Share

KENCAN PERTAMA

last update Last Updated: 2024-07-05 10:51:33

Hari ini kembali berjalan sama seperti biasanya, tanpa berubah sama sekali. Kevin masih bersikukuh menjemputmu dan mengantarku ke kampus.

Selama di perjalanan, hanya keheningan yang berpendar di dalam mobil. Suara penyiar radio membuat suasana di antara kami tidak terlalu dingin dan beku. Aku menatap lurus ke depan, memperhatikan hiruk pikuk kota Jakarta.

"Saya tidak suka melihat kamu berpakaian seperti itu."

Suara Kevin membuat tatapanku berpaling. Kevin memperhatikan dari atas kepala hingga sebatas paha. Aku langsung menyilangkan kaki dan menutup pahaku yang terbuka bebas dengan telapak tangan. Dasar otak mesum!

"Dasar modus! Ngakunya aja nggak suka, tapi matanya sampai mau keluar gitu!"

Kevin mengerutkan kening. "Saya serius. Menurut saya, sangat penting bagi wanita untuk menutupi aurat mereka, agar terhindar dari kejahatan yang tidak terduga, serta godaan dari pria hidung belang."

"Kamu nyindir diri sendiri ya?" Aku menyeringai geli. Merasa jenaka dengan perumpamaan Kevin ini. "Dengar ya, Tuan Kevin yang Terhormat, kamu nggak berhak mengatur cara berpakaianku. Kalau kamu nggak suka, ya kamu nggak perlu lihat dan tutup mata aja. Mau aku telanjang bulat sekalipun, itu bukan urusanmu!" seruku sarkastis dan blak-blakan.

Kevin menghembuskan napasnya kuat-kuat dan mengelus dada.

"Kemarin saya hampir tidak bisa tidur akibat ciuman kita kemarin," tuturnya mengubah topik pembicaraan.

Sedangkan di kursiku, perlahan suara debar jantung mulai berdetak seirama. Aku masih mengabaikannya dan menatap ke arah lain.

"Saya pernah berciuman dengan wanita, tapi tidak pernah merasakan hal aneh seperti waktu saya mencium kamu," lanjutnya kemudian diiringi dengan cengengesan geli.

Aku mendengus jengkel sambil menggerutu, "Dasar playboy! Apa kamu suka menerobos bibir semua wanita sembarangan seperti itu?"

Kevin memandangku sekilas dengan sebelah alis yang diangkat sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya.

Dia menggeleng, "Tidak, hanya kamu."

"Sorry, saat ini aku nggak mau membahas tentang ciuman kita." Lidahku terasa kelu. "Tapi aku ingin membahas tentang hubungan kita!" seruku tegas.

"Bagus, saya juga ingin lebih banyak menjalin komunikasi dengan kamu. Apa yang ingin kita bahas? Baju pengantin, undangan pernikahan, atau pesta pernikahan?"

"Bukan itu!" tandasku cepat.

"Lantas?" Ia kembali menatapku sekilas.

"Kamu nggak bisa nikahin aku begitu saja tanpa adanya lamaran resmi!"

Kevin menginjak rem, saat mobilnya berhenti di perempatan lampu merah. Kali ini posisi tubuhnya bergeser hingga berhadapan denganku. "Maksud kamu seperti lamaran artis-artis Indonesia yang ditayangkan di televisi?"

"Bukan! Itu terlalu mewah, aku yakin kalo kamu nggak akan sanggup mengeluarkan uang sebanyak itu. Pekerjaan kamu kan nggak jelas, hanya luntang lantung ngikutin anak gadis orang."

Mendengar perkataan asalku, Kevin jadi tertawa terbahak-bahak. Sedetik kemudian dia langsung membungkam mulutnya rapat-rapat. Lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau, dia kembali menjalankan mobilnya.

"Baiklah, masalah lamaran akan saya atur sesuai dengan yang kamu inginkan."

Wajahmu memelas. "Aku ingin hadiah pernikahan yang mahal! Belikan aku mobil, kalo kamu ingin menikahiku."

Kevin terkejut. Mungkin dia akan menilaiku sebagai cewek materialistis. Baguslah, sejujurnya itu yang aku inginkan. Lalu dia membatalkan perjodohan ini dan aku bisa hidup bebas.

Tapi kenyataan selalu berbanding terbalik dengan yang aku inginkan.

"Baiklah, saya tidak keberatan untuk masalah itu." Dengan mudahnya Kevin menerima permintaanku. Sungguh, benteng pertahanan Kevin begitu kukuh hingga aku kehabisan akal.

"Kita nggak bisa menikah begitu saja, Kevin! Kamu nggak boleh sekadar mengiyakan permintaanku demi membuat pernikahan ini berjalan lancar. Pernikahan itu bukan mainan, kita nggak mungkin menikah tanpa ada waktu untuk saling mengenal satu sama lain. Aku belum tahu siapa kamu sebenarnya, sebaliknya kamu pun begitu!"

Kevin terdiam lama. Suara klakson kendaraan di belakang kami saling sahut menyahut ketika jalan mulai macet. Sedangkan aku hanya bisa mengetuk-ngetuk jari sendiri di atas paha ketika suasana menjadi dingin mencekam hingga menusuk pembuluh darahku.

