Mendengar apa yang dikatakan oleh Kenriki, Mitha dan Laura saling pandang. Kenriki tidak tahu kalau Fani sebenarnya menjadi salah tingkah karena tadi pria itu merubah cara bicaranya dengan lebih santai."Tidak perlu dipikirkan, kamu turuti aja apa kata dia, bersikap formal, mungkin itu menurutnya jauh lebih baik." Mitha yang menjawab pertanyaan Kenriki dan Laura akhirnya mengiyakan, karena sepertinya, Mitha tahu ia cemburu pada psikiater tersebut, hingga perempuan itu bicara demikian.Kenriki manggut-manggut, tidak curiga sama sekali jika Mitha bicara demikian agar ia tidak tahu kenapa Fani jadi berubah pikiran seperti itu."Mith, apakah yang tadi kamu katakan pada psikiater itu benar? Kamu bilang, Kenriki masih belum bisa mengatasi perasaan traumanya pada sejumlah wanita...."Dengan nada suara yang hati-hati, Laura bicara, sambil melirik ke arah sang suami yang saat itu memperhatikan ayah dan ibunya yang masih bicara serius dengan Dewa.Mitha mengarahkan pandangannya pada Kenriki l
Laura bicara demikian dengan nada suara yang terdengar hati-hati, dan Mitha menghela napas mendengar pertanyaan Laura tersebut."Ibumu, ibumu yang mengatakan hal itu, beliau berusaha untuk mencegah aksi kakakmu, tapi Lyoudra justeru berbuat kasar padanya, sangat sulit untuk menghentikan kakakmu....""Astagfirullah...."Penjelasan Mitha membuat Laura tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tidak menyangka kakaknya akan bertindak sejauh itu, untungnya, Kenriki menahan tubuhnya hingga tidak terjatuh, rasanya, Laura benar-benar tidak paham, apa yang dipikirkan oleh sang kakak sampai bertindak seperti itu padanya dan juga Kenriki.Akhirnya, Mitha dan Dewa benar-benar pamit pulang. Pada Kenriki, Dewa lagi-lagi mengingatkan, jika Erna kembali berbuat ulah, maka Kenriki harus cepat menghubunginya agar mereka mengantisipasi hal itu.***Setelah menenangkan diri di rumah orang tuanya, Kenriki dan Laura akhirnya ke rumah sakit. Langkah pertama, mereka memeriksa kehamilan Laura, dan dokter mengatakan, k
Wajah Laura merah mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Dokter Linda. Untuk sesaat, ia tidak menjawab, sampai Kenriki berpaling ke arahnya, lalu kembali mengarahkan pandangannya pada Dokter Linda."Aku rasa bukan karena pelukan itu...."Apa yang diucapkan oleh Kenriki membuat Laura spontan berpaling ke arah Kenriki. Dokter Linda langsung menatap pada suami Laura tersebut seolah penasaran apa yang akan diucapkan oleh Kenriki padanya."Lanjutkan, Riki," pinta sang dokter, dengan wajah yang serius."Keberanianku muncul pertama kali saat aku terdesak situasi, saat itu anak buah rentenir itu menerobos masuk ke kost kami, mereka ingin berbuat kurang ajar pada Laura, dari kejadian itu, rasanya aku sangat terguncang, aku merasa tidak menjadi suami yang baik untuk Laura karena membiarkan dia tidak tersentuh dan masih perawan.""Lalu, karena kamu berpikir seperti itu, kamu langsung terpacu untuk berusaha menyentuh?""Sepertinya begitu.""Apakah pada hari yang sama, kalian melakukan hubungan
Perkataan Kenriki membuat mertua Kenriki dan Lyoudra terkejut bukan kepalang."Kamu hamil, Laura?" tanya sang ibu sambil menatap perut Laura lalu beralih menatap wajah sang anak."Iya, Ma. Aku sekarang hamil, dan ini anak Kenriki, kami-""Bohong! Itu pasti bukan anak Kenriki, itu pasti anak Pasha, Laura itu sukanya sama Pasha, bukan Kenriki!" bantah Lyoudra dengan suara yang meninggi.Ini membuat sang ibu buru-buru mendekati tepi pembaringan Lyoudra, karena Lyoudra terlihat tidak bisa mengendalikan dirinya seperti itu hingga perempuan tersebut khawatir kondisi Lyoudra semakin buruk, namun, Lyoudra yang dikhawatirkan oleh sang ibu justru mengambil tindakan yang tidak disangka-sangka.Perempuan itu mencabut selang infus di tangannya dan segera turun dari tempat tidur lalu bergegas menghampiri Laura meskipun langkahnya terhuyung.Belum lagi Laura tahu apa yang akan dilakukan oleh sang kakak, tiba-tiba saja, tangan Lyoudra menarik tangan Laura dan menyentakkan tubuh sang adik dengan kasa
