"Kamu tuh gak tau malu ya, dateng cuma buat nangis begitu. Harusnya kamu menjauh aja dari Julian, daripada kamu bawa sial."
"Ssstt.. jangan ngomong gitu Dania. Zora udah seperti putri ibu sendiri." Ibu Amina masih memeluk dan membelai rambut wanita yang kini masih menangis dalam pelukannya.Mengangkat wajahnya, ia bertanya. "Apa artinya aku harus nyerah Bu?" Tatap nanar Zora pada Ibu Amina.Ibu Amina hanya bisa menghela nafas, "Kamu yang harus bicarakan sama Julian. Ibu berdoa yang terbaik untuk kalian.""Maaf karna aku semua ini terjadi." Zora tidak bisa berhenti menyesal. Melihat Tuan Faisal yang kini terbaring dengan lemah dibantu tabung oksigen untuk bernafas.Ia pun pamit untuk mencari Julian. Dan langsung di ia kan oleh Ibu Amina. Zora melihat ponsel Julian tergeletak begitu saja di atas meja. Dan mulai mencarinya ke segala sisi dari Rumah Sakit.Tergopoh-gopoh, hari sudah mulai malam dan ia masih mencari sosok pria yang mSangat kesal melihat pria itu kini tidak menggubrisnya sama sekali. Diam mematung dengan mata kosong lurus kedepan seperti tidak mendengar atau sadar akan kehadirannya. Zora menghentakkan kaki dan pergi dari tempat itu.Beginikah akhir hubungan yang mereka perjuangkan? Betapa sia-sia. Zora berlari keluar dari Rumah Sakit. Terus berlari dengan panas dalam hatinya hingga tiba di sebuah taman dengan air mancur.Ia duduk dengan lemah, merasa kesal dan marah dalam hatinya. Ia sudah menangis sepanjang sore dan terdiam di kursi taman, sudah tidak lagi bisa menangis.Menyenderkan kepalanya, ia mengatur nafas untuk mencerna semua yang terjadi kali ini. Tapi hanya ada amarah dan kecewa. Ribuan kata masih ingin diucapkan, untuk Papanya, untuk Julian. Tapi kini ia hanya termenung tidak bisa mengeluarkan apapun walau isi kepalanya benar-benar berputar ingin memaki.Malam mulai berangin. Zora hanya memakai selapis pakaian, hanya kemeja kerja. Dan ia bahkan belu
Julian segera kembali dengan pakaian Sintya, dan menyuruh Zora bergegas untuk ganti pakaian."Cepatlah, aku tidak ingin kau mati kedinginan. Itu akan membuatku sedih." Julian memohon yang di balas anggukan singkat.Setelah berganti pakaian, walau semua baju dalamnya basah, ia tidak punya pilihan. Dan baju kering membuatnya sedikit hangat."Aku akan mengantarmu.""Apa kita benar-benar berpisah? Sungguh?"Julian hanya bisa menghela nafas lemah, "Ayo sambil bicara di mobil."Zora terus memandang punggung yang tiba-tiba menjadi asing baginya. Kenapa tiba-tiba bisa seberubah ini?Di dalam mobil akhirnya Zora hanya diam. Merasakan kecanggungan yang sebelumnya tidak pernah terjadi separah ini. Mereka masih saling mencintai."Aku tidak bisa berjuang lagi untukmu." Kata-kata itu keluar dengan tulus. Menggetarkan hati Zora dan seketika membuatnya meneteskan air mata."Apa yang sebenarnya terjadi?" Zora masih menatap l
Zora mengangkat ponsel untuk menghubungi Karina. Telpon itu tidak di angkat. Mungkin dia sudah tertidur. Jadi dia memutuskan untuk berkemas, memasukan semua pakaiannya dan segera pergi dari sini.Sudah tengah malam. Ia berdiri di depan pintu kos Karina, mengetuk. Samar Karina mendengar ketukan, tapi tidak yakin apa itu berasal dari pintunya?Kali ini dia sudah agak sadar dan mendengar ketukan itu dengan jelas. Ia melihat jam dinding yang menunjukan pukul 2 malam. "Siapa dateng malem-malem begini?" Ada rasa ngeri di hatinya, ia pun mengintip dari jendela sebelum membuka pintu.Pintu langsung terbuka dan wajah Zora sudah pucat. "Zora, ada apa?" Karina sangat terkejut melihat sahabatnya datang dengan koper besar, wajah bengkak, dan pucat."Aku akan bermalam disini. Bolehkah?""Tentu, masuklah."Sepanjang malam Zora menangis. Ia menceritakan semuanya pada Karina, dia juga mengenal Julian saat masa kuliah sebagai kakak tingkat mereka.