"Oke," tutur Kevin akhirnya.

"Besok jam tujuh malam saya jemput kamu di rumah. Kita akan melakukan beberapa kencan."

"Apa?"

*****

Malam ini aku mengenakan gaun yang pendeknya lagi-lagi di atas lutut. Gaunnya tampak sederhana, berwarna biru langit dan bermotif bunga. Kevin tidak suka melihatku memakai pakaian seksi, jadi aku lakukan semua itu untuk membuatnya resah dan jengah. Rambut hitam sepanjang dada, kubiarkan saja terurai indah. Tidak lupa pula pada sentuhan terakhir, kupoleskan lipstik berwarna merah terang milik Mama di bibirku.

Nah, kalau begini kan cuakep!

Pintu kamarku diketuk, Mama muncul dari balik pintu.

"Ya ampun, Reyna, kamu mau kemana pakai pakaian seperti ini?" Air muka Mama terlihat sangat kaget.

"Mau kencan sama si mas-mas," ucapku sembari mengambil tas tali dari atas meja rias dan menyampaikannya ke bahu.

"Iya, Mama tahu kalo kamu ada kencan dengan Kevin, tapi kan, Rey ... Pakaian seperti ini sangat tidak pantas. Lipstik kamu juga ketebalan."

Mama berhenti sejenak saat menatap lipstiknya berada di atas meja riasku. Mata Mama terbelalak kaget. "Astaghfirullah, Reyna! Kamu pakai lipstik kondangan Mama?"

Aku cengengesan geli sebelum mengangguk, lalu keluar dari kamar dan menghampiri Kevin yang sudah menungguku di kursi teras.

Kevin dan Papa sedang berbincang ria. Saat melihat kehadiranku, mereka berdua bangkit dari sofa. Aku melihat penampilan Kevin sambil menilai, laki-laki itu hanya memakai kaos yang ditutupi dengan jaket kulit serta celana denim.

"Reyna, tidak bisa kamu ganti pakaian kamu dengan yang lain?" Suara Papa muncul di tengah keheningan kami.

"Sorry, Pa, aku dan Kevin udah telat."

Aku segera berjalan mendekati Kevin dan merangkul tangannya. Agar kami bisa cepat pergi sebelum negara api menyerang.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Om," pamit Kevin sambil menyalami tangan Papa dengan sopan.

"Tolong jaga anak Om baik-baik ya, Kevin. Reyna ini adalah permata hati saya satu-satunya."

"Om tenang saja, sekarang Reyna telah menjadi permata hati saya juga."

Jujur, rasanya aku ingin muntah mendengar perkataan gombal Kevin. Setelah berpamitan, aku dan Kevin langsung keluar dari rumah menuju mobil Fortuner miliknya. Secara jantan, ia membuka pintu mobil untukku sebelum duduk di balik kemudi.

"Kamu tidak kedinginan, Rey?" tanya Kevin di tengah perjalanan.

Dia melihatku sedang memeluk diri sendiri akibat suhu AC mobil Kevin yang cukup kencang.

"Nggak!" ketusku kembali bersikap seperti biasa.

"Lipstik kamu terlalu merah, Rey. Apa tidak terlalu berlebihan?"

Aku langsung menoleh, menatapnya kesal. "Kenapa? Bibirku seksi, ya?"

Kevin tertawa, hampir terbahak. Kemudian menggeleng pelan. "Bukan itu maksudnya, tapi kalau orang lain melihat lipstik kamu, nanti mereka bisa berpikir kalau saya habis berbuat yang macam-macam sama kamu."

Sialan!

Aku mengambil tisu dari atas dasbor mobil Kevin dan membersihkan lipstik di bibirku dengan kasar. Lagi-lagi Kevin tertawa, lebih tepatnya menertawaiku.

*****

Kencan pertama yang kami lakukan adalah dinner romantis di salah satu restoran. Lengkap dengan musik klasik yang mengalun indah serta bunga mawar di tengah-tengah meja.

"Sebenarnya, tanpa harus berkencan seperti ini saya sudah tahu semua tentang kamu. Jadi alasan untuk mengenal satu sama lain dengan cara seperti ini ... terlalu klasik."

Kevin memulai percakapan ketika pesanan sudah tersaji di hadapan kami.

"Oh ya? Apa yang kamu ketahui tentangku sampai aku harus berkata fantastic?" Aku mengambil segelas air dan meneguknya perlahan.

Kevin tersenyum simpul, dia mulai mengedikkan bahu. "Reyna Prameswari. Lahir di Bandung pada tanggal 19 Desember 1998. Anak bungsu dari dua bersaudara. Memiliki dua sahabat terbaik bernama Ivan dan Riska, kuliah fakultas ekonomi jurusan Akuntansi, sayangnya dia harus menjalani kehidupan yang penuh drama akibat masih menyandang status sebagai mahasiswa abadi, hampir enam tahun lamanya."

