"Apa yang bisa saya bantu?" sahut Ahmad, sambil mendekati dokter yang memeriksa Lyoudra. Dokter itu memberikan isyarat pada Ahmad untuk mengikutinya ke dalam ruangan rawat inap Lyoudra. Kenriki dan Laura saling pandang, wajah mereka terlihat tegang. Sementara ibunya Laura hanya bisa mengusap wajahnya berulang kali, berdoa semoga Ahmad bisa membujuk Lyoudra untuk melakukan pemeriksaan ulang. "Ma, apa yang terjadi?" tanya Laura pada ibunya, tidak tahan hanya menunggu saja penjelasan sementara dokter yang memeriksa kakaknya sudah masuk kembali ke dalam ruangan sang kakak sambil mengajak Ahmad pula."Lyoudra mengalami kejang beberapa kali di dalam, kondisinya tidak stabil, kata dokter itu karena emosinya yang berlebihan, darahnya jadi panas, dan ini membuat kondisi kakakmu semakin tidak baik."Kenriki langsung merengkuh pundak istrinya saat melihat wajah sang istri shock ketika mendengar penjelasan yang diberikan oleh ibu mertuanya.Laura tidak bisa berkata-kata. Apa lagi yang harus ia
Teriakan Lyoudra membuat situasi di ruangan itu semakin tegang, bahkan Laura dan juga Kenriki sampai berdiri di depan pintu ruang rawat inap Lyoudra karena ingin tahu apa sebenarnya yang sudah terjadi.Sementara itu, Ahmad yang menerima ancaman dari Lyoudra hanya berbalik dan menatap lurus ke arah kakak Laura tersebut. Wajahnya tidak bereaksi sama sekali, namun, telapak tangan dokter itu mengepal pertanda ia menahan emosinya yang sedikit terpancing atas ancaman yang dilakukan oleh Lyoudra padanya tadi."Kau mau bunuh diri? Sekarang aku tanya padamu, kau ingin sembuh atau sakit?" tanya Ahmad dengan sorot mata tajamnya menatap Lyoudra sambil mengucapkan pertanyaan tersebut."Tentu saja aku mau sembuh! Aku capek sakit terus!""Kalau kau ingin sembuh, berhenti bersikap seperti anak kecil! Kau tidak malu dengan anak-anak yang menderita sakit yang sama seperti kamu? Dia kuat dan patuh dengan aturan yang dibuat oleh dokter!""Baiklah! Oke! Aku akan patuh, tapi aku mau kamu yang membimbingku
"Insya Allah!" Apa yang dikatakan Kenriki membuat Laura spontan berpaling ke arah sang suami. Tadinya, ia ingin menolak permintaan sang ibu karena ia khawatir Lyoudra melakukan hal buruk lagi pada suaminya seperti yang sudah-sudah, namun kesanggupan Kenriki membuat ia tidak paham, apakah Kenriki tidak memikirkan akibatnya jika menerima permohonan ibunya?"Apa maksudnya dengan insya Allah? Kamu bersedia, Riki?" tanya ibu mertuanya seolah tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut menantunya."Iya, Ma. Insya Allah, aku akan melakukannya, daripada merepotkan Dokter Ahmad, dia juga tidak mungkin bertahan di sini, dia punya istri, tugasnya bukan di sini, sudah cukup kita membuat dia repot seperti sekarang, tidak perlu menambah lagi, aku tidak enak dengannya."Mendengar apa yang diucapkan oleh Kenriki, ibunya Laura menarik napas lega. Ia mengucapkan banyak terima kasih pada menantunya tersebut lalu setelah itu menatap ke arah Laura, tapi wanita itu tidak bicara satu patah katapun,
"Iya, Ma. Aku tahu, aku tidak akan ingkar janji," sahut Kenriki dan sang ibu mertua menarik napas lega mendengar apa yang diucapkannya dan ia tidak lagi bertanya apapun pada Laura dan Kenriki setelah itu karena ia langsung berbalik dan melangkah masuk ke ruang rawat inap sang anak sulung. "Jangan khawatir, aku tidak akan gegabah. Apa yang dulu pernah terjadi akan membuat aku berhati-hati menghadapi Kak Lyoudra, jadi kamu tidak perlu banyak berpikir, insya Allah, kita bisa melewati ini berdua."Kenriki bicara demikian pada sang istri ketika melihat wajah Laura masih terlihat tidak tenang. "Baiklah. Aku percaya padamu. Terima kasih untuk kepedulian kamu pada Kak Lyoudra, meskipun kamu kesal dengannya tapi kamu tetap menganggap dia keluarga, aku akan mendampingi kamu, meskipun aku enggak boleh masuk, tapi aku harus mendampingi kamu setiap kamu ke rumah sakit, aku enggak mau kamu sendirian, biar dia enggak ada celah menggoda kamu lagi.""Kamu cemburu?"Wajah Laura merah mendengar tebaka
