"Tindakan Kak Lyoudra itu sudah melanggar hukum, Ma! Hukum tidak mengenal saudara atau apa, itu sebabnya penting menjaga sikap, apakah ketika Kak Lyoudra melakukan sesuatu yang membuat kami tersiksa dia berpikir bagaimana dampaknya untuk kami?"Yang merespon perkataan ibunya Laura dan Lyoudra adalah Kenriki, hingga sang ibu mertua langsung menatap wajah Kenriki seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang menantu padanya."Tapi dia kakak Laura, Riki, dia seperti itu hanya karena mencintai kamu, entahlah, padahal dia bisa saja mencari pria lain untuk dicintainya, Mama sudah berusaha untuk membuat dia melupakan kamu, tapi tetap saja usaha Mama gagal.""Justru karena dia kakak Laura, harusnya dia berpikir panjang sebelum berbuat, Mama selalu memikirkan Kak Lyoudra hanya karena dia sakit, apakah menurut Mama, Laura tidak butuh perhatian karena dia sehat? Dia terlalu banyak mengalah selama ini pada Kak Lyoudra, dan secara tidak langsung situasi itu membuat Kak Lyoudra jadi sera
"Dia tidak akan bunuh diri, dia seperti itu hanya mengancam saja, mencari perhatian dengan cara demikian, ketika Anda melarang maka itulah yang ia inginkan tapi nanti hal itu kembali terulang terus dan terus lalu akhirnya menjadi sebuah kebiasaan dan mencetak karakter egois dalam dirinya.""Bagaimana kalau apa yang Dokter katakan itu meleset? Bagaimana kalau ternyata dia akan benar-benar bunuh diri? Anda pikir, nyawa bisa dibeli kalau sudah seperti itu?""Bu, kemungkinan seperti itu mungkin ada, tapi Ibu harus siaga ketika mungkin dia benar-benar akan melakukannya, namun saya berani bertaruh, orang yang suka mengancam seperti itu sebenarnya hanya mengancam, tidak benar-benar ingin melakukan.""Lyoudra bukan tipe anak seperti itu, jika dia bicara dia akan melakukannya, tidak pernah hanya sekedar ancaman!""Lalu, apakah Ibu akan seterusnya mendukung sikapnya yang seperti itu lalu mengorbankan orang lain untuk dia?"Ibunya Laura terdiam. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana pertanyaan
"Papa ngomong apa? Tentu saja Kenriki sehat, dia tidak menderita sakit seperti itu, Kenriki cuma menderita trauma aja, Pa!"Laura yang langsung merespon pertanyaan sang ayah, khawatir suaminya akan down mendengar mertuanya berpikir demikian, tapi kekhawatiran Laura tidak terbukti, Kenriki seolah maklum dengan apa yang dikatakan oleh ayah mertuanya, hingga pria itu tidak tersinggung meskipun jauh di dasar hatinya ada perasaan sesak dirasakan namun ia berusaha maklum, apa yang dikhawatirkan oleh ayah mertuanya itu beralasan. Wajar, karena ia memiliki anak baik-baik seperti Laura dan wajar jika seorang ayah ingin yang terbaik untuk anaknya. Namun, tidak dapat dipungkiri, rasa percaya diri Kenriki yang sedikit demi sedikit terkumpul kini mulai terkikis saat berpikir bagaimana kalau apa yang dikatakan sang ayah mertua itu benar?"Iya, Papa tahu, Papa cuma khawatir, ada baiknya Kenriki periksa, jangan sampai nanti tidak terdeteksi, karena itu akan membahayakan kalian berdua."Sang ayah me
"Tidak!""Kenapa?""Karena aku enggak melakukan pemalsuan laporan itu, mana mungkin aku mengaku! Kamu jadi kayak Mitha aja sih? Sembarangan menyimpulkan?""Ya, sudah. Kalau kau memang berkeras tidak mau mengaku, biarkan yang ahli menyelidiki, dan untuk apa yang kamu inginkan tadi, aku juga tidak bisa mengabulkan keinginan kamu, kesehatan itu untuk kamu sendiri, kamu yang merasakan rasanya bagaimana, jadi orang hanya menganjurkan saja."Setelah bicara demikian, Dokter Ahmad berbalik, dan ingin beranjak dari tepi pembaringan Lyoudra, namun, gerakannya terhenti ketika Lyoudra berteriak memanggilnya dengan nada suara yang meninggi pertanda perempuan itu kesal dengan apa yang diucapkan oleh Ahmad tadi."Kau ini dokter atau bukan? Kenapa kau sangat santai melihat pasien sakit seperti aku? Kau tidak pantas menjadi seorang dokter kalau demikian! Tidak mau berusaha membujuk pasien dengan berbagai cara agar dia sembuh!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Lyoudra, dokter bertubuh tinggi dan ber