Aku tersedak minumanku. Dari balik bulu mataku, aku bisa melihat kalau Kevin menyeringai penuh percaya diri. Tidak salah lagi kalau dia ini adalah seorang ....

"Penguntit!"

"Apa?"

"Dasar penguntit!" Aku langsung melempar Kevin dengan serbet. Tapi, Kevin berhasil menangkapnya dengan sigap sebelum mendarat mulus di mukanya.

"Selain itu, saya juga tahu semua tentang sikap kamu. Reyna adalah wanita yang pemarah, ganas, pembangkang, pemberontak, tengil, suka teriak-teriak, sering melotot. Tetapi, sebenarnya Reyna ini orang yang manja dan cengeng. Oh, satu lagi. Reyna orang yang sangat kasar." Kevin mengangkat serbetnya tinggi-tinggi, sebelum menaruhnya kembali ke atas meja.

"Dari mana kamu tahu semua itu?" tanyaku curiga.

"Saya punya teman bisa membaca karakter seseorang hanya dari mimik wajah. Jadi saya belajar dari dia dan karakter kamu sangat mudah ditebak."

"Oh ya?" Aku mengangkat alis, jenaka. Dasar mas-mas tua sombong! Dia pikir dia tahu segalanya tentang aku?

"Sebenarnya, kamu lupa satu hal tentang aku, Kevin. Kamu ingat? Reyna Prameswari itu adalah seorang wanita yang sangat jorok!"

Apa Kevin lupa saat aku muntah tepat mengenai pakaiannya waktu itu? Jadi hari ini, malam ini, dan detik ini juga, Kevin harus sadar betapa joroknya aku sehingga tidak pantas bersanding dengannya.

Sambil memandang Kevin tajam, aku mulai memakan steak menggunakan tangan, bukan garpu atau pisau. Mencincang-cincang dagingnya dengan jari dan melahapnya persis seperti orang kelaparan. Sambil berdecak menahan kelezatan, aku menjilati saus yang berlumuran di jariku.

Masih kurang jorok? Aku langsung meneguk minumanku hingga airnya menetes sampai ke leher.

"Kamu nggak makan?" tanyaku setelah puas melakoni peranku sendiri. Sedangkan Kevin, mulutnya terbuka lebar, menatapku sampai tercengang.

"Aku sudah kenyang." Kevin menjatuhkan pisau dan garpu ke piring. Kemudian tersenyum. Senyuman terpaksa.

"Oke, kalo begitu lebih baik kita pulang aja. Dan aku pikir, kamu akan ngomong sama Papa kalo perjodohan kita akan dibatalkan."

Kevin menyesap minumannya dengan elegan. "Justru saya ingin membawa kamu ke tempat kencan kita selanjutnya."

Aku terkesiap. "Kencan lagi? Ke mana?"

Jadi, di sinilah kami akhirnya. Duduk di jajaran kursi paling depan studio bioskop sambil menonton film kartun. Tiket dan film, aku sendiri yang memilih. Awalnya aku dan Kevin beradu argumen karena dia ingin menonton film romantis atau horor. Tapi, aku sangat tahu bagaimana modus seorang laki-laki saat mengajak wanitanya nonton film dengan genre seperti itu. Mereka ingin mencuri kesempatan untuk merangkul, memeluk, atau mencium wanita di sebelahnya. Tidak akan aku biarkan Kevin mendapatkan bonus itu lagi.

"Rey, kenapa kita tidak duduk di kursi belakang saja? Leherku pegal dan mataku sakit harus menonton dari jarak sedekat ini." Kevin mengeluh.

"Bisa diam nggak, sih? Filmnya udah mulai," balasku ketus tetap fokus memandang layar lebar di hadapanku.

Setelah film dimulai, aku segera melakoni peranku sebagai Reyna yang sinting. Ketika semua orang tertawa melihat adegan kartunnya, aku juga ikut tertawa kencang. Tidak tanggung-tanggung sambil berjingkrak-jingkrak di atas kursi, memukul-mukul tangan Kevin, menghentakkan kaki berulang kali ke lantai dan melipat kaki di kursi.

Seseorang yang duduk di belakangku langsung menendang kursiku dan memperingati Kevin agar aku bisa nonton dengan tenang.

Aku sengaja melakukan hal ini agar Kevin semakin malu dan jengah. Lalu kami pulang dan dia membatalkan perjodohan ini. Seharusnya seperti itu yang terjadi, namun ekspektasi memang tak seindah realita. Pada kenyataannya, Kevin langsung merangkul tubuhku, menarikku mendekat, dan menjepitku di antara ketiaknya. Kevin berhasil membungkam mulutku.

"Duduk yang tenang," bisiknya tepat di telingaku, membuat tubuhku membeku dan bulu kudukku meremang.

"Kalau begini kan nontonnya jadi enak dan nyaman," tuturnya lagi seraya mengusap lenganku berulang kali dengan lembut. Aku nyaris kehabisan napas akibat tingkah lakunya.

Mungkin misi kali ini bisa dibilang gagal. Tapi, aku masih punya satu cara yang lebih ampuh lagi. Selesai menonton, aku langsung membawa Kevin ke sebuah kelab. Memaksanya untuk ikut duduk di hadapan meja bar.

