Home / Rumah Tangga / SUMPAH PELAKOR / Dosa yang Terulang

Share

Dosa yang Terulang

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-12-20 17:07:52

“Oke, Mas, udah setengah jam lebih aku dengerin cerita kamu. Tahu, nggak, berapa kerugian yang aku alami demi kamu, loh?” Anita beranjak dari ranjang. Ya, semula mereka di sofa, dan perlahan-lahan menuju kasur, meski tanpa melakukan hal apa pun.

“Nita, baru juga setengah jam kamu udah nggak betah.” Aziz belum mau kehilangan kesempatan bersama Anita. Bagaimanapun tekadnya sudah bulat hari ini untuk mendapatkan hati mantannya lagi.

“Ada kerjaan, kamu juga harus pulang, kan, Mas. Ini udah jam dua siang loh, bukannya jam lima udah di rumah.”

“Sudah Mas, bilang, hari ini semua hanya untuk kamu.”

“Manis banget, tapi aku nggak percaya.” Anita merapikan rambutnya yang berantakan. Tak lupa bibirnya ia kulum agar basah secara alami. Hal yang membuat Aziz menelan ludah.

“Kenapa nggak percaya sama, Mas?” Tatapan mata lelaki itu begitu sangar menelisik lekuk tubuh Anita.

“Jelas kamu tahu jawabannya, Mas.”

“Haira.”

“Nah itu dia. Pagar kita ketinggian, loh.”

“Kamu mau Mas apakah dia?”

“Nggak usah diapa-apain, lagian kita cuman mantan.”

“Nggak, Mas masih anggap kamu pacar, kita nggak pernah putus, Nita.”

“Eling, Mas, ingat umur.” Anita memakai high hellsnya. Aziz menghela napas panjang. Ia akan coba merayu Anita sekuat tenaga.

“Kalau Mas ceraikan dia, gimana?” Lelaki itu mengikuti langkah Anita sampai di depan pintu dan jelas ia tak memberikan izin mantannya untuk pulang.

“Emang kamu berani, Mas, dari dulu juga anak Mama. Jurusan kuliah, tempat kerja, sampai gajian pun dikasih ke Mama,” cemooh Anita terang-terangan.

Harusnya harga diri Aziz sebagai lelaki sejati terluka, tapi sekarang ia sedang menanggalkan kesejatiannya.

“Seperti yang Mas bilang, kita abaikan Ibu dan semuanya sekarang, hanya ada kamu dan Mas.”

“Bohong.” Anita geser ke kiri, Aziz ikut, ke kanan pun demikian.

“Ck, kasih aku jalan pulang.” Anita berpura-pura ngambek.

“Nggak, sebelum kamu bilang iya, Anita.”

“Maksa banget, deh!”

“Tolong!”

“Memelas, sejak kapan?”

“Sejak kita pisah, Mas kehilangan arah.”

“Istri kamu perempuan soleha, loh, Mas, nggak takut karma?”

“Peduli setan!”

“Ya ampun, ini, sih, setan juga udah nyerah godain kamu, Mas.” Senyum wanita itu antara menghina dan merasa sebagai pemenang.

“Iya, Nita, iya, biar kamu puas, godaan kamu lebih memikat daripada godaan setan, tolong jangan pergi.” Aziz menahan tangan Anita.

“Oke, Mas,” jawaban Anita tidak jelas. Entah apa yang dia iyakan.

Tanpa rasa malu sama sekali, Aziz memeluk tubuh molek Anita sekuatnya, takut mantan yang kini ia anggap sudah jadi kekasih pergi lagi.

“Mas, lepasin, aku nggak bisa napas!”

“Nggak, nanti kamu pergi!” Perlahan-lahan Aziz mendorong tubuh Anita terus-menerus ke belakang.

Hingga pada akhirnya mereka terhenti di tepi ranjang yang sama. Pengusaha skin care itu terjatuh di kasur dengan sprei dan selimut putih.

