Aku dan Mbak Lilik sontak terkejut dengan pembicaraan yang aneh ini, karena perkataan Mita membuat kami membelalakkan mata. Dia dari dulu memang tidak pernah berubah, selalu saja bisa membuat aku tertawa.Makanya kala kami berjauhan hanya bisa saling bercerita lewat ponsel itupun terbatas karena kesibukan kami masing-masing. Dia yang selalu berkutat dengan putrinya dan aku yang disibukkan sama pekerjaan baru."Aku mau tinggal disini selamanya saja," balasku dengan bersedekap dada. Bermain drama seolah aku merajuk dan enggan sekali pulang menjenguk dia.Wajah cantik itu cemberut, bibirnya yang indah mengerucut di iringi deru napas panjang yang berat. Aku suka kalau dia sedang seperti ini, nanti ujung-ujungnya Mita akan memanggil Ibu dan Ayah untuk meminta pertolongan.Sungguh sesuatu yang aku rindukan semenjak meninggalkan kampung halaman. Mereka yang mencintai diri ini tulus harus dipisahkan dengan jarak yang jauh."Nggak boleh bicara seperti itu, dosa. Memangnya kamu nggak berharga b
Seminggu sudah Ayah dalam keluarga ada ditengah-tengah keluarga Mas Bima. Rasanya aku berat sekali untuk melepas mereka pulang ke kampung halaman. Rindu ini masih saja belum terobati, ingin selalu bersama mereka.Namun, pekerjaan Yoga yang tidak bisa ditunda lagi seakan membuat keterpaksaan dalam hati yang masih berkabung atas nama rindu. Malam terakhir mereka disini, Mbak Lilik memberikan kenangan indah. Kami di ajaknya jalan-jalan menuju tempat wisata yang paling banyak dikunjungi para wisatawan lokal.Indah, ciptaan Tuhan yang terlihat sempurna itu memukau kami semua. Sehingga Mita pun kembali menarik perhatian kami untuk tidak tertawa. Sungguh pemandangan yang sempurna, keluarga bahagia dan saling menyayangi.Tak bisa aku bayangkan jika harus ditinggalkan mereka saat sedang terpuruk dengan masalah itu-itu terus. Semua hilang bahkan nyaris mati ketika Ayah berucap bahwa kehidupan ini harus lebih baik dari sebelumnya. Masa lalu kelam harus dikubur dalam-dalam dan jangan membongkarny
Aku pun langsung menghamburkan pelukan hangat kepada Ayah. Anak mana yang tidak bersedih saat mendengar seorang lelaki yang selama ini merangkul, menggandeng bahkan memberikan sandaran yang selalu saja tetap tegar walaupun aku tahu dalam hatinya pasti juga terluka."Kenapa kamu menangis terus, sudahi air matamu untuk keluar. Katanya mau bangkit lalu apa ini?" ujar Ayah dengan menyeka pelan butiran bening yang masih saja setia keluar tanpa bisa aku hentikan."Nanti kalau Rani sudah mempunyai rumah sendiri, jangan pulang. Tetap bersama Rani, jika berjauhan seperti ini lalu siapa yang akan menyeka tangisanku?""Makanya jangan menangis biar tidak pusing untuk siapa yang akan menghapus air mata itu. Senyum dong, mereka yang menyakiti Mbak saja bisa tertawa lebar kok Mbaknya sendiri malah sedih." Mita kembali beraksi dengan tingkah gilanya. Sontak kami semua menghela napas panjang dan menyunggingkan senyuman.Siapa lagi yang bisa mencairkan suasana kalau bukan dia, adikku tersayang yang pen
Pagi yang indah, mentari menghangatkan tubuh yang kedinginan karena hujan semalam yang telah mengguyur bumi. Harumnya tanah basah memberikan aromaterapi tersendiri bagiku. Di luar kamar suara sudah mulai memecah keheningan, semua sibuk dengan segala sesuatu yang akan dibawa pulang. Aku yang belum siap untuk berpisah kembali dengan mereka justru terpaku dan terdiam di kursi sofa. Entah pikiran apa yang mulai berkecamuk dalam kepala, aku seperti terhipnotis oleh mereka yang mondar-mandir didepanku."Mbak!" Mita membuyarkan segala yang ada, selalu."Bisa nggak sih kalau manggil itu nggak teriak, telinga ini jadi sakit!" ketusku."Salah sendiri dari tadi melamun terus, hati-hati lho nanti bisa-bisa jadi kesurupan, 'kan, bahaya. Takutnya Mas Bima dan Mbak Lilik nggak bisa mengatasi malah ribet. Oh, iya, ada oleh-oleh nggak buat kita?" cerocos Mita dengan diakhiri tangan menengadah.Tiba-tiba tangan ibu mencubit lengan Mita kencang, karena itu teriakannya membuat penasaran semua penghuni r