Kevin mengedarkan pandangan ke sekeliling. Merasa tidak nyaman. "Reyna, ayo kita pulang. Saya nggak suka kamu pergi ke tempat seperti ini."

"Bawel amat, sih!" Aku mengabaikannya dan mengambil segelas minuman beralkohol, lalu menenggaknya hingga habis

"Reyna, kalau Papa kamu tahu, dia bisa marah besar."

Aku menenggak segelas minuman lagi. "Bagus dong, setelah Papa tahu kalau kamu biarin aku sampai mabuk, perjodohan kita bisa langsung dibatalkan."

Kevin mengambil gelas ketigaku dan menaruhnya di atas meja. Kemudian menarik lenganku secara paksa. "Ayo kita pulang. Minuman itu tidak sehat untuk kamu! Itu minuman haram!"

Di tengah lantai, aku langsung menepis sentuhan Kevin. Dentuman musik mulai menggema nyaring di penjuru ruangan. Kesadaranku sudah dipengaruhi oleh minuman beralkohol. Aku melingkarkan tanganku di leher Kevin, menariknya mendekat, dan menggoyangkan badan di hadapannya.

Kepalaku mulai pusing, perutku kembali bergejolak. Sejujurnya aku tidak terbiasa meneguk minuman seperti itu. Alhasil, muntahku kembali keluar. Entah sudah berapa kali aku muntah mengenai pakaian Kevin.

Laki-laki itu segera membawaku keluar kelab, mengusap tengkukku saat muntah kembali menyerang.

"Kalo nggak bisa minum alkohol jangan dicoba-coba. Bukannya nambah pengalaman, tapi kamu justru nambah dosa. Biasanya juga sering minum air mineral, kan."

Kevin mengulurkan sapu tangan miliknya. Aku segera menyeka mulutku dan menyikut perutnya.

"Bisa diam nggak, sih! Telingaku sakit dengerin omelan kamu terus. Mau aku muntahin lagi kemeja kamu?"

Bukannya takut, Kevin hanya mengedikkan bahu santai. "Mau kamu muntahin sampai seribu kali di kemeja saya, saya tidak akan membatalkan perjodohan itu, Reyna. Lebih baik saya antar kamu pulang sekarang, karena kamu harus mempersiapkan diri untuk acara lamaran besok malam."

"Apa?!"

🎗️🎗️🎗️🎗️🎗️

Related chapters

  • SUAMI YANG SEMPURNA    LAMARAN

    Aku menatap nanar bayanganku di cermin. Wajahku dipoles dengan make up, rambutku dibentuk menjadi sanggul. Malam ini, aku memakai kebaya biru muda dan rok batik. Berulang kali aku mengatur napas, berusaha menghalau perasaan gugup.“Kalo gugup itu biasa, tapi jangan terlalu panik. Dulu waktu Mas kamu melamar Mbak Dyas, Mbak juga cemas dan takut seperti kamu.”Mbak Dyas—istri Mas Emil, mulai menyentuh pundakku. Aku menatap pantulan Mbak Dyas dari cermin. Dia terlihat cantik memakai dress batik.“Mbak, aku pernah jujur dengan Kevin, kalau aku udah nggak virgin lagi,” ucapku seraya menundukkan kepala. Tidak berani menatap air muka Mbak Dyas yang mungkin terkejut luar biasa.“Apa?” Seperti dugaanku sebelumnya, Mbak Dyas berteriak kaget. “Reyna, kamu udah gila, ya? Kamu sadar nggak dengan ucapan kamu sendiri? Itu adalah doa!”Kini Mbak Dyas memutar tubuhku hingga kami saling berhadapan.“Hanya itu satu-satunya cara agar Kevin menolak perjodohan ini.““Terus Kevin percaya?”Aku hanya mengang

    Last Updated : 2024-07-05
  • SUAMI YANG SEMPURNA    AKU MAU MENIKAH SAMA KAMU

    Lampu berkerlap-kerlip memenuhi ruangan, dentuman musik terdengar kencang ketika aku memasuki tempat hiburan malam tersebut. Kulihat sosok Arman duduk di kursi depan meja bar sembari menenggak minumannya. Ya, dia memang baru saja mengajakku untuk bertemu di tempat ini. “Apa yang mau kamu bicarakan denganku?” Aku langsung to the point, setelah mendaratkan bokong di sebelahnya. “Aku mau cerai, Rey.” Suara laki-laki itu terdengar parau. Ia kembali menenggak minumannya hingga habis. Aku cukup terkejut mendengar ucapan Arman. Tapi aku tidak merasa kasihan sedikit pun padanya. Lagi pula, itu bukan urusanku. “Jadi … ini hal penting yang mau kamu bilang sama aku? Sorry, Arman, tapi hubungan rumah tangga kamu sama sekali bukan urusanku!” Laki-laki itu tertawa, meracau tidak jelas pada sang bartender untuk menambah minumannya lagi. “Bagaimana pernikahan kamu dengan laki-laki pilihan orang tua kamu itu?” “Sangat baik,” jawabku ketus. Pura-pura terlihat bahagia meski dalam hati sebenarnya