Tatapan keduanya sama-sama dipenuhi hawa nafsu. Anita tertawa dalam hati karena begitu mudah ternyata membuat Aziz bertekuk lutut padanya.

Lalu dosa yang sama lima tahun lalu itu pun terulang lagi. Helaian baju yang terjatuh di lantai menjadi bukti bahwa keduanya sama-sama tak tahu malu dan sedang menabur karma di kemudian hari.

Tidak ada kesenangan haram yang tidak mendapat balasan. Apalagi jika membuat air mata seorang hamba yang taat sampai harus jatuh dan menahan sesak di dada. Kedua pasangan tanpa ikatan pernikahan itu sama-sama mereguk kenikmatan semu hingga tak tahu waktu.

“Ya ampuuun udah sore aja.” Anita melirik arloji yang jatuh di atas lantai.

“Emang mau ke mana? Bukannya kamu, bos, ya?” Pancaran mata Aziz kini penuh dengan kebahagiaan setelah bersama dengan kekasihnya.

“Kayaknya aku ada janji, deh, Mas, sama orang. Aku pergi duluan, ya.” Anita memakai bajunya cepat-cepat.

“Aku antar, ya.”

“Nggak usah, pulang sana ke rumah, aku bisa balik sendiri” Selesai, Anita hanya perlu menyisir rambutnya saja. “Bye, Mas, nanti aku telpon.” Terburu-buru wanita penggoda itu pergi dan memakai hellsnya.

Aziz tersenyum lebar sekali. Selama lima tahun lebih baru kali ini ia merasa bahagia yang berlipat ganda. Lebih parahnya ia dapatkan dari perempuan lain. Karena ia masih merasa melayang, Aziz pun memejamkan mata. Lalu tak terasa detik berubah menjadi menit serta jam dan ketika ia bangun, hari sudah jam sepuluh malam saja.

“Hah, Anita.” Nama itu yang pertama kali ia ucapkan. “Oh, iya, dia udah pulang.” Sesaat lelaki pengecut itu lupa sudah punya anak istri.

Dengan santai ia mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Berpakaian sejenak dan merapikan diri lalu check out meski belum sampai batas waktu.

Tempat yang ia tuju pertama kali yaitu rumah makan karena perutnya merasa lapar. Perlahan-lahan kesadaran Aziz datang sepenuhnya dan ia teringat tadi pagi meninggalkan Haira, Yoga, serta ibunya dalam keadaan tak sadarkan diri.

Aziz melihat arloji sudah jam sebelas lewat. Saat ia hidupkan ponsel, rentetan pesan masuk. Banyak sekali dari Haira. Tapi pesan yang ia baca pertama kali justru dari Anita. Mereka berdua berbasa-basi layaknya anak baru mengenal cinta.

“Mama harus operasi pasang ring,” gumam Aziz ketika baru saja membaca pesan dari istrinya. Ada banyak keluhan dan permohonan. Tapi hati itu serasa membatu.

Meski demikian lelaki tersebut tetap mengarahkan mobil ke rumah sakit tempat ibunya dirawat. Tak ia tanya istrinya sudah makan atau belum. Apalagi menanyakan keadaan Yoga.

“Haira,” ucap Aziz ketika membuka kamar tempat ibunya dirawat.

“Mas, kamu dari mana, kenapa jam segini baru pulang?” Mata Haira sudah terlihat sembab.

“Ada rapat di luar kota, ini juga baru selesai dan langsung ke sini. Ibu gimana?”

“Ya, seperti di pesan tadi, Mas, Ibu harus operasi. Haira belum bisa ambil keputusan, soalnya—”

“Kamu gimana, sih? Kan, Mas, udah bilang ambil aja keputusan sendiri. Ini soal Ibu, loh, Haira. Mikir donk!” Aziz bersuara cukup lantang.

“Mas, pelan-pelan, nanti Ibu bangun,” ucap Haira sambil memberi isyarat diam. “Haira nggak bisa ambil keputusan soalnya biaya pasang ring jantung mendekati enam puluh juta, Mas, dan pasangnya juga nggak satu aja. Di ATM juga kalau ada uang, kan, nggak bisa tarik sekaligus.” Wanita itu tetap sabar meski baru saja dihardik oleh suaminya.

