Dan satu lagi, kenapa ia berpakaian begitu seksi? Dress pendek ketat sebatas paha dengan leher yang sangat rendah sehingga memperlihatkan gundukan di dadanya. Apa ia sengaja mau menggoda suamiku?
*** "Dek, ayo makan, aku sudah menyiapkan semua hidangan untuk makan malam di meja makan." panggil Mbak Sandra dari luar di depan pintu kamarku. Gegas aku ke luar dan mendapati Mbak Sandra yang sudah dalam keadaan segar bugar. ia seperti baru selesai mandi keramas terlihat dari rambut panjangnya yang basah tergerai sehingga membasahi mini dress yang dikenakannya. Aku jadi sangat heran, kok bisa dia mandi keramas pada hal cuacanya saat ini sangat dingin karena barusan diguyur hujan lebat. Di tengah malam seperti ini lagi? Apa dia nggak kedinginan? karena terlalu merasa curiga, aku pun langsung menanyakan padanya. "Mbak mandi keramas? Aneh, pada hal cuacanya sangat dingin karena baru saja diguyur hujan lebat tadi. Apa Mbak nggak merasa kedinginan?"tanyaku curiga. Dan satu lagi kenapa ia berpakaian begitu seksi? dress pendek ketat sebatas paha dengan leher yang sangat rendah sehingga memperlihatkan gundukan di dadanya. Apa ia sengaja mau menggoda suamiku? Mbak Sandra malah tersenyum. "Iya, Dek, memang aku sengaja keramas lagi tadi. Habis badanku rasanya gerah banget, keringatan pula. Nggak enak tuh tidur ditemani bau keringat yang menyengat." sahutnya sambil tersenyum. "Gerah? Pada hal cuacanya dingin banget loh saat ini, habis hujan lagi. Kok bisa Mbak San merasa gerah?!" aku hanya bisa menggeleng tak percaya mendengar alasan yang dikemukakannya. "Ya, namanya lain orang kan lain juga yang dirasakan. Kalau Dek Dewi merasa kedinginan, belum tentu aku juga merasakan hal yang sama, kan siapa tahu Dek Dewinya lagi sakit makanya dingin." Aku jadi terdiam. Apa benar yang dikatakan oleh perempuan ini? Apa memang aku saat ini lagi sakit makanya aku merasakan kedinginan yang teramat sangat. Tanpa menyahut dia, aku gegas menuju ke ruang makan. Betapa kagetnya aku saat mendapati suamiku Mas Hearfy yang sedang duduk di depan meja makan, rambutnya dalam keadaan basah, sama seperti Mbak Sandra. "Mas Hearfy! Ada apa dengan kalian berdua?! kenapa kalian bisa keramas bareng seperti ini? Sebenarnya apa sih yang sudah terjadi di rumah ini yang tidak aku ketahui?" tanyaku penuh dengan emosi yang menggelegak. Mas Hearfy yang sedang asik bermain ponsel seketika melirik ke arahku. "Emangnya kenapa kalau aku keramas? Kok kamu yang sewot? Tolong, mulai saat ini jangan ikut campur urusan pribadiku.!" bentaknya kasar. Seketika dadaku terasa nyeri. Ya ampun, di depan Kakak iparnya dia tega membentakku. Ia sangat tak menghargai perasanku sedikit pun. Apa yang sudah mereka lakukan di rumahku? Jangan sampai kecurigaanku ini memang benar. Soalnya ada gelagat- gelagat aneh yang kutangkap dari keduanya semenjak sore tadi. Aku duduk di sebelah Mas Hearfy dalam diam. Dia juga mulai asik dengan ponselnya tanpa menghiraukan kehadiranku yang ada di sampingnya. Aneh. Tidak biasanya ia seperti ini. "Boleh aku duduk, Dek?" sapa Mbak San ketika tiba di meja makan. Aku hanya mengangguk sekilas, mencoba bersikap ramah padanya. Ketika Mbak Sandra datang dan duduk di depanku dengan pakaian terbuka seperti itu seketika aku melirik ke sampingku ke Mas Hearfy. Lelaki itu menatap lekat pada Mbak Sandra terlebih pada bagian tubuh sensitifnya yang terbuka. Tak tahan dengan itu semua, gegas aku menyendokan makanan ke piringku sendiri. Aku ingin segera menghabiskan makananku karena tak mau berlama - lama dengan manusia bejad seperti mereka berdua. Seketika kulihat Mbak San bangun menyendokan makanan untuk Mas Hearfy lalu menyodorkan piring yang sudah berisi nasi