Share

113. Tertembak

Penulis: Yenika Koesrini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu masih pake cincin nikah dari si Haris kan?"

"Ah iya." Lusi mengangguk semangat.

"Jual itu dulu," suruh Arman serius. Dia lantas mengarahkan Lusi bagaimana cara kabur di rumah sakit.

Lusi mengangguk. Dia telah paham dengan intruksi dari Arman. Perempuan itu melihat jam di layar ponsel. Sudah pukul tiga sore.

Dirinya menatap selang infus di pergelangan tangannya. Lusi sudah bertekad. Dia tidak mau di penjara tanpa Arman.

Lusi menahan napasnya sesaat. Setelah merasa yakin dia mencabut selang infus tersebut. Bibirnya meringis menahan rasa sakit yang mendera.

Selang beberapa menit kemudian, Lusi bangkit dari ranjang. Perempuan itu berjalan pelan menuju pintu kamar. Lewat celah kaca dia mengintip keadaan di luar.

"Sialan aku sampai harus dijaga polisi segala," umpat Lusi begitu melihat ada seorang petugas yang berjaga di luar bersama anak buahnya Geri.

Perempuan itu menghempaskan nafasnya dengan kesal. Dia kembali menuju ranjangnya. Lusi pun mulai melakukan instruksi dari Arman.

Dirin
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
dianrahmat
oon bgt ya tuh polkis yg ngejar. masak iya gak bisa menghindari timpukan batu. kan bisa diprediksi dong arahnya. klw tembakan, barulah diluar kemampuan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   114. Kontak Nama Mando

    "Akhhh!" Lusi menjerit lara. Dia merasakan sakit yang teramat pada betis kirinya. Dara merah mulai mengaliri kakinya. Lusi menangis. Seumur hidup baru kali ini dia merasakan rasa sakit sehebat ini. Panas, perih, dan ngilu bercampur menjadi satu. Beberapa hari lalu ia berpikir jika keguguran adalah sakit yang teramat. Sekarang Lusi sadar kalau ternyata tertembak justru lebih sakit dari keguguran. Petugas dan anak buah Geri sendiri langsung bergerak mendekati Lusi. Keduanya membiarkan dulu perempuan itu menangis kesakitan. "Coba kalo Ibu mau kerja sama, gak malah kabur dan berusaha melawan kita, pastinya saat ini Ibu dalam keadaan baik," ujar si petugas sedikit iba melihat Lusi yang berderai air mata. Lusi langsung mendongak. "Kalian berdua orang yang jahat!" kecamnya murka, "saya wanita yang baru saja keguguran dan Anda tega menembak saya. Semoga Tuhan membalaskan sakit hati saya. Kalian akan mendapatkan karma yang setimpal," umpatnya menggebu-gebu. "Ibu melawan kami. Tindakan ya

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   115. Ide Geri

    Geri memeriksa ponselnya Lusi. Tidak banyak nomor di daftar kontaknya. Namun, ada satu nomor yang sering dihubungi oleh Lusi. Bahkan nomor tersebut baru menghubungi Lusi satu jam yang lalu. Geri menatap nomor tersebut. Lusi menandai kontak tersebut dengan nama Mando. "Bukannya nama Arman panjangnya Armando?" tebak Geri sambil menipiskan bibir, "fix aku gak perlu susah-susah buat menyelidiki. Ini pasti nomornya Lusi."Laki-laki itu mulai mengecek nomornya Arman. Tanpa banyak berpikir pria itu segera melakukan pelacakan lewat GPS. "Oh rupanya dia sedang ada di Jakarta. Daerah Cilandak rupanya," ujar Geri begitu mendapatkan temuannya. Pria itu menghela napasnya dengan panjang. Sore ini dia bisa bernapas lega. Karena sebentar lagi dirinya yakin akan bisa meringkus Arman. *Keesokan harinya Geri menemui Livia dan Lusi di rumah sakit. Istri Haris itu sudah sedikit tenang berkat kelembutan Livia saat menjaga. Geri dibuat senang karena ternyata Livia mengerjakan tugasnya dengan baik. Gad

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   116. Telepon Dari Arman

    Arman terbangun dari tidurnya begitu alarm di ponselnya berdering. Masih dengan mata yang terpejam Arman meraba-raba meja kecil di dekat kasurnya. Dia akan melihat waktu pada telepon pintarnya.Dengan mata yang masih terasa berat Arman menatap layar ponsel. Sudah pukul setengah sepuluh pagi. Pria itu menaruh kembali gadgetnya secara asal di kasur.Nyawa Arman belum sepenuhnya kumpul. Pria itu masih bergeming dulu untuk beberapa saat. Maklum semalam habis bergadang dengan bersenang-senang di club.Enam bulan dalam persembunyian membuat Arman merindukan dunia gemerlapnya. Usai berhasil menjual empat koleksi jam tangannya Haris, dirinya memilih untuk sedikit mencari hiburan.Kesadaran Arman sudah penuh. Sekali sentak pria itu bangun dari tidurnya. Saat ini dirinya sedang berada di sebuah kamar hotel kelas Melati.Arman sengaja memilih tempat tersebut selain menghemat uang juga tidak ribet saat reservasi. Apalagi saat ini dirinya memang sedang dalam masa penyamaran.Arman membuka korden k

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   117. Pesanan Arman

    "Sekarang ada di mana?"Lagi Livia menatap Geri. "Bilang saja masih di Jogja," bisiknya mengajari Livia."Aku masih di Jogjakarta, Mas. Masih bersembunyi dari kejaran anak buah Mas Haris," tutur Livia begitu mendapatkan alasan."Oh gitu? Ya sudah pokoknya kamu harus segera bisa ke Jakarta. Karena setelah aku bisa jual rumah dan mobil aku, kita akan pergi ke Bangka Belitung.""Ke Babel?" ulang Livia ingin memperjelas. Sedangkan Geri segera mempertajam pendengarannya."Iya, kita akan hidup tenang di sana.""Oh oke." Walaupun tidak ada orangnya tetapi Livia memberikan anggukan, "kamu sendiri sembunyi di mana, Mas?" koreknya serius."Di motel--""Iya, motel mana?" potong Livia tidak sabaran."Apa sih? Kek bukan Lusi ini.""Calm, Vi. Nanti Arman bisa curiga," bisik Geri mengingatkan."Ya, maaf Mas. Habisnya siang ini juga aku mau berangkat ke Jakarta. Jadinya kan langsung ke motelnya kamu," kilah Livia sedikit lembut."Gampang! Yang penting kamu bisa nyampe ke Jakarta dulu, nanti aku jempu

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   118. Polisi

    "Ya udah cepat ambil, aku pengen liat," suruh Arman antusias.Teman Arman yang berambut cokelat itu menuju kamar yang tadi ia tunjuk. Selang beberapa menit dia telah kembali. Tayangnya menyodorkan sebuah kantong.Arman dengan rasa antusias menerima kantong tersebut. Pria itu segera membuka isinya. Sebuah senjata api jenis FN."Muat dua puluh peluru tuh," terang temannya Arman.Arman hanya mengangguk. Pria itu mengamati setiap lekuk senjata berwarna hitam tersebut. Dengan penuh kekaguman dia mengelus benda tersebut."Kapan teman kamu yang mau beli mobil datang?" tanya Arman usai menyelipkan pistol tersebut di celananya. Lalu menutupi dengan baju kokonya."Tadi dia bilang lagi OTW," sahut teman Arman sambil menghempaskan tubuhnya di kursi empuk yang ada.Kedua orang itu lantas terlibat percakapan. Arman yang mendominasi cerita. Karena sang kawan memintanya untuk menuturkan pengalaman pria itu selama bersembunyi di Jogyakarta.Tidak terasa sudah lebih dari setengah jam keduanya mengobrol

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   119. Rencana Arman

    "Saudara Arman, Anda sudah menjadi DPO selama enam bulan. Jadi sekarang waktunya untuk menyerahkan diri," tutur seorang petugas yang tampak lebih senior dari yang satunya.Tidak hanya Arman yang terkaget dengan keberadaan petugas, kedua kawannya pun mengalami hal yang serupa. Terutama pria yang barusan membeli mobilnya. Karena dia sama sekali tidak tahu jika Arman adalah seorang buronan."Ayo sekarang angkat tangan, Saudara. Dan mendekatlah!" perintah si petugas.Arman memang bergeming. Namun, otak dan tangannya tidak tinggal diam. Pria itu merogoh pistol yang terselip di celananya.Tanpa berpikir panjang menembakkan pelurunya ke arah tangan salah satu petugas. Meski bukan penembak mahir, tapi hasil tembakannya berhasil mengenai tangan petugas. Alhasil senapan di tangan petugas tersebut terjatuh.Arman bergerak cepat. Dia kembali menembakkan pelurunya ke arah lawan. Untung kali ini tembakannya meleset.Petugas dan anak buah Geri secepatnya mencari tempat berlindung. Agar terhindar dar

