Aneh sekali suamiku ini. Berani beraninya dia bilang itu hanya salah paham saja. Seandainya kalau aku tak mendengar sendiri pembicaraan mereka mungkin saja aku langsung percaya pada wajahnya yang munafik itu.
"Sudah, Dek, kamu hanya salah paham saja. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Maafkan aku ya, Dek, telah membuat kamu marah seperti ini." ucap Mas Hearfy dengan suara yang sangat lembut. Emang dia pikir aku tuli hingga tidak mendengar semua pembicaraan mereka tadi? huh dasar lelaki munafik! Baiklah, aku akan ikuti permainanmu yang licik ini. Aku akan lihat sendiri sampai di mana kamu bisa membohongiku. "Iya, Nak Dewi, suamimu memang benar tuh, kamu hanya salah paham saja. Mana ada kami berani berbicara jelek tentang kamu. Kamu kan menantu terbaik yang sudah memberikan Ibu seorang cucu." Timpal Ibu mertua dengan tersenyum padaku. Senyum yang dibuat- buat kurasa karena hatinya yang tidak menyukaiku. "Betul, Dek Dewi. Maaf, Mbak juga merasa bersalah sama kamu. Mungkin karena menonton postingan Mbak tadi makanya kamu berpikiran yang bukan - bukan dan datang kemari. Sebenarnya Postingan itu hanya untuk menghibur kok, karena Mbak kan sekarang jadi konten kreator, makanya apa - apa selalu di posting." kilah Mbak Sandra. Aku cuma mendengar semua alasan mereka tanpa menyahut sedikit pun dan menatap wajah - wajah yang penuh dengan sejuta dusta itu. Teganya mereka, di belakangku mereka merencanakan untuk menghancurkan rumah tanggaku, sementara di depanku mereka bertingkah seolah manusia yang paling baik sedunia. "Iya, Dek, ayo kita pulang. Mumpung belum sore. Apa lagi hari sudah mulai mendung, nanti bayi kita kehujanan di jalan." Timpal Mas Hearfy sembari menggamit tanganku menarik tanganku untuk pulang. Aneh, dasar manusia tukang selingkuh. Barusan tadi pagi ia kabur dengan segudang emosi yang menggunung, tapi kini ia malah mengajakku untuk pulang secepatnya ke rumah. Mungkin ia takut rahasianya akan terbongkar bila aku terus berada di rumahnya lama - lama. "Tapi, Mas, tadi katamu akan nginap di sini. Aku juga mau ikut nginap, Mas, mumpung sudah lama rasanya aku tak nginap di sini. Maaf, kalau aku telah berprasangka padamu yang bukan bukan." ucapku sambil sekilas melirik ke arah Ibu mertua dan Mbak Sandra, keduanya malah saling lempar tatapan kepada Mas Hearfy dan memberi kode agar secepatnya membawaku pulang ke rumah. "Ah, aku berubah pikiran, Dek. ya sudah kita pulang yuk, maafkan Saya yang sudah merepotkan kamu sampai mengikuti kemari." "Iya, betul Nak Sandra. bukannya Ibu tidak suka kamu nginap di sini, tapi sebaiknya sebagai istri yang baik kamu harus menuruti apa kata suamimu. " ucap Ibu sambil tersenyum sinis. "Apa ibu tidak kangen sama cucu ibu?" aku memperlihatkan bayi yang tertidur lelap dalam gendonganku. Ibu mertua malah membuang muka tidak menengok sedikit pun pada bayiku. "Maaf Ibu belum bisa bermain dengan anakmu, badan Ibu gatal-gatal semua." ucap Ibu sembari berpura- pura menggaruk tangan dan lehernya. Ayah mertua yang melihat tingkah istrinya hanya menatap tak percaya sembari menggelengkan kepala. Walau pun dalam hatiku serasa gemas ingin mencaci mereka, akan tetap dengan sekuat tenaga aku mencoba berusaha