dan lauk pauknya ke tangan Mas Hearfy. keduanya sempat bertatapan sambil tersenyum. "Silakan dimakan, Dek Hearfy. Dan Dek Dewi, Maaf, Mbak telah menyendokan makanan untuk suamimu ini. Habis nggak enak aku, kita makan dia enggak." Ya ampun, Mbak Sandra malah semakin berani padaku. Tak segan- segan dia melakukan itu rumahku sendiri. Berusaha tak menghiraukan mereka berdua, aku pun mulai menyuapi makanan ke mulutku, tapi baru saja makanan tersebut masuk ke dalam mulutku, segera memuntahkan kembali makanan itu karena terlalu merasa asin. Apa Mbak San sengaja menaruh garam banyak pada masakannya? "Dek Dewi, kenapa muntah? apa masakanku nggak enak?" Tanya Mbak Sandra. ketika melihatku memuntahkan makanan yang sudah masuk ke mulutku itu. "Cicipi saja sendiri!" ucapku kasar. Ia pun segera mencicipi makanan itu. "Wah, ternyata sayurnya asin sekali ya, Dek? kok bisa ya? apa mungkin tadi aku salah menaruh garam?" "Itulah, Mbak, jadi orang kalau nggak fokus dalam memasak. Di dapur itu tempatnya untuk masak bukan untuk main pijat pijatan seperti yang kalian lakukan tadi. Kalau kalian mau memijat, pergi saja ke tukang pijat atau panggil tukang pijat datang ke rumah, jangan di dapurku." "Maaf, Dek, habis tadi tuh aku nggak tahan pundakku rasanya pegal sekali, makanya aku minta Dek Hearfy memijat ku. Maafkan aku ya, Dek?" "Lagian Mbak juga nggak sopan banget. Di rumah orang mengenakan dress ketat dan pendek seperti itu. Apa memang Mbak sengaja mau menggoda Mas Hearfy?" "Ya enggaklah, Dek, Memang Mbak selalu seperti ini kok kalau malam. Habis cuacanya sangat gerah. Mbak nggak bus menahan panas." ucapnya dengan suara yang dibuatnya sangat halus. Ya ampun, dosa apa aku sampai bertemu dengan orang macam Mbak Sandra ini? Sudah tak tahu malu, keganjenan pula. Namun, Mas Hearfy malah asik menyantap makanannya. Ia seperti tak merasakan keasinan pada makanannya itu. "Enak, Dek?" tanya Mbak San pada suamiku itu. "Sangat enak seperti yang membuatnya." ucap Mas Hearfy memuji Mbak Sandra. keduanya saling tatap, saking melempar senyum seperti sengaja ingin membuat panas hatiku saja. Karena nafsu makan yang sudah hilang lenyap sedari tadi, tak menghiraukan keduanya aku meninggalkan ruang makan itu. Gegas aku menuju ke dapur untuk mengambil air minum. Namun, ketika aku tiba di dapur, betapa kagetnya aku saat melihat ada bercak putih yang sangat banyak berceceran di lantai. Aku segera menunduk untuk melihat bercak apa itu gerangan? Ya ampun! Apa yang sudah mereka lakukan di dapurku tadi? bercak Ini sepertinya.... Karena merasa begitu jijik, aku segera ke luar dari dapur untuk pergi ke kamarku. Namun, ketika aku mendekati ruang makan,aku mendengar Suara Mas Hearfy yang menegur Mbak Sandra karena masakannya yang asin. "Ini pasti karena kamu tak fokus sehingga tak tahu sudah menaruh garam apa belum, makanya makanannya jadi asin begini." ucap Mas Hearfy seperti memprotes masakan tersebut. Cara bicara mereka juga seperti tak ada jarak, keduanya seperti sudah sangat dekat dan akrab. "Bagaimana Mau fokus, habis tanganmu juga nakal, menggerayangi bagian sensitif tubuhku. Mana aku bisa fokus memasak kalau begitu?" 