Seketika Zora merasa canggung, "Pasti Bapak bercanda." Yash hanya tersenyum simpul. Dan mengendarai mobilnya dengan tenang. Hatinya sebenarnya senang, entah apa ceritanya mereka akhirnya putus saat akan menikah, tentu karna mereka tidak memiliki restu, pria itu berada di level yang sangat jauh dari posisi keluarga Arnold.Yash mengangguk mengerti. Setidaknya bila ia yang mendekat, pasti beda ceritanya, ia juga mengenal Om Arnold sekilas, dan pernah mendapat kunjungan mereka saat ia kecil, di Amerika. Bila benar-benar mendapatkan Zora, tentu perusahaannya akan sangat berkembang pesat dengan semua koneksi yang mereka miliki. Tidak ada lagi namanya kekurangan modal untuk semua produk inovasi yang akan dia luncurkan.Zora merasa, Bossnya menjadi aneh, ia mengangguk, tersenyum seolah sedang bicara, entah apa yang ada dalam kepalanya. Yash mengantar Zora untuk check in di hotel bintang 5 dengan kelas VIP. "Maaf pak, saya hanya butuh kelas bi
[Aku ingin bertemu]Sebuah text masuk dari orang yang selalu ia inginkan. Siapa lagi bila bukan Zora. Tapi kali ini wajahnya sangat jelek. Pasti wanita ini juga ingin memakinya.Zora menghampiri Affandra yang sudah menunggu di halaman kantornya. Iya berjalan dengan cepat dan raut kemarahan terlukis jelas di wajahnya."Tidak bisakah kau membuatku tidak dalam masalah?" Affandra menatap dan menghela nafas. "Aku sudah bilang untuk jangan berurusan dengannya. Aku tidak suka!""Aku tidak perduli apa yang kau suka dan kau tidak suka. Itu bukan urusanmu."Kini Affandra bangkit dari duduknya dengan marah. "Dia seorang mata keranjang, untuk apa dia membawamu ke hotel? Aku sesulit ini mendapatkan perhatianmu. Tapi dia sudah bisa merayu? Apa maumu sebenarnya.""Pergilah Affandra. Jangan ganggu aku!""Aku sudah bersabar untuk Julian, sekarang aku juga harus bersabar untuk bedebah itu? Kau bercanda?!""Aku tidak per
Wajah Yash masih sangat jelek. Jadi ia berencana untuk istirahat dirumah hingga wajahnya kembali normal. Zora masuk ke kantor setelah jam makan siang, dengan kesal. Sangat merasa tidak enak dengan apa yang terjadi dengan bosnya. Rumor tentang Yash yang babak belur segera menyebar. Hingga Zora mengeleng tidak percaya, Ia mengingat kembali siapa yang kemungkinan besar jadi biang gosipnya. Kemungkinan besar adalah Celine. Mantan sekertaris itu tidak menyerah untuk membuat Zora muak. Dia terus mencari kesalahannya untuk di jadikan bahan gosip agar ia merasa tidak nyaman.Tapi Zora sudah terbiasa. Ia sangat anggun dan tidak menjawab semua tuduhan mereka dengan omong kosong."Kau benar-benar selebritis ya." Ridwan menyapanya di ruang OB ketika mereka mau membuat kopi sore.Zora hanya menyeringai. "Aku tidak peduli.""Ada yang melihat Pak Yash membawamu ke hotel loh.""Ya terus apa? Kenapa kita punya banyak sekali mata-mata?"
