Part 57b
Pak Tom tertawa terbahak-bahak mendengar suara histeris gadis itu. "Dasar gadis bodoh! Kecoanya memang asli, tapi tikusnya cuma mainan haha! Seru juga ngerjain gadis itu!"Setelah gadis itu pergi, Pak Tom melepas penyamarannya. Ia pun segera menghubungi Bosnya."Bos, sudah aman. Gadis itu sudah pergi!"Tak lama Saga keluar dari rumah. "Terima kasih atas bantuannya, Pak Tom."Pak Tom hanya mengacungkan jempolnya, ia masih tertawa kecil mengingat kejadian kocak tadi."Semoga dia gak datang lagi.""Haha semoga saja dia kapok, Bos. Gimana, apa kita langsung berangkat ke kantor, Bos?"Saga mengangguk."Mau sekalian berangkat, Mas?" tanya Damay yang menyusulnya."Iya, Sayang. Aku berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah ya!"Damay mengangguk antusias. Ia pun bisa bernapas lega, Geni sudah pergi dari rumahnya.***Di ruang rapat yang biasanya ramai dengan perdebataPart 58Saga menatap jauh ke luar jendela, mencoba merangkai kata-kata dengan hati-hati. "Ada... beberapa hal yang tidak beres. Aku tidak menyangka ada orang-orang yang bisa melakukan hal seperti itu, merusak apa yang telah aku bangun dari nol."Damay terdiam saat Saga mengungkapkan ketidaknyamanannya. Wajahnya yang selalu tegar kini terlihat rapuh, seperti pecahan kaca yang siap hancur kapan saja. Dia ingin sekali menghapus rasa lelah dan kekecewaan dari mata lelaki itu, menggantikannya dengan senyuman hangat dan cinta yang tulus.Dia mengerti bahwa beban yang dipikul Saga tidak hanya sekadar pekerjaan biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang merusak tidak hanya fisik tetapi juga emosional."Mas, kamu tidak sendirian menghadapi ini semua," ucap Damay dengan lembut, tangannya menggenggam tangan Saga. "Aku di sini untukmu. Ceritakan padaku apa yang terjadi."Mereka duduk bersama di sofa yang nyaman. Saga menatap mata Damay yang pe
Part 58bDamay masih tertawa, akhirnya ia bisa membuat sang suami tersenyum lagi. Saga tertawa pelan sembari menggelengkan kepalanya. Kehidupannya setelah menikah benar-benar membuatnya berbeda, lebih berwarna.Saga berusaha melepaskan dasi yang masih melekat di kemejanya."Biar kubantu, Mas!" ujar Damay seraya mendekat kembali pada sang suami.Jantung keduanya berdebar dengan kencang saat saling berhadapan. Saga tersenyum, menatapnya dengan penuh cinta. Begitu pula dengan Damay yang tersipu saat tak sengaja tatapan matanya bersirobok.Dengan lembut dan hati-hati, Damay membuka dasi tersebut. "Terima kasih, Sayang," bisik Saga di telinganya usai Damay berhasil melepaskan dasi itu.Damay juga membantu melepaskan jas hitam yang dipakai oleh suaminya itu."Kamu mandi, aku mau buatin kopi untukmu ya, Mas.""Iya Sayang. Ingat jangan terlalu manis.""Kenapa kamu gak suka manis, Mas?""Karen
Part 59Beberapa hari berlalu ... Keadaan kantor masih tampak tegang, dengan rumor-rumor yang semakin liar dan spekulasi di setiap sudut. Sagara yang selalu terlihat tenang dan penuh pertimbangan, kali ini terlihat sedikit gelisah. Pertemuan-pertemuan darurat diadakan secara rutin dengan tim khususnya. Saga dengan bijaksana, memimpin dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tidak hanya membawa keadilan bagi perusahaan, tetapi juga memberikan pembelajaran yang berharga bagi semua karyawan. Dia menyampaikan pesan tentang pentingnya integritas dan moralitas dalam setiap aspek bisnis. Di sisi lain, orang-orang kepercayaannya bekerja sama dengan tim audit dan departemen keuangan untuk meninjau kembali prosedur dan kontrol internal. Dia mengambil langkah-langkah untuk memperkuat pengawasan dan menegaskan kembali pentingnya kepatuhan terhadap standar etika yang tinggi. Proses audit mendalam dilakukan untuk memasti