'Jadi benar kecurigaanku sejak tadi, keduanya keramas bareng karena habis melakukan tindakan tak bermoral di dapurku.' Apa yang harus kulakukan untuk membalas keduanya? seketika ide cemerlang muncul kepalaku. Mumpung kulihat belum ada air minum di meja makan itu. Aku tersenyum dan kembali masuk ke dapur."Eh, Mbak Sandra, kenapa wajahmu pucat begini?" tanyaku sembari melirik ke arah Mas Hearfy. Aku hanya tersenyum saat memandang wajah keduanya yang pucat pasi karena semalaman kurang tidur. Rasakan! Itulah kalau mau bermain main denganku.! *** Baguslah, keduanya masih berada di ruang makan. Mungkin betah berlama lama berdua. Dasar manusia tukang selingkuh, suka ambil kesempatan dalam kesempitan. Tak mau berlama- lama, aku gegas menuju ke kamar, mengambil obat pencahar dan ku pencet sedikit ke gelas lalu mengaduk dengan cepat, setelah itu ku tuang air itu ke galon, kebetulan air galonnya tinggal sedikit, pas lah bila dicampur sama obat ini, nanti sisanya bisa ku buang besok pagi. Tak lupa, aku memisahkan sedikit air untukku bawa ke kamar biar bisa diminum nanti kalau sedang haus tengah malam. "Belum selesai acara makannya, Mbak, Mas?" tanyaku sambil memperhatikan tingkah keduanya yang gelagapan. "Sudah, Dek, ini juga mau habis." sahut Mbak Sandra sambil menunjukan isi di piring
Kulihat Mbak Sandra sudah bertukar pakaian. Yang lebih mengejutkan, dia mengenakan celana kolor dan baju kaus kepunyaan Mas Hearfy suamiku. Dasar perempuan gak punya malu! *** "Kok pulang lagi? nggak jadi ke butik? Tadi katanya mau ke sana." cecar ku ketika melihat keduanya baru turun dari motor. Baik Mas Hearfy atau pun Mbak Sandra tak ada yang menjawab pertanyaanku, keduanya berjalan tergesa hampir seperti berlari. Karena penasaran, aku pun akhirnya ikut juga keduanya ke dalam rumah. Oh, ternyata keduanya menuju ke toilet. Apakah keduanya buang air lagi? "Mbak Sandra sakit perut lagi? Ya ampun, itu pasti akibat mengonsumsi makanan yang terlalu asin semalam yang membuat kalian jadi seperti itu. Beruntung deh, aku tak memakannya jadi selamatlah aku dari makanan pembawa maut itu." ujarku sembari melihat Mbak San yang sedang mengurut perutnya sendiri. Tiba - tiba aku mendengar ada bunyi yang ke luar dari tubuh Mbak San, baunya sangat mengganggu indra penciuman. Tdak lam
"Oh...ah...Mas, enak, kapan kamu menceraikan istrimu itu, Mas? Aku nggak kuat kalau terus sembunyi- sembunyi seperti ini. Nggak bebas. oh..." Terdengar suara perempuan yang merengek diantara suara desahan dan rintihan. Itu kan suara... *** "Bagaimana? Apa Dek Dewi mau meminta bantuan dari tetangga untuk mengusir kakak iparmu itu? Nanti kalau mau kabarin saya biar saya yang mengumpulkan warga untuk menggerebek mereka berdua." Suara Ibu Rohaya terngiang - ngiang di telingaku. Ah, apa aku akan melakukan tindakan yang dikatakan oleh Bu Rohaya tadi? Tapi ini juga sekaligus akan menghancurkan rumah tanggaku sendiri karena mungkin itulah tujuan utama Mbak Sandra nginap di rumahku dan melakukan tindakan tindakan yang menantang yaitu ingin menghancurkan rumah tanggaku. Ah, tidak! Aku harus mencari cara sendiri untuk mengusir Mbak Sandra. Dia ini tipe wanita yang tidak mempan dengan ucapan yang kasar. Bayangkan saja, disaat aku mengusirnya saja dia malah anteng mengan
"Mas, panas, Mas, oh...perih." teriak Mbak Sandra histeris setelah menyadari ada sesuatu di organ vitalnya tersebut. "Sama, Yang, aku juga. Memangnya ada apa ini, Yang? kenapa kita kepanasan berdua?" Mas Hearfy menimpali.**** Tanpa berkata kata lagi, Mas Hearfy langsung melompat turun dari tubuh Mbak Sandra, sedang perempuan itu, sudah tak menghiraukan keadaan tubuhnya yang tak berbusana, ia sibuk menjerit dan berteriak histeris sambil memegang organ vitalnya tersebut. Ketika Mas Hearfy berbalik dan mendapati aku yang sedang berdiri di depan pintu sambil melipat tangan di dada, wajahnya seketika langsung berubah pias. "Apa yang sudah kau lakukan, Dek? Kau....? Dasar istri kurang ajar! Kenapa kamu sengaja melakukan perbuatan itu pada Sandra?! Apa kamu cemburu? Salah kamu sendiri, kenapa selama ini kamu selalu menolak keinginanku. Giliran aku jajan di luar, baru kamu marah - marah tak terima." Bola mata Mas Hearfy membelalak besar menatapku.
