Share

Bingung

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kamu ngapain lihat-lihat punya orang.” Aziz datang dan merampas ponsel di tangan Haira begitu saja.

Wanita berjilbab lebar itu menelan ludah. Meski baru sebentar, pesan mesra itu sempat ia baca. Dengan jelas Aziz mengetik, bahwa ia tak pernah mencintai Haira.

Ibu satu anak itu hanya memandang punggung suaminya yang baru saja masuk ke kamar mandi. Haira tarik napas dan menenangkan diri sejenak. Saat ini yang harus dipikirkan ialah kesembuhan ibu mertua yang masih tidur lelap.

“Besok aku harus jual perhiasan dulu. Setelah ibu sembuh kita harus bahas chat mesra kamu, Mas.” Haira mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia baik-baik saja dan harus mendahulukan yang namanya skala prioritas.

“Haira, Mas pulang dulu, ya, mau tidur, capek, ngantuk,” ucap Aziz tanpa ada rasa peduli dengan ibunya sendiri.

“Mas, jemput Yoga sekalian gimana? Dia di kosan sama Haima. Kasihan, loh, dari tadi nanyain kamu,” ucap Haira meski hatinya masih berdesir dipenuhi kemarahan tak terucap.

“Udah, sama adik kamu aja duluan. Kalau sama Mas nanti bingung harus ngapain! Mas pulang duluan.” Lelaki berkacamata itu pergi begitu saja. Bahkan Haira tak sempat mencium tangannya.

Wanita bermata tajam itu serasa menggenggam angin dan berbicara dengan patung. Didengar tapi tak ditanggapi.

“Haima itu besok ujian, Mas, aku mau bilang itu tapi kamu cuek aja.” Haira duduk di sofa dan lanjut menjaga ibunya.

Perutnya keroncongan, belum makan. Suaminya tak membawakan sebungkus pun makanan. Terpaksa ia keluar dan menuju kantin, memesan makanan yang ada di malam hari agar tidak kelaparan. Terkadang terbesit oleh Haira di dalam benaknya, anak siapa, yang mengurus mertuanya siapa.

“Ya Allah, sabar-sabar, anggap aja ini bakti sama mertua.” Haira mengembus asap yang berembus dari mi rebus di dalam mangkuk, ditambah sedikit nasi dan kerupuk. Semoga cukup sampai pagi datang.

***

Di dalam kamar bersama ibunya, Haira tak bisa tenang, meski sedikit saja chat yang ia baca, tapi wanita itu sempat menghapalkan nomor perempuan yang tertera tanpa disimpan namanya oleh Aziz.

Akhirnya ia ambil ponsel dan mengetik deretan nomor yang tersimpan di kepalanya. Ia simpan dengan nama teman Mas Aziz. Ingin kirim pesan malam ini rasanya tidak sopan sekali. Lalu Haira pun abaikan dan memilih tidur di sofa.

Tidur Haira tidak tenang sama sekali sebab harus menjaga ibunya. Pada jam satu malam ia harus memanggil perawat jaga karena mendadak ibu mertuanya bernapas seperti bagian dadanya ditarik ke dalam.

Perawat dan dokter jaga datang sesegera mungkin dan Haira diminta menunggu di luar. Tak lama kemudian masuk dokter yang terlihat lebih senior. Kurang lebih ada sekitar 30 menit menantu kesayangan itu menunggu dengan harap-harap cemas.

“Ibu Haira.” Dokter senior keluar dan menatapnya dengan lurus.

“Iya, Dokter, kenapa?”

“Saya sarankan malam ini Ibu Mia dipindahkan saja ke rumah sakit rujukan yang kami tunjuk. Agar bisa dilaksanakan prosedur pemeriksaan sebelum pemasangan ring jantung. Ini penting Ibu Haira,” jawab

“Oh, iya, dokter gimana baiknya aja.” Haira tak punya pilihan lain.

“Sebelum itu tolong diurus dulu administrasinya di sana ya, Ibu.” Seorang perawat keluar dari kamar dan menunjukkan di mana letak administrasi pelunasan.

Haira disodorkan lembaran kertas berisikan total tagihan belum sehari berada di rumah sakit. Memang uangnya ada tapi di ATM.

“Nggak bisa bayar pakai kartu aja, Mbak?” tanya sama bagian administrasi.

“Bisa ditarik duluan aja, Ibu, itu di luar ada ATM.”