Aziz terdiam mendengar angka yang disebutkan oleh istrinya. Pekerjaannya memang bagus, gajinya memang tetap. Tapi uang sebanyak itu ia tidak punya. Menjual mobil pun rasanya tidak akan bisa cepat.

“Mas,” panggil Haira perlahan.

“Bisa diem, nggak. Mas lagi mikir dapat uang dari mana?” Memerah wajah lelaki itu. Beberapa jam lalu ia bahagia, dan kini Aziz sudah pusing lagi. Ponselnya kembali bergetar, tapi Aziz abaikan.

“Emas kamu ada, Haira, setahu Mas kamu punya simpanan.”

“Ada, Mas, tapi nggak banyak, kalaupun diuangkan paling dapat 10 jutaan aja.”

“Ya udah, besok kamu jual dulu, sisanya Mas pikirin. Haaah, ada aja masalah, udah tua juga.” Aziz menyugar rambutnya.

Dalam hati Haira istighfar karena pertama kali melihat suaminya kasar dengan ibu sendiri. Lelaki itu mengeluarkan ponsel lalu setelah itu menuju kamar mandi.

Beberapa kali ponsel suaminya bergetar hingga membuat Haira penasaran. Dibukalah pola kunci yang ia ketahui. Hal pertama yang Haira temukan adalah chat mesra antara Aziz dengan nomor yang belum disimpan. Seketika denyut jantung Haira bedebar luar biasa.

Bersambung …

Related chapters

  • SUMPAH PELAKOR   Bingung

    “Kamu ngapain lihat-lihat punya orang.” Aziz datang dan merampas ponsel di tangan Haira begitu saja. Wanita berjilbab lebar itu menelan ludah. Meski baru sebentar, pesan mesra itu sempat ia baca. Dengan jelas Aziz mengetik, bahwa ia tak pernah mencintai Haira. Ibu satu anak itu hanya memandang punggung suaminya yang baru saja masuk ke kamar mandi. Haira tarik napas dan menenangkan diri sejenak. Saat ini yang harus dipikirkan ialah kesembuhan ibu mertua yang masih tidur lelap. “Besok aku harus jual perhiasan dulu. Setelah ibu sembuh kita harus bahas chat mesra kamu, Mas.” Haira mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia baik-baik saja dan harus mendahulukan yang namanya skala prioritas. “Haira, Mas pulang dulu, ya, mau tidur, capek, ngantuk,” ucap Aziz tanpa ada rasa peduli dengan ibunya sendiri. “Mas, jemput Yoga sekalian gimana? Dia di kosan sama Haima. Kasihan, loh, dari tadi nanyain kamu,” ucap Haira meski hatinya masih berdesir dipenuhi kemarahan tak terucap. “Udah, sama adik

    Last Updated : 2024-01-31
  • SUMPAH PELAKOR   Kasmaran

    Sampai di rumah Aziz memeriksa ponselnya lagi. Dikirimnya pesan untuk Anita tapi tidak ada balasan sama sekali. Kemudian lelaki itu menghela napas pendek. “Mau cari ke mana uang sebanyak itu, ya? Haira, sih, coba dari dulu daftarin asuransi buat kami, pasti nggak bakalan bingung jadinya!” gerutu Aziz sambil melepas baju. Ia ambil baju kaus dan celana pendek. Rak di meja rias menjadi incaran lelaki itu. Benda yang ia cari sudah ditemukan. “Ini perhiasan waktu aku jadikan mas kawin dulu. Mau nggak ya dijual.” Agak ragu Aziz, sebab kata ibunya mahar menjadi milik perempuan sepenuhnya. Belum pernah dijual oleh Haira. Tapi emasnya juga tidak bertambah sebab uang belanja dari Aziz pas sekali untuk satu bulan. Sisa lebihnya dipegang oleh dirinya sendiri. “Ah, istri harus nurut sama suami. Kalau nggak mau aku ceraikan sekalian.” Perhiasan itu diletakkan kembali di dalam laci. Lelah karena selesai berpetualang cinta dengan Anita sore tadi, ia pun terlelap tanpa memikirkan ibu, istri, juga