    Last Updated : 2024-07-06
  • SUAMI YANG SEMPURNA    PERNIKAHAN

    “Ananda Kevin Narendra Halim bin Faizal Halim, aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandungku, Reyna Prameswari Wijaya binti Deni Wijaya dengan mas kawinnya berupa seperangkat alat shalat dan uang berjumlah sembilan belas juta rupiah dibayar tunai.” Sambil menjabat tangan Kevin, Papa bersuara lantang. “Saya terima nikah dan kawinnya Reyna Prameswari binti Deni Wijaya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” “Bagaimana, sah?” Penghulu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. “Sah.” “Alhamdulillaah ….” Di saat semua pengantin menitikkan air mata karena terharu bahagia, aku justru menangis karena sebentar lagi hidupku akan sangat menyedihkan setelah menikah dengan Kevin. Setelah menyematkan cincin di jari manisku, Kevin mencium keningku cukup lama. Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Seperti yang sudah ditentukan oleh pihak keluarga kami dan menuruti wasiat orang tua Kevin, pernikahan ini berlangsung saat umurku sudah menginjak 25 tahun—tepat pada tanggal 19 Desember.

    Last Updated : 2024-07-06
  • SUAMI YANG SEMPURNA    HADIAH PERNIKAHAN DARI KEVIN

    "Kevin mana, Rey?" Mama menghampiriku dan duduk di sofa, tepat di sebelahku. Aku meluruskan kaki di atas meja, merasakan pegal-pegal. "Tidur di kamar," balasku sekenanya. "Baru juga sampe udah molor aja." "Kemarin dia nggak bisa tidur semalaman gara-gara aku kasih kopi. Mama terkesiap. "Ha? Yang bener?" "Hm." "Kasihan, pasti dia capek banget ya, Rey. Coba sana kamu ke kamar pijitin badan dia." "Ih, Reyna juga capek kali, Ma. Jelas-jelas Reyna yang nyetir mobilnya dari Bogor sampai Jakarta tadi." "Tapi tetap aja, secapek-capeknya istri, harus ada kasih perhatian lebih sama suami. Udah sana pijitin, kasian Kevin." Mama mendorong tubuhku. "Males ah, memangnya aku pembantunya, tukang pijit, si Mak Erot!" "Yee, kamu ini. Nggak ada ikhlas-ikhlasnya melayani suami." "Dari awal aku memang nggak mau nikah sama dia." Mama menyipitkan matanya tajam, tatapan tidak suka. "Jangan bahas itu lagi! Sekarang kamu sama dia sudah menikah! Percuma juga karena nasi udah menjadi bu

    Last Updated : 2024-07-07
  • SUAMI YANG SEMPURNA    GANTI PAKAIANMU!

    Apartemen Kevin minimalis. Ruang televisi dan dapurnya menjadi satu. Sofa bernuansa krem berada di tengah-tengah ruangan. Di dinding ada beberapa foto orangtuanya. Serta foto Wanda yang tengah tersenyum manis dan juga Nenek yang sedang tertawa. Namun yang membuatku cukup terkejut adalah, foto pernikahan kami juga terpampang di dinding. Di foto tersebut, Kevin tersenyum, memperlihatkan gurat wajah bahagia pengantin baru. Sedangkan aku, hanya tersenyum tipis. Bahkan sangat tipis, sampai aku pikir kalau itu bukan senyuman tapi wajah cemberut. Namun masih terlihat cute. Apartemen Kevin terdiri dari dua kamar tidur dan dua kamar mandi. Satu di dekat dapur, satu lagi di dalam kamar utama. Lagi-lagi kami harus tidur satu kamar. Ini konyol! Padahal aku bisa memakai kamar sebelah. Tapi kamar itu terkunci rapat. Kevin melarangku masuk ke dalam kamar misterius itu. Sempat terpikir olehku kalau kamar itu tempat penyimpanan mayat. Dan pekerjaan Kevin sebagai buronan tiba-tiba terlintas di kepal

    Last Updated : 2024-07-08
  • SUAMI YANG SEMPURNA    BERENANG, YUK!

    Ayla: Aku sudah pulang kampus. Mas-Mas Tua Jelek: Aku sudah di parkiran kampus. "Hah? Gila!" Aku segera bergegas menuju pelataran kampus dan menemukan mobil Fortuner miliknya. Saat baru akan merebahkan tubuh di kursi depan, dia berhasil membuatku tercengang dengan penampilannya. Astaga, Tuhan. Kevin terlihat tampan. Laki-laki itu memakai kaos Polo. Setiap kali Kevin memakai kaos seperti itu, dia jauh terlihat lebih muda dan ganteng. Oke, aku akui dia memang ganteng. Berhubung lengan kaosnya pendek, otot bisepnya jadi terpampang jelas. Dan kali ini, ada kaca mata Oakley yang membingkai wajahnya. Apa dia sengaja menggoda imanku dengan gaya berpakaian seperti itu? "Kamu sudah makan siang?" Dia melemparkan tatapan ke arahku dengan tiba-tiba hingga aku tersentak dan mengerjapkan mata. Segera kutepis pikiran aneh yang mengagumi penampilan si tua ini. Aku hanya menggeleng. Kembali menatap ke depan. Lurus. "Kamu mau makan di mana, Sayang?" tanya Kevin lagi. "Makan di rumah Mama aja