Rasakan! Itulah kalau berani merusak rumah. tangga orang.*** "Mas...panas, Mas, oh, aku nggak kuat." Tangisan yang menyayat hati terus ke luar dari mulut Mbak Sandra. Mau berdiri atau pun duduk ia jadi serba salah, semuanya jadi tak tenang. Rasa panas efek dari sambal terasi yang pedas mampu membakar di dinding organ vitalnya sehingga ia sangat menderita kepanasan yang teramat sangat. "Tenanglah, Dek , nanti saya usahakan mencari es batu barang beberapa batang dulu biar kamu berendam di dalamnya. Kalau adem kan enak biar cepat sembuhnya. Sekarang, berendam dulu di baskom yang sudah terisi dengan air ini. Aku ke luar sebentar mencari es batu dulu. Kamu aku tinggal ya, Yang?" Dari jarak yang cukup jauh antara kamar dan ruang tengah, aku melihat si ulat buluh itu mengangguk. Ia sesekali berdiri, sesekali duduk sambil memegang organ vitalnya. Demi melihat aku yang sedang santai menyusui anak di depan televisi, Mas Hearfy pun mendekatik
"Sandra!Ke luar kamu! Jangan ngumpet dengan suami orang!" teriak Bu Rohaya di depan pintu rumahku. Melihat kehebohan itu, aku cepat masuk ke dalam rumah untuk menggendong putra kecilku yang baru berusia sebulan setengah itu. Ya, aku Khawatir dia akan kaget mendengar suara kegaduhan di rumahku. Aman. Setelah bayi merah itu berada dalam dekapanku, aku cepat membawanya ke luar. "Sandra! Hearfy! ke luar kalian! Dasar manusia muka tembok tak punya malu! Kenapa kalian berselingkuh,hah?! Seharusnya kalian tuh sadar kalau perbuatan kalian telah menyusahkan banyak pihak."suara Bu Rohaya masih lantang berteriak di timpal dengan suara dari Ibu- ibu lainya. Dari tempat persembunyianku, aku melihat pintu rumah mulai terbuka, lalu muncul Mas Hearfy berdiri di depan pintu menghadap ke pada Ibu -ibu tersebut. Aku tersenyum, rupanya seperti biasa ia yang akan maju paling depan demi membela perempuan selingkuhannya. "Ada apa Bu, kenapa bikin gaduh di rumahku? Apa salah ku, Bu?" Suaranya tegas ber
"Diam kalian semua! Kalian sungguh keterlaluan! Ini masalah rumah tangga anakku, tapi kenapa kalian ikut campur? Apa karena kalian di rumah kurang kerjaan sehingga anakku menjadi bulan bulanan seperti ini?!" suara Ibu mertua terdengar lantang membela anaknya. Rupanya ia tidak terima anaknya diadili di depan umum seperti ini. Apa lagi Ayah Mas Hearfy yang dulu seorang kepala desa, mungkin dia merasa malu juga. Namun, ucapannya itu disambut dengan sorakan dan ejekan dari para tetangga. "Ya, Ibunya malah membela, mungkin dia yang menyuruh anaknya untuk berselingkuh dengan mantu nya yang janda itu. Secara kan yang janda itu punya pekerjaan. Tapi ingat ya, Bu, bila kamu ikut campur atas masalah ini, dosa kamu yang tanggung karena kamu yang menyuruh mereka berselingkuh." timpal Bu Rahma. "Betul, Bu. Mungkin ibunya ini adalah otak dari semua masalah yang menimpa rumah tangga anaknya. Secara, kalau orang baik- baik pasti malu. Ini dia sepertinya bangga