    Last Updated : 2024-02-02
  • SUMPAH PELAKOR   Terjerat

    Anita meninggalkan Aziz di tempat mereka janjian tadi pagi. Lalu ia memikirkan tentang pinjaman uang yang dibutuhkan kekasihnya itu. “Lima puluh juta, itu nggak sedikit, Mas, tapi kapan lagi coba aku bisa ngatur kamu,” gumam Anita sembari membuka saldo m bankingnya. Ada beberapa ratus juta hampir M dari hasil menjual skin carenya yang booming di pasaran. Namun, itu belum dikurangi dengan nilai untuk menggaji karyawannya beberapa hari lagi dan menanam modal untuk membuat varian produk baru. Anita harus berhati-hati, takutnya lima puluh juta lepas dan Aziz tetap bersama Haira hanya agar ibunya baik-baik saja. “Aku nggak bisa rugi walau dikit, Mas. Selain uang, aku juga harus bisa dapatkan kamu dan Haira juga harus pergi jauh-jauh, udah gitu aja, simple, kan.” Anita menutup ponselnya. Dua orang karyawan yang duduk di kursi bagian depan hanya saling melirik saja. Yang mereka tahu bos mereka itu memang belum menikah. Namun, tak sampai pula memikirkan kalau Anita akan menjadi perebut k

    Last Updated : 2024-02-12
  • SUMPAH PELAKOR   Video Pribadi

    “Imah, sini kamu.” Darmadi memanggil pembantu yang sedang membersihkan meja makan. Lelaki itu membisikkan sesuatu, antara mereka berdua saja. Bukan urusan cinta terlarang, Darmadi tak suka pembantu. Tapi hal yang diminta cukup membuat Imah membelalakkan mata. “Saya takut, Pak.” Imah ragu-ragu menerima ponsel bosnya. “Buat saja apa yang saya suruh, nanti ada bonus buat kamu. Atau kamu saya pecat!” ancamnya. Imah tak punya pilihan walau ia sebenarnya sudah risih kerja di sana. Ponsel cadangan milik bosnya ia ambil dan diam-diam Imah membuka pintu kamar Anita. Tidak ada orang di sana, suara gemericik air terdengar. Imah membuka pintu perlahan dan mulai merekam Anita yang sedang tak menggunakan sehelai benang pun mulai dari guyuran shower hingga berendam di dalam bath tubh. Cukup, pembantu itu pun keluar dan menyerahkan rekaman pada bosnya. Tak luput beberapa lembaran merah ia terima dan lagi-lagi Imah harus tutup mulut soal permainan kotor Darmadi. Pengusaha itu memasuki kamar Ani

    Last Updated : 2024-02-13
  • SUMPAH PELAKOR   Wangi Parfum

    Aziz sampai di rumah sakit dan berniat mengungjungi ibunya sebentar saja. Tak lupa dia bawa perhiasan emas yang milik Haira yang harus dijual untuk menutupi biaya awal operasi. Secara kebetulan pula Aziz berpapasan dengan iparnya, Haima. “Mas, ini Yoga, aku mau ujian.” Tak perlu basa-basi Haima langsung memberikan anak itu pada papanya. “Eh, Ima, Mas nggak bisa, mau kerja.” Aziz tidak mengambil libur kantor hari itu. “Ya, aku ujian, emang Mas aja yang sibuk!” ketus gadis berseragam putih itu. Tak Ima lihat lagi ke belakang. Tadi malam ia sudah berusaha menjaga Yoga dengan baik bahkan sampai pelajarannya terganggu. “Susah ini. Kasih Haira aja udah.” Aziz menggandeng tangan putranya. Namun, saat ingin memasuki ruang di mana Ibu Mia dirawat, Aziz dihadang oleh security perempuan yang berjaga. Anak kecil di bawah usia dua belas tahun tidak boleh masuk. “Tapi saya harus ketemu sama istri saya,” ucap Aziz. Lalu security itu memanggil seseorang yang sudah disebutkan detailnya oleh Aziz