    Last Updated : 2024-07-08
  • SUAMI YANG SEMPURNA    AKHIRNYA ... AKU SIDANG

    Aku mengerti, mengapa tiga hari yang lalu Kevin memintaku untuk menjemput mobil di rumah Mama. Ternyata, agar aku bisa bepergian sendiri tanpa perlu diantar oleh Kevin saat dia menghilang. Kini sudah hampir lima hari Kevin pergi. Aku tidak tahu dia berada di mana, sedang apa, dan bersama siapa. Yang kutahu, dia pergi ketika aku masih tertidur pulas. Kevin hanya meninggalkan secarik kertas yang memberitahuku kalau dia sedang pergi bekerja.Malam ini, apartemen terlihat sangat sepi, hanya ada aku sendiri. Aku mengambil ponselku dan menghubungi Mama."Ma ...." Nadaku terdengar sendu."Kalau nelepon itu, ucap salam dulu, Reyna!" Mama menegurku, mengajariku seperti anak kecil."Lupa," jawabku singkat. "Aku kesepian tinggal sendirian di sini, Ma.""Emangnya Kevin ke mana? Kerja, ya?" tanya Mama."Tahu ah, minggat kali. Atau jangan-jangan Kevin diculik!" ujarku bercanda namun dengan nada yang serius."Hush, kamu ini kalau ngomong suka asal.""Siapa yang asal sih, Ma. Itu doa Reyna yang tersi

    Last Updated : 2024-07-09
  • SUAMI YANG SEMPURNA    KEV ... TOLONG AKU!

    "Rey, nggak apa-apa nih kalau Lo traktir kita sebanyak ini?" Riska menunjuk dua kantong belanjaannya yang berisi beberapa pakaian. "Iya nih, Rey. Apalagi sepatu gue mahal banget!" Ivan menatap nanar ke kotak sepatu berisi high heels yang aku belikan khusus untuknya. "Santai aja lagi." Aku mengibaskan tangan. "Hitung-hitung buat ngerayain hari keberhasilan gue, kan?" balasku acuh tak acuh. Aku memang tidak punya uang sebanyak itu untuk membelikan mereka barang-barang seperti pakaian, tas, atau mungkin sepatu. Tapi, aku punya kartu ATM pemberian Kevin yang belum pernah aku gunakan sekali pun. Aku pikir, hari ini adalah waktu yang tepat untuk menghambur-hamburkan uang Kevin. Toh, dia pernah bilang kalau uang suami adalah uang istri. Dan uang ini sudah menjadi hakku. Jadi, aku bebas, dong .... "Nanti lo dimarahin lagi sama bokap, karena uang bulanan lo habis buat traktir kita. Lo kan belum kerja, Rey." Riska masih memasang wajah penuh penyesalan. Aku berhenti melangkah. Mengubah posi

    Last Updated : 2024-07-10

Latest chapter

  • SUAMI YANG SEMPURNA    SETIAP ORANG PUNYA MASALAH

    Aisha dan Widyo langsung merangkul Widuri, dan membawanya ke UKS. "Gue nggak peduli kalau artikel-artikel menyatakan, marah itu bisa bikin kita cepat tua. Sumpah, gue nggak peduli bakalan cepat tua dari umur gue yang seharusnya kalau sikap mereka kayak gini terus. Kita sebagai murid-murid berhak dapat perlindungan dari para pembully di sekolah!" Aisha terus meracau tidak jelas saat mereka sudah berada di UKS. Sementara, Widuri meringis kesakitan saat Widyo mengobati lututnya perlahan dengan obat merah. "Ini pertama kalinya sejak Aisha masuk sekolah, dia kembali melawan teman-temannya. Biasanya dia cuma diam aja kalau dibully sama mereka." Widyo berbicara kepada Widuri. "Lo harus bersyukur punya temen kayak Aisha yang rela mencelakai dirinya sendiri demi melindungi orang lain." Widuri hanya diam. "Wid ...." Aisha menepuk pundak Widuri. "Kalau ada yang nyakitin Lo dan bikin lo menderita lagi, Lo tinggal lapor sama gue. Kita nggak boleh kelihatan lemah di hadapan mereka. Karena

