“Tapi mas Andri mengalami amnesia, Dit. Sebagian ingatannya hilang dan dia tak sekarang tak mengenali istrinya, mas Andri malah menganggap aku adalah istrinya, dia juga tak ingat dengan Kak Rizal. Itulah sebabnya aku memilih tidak ikut menemani anak-anak menemui papanya dan menyuruh Kak Rizal yang mengantar mereka.”“Astaghfirullah, terus gimana kondisi Andri sekarang?”“Kata Kak Rizal fisiknya sudah kembali bugar, bahkan kabarnya dokter akan segera memperbolehkannya pulang. Namun ingatannya masih belum ada perkembangan. Dia masih kehilangan sebagian memorinya karena cedera otak yang dialaminya sewaktu kecelakaan.”“Kasian ya istrinya.”“Iya, Dit. Aku juga kasian melihat Rini, terlebih sekarang Rini sedang mengandung.”Terdengar helaan nafas Adit dari speaker ponsel Nuri.“Ri, aku kangen. Aku ingin melihatmu tapi tak diperbolehkan masuk. Boleh minta sesuatu?” tanya Adit.“Apa itu, Dit?”“Kamu nongol sebentar dong di depan pintu. Aku hanya ingin melihatmu dan memastikan kamu baik-baik
Bahkan ketika suatu saat Rini berusaha menyuapi sepotong buah pada Andri. Andri protes dan mempertanyakan pada Rini tentang statusnya. Andri bahkan dengan terang-terangan mengaku sangat mencintai Nuri di depannya dan tidak percaya jika dia menikahi wanita lain dan meninggalkan Nuri. Andri dengan tega menyebutnya wanita yang sedang mengambil keuntungan dengan kondisinya sekarang.Flashback on“Maaf Pak Andri, Rini suapin buahnya, ya. Kata dokter pak Andri harus banyak makan buah dan sayuran untuk mengembalikan kekuatan fisik Bapak,” kata Rini pada Andri sambil menyodorkan sepotong buah apel yang sudah dipotong. Andri hanya menatap kosong padanya.“Kenapa kau mengaku sebagai istriku? Kenapa aku menikahimu? Aku bahkan tidak terlalu mengenalmu, aku tau kau adalah anak gadis dari tetangga bu Aisyah, mertuaku.”Hati Rini pilu bagai tersayat sembilu mendengar kalimat Andri.“Nggak apa-apa jika Pak Andri belum bisa mengingatku,” jawab Rini berusaha tersenyum tipis menahan perih di hatinya.“
Rini berpamitan pada Bi Sum setelah Eko datang menjemputnya, ia memang meminta Eko mengantarkannya ke kampung.“Bi, saya pamit dulu, ya. Mungkin saya akan berada di kampung ibu selama beberapa hari. Saya sudah pamit pada Pak Andri dan ibu mertua saya,” kata Rini pada Bi Sum.“Iya, Bu. Hati-hati di jalan ya, Bu. Jangan terlambat makan, kasian bayinya kalau Bu Rini nggak makan.”“Iya, Bi. Terima kasih, ya.”“Tas saya sudah dimasukin ke mobil, Ko?” tanya Rini pada Eko.“Sudah, Bu. Silakan," jawab Eko sambil membukakan pintu belakang mobil dan mempersilahkan Rini masuk.Sepanjang perjalanan Rini hanya duduk terdiam di kursi belakang sambil sesekali melihat ke layar ponselnya. Pesan yang dikirimnya pada Andri tadi pagi bahkan tak dibalas oleh lelaki itu, padahal terlihat dilayar bahwa pesannya sudah terbaca oleh Andri. Rini sesekali menarik nafas panjang, hatinya sakit menyadari bahwa Andri benar-benar tak menganggapnya. Tak terasa air matanya kembali menetes membayangkan betapa kerasnya A
“Bersabarlah, Bu, aku yakin suatu saat Pak Andri akan kembali mengingat Bu Rini. Jangan berpikiran buruk dan bertidak gegabah, Bu,” bujuk Eko.Rini masih terus terisak. “Aku tak sanggup menghadapi ini sendirian,” gumamnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.***“Assalamualaikum. Bagaimana kabarmu dan cucu-cucuku, Nak?” tanya bu Aisyah di telpon.“Walaikumsalam. Baik, Buk. Ibu sendiri bagaimana kabarnya?” jawab Nuri ketika siang ini Bu Aisyah menelponnya.“Ibu ganggu kah, Nak?”“Nggak, Buk. Nuri lagi istirahat untuk makan siang dan sholat. Ada apa, Buk?” tanya Nuri, tak biasanya Bu Aisyah menelponnya disaat masih jam kerja. Biasanya ibunya itu akan menelpon disaat sore atau malam hari saat Nuri sudah di rumah.“Tidak apa-apa, Nak. Apa kalian baik-baik saja?” tanya bu Aisyah lagi.“Sebenarnya ada apa, Buk?” Nuri tau ada yang disembunyikan ibunya.Terdengar Bu Aisyah menarik nafas di seberang telpon.“Tadi ibu melihat Rini di rumahnya di sini, Nak. Katanya baru tiba kemarin sore dian