untuk menahan diri. Ini sengaja kulakukan karena aku ingin membuktikan perselingkuhan mereka terlebih dahulu. Setelah semua bukti cukup, aku pun akan bertindak sesuai dengan caraku. Tak akan kubiarkan manusia yang telah menyakitiku merasakan hidup enak dan bahagia di atas penderitaanku. Kulirik sekilas wajah Ibu yang masam pada putranya itu dan juga Mbak Sandra yang mengolok dari belakang. Mereka berdua seperti sengaja menyuruh Mas Hearfy agar secepatnya meninggalkan rumah mereka. "Ayo, Dek, kok bengong. Ayo pulang" Setelah Mas Hearfy berhasil mengajakku ke luar dari rumahnya dengan kata- kata yang lembut, tiba di luar yaitu di halaman rumahnya, suaranya malah berubah kembali kasar padaku. "Dasar perempuan tukang ikut campur!Kenapa sih kamu sampai mengikuti aku ke sini segala?! Apa kamu cemburu melihat aku berdekatan sama Mbak Sandra?" Tanya dia sembari berjalan mendahuluiku dengan menyeret kembali tas pakaiannya untuk dibawah pulang ke rumah. Lalu ia pun menanyakan di mana aku memarkirkan motorku tadi. Tingkahnya sudah seperti orang gila. "Jalan saja, Mas, nanti aku tunjukan dimana aku memarkirkan motorku. Masa untuk anak istri sendiri kamu selalu mengomel, akan tetapi kalau untuk orang lain kamu pasang badan selalu di depan untuk menolong." ucapku tegas tapi sinis. "Kamu mulai menyindirku ya, Dek? Terang saja aku membantu Mbak Sandra karena dia kakak iparku. Coba kalau orang lain, tentu aku juga nggak mungkin bantu. Kamu saja yang suka curiga sama aku." ia mulai merasa tersindir. Baiklah, kalau kamu mau kembali ke rumah demi untuk menutupi kebusukan mu, aku juga tak ambil pusing. Akan tetapi secara perlahan - lahan, aku akan cari gara - gara agar bisa membuat kamu makan hati tiap hari mendengar sindiran dariku. Tiba ditempat aku memarkirkan motor, ia kembali menggerutu lagi sembari menghidupkan mesin kendaraan roda dua ku itu. "Ini mungkin rencana kamu untuk menguping pembicaraan kami ya, Dek, makanya memarkir motornya jauh dari rumah Ibu seperti ini. Akan tetapi kalau terlalu curiga seperti itu, bisa berbahaya loh, karena akan membuat pikiranmu jadi tidak tenang dan kamu akan menderita sakit hati. Dan lama- lama kamu jadi orang yang cemburu buta." "Tidak ada niatku untuk menguping pembicaraan kamu, Mas, apa lagi untuk cemburu. Karena aku tahu kamu seorang lelaki yang kejam dan tak punya hati. Jadi mana mungkin semua wanita di kampung ini mau sama kamu? kalau salah satu ada yang mau, pasti itu hanya perempuan ga tal yang suka mengganggu rumah tangga orang. " jelasku panjang lebar. Wajahnya merah padam mendengar setiap kalimat yang penuh sindiran yang kuucapkan. Ia akhirnya diam sendiri hingga kami tiba di rumah. Tak ada sepatah kata pun yang ke luar dari mulutnya untuk membantah ucapanku. *** Keadaan di rumah menjadi tenang hampir sampai seminggu semenjak Mas Hearfy pulang dari rumah ibunya. Tak ada lagi suara cemprengnya yang ribut meminta aku untuk melayaninya. Sebab setiap kali ia mulai menyinggung masalah itu, aku selalu mengatakan kalau tubuhku kini bukan seperti masa gadis dulu yang beraroma parfum yang mahal, akan tetapi sekarang ini karena anakku masih bayi, maka tubuhku beraroma khas asi dan juga bau minyak telon dan juga bau minyak kayu putih. Aku seperti itu sekedar hanya untuk mengingatkan ucapan dia di rumah ibunya kalau ia merasa eneg melihat dan dekat denganku. "Emang kamu tidak jijik padaku, Mas? Badanku bau minyak kayu putih bercampur dengan bau asi." ucapku yang membuat ia langsung mati kutu. sejak saat itu, no a pun terdiam, dan tak berani lagi buka suara meminta haknya. Mas Hearfy kini kesibukannya pun jadi berubah. Kalau Minggu lalu ia sering bertandang ke rumah ibunya, Kini sepulang dari bekerja di perusahaan, ia menghabiskan waktunya dengan memegang ponsel berjam-jam atau menonton televisi tanpa menghiraukan ku. Aku pun melakukan hal yang sama padanya. Aku tak menghiraukan kehadirannya di rumah. Kalau dia mau makan ya makan selagi ada makanan yang sudah dimasak. Akan tetapi, kalau belum, ia terpaksa harus gigit jari atau membuat kopi sendi. Hingga suatu saat mungkin ia sudah nggak betah melihat aku yang terus mendiamkannya, ia pun bertanya. "Dek, Kenapa kamu selama ini selalu mendiamkan ku? Kalau ada sesuatu tolong ceritakan padaku, jangan hanya memendamnya sendiri." ucapnya. Sekilas aku melirik ke arahnya. Wajahnya malah menunduk, tak mampu dia untuk beradu pandang denganku. "Mau tahu kenapa aku diam, Mas? Baiklah aku akan memberitahumu sekarang. Aku diam karena tak ada yang perlu aku bicarakan. Mau bicara dengan siapa? Soalnya di rumah ini aku tak ada teman untuk berbagi suka dan duka. Apa lagi, napasku juga bau, mungkin mendengar suaraku saja kamu bisa mual." aku kembali menyindirnya. Kulihat wajah Mas Hearfy merah padam. Mungkin ia teringat kembali kalau semua kata - kata itu adalah hinaan yang pernah dilontarkan dari mulutnya sendiri untukku. Dari sejak itu, kami pun sering diam, walau tinggal serumah m, tapi tak ada komunikasi sama sekali diantara kami. Hingga tiga hari kemudian, ketika aku sedang duduk duduk di teras, muncul Mbak Sandra dengan gaya yang bohai gemulai, datang dan menyapaku. "Hai, selamat sore." suaranya terdengar ceria yang dipaksakan. "Sore, silakan masuk, Mbak. Kalau boleh tahu Mbak ada perlu apa ya datang ke mari?" Aku langsung bertanya tujuan yang sebenarnya datang ke rumah. Menurutku perempuan yang seperti ulat buluh begini tak usah dikasih hati nanti di jadi keenakan sendiri. "Biasa, Dek, aku kangen sama anakmu yang gemas itu. Makanya malam ini aku berencana nginap di sini." ucapnya. Apa? menginap? Apa dia sudah sangat kega telan hingga tak tahan dan mendatangi suamiku ke rumah? Atau memang keduanya sudah merencanakan hal ini sebelumnya? ""Cepat, Mas, yang kencang dong biar agak enak. Iya, Mas, gitu dong, ah, ini baru enak." terdengar suara Mbak Sandra yang mendesah desah dari arah dapur. Menjijikan. Mereka lagi buat apa sih di sana? Gegas aku mengintip di celah pintu yang terbuka yang mungkin sengaja tidak di tutup okeh mereka. Ya Ampun! Keduanya sedang... *** "Maaf, Dik Dewi, boleh kah malam ini saya nginap di sini? Saya Jenuh di rumah sendirian." tanya Mbak Sandra padaku saat kami berdua duduk di teras. Heran aku, bisa - bisanya dia bilang di rumah cuma sendiri, pada hal kan dia saat ini tinggal bersama dengan kedua mertuaku. Karena terlalu emosi dengan sikapnya yang suka berbohong, aku pun segera menegurnya. "Kok bisa sendiri, Mbak, terus Ibu mertua ke mana? Apa mereka Nggak ada di rumah?" Wajahnya Mbak Sandra seketika memerah, ketahuan kan kalau dia mau berbohong padaku. Dasar wanita ikat buluh! "Ada sih, Dek, tapi mereka sering ngobrol sendiri, sedang aku nya di kamar se