Yash kembali masuk dengan wajah yang cukup segar, walau sedikit lebam masih nampak di wajah tampannya. Ia menghampiri Zora."Pelajari ini." Ia melempar sebuah berkas di atas meja Zora.Zora segera meraihnya, sebuah proyek penelitian dan produk yang sangat luar biasa, ini adalah inovasi baru soal baterai rumah tangga?Zora kembali menatap bosnya, hendak bertanya apa yang harus ia lakukan?Tidak perlu Zora bertanya, Yash sudah menjelaskan. "Ini adalah penelitian Prof. Liam, sahabatku. Kau pelajari dan kita akan bertemu dengannya siang ini. Pikirkan cara terbaik untuk melempar benda ini keluar dan merajai pasar."Zora tersenyum. "Ini adalah sebuah inovasi terbarukan, pasti pasar akan menerimanya dengan baik, melihat produk ini sebagai pionir.""Pionir tidak selalu booming. Kau harus bekerja keras mengedukasi karna produk ini belum ada sebelumnya.""Baik saya akan mempelajarinya."Yash tersenyum ringan padanya sebel
Zora menghilang dari keluarganya, memblok kontak Mama dan Papanya, apalagi Affandra. Setelah kejadiannya dengan Yash, Zora benar-benar muak.Affandra tidak bisa menghubunginya, hanya menghela nafas dan memperhatikan wanita itu dari kejauhan. Satu ketika mata mereka bertemu, saat Zora hendak pulang dan melihat Affandra yang termenung menatapnya tanpa expresi. Tidak tersenyum atau bergeming sedikitpun, hanya menatapnya dari kejauhan."Tidak peduli, aku tidak peduli." Zora menggeleng berbisik pada dirinya dan pergi dari tempat dimana Affandra bisa melihatnya, dan mobil itu pun pergi meninggalkan tempat itu. Walau ia sebenci itu pada Affandra, kenapa pria itu sama sekali tidak menyerah?Disisi lain nyonya Anita sangat khawatir karna Zora tidak bisa dihubungi dan memutuskan hubungan setelah hubungannya kandas dengan Julian. Nyonya tidak bisa tidak selalu berfikir setiap malam hingga mengganggu tidurnya, makannya tak berselera. Ini pertama kalinya Zora benar-ben
Affandra sangat bangga dan mengelus punggung tangannya lembut sambil mereka sering bertatapan penuh arti."Om Tante, aku pinjem Zora sebentar boleh?" Izin Affandra yang disambut baik kedua orang tua Zora.Affandra menggandeng tangan Zora untuk ikut bersamanya, ini hal yang baru ia lakukan lagi setelah sekian lama. Zora terus menatap tangannya yang di genggam orang yang selalu ia pikirkan setahun ini. Yang ia ingat terakhir kali memeluk tangannya saat ia demam malam itu. Dan kini genggaman itu kembali memberikan rasa aman.Affandra membawanya ke halaman tengah Villa mewah itu, dengan lampu-lampu redup, wajahnya bersinar."Aku sudah bilang untuk membuka blok di ponselmu." Kini Affandra cemberut."Aku sudah lama membukanya. Itu kamuu!""Mana ponselmu?" Affandra tak percaya karna ia masih tidak bisa menghubunginya.Ia membuka semua file block WhatsApp dan panggilan biasa. Ternyata ia masih menjadi daftar hitam dalam setingan ponsel. "Lihat?"Zora hanya tertawa, "Maaf, aku lupa soal yang i
Ia pulang dengan perasaan lega. Sepanjang jalan ia terus tersenyum. Sampai Tuan Arnold merasa heran. "Sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada putri kita."Nyonya Anita langsung menoleh untuk melihat Zora yang tersipu malu. "Apa kau bertemu Affandra?"Zora mengangguk pelan dan tak ingin membahasnya, ia sangat malu. Sesampai di villa ia langsung masuk ke kamar dan menjadi gila. Sangat senang hingga tertawa sendiri. Tapi ponselnya belum juga berdering ia menunggu sampai malam dan tidak juga berdering. Menunggu membuatnya kecewa.Malam ini mereka makan malam di rumah, menunggu Affandra menghubunginya benar-benar membuatnya kesal. Jadi ia berhenti untuk menunggu dan pergi makan malam.Tepat saat makanan di hidangkan, bel berbunyi, ada seseorang yang datang, jadi Nyonya Anita membukanya."Halo Affandra." Sambut Nyonya Anita senang. Zora sudah duduk di meja makan mendengar nama itu disebut ia memejamkan mata dan seketika malu sekali.Tuan Arnold melihat expresi Zora yang berubah menjadi kep