  • SUAMI YANG SEMPURNA    KAMU SELALU ADA UNTUKKU

    Widyo membawa Aisha menuju belakang sekolah. Duduk di sebuah kursi kayu panjang yang berada di bawah rimbunan pohon. Tak ada orang lain di sini kecuali hanya mereka berdua. "Kenapa kakak bawa gue pergi? Kalau Kakak nggak nahan gue, mungkin gue udah bisa nonjok muka cowok sialan itu habis-habisan." Aisha terus meracau sembari menangis sesenggukan. Widyo hanya tertawa tanpa berkomentar hingga menunggu beberapa menit sampai Aisha merasa tenang kembali. "Udah puas nangisnya? Hapus air mata lo. Sama sekali nggak berguna dan hanya bikin lo keliatan jadi lemah." Widyo mengulurkan sapu tangannya. Aisha menerima saputangan itu. Langsung menyemburkan ingusnya kuat-kuat. Widyo tidak merasa jijik. Justru terkekeh geli. "Kakak ngetawain gue?" Aisha menoleh ke arah Widyo. Kesal. Widyo hanya menggeleng. "Terus kenapa Kakak ketawa?" Widyo kembali menggeleng. Melipat mulutnya rapat-rapat. "Ternyata selain bisa ngomong, Kakak juga bisa ketawa. Hebat." Widyo mengerutkan alisnya bingung. "

  • SUAMI YANG SEMPURNA    BAHAGIA ITU KITA YANG CIPTAKAN

    "Sebenarnya aku takut ke sekolah." Begitu penuturan Aisha saat mereka sedang sarapan pagi bersama. Tanpa kehadiran Kevin dan Ari karena keduanya --- lagi-lagi --- pergi melakukan rute penerbangan. Hanya ada Reyna dan Aydan di ruang makan sembari menatap Aisha dengan mata melotot lebar. "Kenapa kamu takut sekolah, Sayang?" Reyna berhenti menyentuh makanannya. "Aku takut kalau tahu tentang kejadian ini dan mereka bakalan meledek aku habis-habisan," desis Aisha lagi dengan suara parau. Pelan-pelan menggigit roti selainya meski tanpa selera. "Mbak, mau denger cerita lucu nggak. Kemarin di sekolahku ada cewek tomboy, terus dia ngelempar sebelah sepatunya ke arah Ay supaya dapat perhatian Ay. Tapi Ay diemin aja dan sengaja nendang sepatunya ke arah tong sampah. Terus dia marah-marah sambil teriak 'awas lu ye. Besok gue lempar sekalian pake kaos kaki biar lo kesemsem. Gua sumpahin lu suka sama gua, terus gua tolak lu mentah-mentah'." Jeda lima detik. "Alasan Ay semangat sekolah hari i

  • SUAMI YANG SEMPURNA    KEMBALILAH KE RUMAH, ANAKKU

    Ada cinta yang berakhir dengan kesedihan. Ada cinta yang rela untuk dilepaskan dan ada cinta yang patut untuk dipertahankan. Tantri harus menerima kenyataan kalau dia harus rela melepaskan Aisha, karena gadis itu bukan ditakdirkan bersamanya. Begitu pula dengan Aisha yang akhirnya paham meskipun telat menyadari; kalau tak ada pelukan yang paling hangat selain keluarga. Dan tak ada tempat yang paling nyaman selain rumah sendiri. Karena keluarga akan tetap menjadi rumah terbaik bagi setiap insan. "Dengarkan Ayah baik-baik, anakku. Sampai kapan pun, meski di dunia ini lahir beribu anak, tetap Aisha kesayangan Ayah sama Bunda, tetap Aisha yang Ayah mau di bumi, dan tetap Aisha yang akan kami jaga hingga dewasa nanti. Semua tetap sama, nggak ada yang berubah. Kalau ada yang bilang Aisha anak haram, nggak jelas asal-usulnya, atau anak pungut. Mereka salah besar, karena Ayah dan Bunda Aisha itu cuma satu, yaitu kami. Aisha punya Bunda yang hebat dan pinter masak, Aisha juga punya Ayah seor

  • SUAMI YANG SEMPURNA    BUNDA, TOLONG AKU!

    Kevin langsung memasuki kamarnya. Ia melihat Reyna tidur di sudut kasur sambil menghadap ke dinding, Kevin langsung naik ke atas ranjang dan memeluk tubuh Reyna dari belakang. "Are you okay, Bun?" Buru-buru Reyna menghapus air matanya. Dia berbalik untuk berhadapan dengan Kevin. "Kamu sudah pulang, Mas?" "Jangan suka mengalihkan pembicaraan. Nih lihat, aku bisa ngerasain bekas air mata kamu." Kevin mengusap wajah Reyna. "Kenapa, Bun? Coba cerita sama aku selagi aku di sini. Ntar kalau aku udah terbang jauh, kamu malah suka rindu." Reyna mencubit perut Kevin dengan gemas. "Ge-er kamu!" Kevin tertawa. "Kamu tahu apa yang Aydan biang waktu denger kamu nangis?" Reyna diam. "Aydan sedih karena dia gagal bikin kamu bahagia. Ketika kamu menangisi satu anak yang sama sekali nggak mikirin kamu, tanpa kamu sadari ada anak lain yang sedang menangis karena kamu." Lalu yang terjadi, Reyna justru kembali terisak. "Aku kangen Aisha, Mas. Aku kangen dia. Kenapa dia nggak pernah angkat telepon