Dan satu lagi, kenapa ia berpakaian begitu seksi? Dress pendek ketat sebatas paha dengan leher yang sangat rendah sehingga memperlihatkan gundukan di dadanya. Apa ia sengaja mau menggoda suamiku? *** "Dek, ayo makan, aku sudah menyiapkan semua hidangan untuk makan malam di meja makan." panggil Mbak Sandra dari luar di depan pintu kamarku. Gegas aku ke luar dan mendapati Mbak Sandra yang sudah dalam keadaan segar bugar. ia seperti baru selesai mandi keramas terlihat dari rambut panjangnya yang basah tergerai sehingga membasahi mini dress yang dikenakannya. Aku jadi sangat heran, kok bisa dia mandi keramas pada hal cuacanya saat ini sangat dingin karena barusan diguyur hujan lebat. Di tengah malam seperti ini lagi? Apa dia nggak kedinginan? karena terlalu merasa curiga, aku pun langsung menanyakan padanya. "Mbak mandi keramas? Aneh, pada hal cuacanya sangat dingin karena baru saja diguyur hujan lebat tadi. Apa Mbak nggak merasa kedinginan?"tanyaku
"Eh, Mbak Sandra, kenapa wajahmu pucat begini?" tanyaku sembari melirik ke arah Mas Hearfy. Aku hanya tersenyum saat memandang wajah keduanya yang pucat pasi karena semalaman kurang tidur. Rasakan! Itulah kalau mau bermain main denganku.! *** Baguslah, keduanya masih berada di ruang makan. Mungkin betah berlama lama berdua. Dasar manusia tukang selingkuh, suka ambil kesempatan dalam kesempitan. Tak mau berlama- lama, aku gegas menuju ke kamar, mengambil obat pencahar dan ku pencet sedikit ke gelas lalu mengaduk dengan cepat, setelah itu ku tuang air itu ke galon, kebetulan air galonnya tinggal sedikit, pas lah bila dicampur sama obat ini, nanti sisanya bisa ku buang besok pagi. Tak lupa, aku memisahkan sedikit air untukku bawa ke kamar biar bisa diminum nanti kalau sedang haus tengah malam. "Belum selesai acara makannya, Mbak, Mas?" tanyaku sambil memperhatikan tingkah keduanya yang gelagapan. "Sudah, Dek, ini juga mau habis." sahut Mbak Sandra sambil menunjukan isi di piring
Kulihat Mbak Sandra sudah bertukar pakaian. Yang lebih mengejutkan, dia mengenakan celana kolor dan baju kaus kepunyaan Mas Hearfy suamiku. Dasar perempuan gak punya malu! *** "Kok pulang lagi? nggak jadi ke butik? Tadi katanya mau ke sana." cecar ku ketika melihat keduanya baru turun dari motor. Baik Mas Hearfy atau pun Mbak Sandra tak ada yang menjawab pertanyaanku, keduanya berjalan tergesa hampir seperti berlari. Karena penasaran, aku pun akhirnya ikut juga keduanya ke dalam rumah. Oh, ternyata keduanya menuju ke toilet. Apakah keduanya buang air lagi? "Mbak Sandra sakit perut lagi? Ya ampun, itu pasti akibat mengonsumsi makanan yang terlalu asin semalam yang membuat kalian jadi seperti itu. Beruntung deh, aku tak memakannya jadi selamatlah aku dari makanan pembawa maut itu." ujarku sembari melihat Mbak San yang sedang mengurut perutnya sendiri. Tiba - tiba aku mendengar ada bunyi yang ke luar dari tubuh Mbak San, baunya sangat mengganggu indra penciuman. Tdak lam
"Oh...ah...Mas, enak, kapan kamu menceraikan istrimu itu, Mas? Aku nggak kuat kalau terus sembunyi- sembunyi seperti ini. Nggak bebas. oh..." Terdengar suara perempuan yang merengek diantara suara desahan dan rintihan. Itu kan suara... *** "Bagaimana? Apa Dek Dewi mau meminta bantuan dari tetangga untuk mengusir kakak iparmu itu? Nanti kalau mau kabarin saya biar saya yang mengumpulkan warga untuk menggerebek mereka berdua." Suara Ibu Rohaya terngiang - ngiang di telingaku. Ah, apa aku akan melakukan tindakan yang dikatakan oleh Bu Rohaya tadi? Tapi ini juga sekaligus akan menghancurkan rumah tanggaku sendiri karena mungkin itulah tujuan utama Mbak Sandra nginap di rumahku dan melakukan tindakan tindakan yang menantang yaitu ingin menghancurkan rumah tanggaku. Ah, tidak! Aku harus mencari cara sendiri untuk mengusir Mbak Sandra. Dia ini tipe wanita yang tidak mempan dengan ucapan yang kasar. Bayangkan saja, disaat aku mengusirnya saja dia malah anteng mengan
"Mas, panas, Mas, oh...perih." teriak Mbak Sandra histeris setelah menyadari ada sesuatu di organ vitalnya tersebut. "Sama, Yang, aku juga. Memangnya ada apa ini, Yang? kenapa kita kepanasan berdua?" Mas Hearfy menimpali.**** Tanpa berkata kata lagi, Mas Hearfy langsung melompat turun dari tubuh Mbak Sandra, sedang perempuan itu, sudah tak menghiraukan keadaan tubuhnya yang tak berbusana, ia sibuk menjerit dan berteriak histeris sambil memegang organ vitalnya tersebut. Ketika Mas Hearfy berbalik dan mendapati aku yang sedang berdiri di depan pintu sambil melipat tangan di dada, wajahnya seketika langsung berubah pias. "Apa yang sudah kau lakukan, Dek? Kau....? Dasar istri kurang ajar! Kenapa kamu sengaja melakukan perbuatan itu pada Sandra?! Apa kamu cemburu? Salah kamu sendiri, kenapa selama ini kamu selalu menolak keinginanku. Giliran aku jajan di luar, baru kamu marah - marah tak terima." Bola mata Mas Hearfy membelalak besar menatapku.
Rasakan! Itulah kalau berani merusak rumah. tangga orang.*** "Mas...panas, Mas, oh, aku nggak kuat." Tangisan yang menyayat hati terus ke luar dari mulut Mbak Sandra. Mau berdiri atau pun duduk ia jadi serba salah, semuanya jadi tak tenang. Rasa panas efek dari sambal terasi yang pedas mampu membakar di dinding organ vitalnya sehingga ia sangat menderita kepanasan yang teramat sangat. "Tenanglah, Dek , nanti saya usahakan mencari es batu barang beberapa batang dulu biar kamu berendam di dalamnya. Kalau adem kan enak biar cepat sembuhnya. Sekarang, berendam dulu di baskom yang sudah terisi dengan air ini. Aku ke luar sebentar mencari es batu dulu. Kamu aku tinggal ya, Yang?" Dari jarak yang cukup jauh antara kamar dan ruang tengah, aku melihat si ulat buluh itu mengangguk. Ia sesekali berdiri, sesekali duduk sambil memegang organ vitalnya. Demi melihat aku yang sedang santai menyusui anak di depan televisi, Mas Hearfy pun mendekatik
"Sandra!Ke luar kamu! Jangan ngumpet dengan suami orang!" teriak Bu Rohaya di depan pintu rumahku. Melihat kehebohan itu, aku cepat masuk ke dalam rumah untuk menggendong putra kecilku yang baru berusia sebulan setengah itu. Ya, aku Khawatir dia akan kaget mendengar suara kegaduhan di rumahku. Aman. Setelah bayi merah itu berada dalam dekapanku, aku cepat membawanya ke luar. "Sandra! Hearfy! ke luar kalian! Dasar manusia muka tembok tak punya malu! Kenapa kalian berselingkuh,hah?! Seharusnya kalian tuh sadar kalau perbuatan kalian telah menyusahkan banyak pihak."suara Bu Rohaya masih lantang berteriak di timpal dengan suara dari Ibu- ibu lainya. Dari tempat persembunyianku, aku melihat pintu rumah mulai terbuka, lalu muncul Mas Hearfy berdiri di depan pintu menghadap ke pada Ibu -ibu tersebut. Aku tersenyum, rupanya seperti biasa ia yang akan maju paling depan demi membela perempuan selingkuhannya. "Ada apa Bu, kenapa bikin gaduh di rumahku? Apa salah ku, Bu?" Suaranya tegas ber
Apakah dia sangat menyayangi putraku? Kalau benar iya, aku merasa sangat bersyukur dan beruntung dipertemukan dengan nya dan bisa bersahabat dengannya...***"Kurang ajar! beraninya kamu berjaya begitu padaku. Dasar wanita miskin tak tahu diri. Muak aku sama kamu." Sandra kulihat melangkah kakinya untuk mengejar ku yang sudah mulai turun dari atas tempat pengantin, tapi nas, mungkin karena ia menginjak gaunnya sendiri, makanya ia langsung terjatuh hingga terdengar bunyi gedebuk dari arah belakangku. Aku segera menengok ke belakang, dan juga semua turut berdiri dan mendekat ke arah pengantin wanita yang terjatuh hingga gaun putih panjangnya belepotan debu dan tanah yang menimbulkan warna lain di gaunnya. "Mas, cepatan tarik aku dong, Mas, aku nggak bisa berdiri nih " seru Mbak Sandra. Bagaimana dia mau berdiri? sementara gaun panjangnya tertindih kakinya sendiri. Walau pun mendengar teriakan minta tolong dari Mbak Sandra, akan tetapi baik para tamu undangan atau pun kedua mertua
Akhirnya, pernikahan antara Hearfy dan Sandra pun dilaksanakan juga, walau pada dasarnya ia belum menceraikan Dewi secara sah. Pernikahan itu digelar sangat meriah, hanya lebih meriah pernikahan pertamanya dengan Dewi dulu saat ayahnya masih menjabat sebagai kepala desa di kampung itu. Akan tetapi, bagi ukuran warga desa itu, pernikahan keduanya ini pun tergolong sangat mewah dan meriah, ketimbang para warga lain yang hanya mengadakan resepsi kecil kecilan atau istilahnya ramah tamah sederhana. Dan seperti yang dikatakan Sandra, ia memang mengundang Dewi mantan istri Hearfy untuk menghadiri acara syukuran pernikahan itu. Dilihatnya kiri kanan, semua manusia yang berjubel memadati halaman rumahnya, tapi ia tak melihat Dewi ada di situ. "Kurang ajar! Berani benar dia nggak menghargai undangan ku. Sudah miskin tapi belagu. Awas dia!" ia menggerutu sendiri. Hearfy yang berdiri di sebelahnya pun menasihati agar jangan uring uringan di depan tamu, takutnya ada yang berpikiran yang buk
"Mas, usir mantan istrimu itu, Mas, aku tidak suka mereka tinggal di situ.""Iya, sayang, nanti aku akan mengusir mereka." sahut Hearfy lirih. "Mas, nggak benar kan, apa yang mantan istrimu itu katakan, kalau rumah itu miliknya? Soalnya aku kepikiran terus tentang perkataannya itu.""Ya enggaklah sayang. Rumah dia dari mana? Itu rumah yang dibangun oleh Ayah untukku, bukan untuk dia. Jadi tenang saja besok atau lusa aku pastikan akan mengusir mereka."; Sahut Hearfy menipu calon istrinya tersebut. Sandra yang tidak tahu menahu masalah penjual belian tanah itu percaya saja akan ucapan Hearfy.Ia bangga akan dirinya yang bisa merebut Hearfy dari Dewi istrinya untuk menjadi suaminya."Ternyata usahaku nggak sia sia. Mas Hearfy sudah masuk dalam jebakan perangkap cintaku. Tak sia sia aku selalu menyenangkan hatinya dengan tubuhku, melayani kebutuhan batinnya selama istrinya mengandung dan melahirkan. Sebentar lagi aku nggak usah sembunyi sembunyi lagi bermesraan di depan orang karena
"Aduh, uang sebanyak ini mau kuapakan ya? Aku ingin membuka usaha saja atau bagaimana? Tapi kalau aku buka usaha, aku khawatir semua orang akan curiga padaku. Mereka pasti bertanya tanya, dari mana aku bisa mendapatkan modal sebanyak itu? Secara aku hanya seorang wanita rumahan dan Ibu rumah tangga pula. Pasti mereka akan mencurigai yang bukan bukan padaku nanti. Ah, lebih baik aku jangan gegabah. Aku tahu g saja dulu yang itu. nanti setelah waktunya tepat, barulah aku akan membuka usaha." Aku membatin sendiri. Akhirnya setelah berpikir cukup lama, aku pun mengambil sebuah keputusan, untuk menabung saja dulu. Kalau waktunya sudah tepat, barulah aku akan membuka usaha, apa pun itu. Semenjak aku sudah memperoleh penghasilan sendiri, kebutuhan aku dan anakku pun semua tercukupi. Aku bisa membelikan di kereta bayi. Yang mana kereta ini sangat bermanfaat untukku. Aku bisa nendudukan anakku di situ, di saat aku melakukan kegiatan harianku yaitu menulis novel. Seperti hati ini, kare
"Mbak Sandra, Mbak Sandra, aku tuh bukan seperti kamu, pura pura minta tolong, tapi ternyata mau bermain lato lato dengan suami orang. jaga saja suami Mbak, jangan sampai ..."***Akhirnya pada sore harinya, aku pergi ke rumah Bu Wati untuk berpamitan pada beliau kalau keesokan harinya aku akan kembali ke rumahku.Pada awalnya beliau terheran heran mendengar ucapanku, tapi setelah ku jelaskan bahwa aku telah membeli rumah itu dengan bantuan orangtuaku, beliau pun akhirnya mengangguk setuju."Ah, kalau begitu malah bagus, Nak, Ibu mau lihat bagaimana nanti tanggapan dari mertua dan suamimu saat tahu kamu sudah memiliki rumah itu. Biar mereka semakin kepanasan dan bila perlu jadi darah tinggi sekalian. Emosi Ibu melihat tingkah mereka yang sangat angkuh itu." ucap Bu Wati kesal.Keesokan harinya, aku segera berkemas untuk pindah ke rumahku kembali. Rasanya sangat lega, bisa kembali lagi ke rumah tersebut.Melihat kehadiranku kembali di rumahku, Bu Rohaya langsung datang bertam
Hari masih amat pagi, ketika Bu Rohaya datang ke rumah. Aku pun langsung membuka pintu dan mempersilakan dia untuk duduk. Wajah beliau terlihat sangat sumringah. Aku yakin, pasti ada kabar gembira untukku di pagi ini. "Maaf, Nak, kalau Ibu datangnya terlalu pagi. Apa ini tidak menggangu bayimu yang lagi tertidur?" tanya Bu Rohaya dengan suara perlahan. Aku tersenyum. "Tentu saja tidak, Bu. Ya ampun, kenapa Ibu sampai berpikiran seperti itu? Kayak saya ini orang lain saja." ucapku dan wanita paruh baya itu pun tersenyum. "Begini, Nak Dewi, Ibu mau mengantar buku sertifikat ini. Segala urusan mengenai penjual belian, dan tanda tangan serah terima pun sudah dilakukan oleh teman Ibu yaitu Bu Evi di kantor desa kemarin. Yang menjadi permasalahannya, besok, Bu Evi mau ikut suaminya yang bertugas di pedalaman. Menurut saran beliau, baiknya, pagi ini juga Nak Dewi harus mengurus surat jual beli lagi di kantor desa atas nama Bu Evi sebagai pihak pertama atau penjual dan Nak Dewi sendiri