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   120. Menculik Miranti

    Pria itu kembali memutar otaknya. Merasa buntu dia mengeluarkan rokok dari tas pinggangnya. Sudah habis satu batang Arman belum juga menemukan cara untuk menghabisi Haris."Kayaknya terlalu sulit kalo aku mendekati Haris. Pastinya dia kelilingi anak buahnya atau polisi," ujar Arman membuat analisa.Arman mengelus jenggot palsunya. "Kalo aku gak bisa langsung menghabisi Haris, maka aku akan mengalihkannya pada orang-orang yang dia cintai."Arman mengangguk yakin. "Kalau aku culik putra kesayangannya, sepertinya susah karena pasti dia menyewa bodyguard untuk menjaganya.""Berarti pilihan lainnya adalah putri pertamanya," ujar Arman sembari mengingat wajahnya Abrina, "tapi Lusi bilang kalo gadis itu digilai anak-anaknya Pak Gandi. Terutama yang nomor kedua karena satu kelas."Arman menatap jam tangannya. "Jam segini juga kayaknya dia masih di sekolah."Arman membuang putung rokoknya. Lalu menginjaknya dengan kuat-kuat."Berarti pilihanku jatuh ke Mbak Ranti lagi," putusnya kemudian.Tanp

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   121. Tante Mona

    Bell pulang berbunyi. Anak-anak berseru gembira termasuk Abrina. Gadis itu segera berkemas dengan memasukkan alat tulisnya ke dalam tas."Gimana, Nggi, jadi ikut aku temani nyari baju gak?" tanya Abrina begitu memakai tas punggungnya."Aduh sorry, Bi," tolak Anggi langsung menggelengkan kepala. "Aku baru inget kalo ternyata hari ini aku ada jadwal kasih les privat," terangnya seraya melihat jam tangannya, "jadi maaf banget ya aku nggak bisa nemenin kamu," ucapnya serius."Ya udah gak papa," jawab Abrina dengan santai, "aku jalan dulu ya," pamitnya disertai senyuman.Anggini mengangguk. Matanya menatap kepergian sang sahabat. Tampak Gavin buru-buru mengikuti langkah Abrina.Anggini menghela nafas. Gadis itu sudah berdamai dengan hati. Tidak ada kecemburuan melihat kedekatan Gavin dan Abrina. Dirinya juga sadar diri kalau memang Gavin dari dulu tidak pernah menaruh hati padanya.Meski masih susah, tapi Anggini mulai belajar untuk mendukung Gavin mendapatkan hati Abrina. Setelah cukup la

Bab terbaru

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   127. Jadian

    Di lain pihak, jenazah Arman dikebumikan. Livia yang mengurusi administrasinya. Itu semua atas permintaan Lusi. Pada saat pemakaman Lusi diizinkan oleh petugas untuk menghadiri. Dengan menaiki kursi roda perempuan itu menangis di depan makam Arman yang merah. Pada acara pemakaman tersebut Abrina turut hadir bersama Gibran. Meski Arman adalah seorang penjahat, tapi pria itu pernah berjasa saat mengobati Miranti dengan fisioterapinya. Hanya saja Miranti tidak hadir dalam acara tersebut. Meski keadaan perempuan itu dan Gavin sudah membaik, tapi Abrina melarangnya untuk menghadiri acara tersebut. Menurut Abrina, sang ibu lebih cocok untuk menjaga ayahnya saja. Sedangkan Gavin juga masih lemah. Pemuda itu memilih beristirahat di rumah. "Abrina!" Abrina dan Gibran yang akan pergi meninggalkan makam Arman menghentikan langkah saat namanya dipanggil. Dia menoleh ke belakang. Tampak Lusi menatapnya dengan sayu. Dirinya pun bergerak mendekati perempuan yang dulu sangat ia benci itu. "Ada

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   126. Akhir Hidup Arman

    "Dia siapa, Mbak?" cecar Abrina penasaran. Tentunya dia tidak berharap jika orang yang dimaksud Livia adalah sang ayah. "Bukan papah aku kan yang gak selamat?" kejarnya penasaran. Livia hanya menarik napas dalam-dalam. "Jawab dong, Mbak Livia!" suruh Abrina merasa gregetan. "Vi, kalau cerita tolong jangan setengah-setengah dong," timpal Gibran ikutan gemas. Livia menatap Gibran dengan sendu. "Bukan Mas Haris yang gak selamat," tuturnya pelan. Tangannya mengusap matanya yang tampak mulai basah. "Maksud kamu orang itu Arman?" tebak Gibran langsung. Livia mengangguk pelan. "Syukur lah." Abrina menghela napas dengan lega. "Jadi Arman meninggal?" tanya Gibran meyakinkan. Lagi, Livia hanya mengangguk. "Kenapa kamu keliatan sedih begitu?" tanya Gibran merasa aneh, "dia orang jahat lho, Vi," tambahnya mengingatkan. "Arman gak punya keluarga, Bran," jawab Livia pelan. Di luar jam kerja dia memang selalu memanggil Gibran tanpa embel-embel Bapak. "Siapa yang akan mengurusi jenazahnya?