    Last Updated : 2024-02-15
  • SUMPAH PELAKOR   Anggur Merah

    “Pulang juga kamu akhirnya,” gerutu Aziz ketika Haira membuka pintu. “Ngapain aja, lama banget?” “Ya makanya disuruh gantian biar kamu nggak banyak curiga gini, Mas. Nggak mungkin di sana aku duduk santai sambil makan. Ini aja kalau Ima nggak datang Haira nggak bisa ke sini,” jawab wanita itu panjang lebar karena masih kesal. Baru pulang rumah berantakan, ayam dan nasi berserakan di lantai. Nasib baik Yoga sudah tidur dan Haira pun kebagian jatah membersihkan rumah karena diperintah oleh suaminya. Ibu satu anak itu melirik jam. Tidak terasa sudah pukul 02.30 saja, sedangkan Ima minta agar jam lima sore ia sudah di sana sedangkan perjalanan memerlukan wakut sekitar tiga puluh menit. Lelah rasanya tapi mau bagaimana lagi. Waktu yang ada digunakan Haira untuk makan sisa lauk milik Aziz yang ada meja. Setelahnya ia mandi dan memilah baju yang akan dibawa. Mungkin sekitar tiga hari lagi mertuanya akan membaik serta dibawa pulang. Sembari menunggu keputusan dari dokter kapan akan dipasa

    Last Updated : 2024-02-20
  • SUMPAH PELAKOR   Possesive

    Sebelum sampai di rumah sakit, Haira menjual perhiasan emas di toko langganannya. Total yang ia dapatkan sekitar 10 juta lebih. Aziz hanya meminta agar dapat 10 juta pas saja. Sisanya langsung cepat disetorkan tunai oleh Haira. Diam-diam ketika uang belanja ada sisa, selalu ibu anak satu itu menyimpannya. Dia bukan licik, hanya menuruti saran dari mertuanya saja. Selesai, Haira langsung menuju rumah sakit dan ia meminta agar Ima menjaga Yoga sebab sangsi dengan kemampuan Aziz menjaga darah dagingnya sendiri. Tinggalah Haira dan Ibu Mia berdua saja. Uang 10 juta disimpan rapi di dalam tas. Wanita bergamis panjang itu duduk diam sambil menonton televisi. Kebetulan pula yang ia saksikan infotainment yang menayangkan berita perselingkuhan artis. Seketika wanita itu teringat dengan pesan mesra di ponsel Aziz. Parfum yang dibeli dengan harga lumayan, serta ketidak pedulian suaminya pada ibu sendiri. “Kamu berubah, Mas. Memang, sih, dari dulu cuek, tapi ini udah kelewatan. Pasti ada seba

    Last Updated : 2024-02-22
  • SUMPAH PELAKOR   Kunjungan

    Anita melihat kotak parfum yang akan diberikan Aziz padanya masih tertinggal di ruang kerja. Ide gila melintas di kepalanya. Bos skin care itu mengemas dengan rapi lagi dan membawanya ke dalam mobil. Tadi pagi sebelum pergi kerja, ia melihat isi chat Aziz dan Haira. Yang membuatnya tersenyum yaitu pola keamanan di ponsel kekasihnya masih sama dengan lima tahun lalu. Dari chat juga ia tahu di mana rumah sakit tempat Ibu Mia dirawat. Melajulah kendaraan warna putih bersih itu di tengah keramaian. Sambil Anita menunggu ia membuka pesan di ponselnya. Salam kasih sayang penuh cinta datang dari Darmadi. Wanita itu merengut. Dibalas salah tidak dibalas kartu matinya ada pada lelaki tersebut. “Mbak Nita. Ada undangan podcast dari seorang influencer. Mbak diminta untuk kasih motivasi buat perempuan di luar sana.” Asisten pribadi Nita membacakan jadwal a day in my life yang harus dicheklistnya. “Bayaran gimana? Kalau nggak cocok nggak usaha, saya, kan, sibuk.” “Dia sedikit nawar, Mbak, ta