"Nak Dewi, Ibu sudah mencaritahu seperti permintaan Nak Dewi. Memang betul, suamimu mau jual rumah itu. Dan teman yang Ibu minta tolong pun sudah membantu. Ia langsung menawar harga rumah itu sekaligus sama tanahnya." Bu Rohaya menyampaikan hasil investigasinya padaku. Aku tersenyum senang, sebentar lagi, rumah itu akan sah menjadi milikku. "Kira- kira harganya berapa, Bu kalau boleh saya tahu?" tanyaku antusias. Mudah mudahan harganya tak terlalu mahal, cukup dengan isi kantongku saja. "Tujuh puluh juta, Nak. Itu sudah sekalian sama tanahnya." sahut Bu Rohaya. "Wah, tujuh puluh juta? Mahal sekali ya, Bu? Apa tidak bisa dikurangi lagi, Bu? Tolong Ibu bilang ke temen Ibu untuk menawar lagi, siapa tahu bisa dinegosiasi, nanti aku kasih komisi." ujarku terus terang. Sebenarnya aku bisa saja membeli dengan harga seperti itu. Masih terjangkau sesuai dengan isi kantongku. Menurutku memang sudah pas atau bahkan sangat murah jual rumah lapis tanah sekalian hanya dengan harga sepert
Entah betul atau tidak, dari jauh aku seperti melihat Mas Hearfy dan Mbak Sandra. Keduanya berjalan bergandengan sambil berpelukan mesra. Untuk memperjelas pandanganku, aku pun segera memicingkan mataku. Ternyata benar yang kulihat, Itu mereka. Keduanya seperti sedang....***Tak menyangkah aku dengan diriku sendiri, ternyata walau hanya seorang Ibu rumah tangga biasa, aku bisa memperoleh penghasilan yang lumayan besar seperti ini. Dengan uang yang ku peroleh ini, aku ingin membahagiakan diriku sendiri dan juga Putra semata wayangku.Setelah selesai menghitung uang, dan menaruhnya di tempat yang aman, baru aku ke dapur membuat susu untuk anakku. Aku Tahu, uang yang aku peroleh saat ini, tak lain adalah rejeki putra kecilku. "Mimi dulu, Yang. Mimi yang banyak biar cepat besar. Nanti kalau udah besar, sekolah yang rajin ya, Nak, biar jadi orang sukses." Aku menggendong bayiku dan mulai memberikan dia susu. yah, semenjak aku kekurangan makanan hingga berimbas pada asi yang ta
Wanita yang melayaniku terlihat kaget mendengar penuturan ku. Dengan mulut menganga dan bola mata yang membeliak lebar, ia menatapku tak berkedip, ia seolah tak percaya dengan pendengarannya sendiri. "Sepuluh ribu dolar? Emang Ibu kerja apaan sih hingga mempunyai uang dolar sebanyak itu?"Mungkin ia tak menyangkah kalau perempuan yang sepertiku, berambut cepol, sambil menggendong anak dengan dandanan seadanya, memakai sendal jepit, bisa menghasilkan ribuan dolar.***Pagi - Pagi benar aku sudah membereskan rumah serta memasak karena sekitar jam delapan nanti aku hendak pergi ke kantor BRI terdekat. Bu Wati yang merasa heran dengan kegiatan yang kulakukan yang tak seperti biasanya di setiap hari, mendatangi rumah dan menanyakan padaku apa ada acara hari ini, sehingga pagi -pagi sekali aku sudah sangat sibuk di dapur. "Iya, Nak Dewi, Ibu kira Nak Dewi mau adakan acara hari ini, makanya Ibu merasa heran. Tadi Bapak juga sempat menanyakan dan menyuruh Ibu mencaritahu sendiri ke si