"Oh, ini yang namanya Rani?" Aku terkejut mendengar seseorang memanggil namaku dengan nada sangat tinggi.Di tempat ini aku belum banyak mempunyai kenalan kecuali pelanggan dan teman-teman Mbak Lilik. Jadi jika ada seseorang yang datang lalu marah-marah kepadaku bukankah itu membuat diri ini kaget bukan kepalang?Wanita yang sangat modis, dari atas hingga bawah semuanya nampak mencorong bagaikan lampu sorot yang memukau. Rambutnya yang panjang sepinggang seolah menambah kesan betapa anggunnya wanita ini, tapi sayangnya senyumnya tak bersahabat.Aku yang melihat dia bersedekap dada di depan Lusi itu mendadak ragu untuk bergerak. Suaranya yang begitu menggema dan menusuk hati membuatku berpikir jernih. Sebenarnya apa maksud dari kedatangan dia kesini?"Sa-saya bukan …." Suara Lusi gagap."Kenapa? Kamu takut? Seharusnya kamu jadi wanita cerdas, kalau mau menarik lelaki kaya itu kamu harus cantik. Lah, ini, tubuh saja nggak berbentuk kok mau-maunya mendekati lelaki orang!" ketusnya lagi y
Namun, aku harus bisa menjaga tempat dari permasalahan kecil seperti ini yang datang tiba-tiba dan membuatku sedikit bingung. Bagaimana tidak? Aku yang sama sekali tak tahu-menahu diharuskan berhadapan dengan wanita aneh. Tatapan matanya bak seorang ratu sihir. "Bu, tolong jelaskan duduk permasalahannya!" ujarku tegas."Saya bukan ibu kamu, jangan sekali-kali memanggil dengan nama ibu!" Mencoba menarik napas panjang membiasakan supaya rongga-rongga dada ini menjadi hebat karena pengaruh dari emosi yang mulai menggumpal di otak. Bagaimana bisa aku mendapatkan kerikil ini lagi, selalu saja ada sesuatu yang baru. "Baik, sebenarnya apa yang anda inginkan dari saya?""Kamu Rani? Oh, ini yang namanya wanita jalang itu, yang punya pikiran kotor dan menggoda lelaki milik orang lain. Kamu nggak tahu malu? Seharusnya kamu tahu jika perbuatan itu sama sekali nggak beretika, rendahan!" ujarnya tanpa jeda.Kali ini aku nggak bisa lagi sakit hati, ah, mungkin rasa sakit ini sudah kebas karena se
"Siapa dia, Mbak? Aku jadi sakit banget hati banget mendengar umpatan dia tadi," gerutu Lusi saat aku datang kembali ke toko."Entahlah, pasti ada seseorang yang memiliki niat jahat sama aku, biarkan saja. Nanti pasti akan ketahuan belangnya," jawabku asal. Jujur aku berusaha untuk tidak marah dan diam, tapi berpikir keras siapakah dalang dibalik fitnah keji ini lagi."Apa jangan-jangan wanita yang tempo hari itu, Mbak.""Bisa jadi. Kalau memang ini semua ulahnya, tinggal waktu yang akan menjawab. Semua butuh proses, baik untuk mengumpulkan tenaga demi membalas apapun yang dia katakan!" geramku dengan amarah menggebu."Mbak, hati-hati sama orang sini, bukannya saya sok pintar. Namun, lebih baik jaga diri saja demi kebaikan Mbak Rani sendiri.""Terima kasih banyak, saya tahu. Mbak Lilik pernah pesan padaku tentang hal ini. Lagipula kalau dibiarkan terus bisa-bisa dia besar kepala. Memberikan sedikit kejutan nggak apa, 'kan?" ujarku tersenyum lebar.Ah, aku lupa caranya tersenyum dan ha
"Mbak Lilik!" panggil seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi tegap dan berkumis tebal. Kami menjeda pembicaraan, kakak iparku itu langsung berdiri dan menghampiri lelaki yang memanggilnya. Setelah memberikan sesuatu yang tak kutahu, tapi membuat diri ini semakin penasaran karena aku yakin pasti ada sesuatu."Done." Mbak Lilik memeluk bahuku pelan seraya tersenyum aneh."Apa sih?" "Kamu tenang saja nggak usah panik gitu, pokoknya nanti kita akan segera tahu dalangnya," bisik Mbak Lilik"Sukanya bisik-bisik terus, memangnya ada apa?" Mbak Lilik enggan menjawab dia justru pergi meninggalkan aku yang kebingungan dengan penuh tanda tanya. Ponselku berdering, ada nama Lusi tertera di benda pipih yang selalu aku bawa kemanapun ini."Ada apa?""Mbak, ada wanita yang ngamuk saat itu lagi. Namun, dia datang tidak sendirian, tolong cepat kesini!" Nada suara Luis terdengar bergetar, seakan ada ketakutan yang datang dalam dirinya.Bergegas aku menuju toko tanpa pamitan pada Mbak Lilik. Nanti