"Itu dia, Bu, sumber masalahnya. Dia telah menfitnah kami.!" teriak Mbak Sandra dari tempat duduknya. Ketika ia hendak berdiri, tangannya cepat ditahan oleh para hansip yang menjaganya sehingga ia pun terduduk kembali di tempatnya semula. "Emang benar begitu, Wi?" tanya Bu mertua padaku. Aku hanya menggeleng." Nggak, Bu, sahutku perlahan. Rupanya jawabanku yang singkat itu membuat Mbak Sandra tidak terima. Ia kembali mengadu ke Ibu mertua. "Alah! Jangan percaya, Bu. Si Dewi memang licik. Pura - pura alim di depan semua orang, tapi di belakang kelakuannya seperti binatang." Aku menatapnya sesaat. Belum kapok juga nih orang. Rasanya, efek dari sambal terasi itu belum pada hilang panas dan perihnya, eh, dia malah sudah mulai cari gara - gara kembali denganku. "Wi, Ibu sangat kecewa dengan kamu. Atas dasar apa kamu sampai melaporkan suamimu ke Pak RT seperti ini? Kamu tuh bikin malu tahu nggak? Kalau di rumah tangga ada terjadi suatu masalah, kan bisa diajak bicara baik - baik
Apakah dia sangat menyayangi putraku? Kalau benar iya, aku merasa sangat bersyukur dan beruntung dipertemukan dengan nya dan bisa bersahabat dengannya...***"Kurang ajar! beraninya kamu berjaya begitu padaku. Dasar wanita miskin tak tahu diri. Muak aku sama kamu." Sandra kulihat melangkah kakinya untuk mengejar ku yang sudah mulai turun dari atas tempat pengantin, tapi nas, mungkin karena ia menginjak gaunnya sendiri, makanya ia langsung terjatuh hingga terdengar bunyi gedebuk dari arah belakangku. Aku segera menengok ke belakang, dan juga semua turut berdiri dan mendekat ke arah pengantin wanita yang terjatuh hingga gaun putih panjangnya belepotan debu dan tanah yang menimbulkan warna lain di gaunnya. "Mas, cepatan tarik aku dong, Mas, aku nggak bisa berdiri nih " seru Mbak Sandra. Bagaimana dia mau berdiri? sementara gaun panjangnya tertindih kakinya sendiri. Walau pun mendengar teriakan minta tolong dari Mbak Sandra, akan tetapi baik para tamu undangan atau pun kedua mertua
Akhirnya, pernikahan antara Hearfy dan Sandra pun dilaksanakan juga, walau pada dasarnya ia belum menceraikan Dewi secara sah. Pernikahan itu digelar sangat meriah, hanya lebih meriah pernikahan pertamanya dengan Dewi dulu saat ayahnya masih menjabat sebagai kepala desa di kampung itu. Akan tetapi, bagi ukuran warga desa itu, pernikahan keduanya ini pun tergolong sangat mewah dan meriah, ketimbang para warga lain yang hanya mengadakan resepsi kecil kecilan atau istilahnya ramah tamah sederhana. Dan seperti yang dikatakan Sandra, ia memang mengundang Dewi mantan istri Hearfy untuk menghadiri acara syukuran pernikahan itu. Dilihatnya kiri kanan, semua manusia yang berjubel memadati halaman rumahnya, tapi ia tak melihat Dewi ada di situ. "Kurang ajar! Berani benar dia nggak menghargai undangan ku. Sudah miskin tapi belagu. Awas dia!" ia menggerutu sendiri. Hearfy yang berdiri di sebelahnya pun menasihati agar jangan uring uringan di depan tamu, takutnya ada yang berpikiran yang buk
"Mas, usir mantan istrimu itu, Mas, aku tidak suka mereka tinggal di situ.""Iya, sayang, nanti aku akan mengusir mereka." sahut Hearfy lirih. "Mas, nggak benar kan, apa yang mantan istrimu itu katakan, kalau rumah itu miliknya? Soalnya aku kepikiran terus tentang perkataannya itu.""Ya enggaklah sayang. Rumah dia dari mana? Itu rumah yang dibangun oleh Ayah untukku, bukan untuk dia. Jadi tenang saja besok atau lusa aku pastikan akan mengusir mereka."; Sahut Hearfy menipu calon istrinya tersebut. Sandra yang tidak tahu menahu masalah penjual belian tanah itu percaya saja akan ucapan Hearfy.Ia bangga akan dirinya yang bisa merebut Hearfy dari Dewi istrinya untuk menjadi suaminya."Ternyata usahaku nggak sia sia. Mas Hearfy sudah masuk dalam jebakan perangkap cintaku. Tak sia sia aku selalu menyenangkan hatinya dengan tubuhku, melayani kebutuhan batinnya selama istrinya mengandung dan melahirkan. Sebentar lagi aku nggak usah sembunyi sembunyi lagi bermesraan di depan orang karena