Part 59b"Apaa?? Ja-jadi, Mas Guntur menjadi salah satu yang terlibat dalam kasus ini?" tanya Mega dengan wajah pucat."Iya, sekarang dia dipecat dengan tidak hormat! Bahkan Bos akan melaporkan kasus ini ke polisi."Mendengar penuturan rekan kerjanya, Mega bertambah shock. Ia menutup mulutnya seolah tak percaya. Lagi-lagi, Mega menggeleng pelan. 'Ini tidak mungkin! Lalu bagaimana nanti nasibku dengan bayiku ini?' ucapnya dalam hati.Mega merasa dunianya runtuh saat mendengar komentar pedas dari rekan-rekannya di kantor. Dia merasa seperti semua tatapan terfokus padanya, sebagai istri dari Guntur yang terlibat dalam skandal tersebut.Mata Mega berkaca-kaca, mencoba menahan emosi yang meluap-luap di dalam hatinya. "Duh, kasihan kamu, suamimu dipecat terus bisa saja bakalan di penjara!" komentar pedas dari rekan kerjanya membuat Mega semakin terpuruk. Ia merasa seolah seluruh hidupnya hancur dalam sekejap."Tapi
Part 60"Aku gak apa-apa, Mas. Mungkin hanya masuk angin saja. Ini gara-gara kamu sih, yang bikin aku keramas tiap hari!" cebiknya manja.Saga tertawa. "Haha, habisnya kamu sangat manis jadi sayang kalau dilewatkan. Kamu juga suka kan?"Damay memanyunkan bibirnya salah tingkah. "Aku masuk dulu, Mas langsung berangkat saja."Damay berjalan menuju teras tapi Saga mengikuti langkah istrinya."Bener nih gak apa-apa kalau aku tinggal?" tanya Saga seraya menatap Damay dengan mata penuh cinta.Damay mengangguk sambil tersenyum lembut. "Iya, Mas. Aku akan baik-baik saja. Jangan lupa pulang tepat waktu ya. Aku menunggumu."Saga mengangguk dan memberikan ciuman singkat di kening Damay sebelum beranjak pergi.Senyum lembut terukir di wajahnya meskipun rasa mualnya masih mengganggu. Damay masuk ke dalam rumah. Namun baru beberapa langkah, ia merasakan mual yang tak tertahankan lagi.Hueek ...Saga bergegas masuk ke dalam rumah dengan panik, mendekati sang istri yang berlari menuju westafel, memu
Part 60b Mega terdiam, hatinya terasa sakit mendengar reaksi Guntur. Perangai sang suami yang benar-benar berubah. Menjadi lebih pemarah, tak seperti saat mereka pacaran dulu. "Mas, aku kan hanya bertanya--" "Sudah cukup! Lebih baik kau bilang ke Saga. Jangan laporkan masalah itu ke polisi! Kamu tidak mau kan anak itu lahir tanpa seorang ayah di sisinya?!" ancam Guntur lagi membuat hati Mega makin sakit. "Dilaporkan ke polisi? Apa maksudnya, Mega?" Bu Siti bertanya heran. Guntur tak berniat menjawabnya sama sekali. Ia justru pergi begitu saja meninggalkan dua wanita itu dalam kebingungan. "Mega, apa yang terjadi dengan suamimu? Kenapa bawa-bawa Saga dan polisi?" tanya sang ibunda. Bu Siti memandang Mega dengan ekspresi bingung sekaligus khawatir. Tetiba Mega menangis histeris bersamaan perginya mobil Guntur. "Mega, kenapa kamu malah nangis begitu?"