Laura bicara demikian sambil terus mendekati suaminya yang sekarang tidak bisa ke mana-mana lagi karena di belakangnya tembok rumah sakit. "Bu-bukan, bukan seperti itu, aku hanya...."Apa yang harus aku katakan? Apakah aku harus jujur mengatakan kalau aku sedang bergairah padanya? Itu terdengar seperti seorang maniak, aku ini kenapa? Setelah sulit disentuh, sekarang aku gampang bergairah dengan istriku, aku khawatir dia justru bosan padaku....Hati Kenriki meneruskan ucapannya yang menggantung, sambil berusaha berpikir apa yang harus ia katakan untuk menjawab sejumlah pertanyaan istrinya, agar istrinya yang sedang hamil tidak khawatir berlebihan dengannya. Sementara itu, Laura yang tidak mau suaminya kembali tidak tersentuh menarik lengan suaminya untuk masuk ke dalam toilet wanita! Kenriki terkejut dengan aksi yang dilakukan istrinya. Bagaimana jika ada yang melihat ia masuk ke toilet wanita? Ada pertanyaan seperti itu yang bergulat di otak Kenriki tapi mereka sekarang sudah ada di
Wajah Laura merona mendengar pertanyaan yang diberikan oleh sang suami, karena itu tepat dan memang itulah yang ia pikirkan, namun entah kenapa, untuk mengiyakan, Laura juga malu hingga wajah salah tingkahnya membuat Kenriki menjadi gemas."Baiklah, kita pulang, aku benar-benar akan menagih hadiah itu darimu."Karena Laura tidak kunjung menjawab pertanyaan darinya, Kenriki menyimpulkan sendiri, sebab dari ekspresi wajah istrinya saja ia bisa menyimpulkan bahwa hadiah yang dimaksud istrinya adalah hadiah berhubungan intim, dan entah kenapa, Kenriki senang mendengarnya hingga tidak sabar untuk pulang ke rumah.Mereka langsung kembali ke ruang rawat inap Lyoudra. Dan keduanya tidak diizinkan oleh ibunya Laura untuk masuk karena Lyoudra masih tidak mau bertemu dengan mereka.Dokter Ahmad keluar dari ruangan Lyoudra dengan wajah yang sedikit lelah, Laura dan Kenriki menyambutnya dengan perasaan bersalah menyelimuti."Maaf, Dokter. Sudah merepotkan, tapi insya Allah, jika Dokter sudah kemb
Wajah Kenriki memucat mendengar apa yang diucapkan oleh Lyoudra. Namun, pria itu berusaha untuk tetap mengendalikan diri agar tidak terpancing oleh apa yang dikatakan oleh sang kakak ipar. Meskipun sebenarnya sekarang Kenriki merasa sekujur tubuhnya mulai gemetar karena perasaan terancam itu semakin nyata."Ya, bagaimana? Mau aku hubungi dia agar kamu mendengarkan langsung bagaimana pendapat dia tentang kamu saat memuaskan mereka?""Cukup!"Teriakan Kenriki membuat Laura yang berjaga di depan pintu langsung membuka pintu ruang rawat inap sang kakak, karena khawatir dengan keadaan suaminya. Sementara itu, Kenriki yang tidak sadar sudah berteriak, mundur perlahan berusaha mengendalikan dirinya yang sulit untuk dikendalikan karena rasa terancam itu semakin nyata."Aku tidak meminta kamu masuk Laura, aku belum selesai bicara dengan Kenriki!"Merasa terganggu dengan kehadiran sang adik, Lyoudra langsung mengucapkan kata-kata itu ketika Laura masuk ke ruang rawat inapnya."Aku tidak mau Kak
Mendengar apa yang diucapkan oleh sang istri, Kenriki sedikit terkejut. Namun, ia tidak bisa membantah karena Laura sudah merealisasikan apa yang dikatakannya dengan 'hadiah' pada miliknya di bawah sana. Pria itu memejamkan mata berusaha untuk menghalau kata-kata yang diucapkan oleh Lyoudra beberapa saat yang lalu hingga membuat kepercayaan dirinya seakan kembali hilang, dan perasaan terancamnya timbul kembali. Menghalau dengan menghadirkan rasa nikmat yang diberikan oleh sang isteri pada miliknya di bawah sana. Sementara Laura? Meskipun ia tidak berpengalaman untuk memberikan pelayanan spesial pada suaminya. Namun perkataan Lyoudra yang mengatakan sang suami tidak akan puas dengannya karena ia perempuan yang pasif membuat wanita itu jadi sebal hingga ia berusaha meruntuhkan perasaan malunya ketika harus memberikan sentuhan yang tidak biasa pada milik suaminya untuk membuat suaminya tidak lagi menjadi suami yang tidak tersentuh."Ah, Laura cukup, itu sudah cukup...."Kenriki tidak m
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."