"Aduh, uang sebanyak ini mau kuapakan ya? Aku ingin membuka usaha saja atau bagaimana? Tapi kalau aku buka usaha, aku khawatir semua orang akan curiga padaku. Mereka pasti bertanya tanya, dari mana aku bisa mendapatkan modal sebanyak itu? Secara aku hanya seorang wanita rumahan dan Ibu rumah tangga pula. Pasti mereka akan mencurigai yang bukan bukan padaku nanti. Ah, lebih baik aku jangan gegabah. Aku tahu g saja dulu yang itu. nanti setelah waktunya tepat, barulah aku akan membuka usaha." Aku membatin sendiri. Akhirnya setelah berpikir cukup lama, aku pun mengambil sebuah keputusan, untuk menabung saja dulu. Kalau waktunya sudah tepat, barulah aku akan membuka usaha, apa pun itu. Semenjak aku sudah memperoleh penghasilan sendiri, kebutuhan aku dan anakku pun semua tercukupi. Aku bisa membelikan di kereta bayi. Yang mana kereta ini sangat bermanfaat untukku. Aku bisa nendudukan anakku di situ, di saat aku melakukan kegiatan harianku yaitu menulis novel. Seperti hati ini, kare
"Mbak Sandra, Mbak Sandra, aku tuh bukan seperti kamu, pura pura minta tolong, tapi ternyata mau bermain lato lato dengan suami orang. jaga saja suami Mbak, jangan sampai ..."***Akhirnya pada sore harinya, aku pergi ke rumah Bu Wati untuk berpamitan pada beliau kalau keesokan harinya aku akan kembali ke rumahku.Pada awalnya beliau terheran heran mendengar ucapanku, tapi setelah ku jelaskan bahwa aku telah membeli rumah itu dengan bantuan orangtuaku, beliau pun akhirnya mengangguk setuju."Ah, kalau begitu malah bagus, Nak, Ibu mau lihat bagaimana nanti tanggapan dari mertua dan suamimu saat tahu kamu sudah memiliki rumah itu. Biar mereka semakin kepanasan dan bila perlu jadi darah tinggi sekalian. Emosi Ibu melihat tingkah mereka yang sangat angkuh itu." ucap Bu Wati kesal.Keesokan harinya, aku segera berkemas untuk pindah ke rumahku kembali. Rasanya sangat lega, bisa kembali lagi ke rumah tersebut.Melihat kehadiranku kembali di rumahku, Bu Rohaya langsung datang bertam
Hari masih amat pagi, ketika Bu Rohaya datang ke rumah. Aku pun langsung membuka pintu dan mempersilakan dia untuk duduk. Wajah beliau terlihat sangat sumringah. Aku yakin, pasti ada kabar gembira untukku di pagi ini. "Maaf, Nak, kalau Ibu datangnya terlalu pagi. Apa ini tidak menggangu bayimu yang lagi tertidur?" tanya Bu Rohaya dengan suara perlahan. Aku tersenyum. "Tentu saja tidak, Bu. Ya ampun, kenapa Ibu sampai berpikiran seperti itu? Kayak saya ini orang lain saja." ucapku dan wanita paruh baya itu pun tersenyum. "Begini, Nak Dewi, Ibu mau mengantar buku sertifikat ini. Segala urusan mengenai penjual belian, dan tanda tangan serah terima pun sudah dilakukan oleh teman Ibu yaitu Bu Evi di kantor desa kemarin. Yang menjadi permasalahannya, besok, Bu Evi mau ikut suaminya yang bertugas di pedalaman. Menurut saran beliau, baiknya, pagi ini juga Nak Dewi harus mengurus surat jual beli lagi di kantor desa atas nama Bu Evi sebagai pihak pertama atau penjual dan Nak Dewi sendiri