Nuri terkejut ketika melihat ada mobil Andri terparkir di depan pagar rumahnya saat dirinya baru saja tiba setelah pulang dari kantornya.“Assalamualaikum,” sapanya membuka pintu depan setelah memarkirkan mobilnya di garasi.“Walaikumsalam.” Terdengar sahutan dari ruang tamu. Di sana terlihat Andri, Aldy dan Nanda sedang bercengkrama. Nuri meilirik ke arah Andri sekilas, pria itu terlihat sudah segar dan sehat seperti sebelum kecelakaan.“Baru pulang, Dik?” sapa Andri lembut pada Nuri.“Iya, Mas. Bapak dan ibu di mana, Mas?” tanya Nuri menanyakan Pak Maulana dan Bu Susi.“Bapak dan Ibu ada di ... rumah. Mas kangen rumah ini dan anak-anak.” Andri sedikit ragu menjawab pertanyaan Nuri.Nuri mengerti. Dalam ingatan Andri rumah ini adalah rumahnya, rumahnya bersama Nuri dan anak-anak mereka. Andri tak mengingat rumahnya bersama Rini. Bahkan tadi Bu Susi mengabari Nuri lewat pesan Whatsapp jika Andri tadi bersikeras pulang kerumah ini dari rumah sakit. Namun setelah dibujuk oleh bu Susi, A
Suara bell pintu berbunyi. Nuri segera bergegas membuka pintu rumah yang memang tak tertutup rapat.“Adit?” serunya melihat Adit berdiri di depan pintu. Adit terlihat terkejut ketika melihat ada Andri di sana.“Maaf, Ri. Aku nggak tau kalau kamu lagi ada tamu. Kalau begitu aku permisi pulang, ya,” kata Adit. Dia menatap mata Nuri yang terlihat basah, Adit menyadari bahwa Nuri dan Andri sedang terlibat pembicaraan serius ketika dia tiba.“Oiya, selamat ya Andri atas kesembuhanmu kembali,” katanya kemudian sambil mengarahkan pandangannya pada Andri. Andri terlihat hanya mengangguk sambil mengeryitkan keningnya.“Terima kasih,” jawab Andri singkat sambil terus menatap Adit.“Aku pulang ya, Ri. Oiya, ini buat Aldy dan Nanda,” kata Adit sambil menyodorkan sekotak du*kin donut.Suasana hening kembali menyelimuti ruang tamu setelah Adit pamit. Andri masih tetap menatap tajam pada Nuri yang membuat Nuri sedikit salah tingkah.“Apa dia salah satu penyebabnya, Dik?”“Apa maksudmu, Mas.”“Kurasa
“Aldy ...,” gumam Nuri sambil meraih tubuh Aldy menyuruhnya duduk di sampingnya. Dia tak menyangka Aldy akan berkata seperti ini padanya.“Papa lagi dalam kondisi kebingungan, Ma. Tapi yang membuat Aldy bangga Papa tak pernah berubah pada ku, pada adikku dan juga pada Mama. Bukankah seharunya Mama bersyukur untuk itu?”“Aldy, maafkan Mama, Nak. Tapi ada beberapa hal yang belum bisa Aldy pahami diusia Aldy sekarang. Mama bukannya tidak bersyukur Papamu kembali dan tetap dengan kasih sayangnya pada Aldy dan Nanda. Mama hanya sedang menjelaskan batasan yang harus Papa mengerti,” jawab Nuri sambil megusap-usap kepala Aldy.“Tak bisakah mama menundanya, Ma? Aldy sangat bahagia ketika Papa kembali. Ribuan doa yang Aldy panjatkan akhirnya dikabulkan oleh Allah. Aldy hanya ingin melihat Papa kembali seperti dulu, Aldy hanya ingin menebus kebersamaan bersama papa yang selama ini hilang selama Papa terbaring koma,” sahut Aldy sambil terus menggenggam tangan Nuri.“Terima kasih, Nak. Terima kasi
Hari ini adalah hari pertama Andri kembali ke kantornya setelah kurang lebih 3 bulan berada di rumah sakit setelah kecelakaan. Beberapa karyawan sudah terlihat menyiapkan penyambutan kepada boss mereka itu. Karyawan Andri sudah berdiri berjejer menyambutnya ketika dia turun dari mobil yang dikendarai Eko. Ada rasa haru di dadanya melihat para karyawannya yang terlihat begitu bahagia menyambutnya kembali, Andri menyalami satu persatu karyawan pria dan mengatupkan tangannya di dadanya pada para karyawan wanita yang ada di sana. Tampak beberapa dari antara mereka bahkan menitikkan air mata melihat Andri telah kembali ke perusahaan dengan kondisi sehat. Setelah ceremony penyambutannya, Andri beranjak ke ruangan kerjanya. Sementara Eko terus mengikutinya dari belakang. Diedarkannya pandangannya ke sekeliling ruang kerjanya itu, tak ada yang berubah hanya terlihat sejumlah dokumen menumpuk di ruang kerjanya.“Dokumen-dokumen apa ini, Ko?” tanyanya pada Eko.“Itu beberapa kontrak kerja, dan
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe