Ada seseorang yang berdiri tegak dengan pandangan angkuh. Dia tak lain adalah wanita yang memfitnahku kala itu, Mbak Sari. Wanita yang begitu aneh dan unik, padahal aku belum tentu kenal dengan dia. Namun, seolah mengenal lebih dekat."Ngapain kamu disini? Mau merusak pemandangan?" ketusnya.Dia membuang muka saat aku melihatnya intens, dari atas hingga ke bawah merupakan sesuatu yang sangat unik. Aku nggak mau menilai pakaian yang dikenakan, karena bukan ahlinya. Akan tetapi, jika orang lain melihat wanita didepanku ini bisa dipastikan dinilai aneh."Mbaknya?" "Jelas aku mau membeli kue cemilan disini, katanya sih enak, nggak tahu itu benar atau hanya omong kosong belaka."Aku mempersilahkan dia masuk, langkahnya yang tegak tanpa menunduk itu mengundang perhatian dari pembeli lainnya. Begitu pula Lusi yang melihatnya spontan menutup mulut."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya Lusi lembut."Katanya disini ada kue murah dan mendapatkan diskon lalu katanya juga ada bonusnya
"Memangnya siapa Sari itu, Mbak? Kok kayaknya sama Mbak Rani kurang sreg gitu, dia sering kesini, lho, sebenarnya. Namun, aku nggak pernah bilang," ucap Lusi hati-hati."Tetangga yang kurang bersahabat, sudahlah jangan dibahas, paling penting kita ramah saja sama pembeli. Oh, iya, si Rosa belum kesini?" Aku tak ingin terpancing dengan menjelekkan orang lain. Memang awalnya biasa saja, tapi aku takut nanti akhirnya keterusan dan malahan menghibah. Bukankah itu justru akan mengundang sebuah kesalahan baru yang menjadi masalah di kemudian hari?Lusi pun seperti salah tingkah dengan jawaban yang aku berikan. Pembeli sudah sepi, tinggal kami berdua disini memulai menata lagi barang penjualan di etalase. Senyum ini terukir terus-menerus kala melihat berjejeran kue bolu yang indah di tempatnya.Tak pernah sekali aku membayangkan akan semakin tegak dalam melihat masa depan. Dulunya aku yang terpuruk dan selalu berpikir buruk tentang nasib ini kini telah berubahnya. Jalan seseorang memang ber
Hari-hari yang kami semua lewati begitu indah, aku dan semua teman bekerja sama dengan baik. Pesanan pun semakin banyak sehingga raga terkadang lelah dan ingin beristirahat, tapi pesanan yang datang tiada henti.Aku dan Lusi juga Rosa saling bahu-membahu mempersiapkan semuanya. Tak terkecuali saat pengiriman, kini Lusi yang aku minta bantuan untuk pergi ke beberapa pelanggan. Malam ini aku mengajak mereka berdua untuk makan di luar, sebagai apresiasi kerja keras yang telah dilakukan. Kalau bukan karena adanya mereka aku pun tak akan sampai di puncak seperti ini. Makanan lesehan menjadi salah satu tujuan kami, meski sedikit ada rasa canggung, tapi aku menjelaskan pada Rosa bahwasanya kami adalah sama. Baik dari jenis kelamin juga derajat, dia memang selalu seperti itu. Seolah menjaga jarak."Nggak apa, nanti kalian bawa makanan itu juga untuk yang di rumah. Sekarang kita makan bareng-bareng sekaligus merayakan kejayaan kita. Terima kasih banyak, ya, atas kerjasamanya. Tanpa kalian to
"Oh, ini yang namanya Rani?" Aku terkejut mendengar seseorang memanggil namaku dengan nada sangat tinggi.Di tempat ini aku belum banyak mempunyai kenalan kecuali pelanggan dan teman-teman Mbak Lilik. Jadi jika ada seseorang yang datang lalu marah-marah kepadaku bukankah itu membuat diri ini kaget bukan kepalang?Wanita yang sangat modis, dari atas hingga bawah semuanya nampak mencorong bagaikan lampu sorot yang memukau. Rambutnya yang panjang sepinggang seolah menambah kesan betapa anggunnya wanita ini, tapi sayangnya senyumnya tak bersahabat.Aku yang melihat dia bersedekap dada di depan Lusi itu mendadak ragu untuk bergerak. Suaranya yang begitu menggema dan menusuk hati membuatku berpikir jernih. Sebenarnya apa maksud dari kedatangan dia kesini?"Sa-saya bukan …." Suara Lusi gagap."Kenapa? Kamu takut? Seharusnya kamu jadi wanita cerdas, kalau mau menarik lelaki kaya itu kamu harus cantik. Lah, ini, tubuh saja nggak berbentuk kok mau-maunya mendekati lelaki orang!" ketusnya lagi y