Part 61Bu Siti memandang Damay dan Saga dengan tatapan kecewa. "Kalian beneran tidak bisa membantu kami?" tanyanya. Saga dan Damay saling pandang sejenak. Namun karena tak ingin berlama-lama, Mega langsung menarik tangan ibunya."Ayo, Bu, kita pulang saja! Percuma saja kita datang ke sini, mereka gak punya hati nurani!" ujarnya ketus. Mereka pergi meninggalkan Saga dan Damay yang masih terdiam di tempatnya."Mas, aku sebenarnya gak ingin bertengkar dengan mereka. Hubungan kemarin sudah mulai membaik, sekarang begini lagi. Entah kenapa Mega berkata seperti itu. Aku sangat sedih, Mas." Damay menghela napas dalam-dalam.Saga menggenggam tangan istrinya dengan lembut. "Gak usah khawatir ya. Kita akan mencoba yang terbaik, Sayang. Yang penting, kita tetap bersama dalam menghadapi ini."Damay mengangguk pelan. "Aku berangkat dulu ya, Sayang. Kamu jaga diri baik-baik.""Iya, Mas, kamu juga hati-hati di ja
Part 61bMega mengangguk, ia melajukan motornya lebih kencang biar cepat sampai di rumah. Seketika Mega dan Bu Siti shock melihat pemandangan di depannya. Mereka terkejut melihat rumah mereka yang terbakar hebat. Mega segera memarkirkan motornya dengan tergesa-gesa, sementara Bu Siti langsung berlari mendekati tetangga-tetangga yang sudah berusaha memadamkan api dengan ember-ember air.Lutut Bu Siti terasa lemas seketika melihat rumah tempat tinggal satu-satunya ludes dilalap api. Suara teriakan dan histeris para warga memenuhi gendang telinganya, mereka berlarian membawa ember berisi air berusaha memadamkan api."Tolong! Tolong! Ada yang bisa bantu padamkan api ini!" teriak Bu Siti dengan nada gemetar.Mega segera bergabung dengan tetangga-tetangga yang berusaha keras untuk mengendalikan kobaran api dengan apa yang mereka miliki. Dia merasa hancur melihat api yang melalap habis tempat yang selama ini mereka panggil sebagai rum
Sementara itu ...Di kantor, ponsel Saga kembali bergetar. Ia mengambilnya dan membaca pesan itu. Alisnya sedikit berkerut.Dia mengetik balasan dengan hati-hati.[Aidan, aku masih banyak pekerjaan. Nanti aku kabari lagi, ya.]Pesan terkirim. Tapi tak sampai lima menit, balasan dari Aidan masuk lagi.[Bro, nggak ada alasan untuk nggak luangin waktu buat sahabat lama. Lagian, aku sudah pesan meja di restoran favoritku. Aku janji, cuma makan santai kok. Kamu bisa bawa istri dan anak kamu. Aku penasaran lihat keluarga bahagiamu.]Saga menghela napas panjang. Ada sesuatu tentang Aidan yang selalu sulit ia tolak. Ia menutup matanya sejenak, lalu mengetik balasan.[Baiklah, aku akan datang. Tapi jangan buat kejutan aneh-aneh.]Balasan dari Aidan langsung muncul hanya beberapa detik kemudian.[Hahaha, tenang aja, Bro. Aku cuma mau ngobrol dan nostalgia. Nggak sabar ketemu kalian semua!][Kirim lokasi
"Maaf cari siapa ya?"Pria itu tersenyum lebar, senyuman yang tampaknya ingin mencairkan suasana. “Damay, kan?""Anda mengenal saya?"Pria itu tertawa. "Tentu saja. Bukankah kita pernah bertemu di Rumah Sakit Korea beberapa hari yang lalu? Nona yang mengembalikan dompet saya."Deg! Damay mulai mengingat insiden di RS kala itu. 'Jadi dia pria yang dompetnya jatuh? Kenapa penampilannya berbeda sekali?'Bukan hanya penampilan fisik tapi juga perangainya. Pria yang ada di hadapannya kini terlihat lebih ramah dan bersahabat, tak seperti waktu itu yang terlihat dingin dan kaku.'Lalu untuk apa dia datang ke sini dan kenapa bisa mengenalku?'"Hahaha, sepertinya nona kebingungan. Tentu saja saya tahu tentang Nona, karena Nona adalah istri sahabat saya. Kenalkan, saya Aidan," ucap lelaki itu seraya menyodorkan tangannya.Damay mengangguk, tapi tak membalas uluran tangannya. Ia hanya menangkupkan tangannya di depan dada. "Oh, maaf Mas Aidan. Tapi Mas Saga sudah berangkat ke kantor. Mungkin nan