Telepon dari Rosa membuat aku bergegas menuju toko. Sudah hampir seminggu aku tidak kesana karena keluarga dari kampung datang. Seenggaknya menemani Ayah dan Bu Fatimah disini barang sekejap sebagai obat rindu."Iya.""Mbak, semua bahan sudah hampir habis. Maaf, bisa tolong untuk beli?" tanya Rosa polos."Bisa dong. Baik aku akan segera kesana. Untuk hari ini masih ada, 'kan?""Masih, tapi besok sudah nggak ada sama sekali. Maka itu aku meminta tolong untuk segera dibelikan."Memang sedikit telat, karena saat keluarga ada disini aku benar-benar menikmati kebersamaan dengan mereka dan untuk saat ini sudah waktunya kembali lagi ke aktivitas semula. Rumah pun terasa sepi, semua pasti sudah pergi ke tujuan masing-masing.Mas Bima memang pekerja keras apalagi istrinya yang selalu saja bekerja dan menabung. Itu kebiasaan pasangan yang kini bersamaku. Mereka adalah guru terbaik saat ini dan aku selalu mencari ilmu dari apa yang kedua Kakakku itu lakukan.Aku melajukan kendaraan di bawah cera
Semua pesanan telah selesai, aku sendiri yang mengantar ke rumah pembeli. Sekalian ingin lebih mendekatkan diri kepada mereka supaya nanti bisa kembali memesan ke toko kue milikku. Itulah caraku mencari pelanggan juga selain semau jualan ini aku promosikan lewat media sosial.Maklum kalau seperti ini karena aku bukanlah warga asli sini, juga dari Mbak Lilik. Alhamdulillah selalu lancar dan bisa membayar Rosa juga menabung demi membeli rumah, kendaraan dan impian yang telah aku rencanakan. Semoga bisa segera tercapai.Hari ini saudara mbak Lilik ada yang sedang hajatan dan memesan semua jajanan, bolu dan sejenisnya dariku. Rezeki memang sudah ada yang ngatur, begitulah kehidupan yang indah ini berjalan sesuai harapan.Lewat Mbak Lilik semua rezeki yang telah aku terima ini begitu melimpah. Sudah ada yang aku sisihkan untuk yang berhak juga, karena keberkahan selalu aku minta saat bersujud di atas sajadah. Biar semakin berlimpah dan bermanfaat, itulah caraku mengobati hati yang telah bi
Suasana meriah di tempat hajatan. Para pramusaji hilir mudik melayani tamu yang datang. Suara merdu penyanyi seakan menambah kesan betapa indahnya hari ini. Mbak Lilik bersalaman dengan kerabatnya, pun dengan Mas Bima. Aku yang di belakang mereka turut serta menyalami satu persatu keluarga Kakak iparku itu. Tawa bahagia menggelegar bersahutan dengan lagu yang didendangkan oleh biduanita cantik di atas panggung."Hai, Aldi, apa kabarnya?" sapa Mbak Lilik pada lelaki yang memakai kemeja batik hitam emas itu.Mas Bima pun menyapa juga, aku pikir dia adalah saudara Mbak Lilik. Tangan ini pun terulur saat mata kami bertemu."Oh, iya, kenalkan ini Rani adik iparku. Rani, kenalkan ini Aldi teman sekolahku dulu. Dia masih lajang," bisik Mbak Lilik di telinga ini.Aneh, masak iya Mbak Lilik berniat menjodohkan aku dengan lelaki yang baru saja kukenal. Kami memilih duduk di ujung tenda yang terpasang di depan rumah. Sajian jajanan di atas meja sangat beragam."Rani, nggak ada salahnya kamu mem
Sama seperti hari biasanya, aku sibuk dengan segala macam tepung dan temannya disini. Menjadi prioritas utama adalah kepuasan pelanggan, aku dan Rosa berjibaku dalam menyelesaikan pekerjaan ini.Pemandangan siang ini begitu membuat aku terhenyak kaget karena lelaki yang baru saja aku kenal sudah ada didepan mata. Memilah kue yang terpajang di etalase, pakaiannya sangat rapi, rambutnya pun terlihat sempurna. Mungkin dia bekerja di kantor, itu penilaianku."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya Rosa saat melihat Aldi yang tengah kebingungan untuk memilih kue yang ada."Saya mencari yang paling enak dan paling best seller disini," jawabnya ramah."Ini, Pak. Ini adalah yang paling banyak diminati disini," balas Rosa dengan memberikan kue yang memang sering di cari di toko ini.Setelah menerima, Aldi lalu menuju kasir. Senyum ramahnya tak pernah hilang dari bibirnya itu. Orang ini membuat jantungku berubah aneh, berdetak lebih kencang dari biasanya."Ramai juga, ya.""Alhamdulill