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   125. Tidak Selamat

    "Masih ada meski sudah lemah," ujar petugas tersebut pada Geri. Di tempatnya Gavin menghembuskan napas panjang. Pemuda itu benar-benar merasa lega telah lolos dari maut. Kini tiba-tiba dia merasa rasa lelah yang teramat. Maklum saja Gavin harus menghadapi Arman yang juga pintar ilmu bela diri. Pemuda itu merebahkan badannya di lantai berdebu tersebut. Dia ingin istirahat. Namun, terdengar bunyi sirine. Tidak lama datang beberapa orang berpakaian serba putih. Mereka membawa dua buah brankar. Orang yang pertama diangkat ke dalam brankar adalah Haris. "Aku ikut."Miranti bersikeras menemani mantan suaminya di dalam ambulans. Karena terus memaksa, petugas medis pun mengizinkan. Petugas yang lain mengangkat tubuh Arman juga. Pria itu dimasukkan ke dalam mobil ambulans yang kedua. Dan yang menjaga dia adalah petugas polisi. "Gavin, kamu ikut saya," ajak Geri melihat Gavin yang masih terbengong."Terus mobil aku bagaimana?" tanya Gavin lemah. Sungguh dia benar-benar lelah. "Tenang saj

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   124. Kena Tembak

    DORRR! Miranti dan Gavin yang sedang berlari sontak berhenti. Keduanya langsung berpaling ke belakang. Tampak Haris tengah meringis sembari memegang dada atas sebelah kirinya. "Mas Haris!" pekik Miranti cukup histeris melihat baju mantan suaminya yang sudah bersimbah darah. Wanita itu bergegas berlari. Dia menyongsong tubuh Haris yang akan roboh. Sehingga badan Haris justru jatuh ke dalam pelukan Miranti. "Mas Haris, bertahanlah," pinta Miranti begitu membaringkan tubuh Haris di tanah. "Kamu harus kuat, Mas," lanjutnya dengan berurai air mata. Di lain pihak Arman terpaku melihat hasil perbuatannya. Meski dia orang jahat, tapi baru kali ini dirinya menyakiti orang. Dan sejujurnya Arman berubah jadi orang jahat setelah dijebloskan Lusi ke penjara. Kebengongan Arman tidak disia-siakan oleh Gavin. Diam-diam pemuda itu bergerak mendekat. Tanpa banyak bicara dia segera menendang Arman dari belakang. Mendapat serangan mendadak Arman tentunya terkejut. Apalagi Gavin menendangnya dengan

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   123. Perjuangan Haris

    "Mas Haris yakin akan menyerahkan semuanya pada Arman?" tanya Livia dengan wajah tidak percaya."Semua ini tidak ada artinya kalo Miranti kenapa-napa," sahut Haris datar. Di tempatnya Abrina dibuat bingung dengan jawaban sang ayah."Tapi kami susah payah membawanya dari Jogja, Mas. Belum lagi anak buah Mas Geri juga berjuang banget buat gak ngambil pundi-pundi Arman yang ada di motel.""Livia, semua uang dan emas ini adalah milik saya. Jadi saya bebas akan melakukan apa saja, yang penting Miranti selamat," tegas Haris serius."Sebenarnya apa yang terjadi dengan Mamah, Pah?" tanya Abrina sudah sangat penasaran.Haris menatap putrinya dengan sendu. "Mamah kamu diculik oleh Arman.""Apahhh?" Abrina tersentak seketika."Tapi kamu gak perlu khawatir, papah akan segera menolong mamah kamu," janji Haris dari hatinya.Ketika akan melanjutkan pembicaraan, ponsel Haris berbunyi. Semua orang tampak tegang terutama Haris. Hal tersebut membuat Abrina bingung.Namun, kebingungannya segera terjawab