"Tindakan Kak Lyoudra itu sudah melanggar hukum, Ma! Hukum tidak mengenal saudara atau apa, itu sebabnya penting menjaga sikap, apakah ketika Kak Lyoudra melakukan sesuatu yang membuat kami tersiksa dia berpikir bagaimana dampaknya untuk kami?"Yang merespon perkataan ibunya Laura dan Lyoudra adalah Kenriki, hingga sang ibu mertua langsung menatap wajah Kenriki seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang menantu padanya."Tapi dia kakak Laura, Riki, dia seperti itu hanya karena mencintai kamu, entahlah, padahal dia bisa saja mencari pria lain untuk dicintainya, Mama sudah berusaha untuk membuat dia melupakan kamu, tapi tetap saja usaha Mama gagal.""Justru karena dia kakak Laura, harusnya dia berpikir panjang sebelum berbuat, Mama selalu memikirkan Kak Lyoudra hanya karena dia sakit, apakah menurut Mama, Laura tidak butuh perhatian karena dia sehat? Dia terlalu banyak mengalah selama ini pada Kak Lyoudra, dan secara tidak langsung situasi itu membuat Kak Lyoudra jadi sera
"Dia tidak akan bunuh diri, dia seperti itu hanya mengancam saja, mencari perhatian dengan cara demikian, ketika Anda melarang maka itulah yang ia inginkan tapi nanti hal itu kembali terulang terus dan terus lalu akhirnya menjadi sebuah kebiasaan dan mencetak karakter egois dalam dirinya.""Bagaimana kalau apa yang Dokter katakan itu meleset? Bagaimana kalau ternyata dia akan benar-benar bunuh diri? Anda pikir, nyawa bisa dibeli kalau sudah seperti itu?""Bu, kemungkinan seperti itu mungkin ada, tapi Ibu harus siaga ketika mungkin dia benar-benar akan melakukannya, namun saya berani bertaruh, orang yang suka mengancam seperti itu sebenarnya hanya mengancam, tidak benar-benar ingin melakukan.""Lyoudra bukan tipe anak seperti itu, jika dia bicara dia akan melakukannya, tidak pernah hanya sekedar ancaman!""Lalu, apakah Ibu akan seterusnya mendukung sikapnya yang seperti itu lalu mengorbankan orang lain untuk dia?"Ibunya Laura terdiam. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana pertanyaan
"Papa ngomong apa? Tentu saja Kenriki sehat, dia tidak menderita sakit seperti itu, Kenriki cuma menderita trauma aja, Pa!"Laura yang langsung merespon pertanyaan sang ayah, khawatir suaminya akan down mendengar mertuanya berpikir demikian, tapi kekhawatiran Laura tidak terbukti, Kenriki seolah maklum dengan apa yang dikatakan oleh ayah mertuanya, hingga pria itu tidak tersinggung meskipun jauh di dasar hatinya ada perasaan sesak dirasakan namun ia berusaha maklum, apa yang dikhawatirkan oleh ayah mertuanya itu beralasan. Wajar, karena ia memiliki anak baik-baik seperti Laura dan wajar jika seorang ayah ingin yang terbaik untuk anaknya. Namun, tidak dapat dipungkiri, rasa percaya diri Kenriki yang sedikit demi sedikit terkumpul kini mulai terkikis saat berpikir bagaimana kalau apa yang dikatakan sang ayah mertua itu benar?"Iya, Papa tahu, Papa cuma khawatir, ada baiknya Kenriki periksa, jangan sampai nanti tidak terdeteksi, karena itu akan membahayakan kalian berdua."Sang ayah me
"Tidak!""Kenapa?""Karena aku enggak melakukan pemalsuan laporan itu, mana mungkin aku mengaku! Kamu jadi kayak Mitha aja sih? Sembarangan menyimpulkan?""Ya, sudah. Kalau kau memang berkeras tidak mau mengaku, biarkan yang ahli menyelidiki, dan untuk apa yang kamu inginkan tadi, aku juga tidak bisa mengabulkan keinginan kamu, kesehatan itu untuk kamu sendiri, kamu yang merasakan rasanya bagaimana, jadi orang hanya menganjurkan saja."Setelah bicara demikian, Dokter Ahmad berbalik, dan ingin beranjak dari tepi pembaringan Lyoudra, namun, gerakannya terhenti ketika Lyoudra berteriak memanggilnya dengan nada suara yang meninggi pertanda perempuan itu kesal dengan apa yang diucapkan oleh Ahmad tadi."Kau ini dokter atau bukan? Kenapa kau sangat santai melihat pasien sakit seperti aku? Kau tidak pantas menjadi seorang dokter kalau demikian! Tidak mau berusaha membujuk pasien dengan berbagai cara agar dia sembuh!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Lyoudra, dokter bertubuh tinggi dan ber
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."