    Last Updated : 2024-02-23

Latest chapter

  • SUMPAH PELAKOR   23

    Aziz memang mengambil uang hasil menjual perhiasan Haira. Untuk apa? Untuk membahagiakan Anita. Walau pacarnya itu orang kaya raya tapi tetap saja ia lelaki yang ingin tampil sebagai penyedia segalanya. Pada pagi hari, lelaki dengan postur tubuh tinggi tapi tak tegap itu menyempatkan diri untuk menghubungi Anita. Mereka memang tak bisa bertemu karena kesibukan masing-masing. Namun, sepasang kekasih itu meluangkan waktu di sore hari untuk berkencan. “Mas mau kasih sesuatu sama kamu, ya memang murah, tapi ini tulus dari hati Mas,” ucap Aziz sambil tersenyum manis. Senyum yang tak pernah ia lemparkan pada Haira walau sudah lima tahun menikah. Panggilan ditutup, keduanya fokus pada urusan masing-masing. Sesekali Aziz melihat ponsel siapa tahu Anita mengirim pesan padanya. Namun, yang ada hanya pesan dari istri yang menyebalkan. Ia berbohong soal uang yang akan digunakan untuk memperbaiki mobil. Padahal sudah ia benarkan dengan merogoh kantong sendiri. Siang hari ketika jam istirahat,

  • SUMPAH PELAKOR   22

    Haira membuka pintu kamar Aziz yang sedang mempersiapkan diri untuk pergi ke kerja. Sebelum wanita yang baru saja memuntahkan isi perutnya itu bicara, suaminya sudah lebih dulu mengatakan akan pulang terlambat. “Ada urusan kerjaan di luar kota mungkin pulang tengah malam. Nggak usah nungguin, kunci aja pintu dari luar,” ucap Aziz yang tak perasa dengan mata Haira yang memerah. “Kok, akhir-akhir ini sering keluar kota, Mas? Bukannya Mas kerjanya di bagian kantor, ya? Apa udah pindah bagian?” “Iya, udah sejak sebulan yang lalu. Naik pangkat.” “Berarti gaji naik juga donk.” “Urusan gaji ngapain kamu mau tahu, yang penting kebutuhan, kan, nggak pernah kekurangan.” Lelaki plin plan itu tak suka istrinya ikut campur terlalu dalam. “Ya udah, iya, maaf, oh, iya, Haira mau kasih tahu sesuatu sama Mas. Penting!” Wanita bermata sendu itu melihat dua tangan di dada. “Nanti aja, Mas mau pergi cepat. Sarapan di luar, mau tukar suasana baru.” Aziz menyisir rambutnya sampai rapi. Ia gunakan pa

  • SUMPAH PELAKOR   21

    Haira memuntahkan isi perutnya yang masih hanya air putih saja. Kepala wanita itu terasa pusing dan berputar-putar. Ia berjalan perlahan sembari memegang dinding lalu memilih duduk di kursi dan meminum teh hangat yang ada di meja. “Yoga, sini makannya sama eyang saja, ya.” Ibu Mia berinisiatif untuk mengajak cucunya. Selain itu Haira masih tidak enak badan. “Aku kenapa, ya, tadi baik-baik aja.” Tubuh wanita bermata sendu itu serasa lemas dari ujung rambut sampai kaki. Ia bahkan mulai memijat sendiri kepalanya yang masih berdenyut. Padahal setiap pagi walau belum sarapan ia selalu kuat mengurus semuanya. Kini ia berjalan ke kamar untuk beristirahat, tapi apa daya aroma parfum Aziz tertinggal dan membuat kepalanya semakin pusing. Haira pun menuju ke kamar Yoga. Di sana ia berbaring beberapa saat. Tak lama kemudian Yoga datang mencari mamanya. Anak itu tak bisa lama-lama jauh darinya. Ibu Mia pun menyusul sekalian ada yang ingin diberitahu. “Restu kirim buat tambahan Ibu, siapa tahu