Semua yang ada di situ saling pandang mendengar apa yang diucapkan oleh ibunya Laura.Ahmad yang tidak menyangka dituding demikian merasa heran dengan apa yang diucapkan oleh wanita tersebut, dan ia membiarkan ibunya Laura itu mendekati dirinya. "Apa yang Anda katakan?" tanyanya setelah mereka saling berhadapan dengan jarak yang dekat. "Lyoudra tidak mau dirawat, tidak mau sembuh, tidak mau melakukan serangkaian pemeriksaan, itu katanya karena ucapan Dokter, apakah harus seperti itu, Dokter? Saya tahu, anak saya memang agak sulit orangnya, tapi, apakah harus seperti itu? Anda seorang dokter, apakah wajar menjatuhkan mental anak saya?"Laura yang mendengar ucapan ibunya berusaha untuk mencegah ibunya memberondong Dokter Ahmad seperti itu.Namun, Ahmad memberikan isyarat padanya untuk diam saja di tempatnya karena ia ingin menghadapi ibunya Laura seorang diri."Saya bukan dokter yang berwenang di rumah sakit ini, Bu. Anak Anda memaksa saya untuk menjadi dokter pribadinya, dengan alasan
"Heem, lagi-lagi kamu bisa menebaknya.""Apa yang dia katakan? Dia nembak kamu? Atau, ini baru feeling kamu yang tahu maksud dia?""Aku bukan geer, tapi sikap dia memang sangat kentara, aku menghindari pasien dengan maksud seperti ini, aku menuruti kemauan dia untuk berinteraksi santai karena ingin dia tidak tertekan, tapi rautnya mengatakan, kalau aku mematuhi itu karena aku suka padanya.""Heem, Lyoudra itu sepertinya sangat mudah untuk mengatakan suka pada seseorang, ya? Setengah mati mengejar Kenriki, tapi melihatmu dengan jarak yang dekat, sekarang yang disukainya adalah kamu.""Apa itu karena dia kecewa, Kenriki akhirnya bisa membuat Laura hamil?""Dia enggak lihat cincin kawin di jari kamu apa?""Aku pakai sarung tangan!""Astaga!"Mitha sampai melupakan kalau Ahmad selalu memakai sarung tangan, bagaimana dokter tampan itu bisa diketahui kalau memakai cincin kawin segala?Ahmad memang sudah menikah, meskipun pernikahan sang dokter terselenggara karena sebuah perjodohan, Mitha y
"Saat sedang terobsesi, Kak Lyoudra akan melakukan apa saja untuk meraih apa yang ia mau, dulu aku ingat sekali, ketika masih SMA, demi untuk mencegah aku belajar bareng dengan Pasha, dia yang sakit karena kecelakaan berusaha untuk terlihat baik-baik aja agar dia juga bisa ikut dengan kami.""Akhirnya? Bisa?"Laura mengangguk. Kenriki geleng-geleng kepala jadinya. Tidak bisa berkata apa-apa lagi karena memang kakak iparnya itu sudah ada di level tingkat tinggi untuk membuat orang lain takluk dengan keinginannya."Jadi, menurutmu, dia akan melakukan sesuatu pada Mitha lewat Dokter Ahmad?" tanya Kenriki, dan Laura menganggukkan kepalanya kembali. "Tapi, Dokter Ahmad pasti tidak akan tinggal diam, kan?""Dia dokter. Peran dokter harus selalu ada untuk pasien, meskipun dia tidak sedang bertugas di sini, tapi tetap saja dia merasa bertanggung jawab ketika dia didaulat seperti tadi, ditambah lagi ibuku juga memohon seperti itu, dia pasti tidak akan bisa menolak....""Kita awasi, jangan sam
"Apa yang bisa saya bantu?" sahut Ahmad, sambil mendekati dokter yang memeriksa Lyoudra. Dokter itu memberikan isyarat pada Ahmad untuk mengikutinya ke dalam ruangan rawat inap Lyoudra. Kenriki dan Laura saling pandang, wajah mereka terlihat tegang. Sementara ibunya Laura hanya bisa mengusap wajahnya berulang kali, berdoa semoga Ahmad bisa membujuk Lyoudra untuk melakukan pemeriksaan ulang. "Ma, apa yang terjadi?" tanya Laura pada ibunya, tidak tahan hanya menunggu saja penjelasan sementara dokter yang memeriksa kakaknya sudah masuk kembali ke dalam ruangan sang kakak sambil mengajak Ahmad pula."Lyoudra mengalami kejang beberapa kali di dalam, kondisinya tidak stabil, kata dokter itu karena emosinya yang berlebihan, darahnya jadi panas, dan ini membuat kondisi kakakmu semakin tidak baik."Kenriki langsung merengkuh pundak istrinya saat melihat wajah sang istri shock ketika mendengar penjelasan yang diberikan oleh ibu mertuanya.Laura tidak bisa berkata-kata. Apa lagi yang harus ia
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."