Tapi Mae masih mengampuni. Ia tidak memperpanjang penjelasan, karena Gina. Ia tidak butuh masalah saat sudah sangat sibuk seperti sekarang. Mae akan menyingkirkan dendamnya sementara ini, demi Gina yang sudah sangat baik padanya. “Kau seharusnya melapor padaku begitu selesai bersiap, jadi aku bisa memastikan di daftar.” Gina membubuhkan tanda pada kertas yang ada di clipboard bawaannya. Sebagai penanggung jawab, Gina tidak berjualan, tapi sibuknya kurang lebih sama dengan semua peserta. “Ah… Maaf, aku tidak tahu itu.” Mae memandang Harper, teguran lain. Harper tampak menghindari pandangan Mae. Adalah tugas Harper untuk memberitahu Mae tentang tata cara itu, dan tentu tidak disampaikan—dengan sengaja “Yang penting sudah selesai, dan kini aku ingin melihatnya!” Gina tidak mempermasalahkan lagi, dan dengan bersemangat melangkah menuju area stan Mae yang memang terpisah cukup jauh dengan yang lain. Mae peserta tambahan di akhir—dan baru. Tempat yang tersisa tidak lagi bisa bersama ya
Tapi memang Mae tidak tahu—tidak cukup peduli untuk tahu tentang kalangan itu. Tidak berefek apapun pada kehidupannya. “Stan ini paling cantik, jadi aku akan memamerkan padanya.” Gina bertepuk tangan kecil dengan antusias, sekali lagi menatap semua item yang dipasang Mae disana. “Ada perdana menteri?” tanya Mae, yang sudah ada di samping Gina—meninggalkan Harper yang semakin terpukul. Keputusan Gina mengajak orang penting ke stan Mae—bukan stan kue miliknya, tentu bukan hanya menampar, tapi seolah mencolok matanya. “Istrinya saja. Tamu istimewa hari ini. Aku selalu mengirim undangan, tapi tidak selalu bisa datang setiap tahun. Tahun ini aku rasa ia khusus menyediakan waktu, karena masa kampanye. Dia tentu ikut mengumpulkan dukungan untuk partai suaminya.” “Luar biasa.” Mae sama sekali tidak peduli siapa, tidak penting untuk kehidupannya, tapi berpura-pura antusias mengikuti Gina. “Memang. Suami Lady Rowena Cooper ini—Dean Copper, partai yang dipimpinnya—menang dua kali berturut-t
“Apa kau menjual kue yang lain, atau bagaimana? Kenapa ini berbeda dengan sampel yang ada di sana!” Pembeli menunjuk meja sample. Harper yang sedang memberi kembalian pada pembeli lain, menghampiri ibu dan seorang anak yang menangis. “Maaf, tapi apa maksud Anda?” Harper bingung saat melihat muffin coklat yang ada di tangan anak itu—yang menjadi sumber protes. “Kami tadi mencicipi muffin yang ada di bagian sample, dan anakku menyukainya. Aku membeli 4, tapi setelah dimakan rasanya berbeda sekali. Sekarang anakku menangis karena tidak menemukan selai strawberrynya di dalamnya!” Wanita itu benar-benar kesal karena anaknya memang tidak berhenti menangis. Harper mengenyit. “Maksud Anda apa? Saya tidak menjual muffin dengan selai strawberry.” Ia mempertahankan diri karena memang tidak merasa membuat kue semacam itu. “Jadi maksudmu aku berbohong dan mengarang? Untuk apa juga?!” Pembeli itu tentu saja semakin kesal. “Saya tidak mengerti apa yang maksud Anda. Yang jelas saya tidak menjual
“Hush! Jangan seperti itu.” Poppy tergelak sambil mencubit kecil pipi Mae, lalu berjalan menuju kasir, sejenak menggantikan Mae agar antrian berkurang. Mae juga dengan sigap kembali membungkus pesanan yang tertunda, memang mereka harus melayani pembeli sebelum ada yang marah. Tapi mata Mae sesekali melirik Poppy, tidak mengerti apa tujuannya. Sikapnya berubah sama sekali dari yang kemarin. “Maaf, tapi sudah habis.” Mae menggeleng penuh penyesalan saat salah satu pembeli menginginkan selai strawberry homemade yang memang juga ikut menjadi barang dagangan, selain masuk ke dalam muffin. “Ah, padahal aku juga mau.” Poppy ikut mengeluh kecewa sementara menghampiri Mae. Tidak ada lagi antrian di depannya. Sudah lebih santai karena memang pajangan Mae hanya menyisakan beberapa. “Kau benar menginginkannya?” Mae bertanya curiga, sambil duduk—karena punggungnya mulai pegal. Meski dibantu Ash, tapi tetap Mae harus bekerja amat keras menyiapkan semua, apalagi ditambah menu memberi pelajaran pa