  • SUMPAH PELAKOR   20

    Malam hari tiba, Aziz sudah pulang dari tadi dengan senyum terkembang. Tapi keberadaan kepala keluarga itu semakin terasa tidak nyata. Apalah lagi dengan ibunya sendiri, hanya sekadar melihat dan menyapa saja selesai. Tidak ada wujud bakti sebagai anak. Ia merasa sudah cukup dengan memfasilitasi BPJS untuk operasi tiga minggu lagi. Haira baru saja selesai menidurkan Yoga di kamarnya. Wanita bermata sendu itu menyisir rambut yang sepanjang pinggang. Haira berkaca dan merasa wajahnya tidaklah jelek-jelek amat. Tidak pula ada flek hitam, jerawat apalagi bopeng, tapi kenapa Aziz seperti enggan padanya. “Kenapa, ya? Bau badan juga aku nggak, udah pakai deodorant sama parfum.” Haira memang tak secantik Anita, tapi ia telaten menjaga diri agar terlihat menyenangkan di mata suaminya. Ibu satu anak itu menoleh ke belakang, sudah terdengar suara dengkur halus dari Aziz. Ia mendekat dan memeriksa di mana ponsel suaminya. Haira raba bawah bantal, tapi Aziz menggeliat dan ia pun menjauh seben

  • SUMPAH PELAKOR   19

    Dua hari yang lalu Haira dan Ibu Mia kedatangan tamu perempuan cantik dan wangi ketika Aziz sedang bekerja. Katanya mengaku sebagai istri bosnya Aziz. Wanita yang sama pernah menjenguk Ibu Mia di rumah sakit dan memperkenalkan diri dengan nama Anita. Haira sempat curiga, kalau memang istri bos kenapa tidak datang dengan suaminya. Serta ada urgensi apa sampai harus ikut campur menjenguk mertua Haira. Lama-lama semua puzzle itu terasa cocok di kepalanya. Mulai dari pesan mesra di ponsel Aziz sampai sikap suaminya yang agak kasar. Haira menghela napas panjang, dadanya mulai terasa berat. “Haira, kamu melamunkan apa?” tanya Ibu Mia yang ikut duduk di ruang tamu. Menantunya baru saja menidurkan Yoga. “Nggak mikir apa-apa, Buk. Oh iya, besok kita harus kontrol sekali lagi ya, biar jawdal operasi Ibu nggak mundur-mundur lagi.” Haira menyayangi Ibu Mia dengan tulus. Sebab mama kandungnya yang sudah tiada. “Ibu ngerepotin kalian aja sepertinya. Ibu ingin pulang ke rumah.” Wanita paruh bay

  • SUMPAH PELAKOR   18

    “Woman!” Darmadi tersenyum ketika Anita diam saja melihat sejumlah nominal yang tertera di cek miliknya. “Duduk dulu kita bahas urusan ini dengan santai tapi serius,” lanjutnya. “Oke, karena ada untungnya, Nita dengerin sampai habis.” Nita menahan senyum di bibirnya. Ia tak suka terlihat matre di depan laki-laki. “Make sure kamu sudah makan, Nit.” “Udah, energi udah cukup untuk bahas bisnis kita, Om.” “Good. Om tidak akan basa-basi lagi. Dana sebesar ini akan Om titipkan sama kamu.” Darmadi menyodorkan cek senilai puluhan milyar. Pengusaha itu juga dititipkan oleh salah satu pejabat teras, dan demi menghindari wajib pajak yang begitu besar serta kecurigaan beberapa pihak termasuk istrinya, maka salah satu caranya yaitu melakukan pencucian uang. Anggap saja Nita merupakan salah satu cabang usaha yang produknya terus berputar. “Titip?” Anita heran. “Yes. Om titip dan dua persennya bonus untuk kamu. Silakan kamu pakai buat beli mobil, tas mewah, villa mungil atau berlian. Selama