Namun, aku harus bisa menjaga tempat dari permasalahan kecil seperti ini yang datang tiba-tiba dan membuatku sedikit bingung. Bagaimana tidak? Aku yang sama sekali tak tahu-menahu diharuskan berhadapan dengan wanita aneh. Tatapan matanya bak seorang ratu sihir. "Bu, tolong jelaskan duduk permasalahannya!" ujarku tegas."Saya bukan ibu kamu, jangan sekali-kali memanggil dengan nama ibu!" Mencoba menarik napas panjang membiasakan supaya rongga-rongga dada ini menjadi hebat karena pengaruh dari emosi yang mulai menggumpal di otak. Bagaimana bisa aku mendapatkan kerikil ini lagi, selalu saja ada sesuatu yang baru. "Baik, sebenarnya apa yang anda inginkan dari saya?""Kamu Rani? Oh, ini yang namanya wanita jalang itu, yang punya pikiran kotor dan menggoda lelaki milik orang lain. Kamu nggak tahu malu? Seharusnya kamu tahu jika perbuatan itu sama sekali nggak beretika, rendahan!" ujarnya tanpa jeda.Kali ini aku nggak bisa lagi sakit hati, ah, mungkin rasa sakit ini sudah kebas karena se
"Siapa dia, Mbak? Aku jadi sakit banget hati banget mendengar umpatan dia tadi," gerutu Lusi saat aku datang kembali ke toko."Entahlah, pasti ada seseorang yang memiliki niat jahat sama aku, biarkan saja. Nanti pasti akan ketahuan belangnya," jawabku asal. Jujur aku berusaha untuk tidak marah dan diam, tapi berpikir keras siapakah dalang dibalik fitnah keji ini lagi."Apa jangan-jangan wanita yang tempo hari itu, Mbak.""Bisa jadi. Kalau memang ini semua ulahnya, tinggal waktu yang akan menjawab. Semua butuh proses, baik untuk mengumpulkan tenaga demi membalas apapun yang dia katakan!" geramku dengan amarah menggebu."Mbak, hati-hati sama orang sini, bukannya saya sok pintar. Namun, lebih baik jaga diri saja demi kebaikan Mbak Rani sendiri.""Terima kasih banyak, saya tahu. Mbak Lilik pernah pesan padaku tentang hal ini. Lagipula kalau dibiarkan terus bisa-bisa dia besar kepala. Memberikan sedikit kejutan nggak apa, 'kan?" ujarku tersenyum lebar.Ah, aku lupa caranya tersenyum dan ha
"Mbak Lilik!" panggil seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi tegap dan berkumis tebal. Kami menjeda pembicaraan, kakak iparku itu langsung berdiri dan menghampiri lelaki yang memanggilnya. Setelah memberikan sesuatu yang tak kutahu, tapi membuat diri ini semakin penasaran karena aku yakin pasti ada sesuatu."Done." Mbak Lilik memeluk bahuku pelan seraya tersenyum aneh."Apa sih?" "Kamu tenang saja nggak usah panik gitu, pokoknya nanti kita akan segera tahu dalangnya," bisik Mbak Lilik"Sukanya bisik-bisik terus, memangnya ada apa?" Mbak Lilik enggan menjawab dia justru pergi meninggalkan aku yang kebingungan dengan penuh tanda tanya. Ponselku berdering, ada nama Lusi tertera di benda pipih yang selalu aku bawa kemanapun ini."Ada apa?""Mbak, ada wanita yang ngamuk saat itu lagi. Namun, dia datang tidak sendirian, tolong cepat kesini!" Nada suara Luis terdengar bergetar, seakan ada ketakutan yang datang dalam dirinya.Bergegas aku menuju toko tanpa pamitan pada Mbak Lilik. Nanti
Setiap malam aku selalu memikirkan Rani, adik ipar yang datang kesini demi mencapai masa depan indah dan juga melupakan masa lalu yang kelam. Tidak bisa berbuat banyak, aku hanya mengajarkan hidup ini penuh dengan orang-orang yang jahat di belakang kita.Apalagi setelah masalah Sari itu, wanita yang dulu pernah menaruh rasa terhadap Mas Bima. Dendam kepadaku seakan tambah besar sehingga dia ingin mencari gara-gara dengan keluarga ini.Tidak habis pikir jika Rani adalah istri dari Mas Bima, sebuah fitnah kejam karena tidak banyak yang tahu jika dia adalah adik kandung suamiku. Hatiku sangat geram dan ingin saja memakinya habis-habisan."Pokoknya cari tahu apa yang akan dilakukan Sari terhadap keluargaku, bisa-bisanya dia membuat ulah," geramku yang tak kalah kasar dari sikap Sari dahulu.Orang yang aku bayar untuk mencari info tentang Sari mengangguk dan pergi dari rumah ini kala semua perintah telah didengarnya.Pekerjaan di toko tak bisa ku lepas karena Mina, wanita yang selalu memba