"Bapak kenapa?" tanya Rini penuh perhatian. "Pak." Suara Rini dibuat selembut mungkin, tetapi penuh gairah. Seseorang telah berdiri terpaku melihat pandangan di atas sofa ruang keluarga. Bibirnya bergetar ketika ingin menyebut nama Indra."Ya Allah, Indra!" seru Rahayu dengan sisa-sisa tenaganya. Wanita senja itu benar-benar tak menyangka melihat kejadian yang sangat menjijikkan di depan matanya.Tak hanya Indra dan Rini yang terkejut. Yulis yang sedang memarkirkan sepedanya di halaman juga bergegas ke asal suara. Wanita yang tengah memakai kulot plisket itu khawatir terjadi sesuatu pada mertuanya.Rini segera turun dari pangkuan Indra, kemudian membetulkan kancing bajunya yang berantakan. Untuk sesaat Indra tertegun, lelaki bertubuh agak tambun itu seakan dilempar dari fantasinya. Raut wajah tampan itu nampaknya terkejut menyadari keadaannya yang berantakan."Ibu!" Yulis segera merengkuh wanita baya yang tengah
Dunia Indra hancur seketika, lelaki berkulit putih itu menoleh, menyembunyikan kesedihannya. Sementara Yulis nampak shock, tubuh rampingnya hampir saja tersungkur, jika dia tak segera berpegangan pada tembok di sampingnya.**Kediaman Indra penuh dengan karangan bunga. Ungkapan bela sungkawa itu berjejer rapi dari pinggir jalan hingga halaman. Semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. "Ma, Nenek mau pergi ke surga ya?" Muti berbisik pada Yulis sambil memperhatikan para pengurus jenazah yang tengah mengkafani jasad neneknya."Iya, Sayang," sahut Yulis dengan suara yang tak kalah lirih. Sekuat tenaga wanita pemilik alis bak semut berbaris itu menahan kesedihannya di depan sang putri."Jadi sekarang Nenek bisa bertemu dengan Bunda?" Bocah lima tahun itu kembali bertanya. Tatapan yang biasa berbinar itu nampak redup. Yulis tersentak mendengar pertanyaan Muti, tetapi wanita penyuka
"Selamat pagi, Bu Yulis. Eh, aku gak salah sebut nama kan? Wanita tua kegatelan yang langsung mau ketika dilamar lelaki yang baru beberapa bulan dikenalnya," sapa Rani sambil tersenyum meremehkan.Yulis hanya mendengar cicitan wanita muda di depannya tersebut, tanpa berniat untuk meladeninya. Masih segar diingatannya adegan yang dilakukan wanita itu dengan Indra."Aku harap kamu belum pikun, walaupun udah tua. Masih ingat aku kan? Wanita yang sudah merasakan belaian suamimu. Andai kamu bisa sadar diri, tentu saat ini aku yang menjadi nyonya di rumah ini," rancau Rani berapi-api."Silakan duduk, aku akan panggilkan Pak In," sahut Yulis dengan sikap tenang. Yulis terperangah ketika berbalik, rupanya sang suami sudah ada di belakangnya. "Berangkatlah," ucap Indra sambil menatap lekat manik kecoklatan milik Yulis. Untuk sepersekian detik wanita itu tak bisa mengalihkan tatapannya. Hingga, genggaman tangan Muti mempu menariknya dari tatapan elang sang
"Pergilah, dan jangan sampai kita bertemu lagi. Karena jika sampai itu terjadi ... aku sendiri yang akan menghabisimu!" Dengan napas terengah Indra memperingati wanita yang dulu menjadi sekretarisnya tersebut."Jangan mengancamku, Pak. Karena aku tahu bagaimana cara menghancurkanmu. Aku tahu Bapak sudah hancur karena kepergian istri dan ibu Bapak. Tentunya Bapak gak mau semakin hancur dengan kehilangan putri dan istri baru Bapak kan?"Indra menatap geram pada wanita muda yang dulu pernah dipercayainya. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Indra tanpa basa-basi."Bapak memang jenius. Bisa tahu ada maksud lain dibalikkedatanganku ke sini. Berhubung Bapak bertanya, maka aku akan menjawabnya. Nikahi aku, Pak, agar Bapak tak kesepian lagi. Hanya itu," balas wanita muda itu penuh percaya diri."Itu takkan terjadi. Buang jauh-jauh mimpimu itu. Berapa yang kamu minta?" tanya Indra lagi."Ah, Bapak. Aku tak minta uang, aku hanya ing