  • SUAMI YANG SEMPURNA    AYAH, AKU RINDU

    Tantri benar-benar malu harus dipanggil ke sekolah akibat kenakalan bukan karena prestasi Aisha. "Kamu itu udah gede, Aisha. Memangnya nggak malu berantem kayak sinetron di sekolah?" ujarnya saat mereka berada di parkiran sekolah Aisha. "Bukan aku yang mulai duluan, tapi cewek sok kecakepan itu." Aisha menjawab dengan kesal. "Kenapa lo belain gue?" tanya sebuah suara dari belakang mereka. Aisha dan Tantri berbalik, lalu mendapati Widuri berdiri dengan mata sembab. "Gue bukan belain lo. Gue cuma nggak suka ada yang ikut campur sama masalah orang lain. Merasa dirinya itu udah paling benar aja," balas Aisha ketus. "Gue pikir lo bakal balas dendam sama gue, untuk apa yang udah gue lakuin ke lo," ujar Widuri lagi sambil kedua tangannya mengepal. Malu rasanya dibela oleh orang yang sudah dia buat rumit hidupnya. Jika saja, Widuri tidak memberitahu teman-teman bahwa Aisha adalah anak pungut, mungkin gadis itu masih tinggal bersama keluarganya. Kau tahu, rasa iri memang sangat berbahaya

  • SUAMI YANG SEMPURNA    KAMI SEMUA SAYANG BUNDA

    Sesampainya di rumah, Reyna langsung duduk di sofa. Hati, perasaan, dan pikirannya sudah teramat lelah. Mbok Imah masuk ke ruang tengah sambil membawa nampan berisi dia gelas air putih. "Sepertinya Ibu capek banget, ya. Mau tak pijitin ndak? Kebetulan kemarin saya habis bawa minyak urut paling yahud dari kampung." Mbok Imah langsung mengambil posisi di hadapan Reyna. Membungkuk sampai berhadapan dengan sepasang kaki Reyna. "Minyak urut ini terkenal mahal lho, Bu. Saya belinya sama Mbah Erot. Konon katanya si Mbah Erot punya kekuatan magic yang super duper ampuh!" "Jangan mau dipijitin pake minyak urutnya Mbok Imah, Bunda." Aydan ikut nimbrung duduk di sofa sebelah Reyna. "Kalau Mbok percaya sama hal-hal magis, itu namanya syirik. Pasti di dalam botol minyak urutnya Mbok Imah banyak setan dan jin yang lagi berenang." ", moso sih, Den? Emang mereka bisa berenang?" Wajah Mbok Imah teramat polos ketika memperhatikan botol minyak urut tersebut. Aydan mengangguk, semakin mengelabui Mbok

  • SUAMI YANG SEMPURNA    KENYATAAN YANG MEMBUAT LUKA

    "Maafin Reyna, ya. Dia bersikap seperti itu karena dia terlalu menyayangi Aisha." Kevin mengambil posisi duduk di sebelah Tantri. "Aku mengerti, Vin. Aku juga ingin melakukan yang terbaik untuk Aisha." Suara Tantri bergetar. "Aku sayang sama Aisha, sudah menganggapnya seperti anakku sendiri." "Kamu tahu, Tan ...." Kevin mulai memberinya nasihat, "butuh waktu bertahun-tahun bagi Reyna untuk bikin Aisha nyaman dengannya. Tapi, sampai saat ini pun, Reyna masih saja merasa gagal. Padahal menurutku, semua ini hanya masalah waktu. Aisha masih belum beranjak dewasa. Maka dari itu mengapa kesabaran orang tua itu begitu penting." "Mungkin, aku memang nggak lantas menjadi seorang ibu, Vin." Tantri mengelap matanya yang terus basah. Ada rasa sakit yang tiba-tiba mengimpit dadanya mengingat kenyataan itu. Sejujurnya Kevin tidak tega melihat hal ini. Ia berusaha menenangkan Tantri, mengangkat tangan kanannya untuk mengusap punggung Tantri. "Nggak ada perempuan yang nggak lantas menjadi seoran

  • SUAMI YANG SEMPURNA    KELALAIAN TANTRI

    Di kelas lain, gosip tentang Aisha ikut jadi pembicaraan dan beredar luas. Bahkan gosipnya sampai heboh ke kelas 12. Lebih tepatnya, dibicarakan oleh rombongan cowok yang mengidolakan Aisha. "Jadi benar, kalau Aisha anak kelas 10 itu anak adopsi, ya?" tanya Arjun pada Bima --- yang selama ini dikenal sebagai fans berat Aisha. "Menurut kabar yang beredar sih, begitu. Katanya Aisha itu cuma anak pungut, bukan anak kandung ayahnya yang pilot itu. Intinya, gue nggak perlu punya Alphard dulu kalau suka sama dia, hahaha." Bima tertawa pelan. "Serius lo?" Ardian meninggalkan buku yang sedang dia baca, lalu menatap temannya lekat-lekat. "Jangan pada gosipin oranglah, dosa. Lagian, mau dia anak adopsi atau bukan, dia tetap cewek manis yang pintar kan, Bim." sambung Yudi lagi, yang langsung dibalas anggukan oleh Bima. Pada saat semua teman-temannya sibuk menceritakan Aisha, di tempat yang sama, Widyo justru melakukan hal yang berbeda. Dia hanya diam. Meskipun memakai earphone, dia masih bi

DMCA.com Protection Status