Saga mengangguk. "Hmmm .... Jadi yang semalam telepon itu nomornya dia.""Oalah, terus?"Saga melirik arloji yang melingkar di tangannya. "Katanya dia mau datang ke sini. Mungkin sore nanti. Dia ingin bertemu, tapi aku tidak tahu apakah itu ide yang bagus?"Damay terdiam sejenak melihat suaminya yang tengah bingung. "Ya udah yuk, kita sarapan dulu! Makanannya udah siap lho, Mas pasti suka!" ajak Damay mengalihkan perhatiannya.Sagara mengangguk. Mereka menikmati makan bersama sebelum akhirnya Pak Tom memberi tahu agar Saga segera datang ke kantor karena ada meeting darurat."Ya, aku segera datang!" ujar Sagara di ujung telepon. Ia meletakkan ponselnya ke dalam saku lalu berpamitan dengan sang istri."Sayang, aku berangkat dulu ya!""Hmmm, iya mas, semoga pekerjaanmu lancar," ucap Damay sambil tersenyum manis.Saga langsung mengecup kening istrinya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Jaga dir
“Aku tidak tahu, panggilan dari nomor asing.”"Abaikan saja.""Iya, Mas."Damay mendekat ke arah sang suami lalu menatap Rain yang sudah tertidur kembali di pelukan ayahnya."Dia sudah tidur lagi," ucap Saga sambil tersenyum.Damay tersenyum lalu mengecup pipi mungil Rain. "Hmmm .... cuma Rain aja nih yang dicium? Ayahnya enggak?"Damay menoleh menatap wajah sang suami, ia tertawa pelan. "Untuk ayahnya tidak perlu, kan udah sering!"Saga tersenyum lebar, senang melihat Damay kembali ceria. "Ah, jadi aku harus bersaing dengan baby Rain sekarang, ya?" gurau Saga sambil menggoda.Damay tertawa kecil, lalu mendekatkan wajahnya pada Saga, memberikan kecupan hangat di pipinya. "Mas," Damay memulai lagi, suaranya sedikit lebih serius"Hmmm, kenapa Sayang?" Saga menatapnya dengan penuh perhatian.Saga menaruh kembali baby Rain dalam boks bayi, setelah Rain tertidur dengan tenang. "
Kenangan itu membekas di hati Saga. Sejak saat itu, Pak Jerry menjadi lebih dari sekadar pendamping; dia adalah teman, pengganti figur keluarga yang hilang. Tapi kini, saat nama Pak Jerry disebut dalam masalah besar perusahaan, kenangan itu terasa seperti pisau yang menusuk hati Saga lebih dalam.***Sementara di tempat lain ...Pak Tom pulang ke markas sendirian, disambut oleh anak-anak pilihan. "Akhirnya yang ditunggu-tunggu pulang juga. Pak, saya bawa oleh-oleh liburan buat Pak Tom, Pak Jerry, dan anak-anak," seru Lanang menghampirinya dengan senyum yang lebar. Anak-anak pilihan mengangguk dengan ceria, senyuman tulus terpancar dari binar matanya.Tapi tidak dengan Pak Tom yang ekspresi wajahnya terlihat muram. "Mana Pak Jerry? Kok belum muncul juga? Apa masih di mobil?" tanya Lanang kembali seraya tolah toleh ke belakang."Pak Jerry gak pulang.""Oh, masih ada tugas dari Mas Bos?"Pak Tom menggele