Yulis menatap nanar pada beberapa foto kebersamaan Indra dan Rani yang terpampang di layar ponselnya. Yulis meraup udara sebanyak yang dia mampu untuk mengurangi sesak yang tanpa permisi telah memenuhi ruang di dadanya. Tak ada kaca-kaca di netra bulatnya, wanita berbintang Capricorn itu sudah mempersiapkan hatinya semenjak malam penolakan Indra atas hubungan mereka. "Mungkin sekarang saatnya aku harus melapaskan? Tapi, apa aku sanggup berpisah dengan Muti?" batinnya bergejolak.[Bagaimana Bu Yulis? Masih mau bertahan dengan pernikahanmu? Sungguh tak tahu malu, bagaimana bisa kamu menikah dengan lelaki yang jelas-jelas tidak mencintamu. Dasar wanita murahan!]Yulis hanya membaca pesan itu sekilas, kemudian langsung memblokir nomor tersebut, lalu menghapus semua chat yang dikirim nomor tanpa nama itu. Kembali wanita penyuka kopi itu menghela napas sebelum menyimpan ponselnya di tas, walaupun Yulis berusaha untuk mengabaikan pesan tadi, tetap
Toko Yulis terlihat ramai, lalu lalang pembeli dan karyawan menjadi pemandangan yang menyenangkan bagi wanita bertubuh ramping itu. Yulis melambaikan tangan pada Afif dan Maya yang berada di dalam toko setelah gocar yang dipesannya kembali melaju. Setelah itu Yulis melanjutkan langkahnya menuju rumah untuk berganti pakaian. Muti dan Citra mengikutinya tanpa protes. Kedua gadis kecil itu berjalan riang di belakangnya.Wanita pemilik nama lengkap Yulistiana itu memelankan langkahnya yang hampir sampai di teras saat mendengar ponselnya berdering. Yulis mengamati sekilas layar ponselnya yang berkedip, kemudian segera menggeser ke atas ikon ganggang telepon yang bergetar."Assalamualaikum, Pak Wan," sapa Yulis setelah panggilan tersambung."Waalaikumussalam, Dek Yul. Apa acaranya sudah selesai?" tanya papanya Citra tersebut."Sudah, Pak Wan. Maaf ya, ini Citra tak ajak ke rumah Merakurak," sahut Yulis."
"Papa kenapa, Ma?" tanya Muti. Tatapannya jauh mengikuti laju mobil lelaki yang telah mengukir jiwanya tersebut."Em, mungkin papa melupakan sesuatu, Sayang.""Padahal kita sudah membatalkan acara dengan Citra demi Papa, tapi Kenapa Papa pergi begitu saja." Muti sangat kecewa dengan sikap papanya "Mama telpon pa-pa dulu ya." Setelah berucap Yulis pun menghubungi suaminya tersebut. "Ada apa?" tanya Indra setelah mengangkat panggilan."Mas, kenapa balik? Muti udah menunggu dari tadi.""Pergi saja dengan lelaki itu, kalian terlihat serasi dan bahagia," sahut Indra. Namun, dia hanya berani mengatakan semua itu dalam hati."Ada rapat mendadak," sahutnya dengan suara datar. "Nanti kalian pulang sendiri. Aku mungkin sampai larut," imbuhnya, setelah itu Indra memutuskan panggilannya. Yulis menghela napasnya lagi, rasanya lebih muda menghadapi emak-emak yang suka menawar dagangannya dari pada mengahadapi sikap suaminya itu.
Hingar bingar ruangan kedap suara itu sama sekali tak mengusiknya. Pikirannya benar-benar sedang kacau. Indra beranggapan bahwa takdir benar-benar mempermainkannya. Dulu dia sama sekali tidak tertarik dengan Yulis, dia menikahi wanita itu hanya demi Mutiara, tapi wanita itu memperlakukannya sebagai suami, patuh dan melayaninya. Walaupun tidak dengan urusan ranjang. Kini setelah Indra mulai menyukainya, Yulis malah bersikap tidak peduli, itulah yang membuatnya frustasi."Aku temenin minum ya, Pak," ujar seorang wanita muda dengan suara manja. Pemandu karaoke itu sedari tadi memang memperhatikan Indra, yang lebih asyik dengan dunianya sendiri.Indra menepis tangan wanita muda tersebut, setelah itu mengisyaratkan agar dia menjauh. Indra benar-benar tak ingin diganggu. Wanita muda bernama Ratu itu mendengkus kesal karena ditolak, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa."Ayo Pak In, kita senang-senang. Bukannya tujuan kita kesini untuk itu?" Temannya yang sudah semp