata pedang dan tombak mereka gunakan untuk membuka jalan.Sesekali lengan mereka tergores sayatan daun semak yang sedikit tajam hingga meninggalkan bercak merah yang sedikit gatal.“Hati-hati, teman-teman. Kita tidak tahu jenis planta-planta liar ini apakah memiliki racun atau tidak.” “Nanzu, ini bubuk obat dari dasau kami, lenganmu banyak tergores daun tajam dan ranting.”Pancah men
Telur yang Bukan TelurPerlahan tapi pasti langkah para Ashokans muda menapak alam baru tanpa peta. Menyibak gundukan dedaunan kering yang tebal dengan sikap waspada. Mereka berjalan beriringan agar tak ada yang tertinggal dari kelompok. Saling menjaga satu sama lain. Sambil sesekali memberi bekas petunjuk untuk meninggalkan jejak nantinya.“Nanzu, apa kau masih ingat titik di mana tadi kita datang.”“Sebenarnya masih agak samar, tapi aku yakin kita bisa kembali, dengan mengikuti jejak yang kita buat ini.”"Baiklah.”Merekapun terus melangkah, tetapi hutan itu seperti tak berujung. Selain jalanan pekat tanpa cahaya yang berarti karena dedaunan yang terlalu rimbun dan pohon-pohon yang berukuran terlalu besar dan rapat.Cukup lama kelima langkah Ashokans muda itu tak kenal lelah, terus bergerak hingga akhirnya….“Aku sudah lelah. Kakiku terasa kram teman-teman.” Kucul Rinci terengah menghentikan langkahnya tiba-tiba. Dan ini diikuti juga oleh yang lainnya.“Kau benar, Rinci. Aku juga…”
Penguasa Negeri AsingSaat ini di dimensi Tredor begitu porak poranda. Seluruh pasukan kurcaci dewasa semuanya tewas dengan keadaan mengenaskan. Hanya tersisa beberapa liliput saja. Itupun sekedar untuk dijadikan koleksi hidup di Kastil Bintang.Salah satunya adalah ketua suku, si penyihir topi rumbai. Namun, tak ada bangsa Lor yang mengetahui hal ini. Dirinya dan beberapa kurcaci lain, tergeletak tak berdaya dan terikat oleh tali sulur sihir.“Cepat carikan di dalam setiap rumah mereka, peta bintang putih.” Hans Muda memerintahkan seluruh pasukannya menggeledah setiap rumah yang ada untuk mencari keberadaan sebuah peta.Peta ini bernama Bintang Putih. Satu dari sekian banyak harta karun bangsa liliput yang berisi pemetaan sihir di berbagai portal.Kaum mereka, dianugrahi kelebihan yang unik, mereka dapat memetakan berbagai wilayah portal di banyak dimensi. Dan Hans Muda sangat mengincar benda ini.Tentu saja untuk memperluas dan memenuhi rasa serakahnya terhadap penaklukan yang tanp
Lembah AjaibDengan tangan masih memegang telur biru tua, Sunan Zunungga memimpin langkah keempat Ashokans lainnya menapak hutan pekat lebih jauh. Mencoba mencari ujung dengan mengandalkan cahaya keemasan yang dipancarkan benda unik tersebut.Cahaya itu tak lagi terasa panas di tangan Sunan Zunungga seperti di awal. Tetapi lebih lembut dan bersahabat. Satu-satu kaki mereka menyibak dedaunan kering yang gugur, dengan langkah sedikit dipaksakan karena keadaan mereka yang memang sudah didera rasa lapar dan haus. Tanpa mereka sadari, terutama Nanzu, guratan halus bersinar di telur biru tua itu ternyata seperti akar yang hidup. Dan garis-garis itu entah bagaimana menyelinap masuk melalui pori kulit Sunan Zunungga yang terbuka oleh keringat dan yang akhirnya menyatu di urat nadinya. Tetapi tak ada perubahan apa-apa pada Sunan Zunungga. Tak ada rasa sakit, atau rasa apapun lainnya yang aneh.Setelah hampir menempuh puluhan depa perjalanan, akhirnya mereka mendapati cahaya di langit yang l
Lembah Ajaib IIKarena kedatangan makhluk besar berleher panjang itu, Sunan Zunungga kaget secara spontan hingga tak sengaja melepaskan pegangannya yang licin pada sebuah celah cadas yang tajam. Tangannya masih berusaha menggapai bagian-bagian kasar dari karang tetapi pegangan itu tak cukup kuat menahan tubuhnya, hingga akhirnya jari-jari yang bergesekan itu terlepas.Sunan Zunungga terjatuh ke dasar jurang!Ketinggian itu masih berkisar antara dua puluh atau tiga puluh depa ke bawah. Sehingga jika tubuh kasar terjatuh akan sangat berakibat fatal.Minimal dengan tubuh remuk atau tulang-tulang yang hancur. Terlebih, di dasarnya adalah pelataran batu-batu yang membentuk lantai alami dengan tinggi rendah yang tak rata.Histeris!Tentu saja! Saat ini seluruh Ashokans muda berteriak menyaksikan Nanzu yang terjatuh bebas seperti kelapa yang dipetik dan dilemparkan dari ketinggian.Sebagian memalingkan wajah karena tak sanggup jika harus melihat tubuh temannya yang hancur! Karena semenjak