Kenapa? Kenapa dia selalu melakukan ini? Bukankah pria itu kali ini datang, seperti keinginannya sebelumnya?Affandra masih mematung disana menatap punggung Zora yang menjauh.'ini adalah kesempatanmu bicara, setidaknya minta maaf atas perbuatannya yang sudah menyia-nyiakannya. Kau tidak boleh marah Zora, bila ia akhirnya bahagia dengan orang lain, harusnya kau ikut bahagian untuknya.' batin dirinya pada hatinya sendiri. Menghentikan langkah kakinya dan membuatnya menoleh ke belakang. Pria itu masih disana, menatap pantulan langit di lautan dan terpaku diam.Zora kembali berjalan menuju padanya, hingga pria itu sadar, Zora sudah ada di sisinya dan menoleh tanpa expresi."Aku sudah membuat banyak kesalahan kan?"Tanya Zora padanya.Affandra hanya meliriknya sekali, tidak ingin menjelaskan apapun. "Harusnya, aku ikut bahagia bila kau sudah menemukan hatimu untuk orang lain, karna ini kesalahanku sendiri," Zora menatapnya yang masih mendengarkan dengan tatapan lurus menatap horison."Ak
Ia segera membuang pandangan dari pria itu, bodoh sekali, apa dia melihatnya menangis? Itu sangat memalukan. Walau sudah mengakui perasaannya, di hadapan Affandra ia tidak ingin membuatnya besar kepala, ia tidak mau terlihat sedang merindukannya.Tapi sampai acara selesai, Affandra tidak sama sekali mengunjunginya. Ini adalah hal yang harus ia bayar, Zora melihat Affandra sedang mengobrol dan hendak menyapanya lebih dulu. Baru saja ia melangkah beberapa langkah, seorang anak umur 3 tahun berlari padanya, "Daddy, Daddy.." dengan sigap ia menggendong pria kecil tampan di pelukannya, mengecup pipi dan memberikannya sesuatu di tangannya. Seorang wanita cantik segera muncul juga menghampirinya, dan tertawa bersama, Zora mengenalnya, dia Amanda, salah satu putri dari teman ayahnya yang juga kaya raya, kabarnya ia Janda, dan akan segera menikah.Amanda mengobrol dengannya dengan lembut membersihkan sisa kue yang di makan putranya di jas milik Affandra dengan perhatian.Zora hanya merasa ten
Sering kali, ia mulai ingat, bagaimana Affandra adalah salah satu orang yang membuatnya menjalani hari-hari ini dengan baik. Bagaimana ia telah membimbing Zora menjadi lebih baik dalam memandang kehidupan yang sepenuhnya ia tidak mengerti. Entah dimana ia kali ini.Akhirnya Zora kembali ke Forte Grup, dengan sambutan semua orang. Rahasia Zora di Gavin Tect lalu terbongkar dan membuat gempar karyawan mereka, ternyata selama ini, orang yang sudah mereka tindas adalah putri seorang konglomerat."Gak mungkin. Gak mungkin." Nadya dari divisi keuangan Gavin Tect tidak percaya saat mendengar kabar itu. Wajahnya pucat apa dia sudah membuat kesalahan? Tapi Zora sama sekali tidak pernah mengungkit mereka , Zora yang semula selalu digosipkan hal-hal miring, untuk kali ini ia menerima banyak pujian. Ia sesekali berkunjung ke Gavin Tect yang menjadi salah satu perusahaan sahabat dalam berinovasi, semua orang dengan sopan memuji dan menyanjung.Kesuksesannya kali ini lebih dari kesuksesannya sebelu