  • SUMPAH PELAKOR   17

    Darmadi mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya. Lelaki yang menggunakan kemeja dan jas rapi itu tak bisa melupakan kenangan bersama Anita walau baru satu kali saja. Serigala putih—begitu julukannya, memang gemar berpetualang dari satu wanita ke wanita lain. Bisa jadi istrinya tahu bisa jadi juga tidak. Siapa yang bisa menebak lingkar kehidupan keluarga terpandang tapi tertutup rapat soal pribadi. Baru saja Darmadi ingin memanggil Anita dari ponselnya, ia mendapatkan panggilan langsung dari salah seorang rekan bisnis yang amat penting. Gegas lelaki dengan gaya perlente itu pergi ditemani sekretaris dan supirnya. Di dalam mobil Darmadi meminta sekretarisnya yang lelaki agar mengatur pertemuan bersama Anita. Di tempat biasa di dalam rumah yang menjadi saksi bisu perselingkuhan keduanya. “Bisa, Pak, tapi kita selesaikan dulu pertemuan dengan rekan Bapak. Saya rasa ini sangat penting sampai ada panggilan mendadak. Bahkan melibatkan salah satu pejabat teras negara,” ujar sekretaris ber

  • SUMPAH PELAKOR   16

    Anita heran selama beberapa hari Aziz tidak menghubungi dirinya. Ingin ia memulai duluan tapi rasa gengsi menjadi penghalang. Nanti bisa ia urus itu, karena seingat wanita yang baru saja memotong rambutnya sampai pendek sebahu, kekasihnya sedang butuh uang dalam jumlah besar untuk operasi ibunya. “Semoga kamu nggak lupa sama perjanjian nggak tertulis kita ya, Mas, kalau kamu lupa aku ingetin di depan muka istri kamu langsung sama ibu kamu biar mati sakit jantung sama-sama.” Nita menyunggingkan senyum liciknya. Setelah itu ia berangkat menuju studio di mana pada hari yang sama Anita diundang menjadi bintang tamu dalam sebuah podcast salah satu youtuber. Anita dinilai menjadi sosok perempuan matang dan layak menjadi panutan karena berhasil menjelma menjadi wanita mandiri dan layak diperhitungkan kiprahnya dalam dunia skin care serta kosmetik. Mobil sampai di depan studio. Hanya butuh waktu 15 menit kemudian acara pun berlansung setelah diperbaiki dandanan Anita yang tidak ada kerusa

  • SUMPAH PELAKOR   Doa Ibu

    Sesuai dengan isi doa dari Haira, bahwa jika Aziz benar-benar pergi menemui teman-temannya maka suaminya akan baik-baik saja, maka hal sebaliknya justru terjadi. Sebuah kecelakaan ringan terjadi dan membuat Aziz harus dilarikan ke klinik terdekat. Tidak sampai menginap dan mobil juga masih bisa dibawa pulang meski harus minta tolong sama orang. Namun, memberikan luka yang cukup untuk menjadi pelajaran di kepala Aziz. Tengah malam ia pulang. Jangankan pintu yang dibuka, pagar pun tak ada yang mau menggeser. Semua orang sudah terlelap. “Sialan, Haira bener-bener tidur kayak orang mati aja!” gerutu Aziz sambil menahan kesal. Terpaksa lagi ia minta tolong pada orang, sepaket dengan membawa masuk mobil ke dalam garasi. Pertolong tersebut tidak gratis ternyata. Melainkan yang menolong dan mengantar minta uang beberapa lembar saja karena waktunya juga terbuang sia-sia. Total malam itu setengah juta uang Aziz keluar karena apes yang ia derita. “Bener-bener sial, padahal cuman mau ketemu A

DMCA.com Protection Status