"Nak Dewi, Ibu sudah mencaritahu seperti permintaan Nak Dewi. Memang betul, suamimu mau jual rumah itu. Dan teman yang Ibu minta tolong pun sudah membantu. Ia langsung menawar harga rumah itu sekaligus sama tanahnya." Bu Rohaya menyampaikan hasil investigasinya padaku. Aku tersenyum senang, sebentar lagi, rumah itu akan sah menjadi milikku. "Kira- kira harganya berapa, Bu kalau boleh saya tahu?" tanyaku antusias. Mudah mudahan harganya tak terlalu mahal, cukup dengan isi kantongku saja. "Tujuh puluh juta, Nak. Itu sudah sekalian sama tanahnya." sahut Bu Rohaya. "Wah, tujuh puluh juta? Mahal sekali ya, Bu? Apa tidak bisa dikurangi lagi, Bu? Tolong Ibu bilang ke temen Ibu untuk menawar lagi, siapa tahu bisa dinegosiasi, nanti aku kasih komisi." ujarku terus terang. Sebenarnya aku bisa saja membeli dengan harga seperti itu. Masih terjangkau sesuai dengan isi kantongku. Menurutku memang sudah pas atau bahkan sangat murah jual rumah lapis tanah sekalian hanya dengan harga sepert
Entah betul atau tidak, dari jauh aku seperti melihat Mas Hearfy dan Mbak Sandra. Keduanya berjalan bergandengan sambil berpelukan mesra. Untuk memperjelas pandanganku, aku pun segera memicingkan mataku. Ternyata benar yang kulihat, Itu mereka. Keduanya seperti sedang....***Tak menyangkah aku dengan diriku sendiri, ternyata walau hanya seorang Ibu rumah tangga biasa, aku bisa memperoleh penghasilan yang lumayan besar seperti ini. Dengan uang yang ku peroleh ini, aku ingin membahagiakan diriku sendiri dan juga Putra semata wayangku.Setelah selesai menghitung uang, dan menaruhnya di tempat yang aman, baru aku ke dapur membuat susu untuk anakku. Aku Tahu, uang yang aku peroleh saat ini, tak lain adalah rejeki putra kecilku. "Mimi dulu, Yang. Mimi yang banyak biar cepat besar. Nanti kalau udah besar, sekolah yang rajin ya, Nak, biar jadi orang sukses." Aku menggendong bayiku dan mulai memberikan dia susu. yah, semenjak aku kekurangan makanan hingga berimbas pada asi yang ta
Wanita yang melayaniku terlihat kaget mendengar penuturan ku. Dengan mulut menganga dan bola mata yang membeliak lebar, ia menatapku tak berkedip, ia seolah tak percaya dengan pendengarannya sendiri. "Sepuluh ribu dolar? Emang Ibu kerja apaan sih hingga mempunyai uang dolar sebanyak itu?"Mungkin ia tak menyangkah kalau perempuan yang sepertiku, berambut cepol, sambil menggendong anak dengan dandanan seadanya, memakai sendal jepit, bisa menghasilkan ribuan dolar.***Pagi - Pagi benar aku sudah membereskan rumah serta memasak karena sekitar jam delapan nanti aku hendak pergi ke kantor BRI terdekat. Bu Wati yang merasa heran dengan kegiatan yang kulakukan yang tak seperti biasanya di setiap hari, mendatangi rumah dan menanyakan padaku apa ada acara hari ini, sehingga pagi -pagi sekali aku sudah sangat sibuk di dapur. "Iya, Nak Dewi, Ibu kira Nak Dewi mau adakan acara hari ini, makanya Ibu merasa heran. Tadi Bapak juga sempat menanyakan dan menyuruh Ibu mencaritahu sendiri ke si