Zora pulang dengan lesu, ini baru pukul 2 siang, tapi dia sangat butuh tidur, jadi begitu sampai dirumah ia langsung melempar diri ke tempat tidur dan memejamkan mata hingga magrib menjelang."Non, udah magrib, non" Bi Ima dengan lembut membangunkannya. Zora berbalik menggaruk wajahnya dan matanya masih rapat seolah lengket. "Non ayo solat dulu, terus makan malem sama tuan dan nyonya di bawah."Zora hanya mengangguk angguk tapi ia terlelap lagi. Kamar ini seolah punya daya magis yang selalu membuatnya nyaman.15 menit kemudian, Bi Ima kembali naik untuk membangunkannya lagi. Jadi dengan susah payah ia bangun dengan mata lengket. Bergegas mandi, solat magrib dan turun untuk makan malam.Hidangan rumahan yang lama tidak ia nikmati, jadi setiap pulang kerumah selalu merindukan masakan ibunya. Zora terlihat sangat menikmati hidangan yang membuat ibunya terus lebih sehat, Nyonya Anita juga jadi lebih mensyukuri kehadiran putrinya yang hilang hampir 2 tahun ini."Kau sudah kembali ke rumah
Yash mengawali hari yang baik, cuaca cukup cerah walau agak berangin memasuki bulan November, sarapan sesuatu yang lezat dan merasa hari ini harus ia lewati dengan baik.Dengan semangat paginya, ia menyapa beberapa karyawan dengan senyum hangat.Sampai ia masuk di ruangannya sendiri, melihat sekertarisnya sangat jelek dengan kantong mata di wajahnya yang lebih suram lagi bila terus di pandang."Apa ada sesuatu yang salah denganmu?" Bertanya heran dengan kecewa.Zora menatapnya bingung. Dan bertanya, "Apa terlihat ada yang salah?""Bercermin lah lihat seberapa buruk itu." Yash berdecak sambil memperhatikannya. "Pergi berdandan sana! Aku memulai hari yang sempurna, jadi jangan rusak dengan semua masalah di wajahmu. Sana!" Lalu melengos pergi menuju kantornya.Zora langsung melihat cermin, dan melihat riasannya baik-baik saja. Apa kurang tebal? Jadi dia bergegas ke kamar mandi untuk memperbaiki riasannya. Kantung mata memang terliha
Nyonya Anita tidak percaya ia menutup mulutnya yang terbuka karna terkejut. "Ada apa? Pasti Zora sangat menyinggungnya, anak ini benar-benar keras kepala!" Ada sedikit kemarahan yang tidak bisa disembunyikan diwajahnya. "Yang aku tau mereka sangat dekat Kak Dona, bahkan Affandra sangat sabar menunggu Zora. Kami bahkan makan malam bersama dan mereka sangat dekat."Dona berdeham, memperbaiki suaranya. "Aku benar-benar tidak mengerti, tapi beberapa hari ini tempramennya sangat buruk. Dia selalu diam. Mungkin kau bisa bicara pada Zora, tantang apa yang sebenarnya terjadi?"Anita mengangguk setuju. "Aku akan bicara padanya.""Sebenarnya, hari ini juga Affandra akan berpamitan untuk kembali ke San Fransisco bersama Kinan.""Bahkan ia memutuskan untuk pergi?" Anita sangat sedih mendengar kabar ini."Aku sangat tau bagaimana Affandra mencintai putrimu, walau sebenarnya aku sempat tidak rela mendengar kabar Zora yang selalu menolaknya." Dona menat
Akhirnya Nyonya Anita pun sudah mulai pulih dari sakitnya, dan dipersilakan untuk pulang. Direktur Fernando yang melayaninya sendiri."Tetap jaga kesehatan dan makanlah lebih banyak sayuran Nyonya." Ramahnya pada Nyonya Anita sambil mengantarnya ke lobi rumah sakit.Kali ini, Zora juga menemani ibunya untuk pulang dan sudah meletakan semua barang-barangnya dirumah."Zora ikut mama pulang kan?" Di dalam mobil, Nyonya Anita menyentuh punggung tangan putrinya lembut seraya memohon dan tersenyum."Aku sudah pindah dari kemarin, jadi aku akan menjaga mama mulai sekarang." Zora berkata lembut membalas senyum ibunya.Nyonya Anita menghela nafas. "Kenapa Affandra gak keliatan ya?""Mungkin sibuk mah, udah gak usah mikirin dia." Zora tersenyum pahit.Hari sudah siang, Tuan Arnold tidak bisa menjemput kali ini karna meeting penting dengan konsultan dari Filipina. Jadi Zora bertanggung jawab atas ibunya.Memasuki rumah bes