Dengan berat hati Haira melangkah. Di luar sana begitu sunyi dan hanya ada beberapa kendaraan yang lalu lalang. Wanita itu menyeberang, masuk ke anjungan dan menarik sejumlah uang yang diperlukan. Kembali lagi, membayar, dan menunggu ambulance disiapkan.

Haira mencoba menghubungi Aziz dan lagi-lagi ponsel suaminya tidak aktif. Entah apa isi kepala Aziz di saat ibunya sakit ia justru menghilang terus.

“Sebenernya kamu ini peduli nggak sama ibu kamu, Mas?” gerutu Haira sembari mengemas barang-barang yang ia bawa. Ibu satu anak itu ikut masuk ke dalam ambulance sebab tidak ada orang lain yang bisa menjaga Ibu Mia.

Beberapa menit kemudian, ponsel Haira berdering pula. Panggilan masuk dari Haima. Bingung wanita itu sebab besok pagi jam sembilan adiknya ada ujian pertengahan semester yang kalau tidak ikut akan mengulang semester depan.

Tidak ada jawaban, Haira meminta adiknya menunggu sampai jam tujuh besok pagi. Harapannya hanya ada dua. Satu, Yoga dibawa oleh Mas Aziz atau rumah sakit rujukan mengizikan anak kecil masuk, tapi rasanya tidak mungkin.

Sampai di tujuan semuanya diurus dan Haira memilih ibu mertuanya ada di kelas dua saja, yang tidak terlalu ramai dan juga tidak kesepian. Ditambah lagi soal biaya. Menyesal dulu tak mengurus asuransi Haira.

Jadwal untuk pemeriksaan Ibu Mia keluar tiga jam setelahnya yang artinya sudah jam tujuh pagi dan Haira lupa menelepon suaminya perihal Yoga. Ditambah panggilan dari Haima lagi. Lalu ia abaikan sebab dokter sedang berbicara padanya.

Tepat jam sembilan nanti, Ibu Mia harus menjalani pemeriksaan awal untuk memasang ring jantung. Lalu ada serangkaian tes kesehatan, seperti rontgen dada, elektrokardiogram, tes darah, dan tes pencitraan angiogram koroner (kateterisasi jantung).

“Huuuft.” Haira menghela napas sejenak. Semua ini pasti akan terasa melelahkan, ia tahu sebab dulu kuliah kesehatan selama tiga tahun lebih tapi tidak disambung lagi.

***

“Mbak, Yoga gimana ini? Ima mau ujian loh, sebentar lagi berangkat.” Suara dari seberang sana terdengar jelas di telinga Haira.

“Bentar Mbak kabarin lagi.” Klik. Panggilan dimatikan oleh Haira. Ia ingin menghubungi suaminya tetap justru panggilan masuk dari Aziz datang. Diangkat oleh Haira tapi yang ia peroleh justru amarah lagi.

“Ya, tadi shubuh mendadak dibawa, loh, Mas. Haira mau ngabarin nomor Mas nggak aktif,” jawabnya sambil menguap. Ngatuk ditambah perutnya kembung masuk angin.

Bukannya minta maaf, Aziz malah mengomel karena tidak mengabari dan meminta izinnya lebih dahulu. Bahkan ketika Haira meminta agar Yoga dijemput karena Ima tak bisa menjaga, ia tak mendapatkan jawaban yang jelas.

“Ya Allah, pengen menjerit!” Haira mematikan telepon setelah sambungan dari Aziz terputus.

“Jangan lupa ya Ibu kalau bisa ada seorang laki-laki untuk membantu mengangkat Ibu Mia nanti.” Perawat mengingatkan.

“Kalau nggak ada, Suster?”

“Ya kita-kita aja, Bu, tapi dari tim rumah sakit ada juga. Namun, ada beberapa pihak keluarga yang lebih memilih mengangkat sendiri. Dua jam lagi ya, Ibu, saya tinggal duluan.”

“Aduh, gimana ini, Yoga belum dijemput, Ima mau ujian, Mas Aziz nggak peduli.” Haira mengigit ujung ponselnya. Ibu Mia tidak mungkin bisa ditinggalkan begitu saja.

[Jangan lupa jual perhiasan kamu siang ini juga, Haira. Mas ada urusan di kantor.] Pesan datang dari Aziz justru membuat wanita itu semakin tak tenang.