Mae sedikit tersentak, saat merasakan injakan di kakinya. Poppy yang menginjak. Itu peringatan kalau seharusnya Mae tidak membantah setegas itu. Wajah Poppy tampak panik. Mae memaki dalam hati setelah itu, ia terlalu terburu nafsu dalam membantah sampai lupa siapa yang diajaknya bicara. Wanita yang menjadi istri orang yang paling berkuasa Inggris, selain Raja. “Benarkah? Ini menarik.” Rowena tertawa, dan ketegangan langsung sedikit mencair. Tapi semua masih memandang Mae. Kalau bisa, Mae juga ingin memandang dirinya sendiri terutama bagian otak, ingin menegur karena tidak bisa menahan diri dengan baik. “Aku mungkin harus sering-sering berkunjung ke acara seperti ini, ada banyak kejutan tidak terduga.” Rowena tidak menunjukkan kalau bantahan dari Mae tadi adalah masalah, tapi Mae tahu benar kalau bantahan itu adalah masalah, hanya Rowena menyimpannya agar tidak terjadi keributan. “Siapa namamu?” tanya Rowena. Itu bukti lain kalau bantahan Mae bermasalah. Ia tidak akan repot-repot b
“Aku kenapa?” Ash memandang sekitar, menyambar tisu terdekat yang ada di sebelah muffin tersisa, lalu menghapus air mata Mae dengan lebih baik. “Maafkan aku.” Ash meminta maaf otomatis, meski tidak tahu kenapa. Hanya rasanya harus seperti itu. Tapi tangisan Mae tidak berkurang, maka Ash menariknya ke balik meja kasir, memintanya duduk di sana. Ia lalu membalik tulisan buka—menjadi tutup. Beberapa pengunjung yang mendekat kecewa, tapi lirikan galak dari Ash cukup untuk memberi tahu kalau tulisan itu tidak akan berubah dalam waktu dekat. “Mae? Ada apa?” Ash berlutut dengan satu kaki di depan Mae, meraih kedua tangannya, memandang Mae yang terus terisak, sambil sesekali menghapus air matanya. “Aku tidak tahu. Aku tidak ingin menyakitimu, Mae. Tolong katakan ada apa, agar aku tidak melakukannya lagi. Please?” Mae menggeleng. “Mae, aku tidak akan tahu kalau…” “Bukan itu… Bukan salahmu.” Mae tidak akan segila itu dengan benar-benar menyalahkan Ash atas apapun yang ada dalam hatinya s
“Turun! Aku mau turun!” Amy mendorong tangan Hide yang ada di pinggangnya, sambil menghentakkan kaki. Keributan yang dibuatnya membuat Ash langsung berbelok ke area yang lebih sepi. Amy memang sangat mudah menarik perhatian, bukan hanya dari wajahnya yang imut, tapi juga suaranya yang melengking tinggi itu.Kalau tidak ada bodyguard yang mengikuti dengan santai, mungkin Ash sudah mendapat tudingan penculik karena suara teriakan Amy yang menghebohkan. Ash sudah terbiasa tapi, dan tetap menentengnya sampai ke sudut taman dekat pagar pembatas area festival.Ash baru menurunkannya di bawah pohon, setelah memastikan tempat itu cukup sepi. Tidak terlihat anak buahnya atau siapapun berpakaian seragam militer.“Kenapa kau membawaku ke sini?” Amy marah sambil mengibaskan rambutnya yang terkepang panjang. Hitam sempurna seperti Rowena.“Karena kau membuat keributan yang tidak perlu, Amy. Dan apa kau lupa? Aku sudah meminta padamu untuk berpura-pura tidak mengenal saat kita ada di luar rumah.”
“Maaf.” Mae menghaturkan satu potong muffin coklat strawberry—yang terakhir, begitu sampai di depan Gina. Kue yang lain sudah habis, dan Mae tadi menyelamatkan sisa satu itu untuk Gina memang. Mae tetap akan mengantar croissant lemon yang direncanakan untuk Gina nanti, tapi sebagai awal, ia harus membuat Gina tidak amat marah. Gina tampak menghela napas, wajahnya masam, tapi matanya melirik ke arah muffin yang ada di piring itu—mata menginginkan. Ia sudah mencicipi kue Mae yang lain, tapi muffin itu belum dan tentu penasaran. Gina mendesah. “Lady Rowena tidak bermaksud buruk, Mae.” Menegur tapi cukup lembut. “Aku tahu. Aku hanya terlalu sensitif mungkin.” Mae mengakui kesalahan dan nyaris tersenyum saat akhirnya Gina menerima kue itu dan menggigitnya dengan bersemangat. Poppy di sampingnya tampak mengedipkan sebelah mata untuk Mae. Bocoran cara yang disebut Poppy itu sangat manjur. “Apa ia menyebut hal lain tentangku tadi?” tanya Mae. Ia masih sedikit khawatir seumpama Rowena pen