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   122. Uang Tebusan

    "Seminggu yang lalu, Gibran request suruh aku buatin baju buat kamu," ujar Tante Mona sambil melangkah menuju koleksi baju-bajunya. "Karena designnya simple dan yang ngerjain karyawan spesial makanya udah jadi dua," tuturnya seraya menunjuk dua dress yang tengah dipakai oleh manekin.Abrina sendiri cukup terkesima melihatnya. Dua buah dress yang sama-sama lucu dan manis. Satu berwarna salem dengan model one shoulder. Satunya lagi midi dress berwarna hitam ala korea yang sangat manis."Ya ampun cantik banget," puji Abrina pada minidress tersebut.Dia tidak menyangka jika bajunya sudah jadi. Gadis itu bepikir jika nanti akan dibuat bingung saat harus memilih aneka dress. Kendati begitu Abrina benar-benar bersyukur karena tidak perlu pusing memilih. Sehingga kekhawatiran Gavin tidak pernah akan terjadi."Udah sana kamu coba di fitting room," suruh Tante Mona lembut.Abrina mengangguk manut. Dia yang memang sudah jatuh cinta pada minidress hitam tersebut segera mencobanya. Senyumnya begit

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   121. Tante Mona

    Bell pulang berbunyi. Anak-anak berseru gembira termasuk Abrina. Gadis itu segera berkemas dengan memasukkan alat tulisnya ke dalam tas."Gimana, Nggi, jadi ikut aku temani nyari baju gak?" tanya Abrina begitu memakai tas punggungnya."Aduh sorry, Bi," tolak Anggi langsung menggelengkan kepala. "Aku baru inget kalo ternyata hari ini aku ada jadwal kasih les privat," terangnya seraya melihat jam tangannya, "jadi maaf banget ya aku nggak bisa nemenin kamu," ucapnya serius."Ya udah gak papa," jawab Abrina dengan santai, "aku jalan dulu ya," pamitnya disertai senyuman.Anggini mengangguk. Matanya menatap kepergian sang sahabat. Tampak Gavin buru-buru mengikuti langkah Abrina.Anggini menghela nafas. Gadis itu sudah berdamai dengan hati. Tidak ada kecemburuan melihat kedekatan Gavin dan Abrina. Dirinya juga sadar diri kalau memang Gavin dari dulu tidak pernah menaruh hati padanya.Meski masih susah, tapi Anggini mulai belajar untuk mendukung Gavin mendapatkan hati Abrina. Setelah cukup la

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   120. Menculik Miranti

    Pria itu kembali memutar otaknya. Merasa buntu dia mengeluarkan rokok dari tas pinggangnya. Sudah habis satu batang Arman belum juga menemukan cara untuk menghabisi Haris."Kayaknya terlalu sulit kalo aku mendekati Haris. Pastinya dia kelilingi anak buahnya atau polisi," ujar Arman membuat analisa.Arman mengelus jenggot palsunya. "Kalo aku gak bisa langsung menghabisi Haris, maka aku akan mengalihkannya pada orang-orang yang dia cintai."Arman mengangguk yakin. "Kalau aku culik putra kesayangannya, sepertinya susah karena pasti dia menyewa bodyguard untuk menjaganya.""Berarti pilihan lainnya adalah putri pertamanya," ujar Arman sembari mengingat wajahnya Abrina, "tapi Lusi bilang kalo gadis itu digilai anak-anaknya Pak Gandi. Terutama yang nomor kedua karena satu kelas."Arman menatap jam tangannya. "Jam segini juga kayaknya dia masih di sekolah."Arman membuang putung rokoknya. Lalu menginjaknya dengan kuat-kuat."Berarti pilihanku jatuh ke Mbak Ranti lagi," putusnya kemudian.Tanp

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   119. Rencana Arman

    "Saudara Arman, Anda sudah menjadi DPO selama enam bulan. Jadi sekarang waktunya untuk menyerahkan diri," tutur seorang petugas yang tampak lebih senior dari yang satunya.Tidak hanya Arman yang terkaget dengan keberadaan petugas, kedua kawannya pun mengalami hal yang serupa. Terutama pria yang barusan membeli mobilnya. Karena dia sama sekali tidak tahu jika Arman adalah seorang buronan."Ayo sekarang angkat tangan, Saudara. Dan mendekatlah!" perintah si petugas.Arman memang bergeming. Namun, otak dan tangannya tidak tinggal diam. Pria itu merogoh pistol yang terselip di celananya.Tanpa berpikir panjang menembakkan pelurunya ke arah tangan salah satu petugas. Meski bukan penembak mahir, tapi hasil tembakannya berhasil mengenai tangan petugas. Alhasil senapan di tangan petugas tersebut terjatuh.Arman bergerak cepat. Dia kembali menembakkan pelurunya ke arah lawan. Untung kali ini tembakannya meleset.Petugas dan anak buah Geri secepatnya mencari tempat berlindung. Agar terhindar dar

DMCA.com Protection Status