Bersambung …

Bab terkait

  • SUMPAH PELAKOR   Kasmaran

    Sampai di rumah Aziz memeriksa ponselnya lagi. Dikirimnya pesan untuk Anita tapi tidak ada balasan sama sekali. Kemudian lelaki itu menghela napas pendek. “Mau cari ke mana uang sebanyak itu, ya? Haira, sih, coba dari dulu daftarin asuransi buat kami, pasti nggak bakalan bingung jadinya!” gerutu Aziz sambil melepas baju. Ia ambil baju kaus dan celana pendek. Rak di meja rias menjadi incaran lelaki itu. Benda yang ia cari sudah ditemukan. “Ini perhiasan waktu aku jadikan mas kawin dulu. Mau nggak ya dijual.” Agak ragu Aziz, sebab kata ibunya mahar menjadi milik perempuan sepenuhnya. Belum pernah dijual oleh Haira. Tapi emasnya juga tidak bertambah sebab uang belanja dari Aziz pas sekali untuk satu bulan. Sisa lebihnya dipegang oleh dirinya sendiri. “Ah, istri harus nurut sama suami. Kalau nggak mau aku ceraikan sekalian.” Perhiasan itu diletakkan kembali di dalam laci. Lelah karena selesai berpetualang cinta dengan Anita sore tadi, ia pun terlelap tanpa memikirkan ibu, istri, juga

  • SUMPAH PELAKOR   Terjerat

    Anita meninggalkan Aziz di tempat mereka janjian tadi pagi. Lalu ia memikirkan tentang pinjaman uang yang dibutuhkan kekasihnya itu. “Lima puluh juta, itu nggak sedikit, Mas, tapi kapan lagi coba aku bisa ngatur kamu,” gumam Anita sembari membuka saldo m bankingnya. Ada beberapa ratus juta hampir M dari hasil menjual skin carenya yang booming di pasaran. Namun, itu belum dikurangi dengan nilai untuk menggaji karyawannya beberapa hari lagi dan menanam modal untuk membuat varian produk baru. Anita harus berhati-hati, takutnya lima puluh juta lepas dan Aziz tetap bersama Haira hanya agar ibunya baik-baik saja. “Aku nggak bisa rugi walau dikit, Mas. Selain uang, aku juga harus bisa dapatkan kamu dan Haira juga harus pergi jauh-jauh, udah gitu aja, simple, kan.” Anita menutup ponselnya. Dua orang karyawan yang duduk di kursi bagian depan hanya saling melirik saja. Yang mereka tahu bos mereka itu memang belum menikah. Namun, tak sampai pula memikirkan kalau Anita akan menjadi perebut k

  • SUMPAH PELAKOR   Video Pribadi

    “Imah, sini kamu.” Darmadi memanggil pembantu yang sedang membersihkan meja makan. Lelaki itu membisikkan sesuatu, antara mereka berdua saja. Bukan urusan cinta terlarang, Darmadi tak suka pembantu. Tapi hal yang diminta cukup membuat Imah membelalakkan mata. “Saya takut, Pak.” Imah ragu-ragu menerima ponsel bosnya. “Buat saja apa yang saya suruh, nanti ada bonus buat kamu. Atau kamu saya pecat!” ancamnya. Imah tak punya pilihan walau ia sebenarnya sudah risih kerja di sana. Ponsel cadangan milik bosnya ia ambil dan diam-diam Imah membuka pintu kamar Anita. Tidak ada orang di sana, suara gemericik air terdengar. Imah membuka pintu perlahan dan mulai merekam Anita yang sedang tak menggunakan sehelai benang pun mulai dari guyuran shower hingga berendam di dalam bath tubh. Cukup, pembantu itu pun keluar dan menyerahkan rekaman pada bosnya. Tak luput beberapa lembaran merah ia terima dan lagi-lagi Imah harus tutup mulut soal permainan kotor Darmadi. Pengusaha itu memasuki kamar Ani