Damay mematung di tempatnya, memandang Saga dengan tatapan sedih, mencoba memahami ucapan suaminya. Tapi Saga tetap terdiam, hanya menunduk sambil memutar cangkir kopinya yang sudah dingin.Baby Rain bergerak sedikit, gumaman lembut suara bayi terdengar samar. Damay menoleh, tatapannya beralih ke sosok mungil itu sejenak, lalu kembali ke Saga. Ia meraih pundaknya perlahan, mencoba memecahkan kebekuan di antara mereka.“Mas,” bisiknya, suaranya nyaris pecah. “Kenapa bilang Pak Jerry terlibat? Apa ada bukti?”Saga mengangkat wajahnya, mata merahnya bertemu dengan tatapan istrinya. Ia membuka mulut, namun tak ada kata-kata yang keluar. Hanya napas berat yang terdengar, mengisi ruang yang terasa semakin sempit.“Semua datanya mengarah ke dia,” gumamnya akhirnya, pelan, nyaris tak terdengar. Jari-jarinya mengusap wajahnya yang penuh kelelahan. “Aku nggak bisa mengerti… bagaimana bisa? Aku selalu percaya sama dia, Damay. Aku selalu melihat dia seba
Pak Jerry membuka mulutnya, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Tubuhnya sedikit gemetar, ia menatap Saga, Pak Tom serta Pak Riko bergantian, tatapan matanya tampak berkaca-kaca. “Saya… saya tidak tahu apa-apa, Pak. Seseorang pasti menyabotase saya.” Saga tidak berkata apa-apa, hanya menatapnya tajam. Hening di ruangan itu begitu tegang, hingga detik jam dinding terdengar seperti pukulan palu. “Pak Riko,” ujar Saga akhirnya, tanpa melepaskan tatapannya dari Pak Jerry, “amankan semua akses Pak Jerry. Jangan biarkan dia menyentuh sistem apa pun sampai kita tahu kebenarannya. Dan Pak Jerry…” Dia mendekat, suaranya rendah tapi dingin. “Kalau Bapak benar-benar tidak bersalah, buktikan. Tapi kalau Bapak berbohong…” Saga berhenti sejenak, matanya menyipit. “Bapak tahu akibatnya.” Pak Jerry tertunduk. "Pak Bos, Anda tahu sendiri, saya sudah mengabdi pada Pak Bos dan perusahaan ini bukan satu tahun dua tahun, tapi lebih dari itu.
“Pak Saga, kami punya kabar baik dan buruk,” suara Pak Riko terdengar tergesa-gesa di ujung telepon.“Apa itu?” “Kabar baiknya, kami berhasil melacak sebagian besar transaksi ilegal itu. Kami menemukan aliran dana mengarah ke sebuah akun di luar negeri. Tapi buruknya, ada indikasi bahwa pelaku masih memiliki akses ke beberapa sistem kami. Kami menduga mereka sedang menunggu momen berikutnya untuk menyerang.”Saga mengerutkan kening. “Sudahkah kalian memutus semua akses yang mencurigakan?”“Sudah, Pak, tapi pelaku ini sangat terampil. Mereka bisa menggunakan backdoor lain kapan saja. Kami juga mencurigai adanya aktivitas mencurigakan dari beberapa karyawan yang memiliki akses tinggi.”Saga terdiam sesaat. Curiga ini semakin menguatkan dugaan adanya orang dalam yang terlibat.“Baik,” katanya akhirnya. “Saya akan segera ke kantor. Pastikan semua data cadangan aman dan awasi aktivitas siapa pun yang mencurigakan. Jangan ambil risiko
Damay tersenyum tipis, matanya tak lepas dari wajah Saga. Dia tahu, meski suaminya mengatakan akan terus berjuang, ada sesuatu yang belum sepenuhnya lepas dari pikirannya. “Mas,” bisiknya sambil menyandarkan kepala di bahu Saga, “kalau terlalu berat, Mas bisa ceritakan semuanya ke aku. Aku mungkin nggak bisa bantu banyak, tapi aku selalu ada untuk Mas.” Saga terdiam, tatapannya masih pada Baby Rain. Detik-detik berlalu tanpa jawaban, sampai akhirnya dia berbicara, pelan tapi tegas. “Di kantor tadi, kami diserang. Sistem keuangan kita diretas. Uang perusahaan hilang dalam hitungan menit, dan datanya sekarang dienkripsi. Mereka meminta tebusan.” Damay membeku. Tubuhnya kaku sesaat, tapi dia berusaha tetap tenang. “Berapa yang hilang, Mas?” Saga menghela napas panjang, pandangannya jatuh ke lantai. “Dua puluh lima miliar,” jawabnya lirih. “Dan aku curiga ada orang dalam yang terlibat.” Damay menut