Setiap malam aku selalu memikirkan Rani, adik ipar yang datang kesini demi mencapai masa depan indah dan juga melupakan masa lalu yang kelam. Tidak bisa berbuat banyak, aku hanya mengajarkan hidup ini penuh dengan orang-orang yang jahat di belakang kita.Apalagi setelah masalah Sari itu, wanita yang dulu pernah menaruh rasa terhadap Mas Bima. Dendam kepadaku seakan tambah besar sehingga dia ingin mencari gara-gara dengan keluarga ini.Tidak habis pikir jika Rani adalah istri dari Mas Bima, sebuah fitnah kejam karena tidak banyak yang tahu jika dia adalah adik kandung suamiku. Hatiku sangat geram dan ingin saja memakinya habis-habisan."Pokoknya cari tahu apa yang akan dilakukan Sari terhadap keluargaku, bisa-bisanya dia membuat ulah," geramku yang tak kalah kasar dari sikap Sari dahulu.Orang yang aku bayar untuk mencari info tentang Sari mengangguk dan pergi dari rumah ini kala semua perintah telah didengarnya.Pekerjaan di toko tak bisa ku lepas karena Mina, wanita yang selalu memba
"Kamu jangan sombong jadi orang, mentang-mentang sudah kaya lalu berlagak sok jago disini!" teriak Sari saat melihatku yang datang menghampirinya di sebuah warung bakso.Sejenak aku melihat di sekeliling kami, banyak mata yang memasang dan telinga yang siap untuk tahu apa perihal kami saling beradu mulut. Akan tetapi, aku tidaklah orang yang bi doh, masih mempunyai rasa malu andai semua kegaduhan ini terjadi di tempat keramaian."Kita cari tempat untuk menyelesaikan masalah ini, itupun kalau kamu mau. Aku nggak memaksa, asal kamu pikir saja dulu jika aku membalas dan mengatakan apa yang sudah kamu perbuat pada kami yang malu itu kamu!" gertakku dingin.Sepertinya Sari mengerti apa yang aku maksud, dia langsung celingukan dengan mata yang berputar bak bola yang menggelinding di lapangan. Aku menang selangkah lebih dari dia. Mau tidak mau dia memang harus menuruti dengan apa yang aku katakan.Di tempat parkiran deru napas Saat memburu hingga terdengar sampai di telinga ini. Andai dia ma
Badan ini sudah kembali sehat dan saatnya bekerja. Hampir tiga hari aku di rumah membuat tulang terasa kaku. Duduk, makan lalu tidur, seperti itulah kegiatan sehari-hari selama ini."Kamu mau kemana?" tanya Mas Bima saat melihat diriku yang sedang memanasi motor."Toko.""Yakin sudah baikan?" Kembali Mas Bima bertanya dengan pandangan menelisik."Mas, ada masalah apa dengan Sari? Kenapa jadi panjang seperti ini?" Mata tajam itu memicing.Hening, suasana mendadak mendung bak berkabut. Ada sesuatu apa yang disembunyikan Kakak lelakiku ini? Tampangnya menjadi pias seperti seseorang yang dilema. Apakah aku bersalah karena menanyakan hal yang tidak berhak kutahu?Pikiran ini berkecukupan, ada sisi kesalahan yang telah terlampau jauh dan aku merasa bersalah detik ini. "Lupakan!" ucapku sambil tersenyum lalu mencoba untuk tetap tenang. Padahal dalam hati tak karuan."Cintanya pernah kutolak." Akhirnya jawaban itu ku dengar sendiri dari si empunya masalah.Iya, aku rasa bukan diriku yang mas
"Kamu sudah kesini lagi? Aku kira nggak ada nyali untuk datang." Wajahnya yang sebenarnya cantik itu berubah seolah menjadi angkuh nan pongah.Sedang dua lelaki di sampingnya dengan badan penuh tato itu terlihat menyeramkan. Aku yang belum pernah sekalipun bertemu dengan seseorang seperti mereka mendadak panas dingin.Akan tetapi, di depan mereka aku harus tampil sempurna dan seolah tidak pernah takut akan apapun. Bukankah dalam hati ini sudah merencanakan untuk bisa melawan apapun badai yang menghantam?"Ini tempat usaha saya, lalu kenapa harus takut untuk datang? Selama saya benar kaki ini nggak akan pernah berhenti melangkah maju, sama seperti Mbak, siapa saya lupa," ujarku terkekeh."Mari silahkan masuk, kita duduk bersama. Nggak baik jika saling membenci tanpa tahu akar permasalahannya. Kita bukan domba, jadi nggak ada hasilnya jika di adu!"Aku berjalan menuju toko, berharap wanita itu pun turut serta masuk karena akan selalu begini jika tidak ada penyelesaian. Lagi pula kita bu