  • SUMPAH PELAKOR   Wangi Parfum

    Aziz sampai di rumah sakit dan berniat mengungjungi ibunya sebentar saja. Tak lupa dia bawa perhiasan emas yang milik Haira yang harus dijual untuk menutupi biaya awal operasi. Secara kebetulan pula Aziz berpapasan dengan iparnya, Haima. “Mas, ini Yoga, aku mau ujian.” Tak perlu basa-basi Haima langsung memberikan anak itu pada papanya. “Eh, Ima, Mas nggak bisa, mau kerja.” Aziz tidak mengambil libur kantor hari itu. “Ya, aku ujian, emang Mas aja yang sibuk!” ketus gadis berseragam putih itu. Tak Ima lihat lagi ke belakang. Tadi malam ia sudah berusaha menjaga Yoga dengan baik bahkan sampai pelajarannya terganggu. “Susah ini. Kasih Haira aja udah.” Aziz menggandeng tangan putranya. Namun, saat ingin memasuki ruang di mana Ibu Mia dirawat, Aziz dihadang oleh security perempuan yang berjaga. Anak kecil di bawah usia dua belas tahun tidak boleh masuk. “Tapi saya harus ketemu sama istri saya,” ucap Aziz. Lalu security itu memanggil seseorang yang sudah disebutkan detailnya oleh Aziz

  • SUMPAH PELAKOR   Anggur Merah

    “Pulang juga kamu akhirnya,” gerutu Aziz ketika Haira membuka pintu. “Ngapain aja, lama banget?” “Ya makanya disuruh gantian biar kamu nggak banyak curiga gini, Mas. Nggak mungkin di sana aku duduk santai sambil makan. Ini aja kalau Ima nggak datang Haira nggak bisa ke sini,” jawab wanita itu panjang lebar karena masih kesal. Baru pulang rumah berantakan, ayam dan nasi berserakan di lantai. Nasib baik Yoga sudah tidur dan Haira pun kebagian jatah membersihkan rumah karena diperintah oleh suaminya. Ibu satu anak itu melirik jam. Tidak terasa sudah pukul 02.30 saja, sedangkan Ima minta agar jam lima sore ia sudah di sana sedangkan perjalanan memerlukan wakut sekitar tiga puluh menit. Lelah rasanya tapi mau bagaimana lagi. Waktu yang ada digunakan Haira untuk makan sisa lauk milik Aziz yang ada meja. Setelahnya ia mandi dan memilah baju yang akan dibawa. Mungkin sekitar tiga hari lagi mertuanya akan membaik serta dibawa pulang. Sembari menunggu keputusan dari dokter kapan akan dipasa

  • SUMPAH PELAKOR   Possesive

    Sebelum sampai di rumah sakit, Haira menjual perhiasan emas di toko langganannya. Total yang ia dapatkan sekitar 10 juta lebih. Aziz hanya meminta agar dapat 10 juta pas saja. Sisanya langsung cepat disetorkan tunai oleh Haira. Diam-diam ketika uang belanja ada sisa, selalu ibu anak satu itu menyimpannya. Dia bukan licik, hanya menuruti saran dari mertuanya saja. Selesai, Haira langsung menuju rumah sakit dan ia meminta agar Ima menjaga Yoga sebab sangsi dengan kemampuan Aziz menjaga darah dagingnya sendiri. Tinggalah Haira dan Ibu Mia berdua saja. Uang 10 juta disimpan rapi di dalam tas. Wanita bergamis panjang itu duduk diam sambil menonton televisi. Kebetulan pula yang ia saksikan infotainment yang menayangkan berita perselingkuhan artis. Seketika wanita itu teringat dengan pesan mesra di ponsel Aziz. Parfum yang dibeli dengan harga lumayan, serta ketidak pedulian suaminya pada ibu sendiri. “Kamu berubah, Mas. Memang, sih, dari dulu cuek, tapi ini udah kelewatan. Pasti ada seba

  • SUMPAH PELAKOR   Kunjungan

    Anita melihat kotak parfum yang akan diberikan Aziz padanya masih tertinggal di ruang kerja. Ide gila melintas di kepalanya. Bos skin care itu mengemas dengan rapi lagi dan membawanya ke dalam mobil. Tadi pagi sebelum pergi kerja, ia melihat isi chat Aziz dan Haira. Yang membuatnya tersenyum yaitu pola keamanan di ponsel kekasihnya masih sama dengan lima tahun lalu. Dari chat juga ia tahu di mana rumah sakit tempat Ibu Mia dirawat. Melajulah kendaraan warna putih bersih itu di tengah keramaian. Sambil Anita menunggu ia membuka pesan di ponselnya. Salam kasih sayang penuh cinta datang dari Darmadi. Wanita itu merengut. Dibalas salah tidak dibalas kartu matinya ada pada lelaki tersebut. “Mbak Nita. Ada undangan podcast dari seorang influencer. Mbak diminta untuk kasih motivasi buat perempuan di luar sana.” Asisten pribadi Nita membacakan jadwal a day in my life yang harus dicheklistnya. “Bayaran gimana? Kalau nggak cocok nggak usaha, saya, kan, sibuk.” “Dia sedikit nawar, Mbak, ta

  • SUMPAH PELAKOR   Ketakutan Seorang Ibu

    Tiga hari sudah semua menunggu sampai keadaan Ibu Mia membaik. Tiga hari itu pula Aziz bersikap cuek saja pada Haira. Yoga terpaksa dioper ke sana sini agar ada yang menjaga. Tiga hari itu pula ujian tengah semester Ima selesai. Dia jadi bisa fokus menjaga keponakannya yang agak kurusan karena tidak mendapatkan perhatian penuh dari Haira apalagi papanya. Di tiga hari itu pula Anita tidak mempedulikan Aziz. Bukan karena tidak cinta lagi, tapi pekerjaannya yang menumpuk. Kalau setiap sebentar menemui selingkuhannya, pundi-pundi uang Nita bisa terus berkurang. “Semoga nanti kamu ada waktu buat aku, Nita.” Aziz mematikan panggilan. Agar tidak dicurigai oleh Haira nama kekasihnya itu ia simpan dengan kontak istri bos saja. Pada hari yang sama juga Ibu Mia sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Jadwal operasi telah diatur dan pihak rumah sakit meminta agar kondisi wanita paruh baya itu dijaga dan tidak boleh memikirkan hal yang terlalu berat. Dengan menggunakan kursi roda Ibu Mia dido

Bab terbaru

  • SUMPAH PELAKOR   23

    Aziz memang mengambil uang hasil menjual perhiasan Haira. Untuk apa? Untuk membahagiakan Anita. Walau pacarnya itu orang kaya raya tapi tetap saja ia lelaki yang ingin tampil sebagai penyedia segalanya. Pada pagi hari, lelaki dengan postur tubuh tinggi tapi tak tegap itu menyempatkan diri untuk menghubungi Anita. Mereka memang tak bisa bertemu karena kesibukan masing-masing. Namun, sepasang kekasih itu meluangkan waktu di sore hari untuk berkencan. “Mas mau kasih sesuatu sama kamu, ya memang murah, tapi ini tulus dari hati Mas,” ucap Aziz sambil tersenyum manis. Senyum yang tak pernah ia lemparkan pada Haira walau sudah lima tahun menikah. Panggilan ditutup, keduanya fokus pada urusan masing-masing. Sesekali Aziz melihat ponsel siapa tahu Anita mengirim pesan padanya. Namun, yang ada hanya pesan dari istri yang menyebalkan. Ia berbohong soal uang yang akan digunakan untuk memperbaiki mobil. Padahal sudah ia benarkan dengan merogoh kantong sendiri. Siang hari ketika jam istirahat,

  • SUMPAH PELAKOR   22

    Haira membuka pintu kamar Aziz yang sedang mempersiapkan diri untuk pergi ke kerja. Sebelum wanita yang baru saja memuntahkan isi perutnya itu bicara, suaminya sudah lebih dulu mengatakan akan pulang terlambat. “Ada urusan kerjaan di luar kota mungkin pulang tengah malam. Nggak usah nungguin, kunci aja pintu dari luar,” ucap Aziz yang tak perasa dengan mata Haira yang memerah. “Kok, akhir-akhir ini sering keluar kota, Mas? Bukannya Mas kerjanya di bagian kantor, ya? Apa udah pindah bagian?” “Iya, udah sejak sebulan yang lalu. Naik pangkat.” “Berarti gaji naik juga donk.” “Urusan gaji ngapain kamu mau tahu, yang penting kebutuhan, kan, nggak pernah kekurangan.” Lelaki plin plan itu tak suka istrinya ikut campur terlalu dalam. “Ya udah, iya, maaf, oh, iya, Haira mau kasih tahu sesuatu sama Mas. Penting!” Wanita bermata sendu itu melihat dua tangan di dada. “Nanti aja, Mas mau pergi cepat. Sarapan di luar, mau tukar suasana baru.” Aziz menyisir rambutnya sampai rapi. Ia gunakan pa

  • SUMPAH PELAKOR   21

    Haira memuntahkan isi perutnya yang masih hanya air putih saja. Kepala wanita itu terasa pusing dan berputar-putar. Ia berjalan perlahan sembari memegang dinding lalu memilih duduk di kursi dan meminum teh hangat yang ada di meja. “Yoga, sini makannya sama eyang saja, ya.” Ibu Mia berinisiatif untuk mengajak cucunya. Selain itu Haira masih tidak enak badan. “Aku kenapa, ya, tadi baik-baik aja.” Tubuh wanita bermata sendu itu serasa lemas dari ujung rambut sampai kaki. Ia bahkan mulai memijat sendiri kepalanya yang masih berdenyut. Padahal setiap pagi walau belum sarapan ia selalu kuat mengurus semuanya. Kini ia berjalan ke kamar untuk beristirahat, tapi apa daya aroma parfum Aziz tertinggal dan membuat kepalanya semakin pusing. Haira pun menuju ke kamar Yoga. Di sana ia berbaring beberapa saat. Tak lama kemudian Yoga datang mencari mamanya. Anak itu tak bisa lama-lama jauh darinya. Ibu Mia pun menyusul sekalian ada yang ingin diberitahu. “Restu kirim buat tambahan Ibu, siapa tahu

  • SUMPAH PELAKOR   20

    Malam hari tiba, Aziz sudah pulang dari tadi dengan senyum terkembang. Tapi keberadaan kepala keluarga itu semakin terasa tidak nyata. Apalah lagi dengan ibunya sendiri, hanya sekadar melihat dan menyapa saja selesai. Tidak ada wujud bakti sebagai anak. Ia merasa sudah cukup dengan memfasilitasi BPJS untuk operasi tiga minggu lagi. Haira baru saja selesai menidurkan Yoga di kamarnya. Wanita bermata sendu itu menyisir rambut yang sepanjang pinggang. Haira berkaca dan merasa wajahnya tidaklah jelek-jelek amat. Tidak pula ada flek hitam, jerawat apalagi bopeng, tapi kenapa Aziz seperti enggan padanya. “Kenapa, ya? Bau badan juga aku nggak, udah pakai deodorant sama parfum.” Haira memang tak secantik Anita, tapi ia telaten menjaga diri agar terlihat menyenangkan di mata suaminya. Ibu satu anak itu menoleh ke belakang, sudah terdengar suara dengkur halus dari Aziz. Ia mendekat dan memeriksa di mana ponsel suaminya. Haira raba bawah bantal, tapi Aziz menggeliat dan ia pun menjauh seben

  • SUMPAH PELAKOR   19

    Dua hari yang lalu Haira dan Ibu Mia kedatangan tamu perempuan cantik dan wangi ketika Aziz sedang bekerja. Katanya mengaku sebagai istri bosnya Aziz. Wanita yang sama pernah menjenguk Ibu Mia di rumah sakit dan memperkenalkan diri dengan nama Anita. Haira sempat curiga, kalau memang istri bos kenapa tidak datang dengan suaminya. Serta ada urgensi apa sampai harus ikut campur menjenguk mertua Haira. Lama-lama semua puzzle itu terasa cocok di kepalanya. Mulai dari pesan mesra di ponsel Aziz sampai sikap suaminya yang agak kasar. Haira menghela napas panjang, dadanya mulai terasa berat. “Haira, kamu melamunkan apa?” tanya Ibu Mia yang ikut duduk di ruang tamu. Menantunya baru saja menidurkan Yoga. “Nggak mikir apa-apa, Buk. Oh iya, besok kita harus kontrol sekali lagi ya, biar jawdal operasi Ibu nggak mundur-mundur lagi.” Haira menyayangi Ibu Mia dengan tulus. Sebab mama kandungnya yang sudah tiada. “Ibu ngerepotin kalian aja sepertinya. Ibu ingin pulang ke rumah.” Wanita paruh bay

  • SUMPAH PELAKOR   18

    “Woman!” Darmadi tersenyum ketika Anita diam saja melihat sejumlah nominal yang tertera di cek miliknya. “Duduk dulu kita bahas urusan ini dengan santai tapi serius,” lanjutnya. “Oke, karena ada untungnya, Nita dengerin sampai habis.” Nita menahan senyum di bibirnya. Ia tak suka terlihat matre di depan laki-laki. “Make sure kamu sudah makan, Nit.” “Udah, energi udah cukup untuk bahas bisnis kita, Om.” “Good. Om tidak akan basa-basi lagi. Dana sebesar ini akan Om titipkan sama kamu.” Darmadi menyodorkan cek senilai puluhan milyar. Pengusaha itu juga dititipkan oleh salah satu pejabat teras, dan demi menghindari wajib pajak yang begitu besar serta kecurigaan beberapa pihak termasuk istrinya, maka salah satu caranya yaitu melakukan pencucian uang. Anggap saja Nita merupakan salah satu cabang usaha yang produknya terus berputar. “Titip?” Anita heran. “Yes. Om titip dan dua persennya bonus untuk kamu. Silakan kamu pakai buat beli mobil, tas mewah, villa mungil atau berlian. Selama

  • SUMPAH PELAKOR   17

    Darmadi mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya. Lelaki yang menggunakan kemeja dan jas rapi itu tak bisa melupakan kenangan bersama Anita walau baru satu kali saja. Serigala putih—begitu julukannya, memang gemar berpetualang dari satu wanita ke wanita lain. Bisa jadi istrinya tahu bisa jadi juga tidak. Siapa yang bisa menebak lingkar kehidupan keluarga terpandang tapi tertutup rapat soal pribadi. Baru saja Darmadi ingin memanggil Anita dari ponselnya, ia mendapatkan panggilan langsung dari salah seorang rekan bisnis yang amat penting. Gegas lelaki dengan gaya perlente itu pergi ditemani sekretaris dan supirnya. Di dalam mobil Darmadi meminta sekretarisnya yang lelaki agar mengatur pertemuan bersama Anita. Di tempat biasa di dalam rumah yang menjadi saksi bisu perselingkuhan keduanya. “Bisa, Pak, tapi kita selesaikan dulu pertemuan dengan rekan Bapak. Saya rasa ini sangat penting sampai ada panggilan mendadak. Bahkan melibatkan salah satu pejabat teras negara,” ujar sekretaris ber

  • SUMPAH PELAKOR   16

    Anita heran selama beberapa hari Aziz tidak menghubungi dirinya. Ingin ia memulai duluan tapi rasa gengsi menjadi penghalang. Nanti bisa ia urus itu, karena seingat wanita yang baru saja memotong rambutnya sampai pendek sebahu, kekasihnya sedang butuh uang dalam jumlah besar untuk operasi ibunya. “Semoga kamu nggak lupa sama perjanjian nggak tertulis kita ya, Mas, kalau kamu lupa aku ingetin di depan muka istri kamu langsung sama ibu kamu biar mati sakit jantung sama-sama.” Nita menyunggingkan senyum liciknya. Setelah itu ia berangkat menuju studio di mana pada hari yang sama Anita diundang menjadi bintang tamu dalam sebuah podcast salah satu youtuber. Anita dinilai menjadi sosok perempuan matang dan layak menjadi panutan karena berhasil menjelma menjadi wanita mandiri dan layak diperhitungkan kiprahnya dalam dunia skin care serta kosmetik. Mobil sampai di depan studio. Hanya butuh waktu 15 menit kemudian acara pun berlansung setelah diperbaiki dandanan Anita yang tidak ada kerusa

  • SUMPAH PELAKOR   Doa Ibu

    Sesuai dengan isi doa dari Haira, bahwa jika Aziz benar-benar pergi menemui teman-temannya maka suaminya akan baik-baik saja, maka hal sebaliknya justru terjadi. Sebuah kecelakaan ringan terjadi dan membuat Aziz harus dilarikan ke klinik terdekat. Tidak sampai menginap dan mobil juga masih bisa dibawa pulang meski harus minta tolong sama orang. Namun, memberikan luka yang cukup untuk menjadi pelajaran di kepala Aziz. Tengah malam ia pulang. Jangankan pintu yang dibuka, pagar pun tak ada yang mau menggeser. Semua orang sudah terlelap. “Sialan, Haira bener-bener tidur kayak orang mati aja!” gerutu Aziz sambil menahan kesal. Terpaksa lagi ia minta tolong pada orang, sepaket dengan membawa masuk mobil ke dalam garasi. Pertolong tersebut tidak gratis ternyata. Melainkan yang menolong dan mengantar minta uang beberapa lembar saja karena waktunya juga terbuang sia-sia. Total malam itu setengah juta uang Aziz keluar karena apes yang ia derita. “Bener-bener sial, padahal cuman mau ketemu A

DMCA.com Protection Status