"Kak Lyoudra ngomong gitu sama kamu?"Kenriki mengangguk."Apa karena itu dia mengamuk?""Ya, dia mengancam untuk menghubungi salah satu wanita yang pernah membeliku waktu itu, rasanya tadi aku gelisah, padahal apa lagi yang aku takutkan? Semua orang sudah tahu, tapi aku tidak tahu reaksi mereka semua.""Erna harus membuat klarifikasi, Ken. Kita harus mendesak dia, dia sudah mencemarkan nama baik kamu, meskipun benar pun, dia yang bersalah, bagaimana kalau kamu aja yang klarifikasi?""Kita, tidak punya uang untuk biaya kalau Erna membawa masalah ini ke jalur hukum."Laura menghela napas. Apa yang dikatakan oleh suaminya benar, sebuah persidangan itu ada biaya, sedangkan kondisi perekonomian mereka sedang tidak baik, tapi Laura tidak terima rasanya jika suaminya disudutkan sebagai seseorang yang dianggap kotor, padahal Kenriki hanyalah korban.Namun, apa yang bisa mereka lakukan sekarang?"Jadi, apa rencana kamu?" tanya Laura sambil menatap suaminya dengan sorot mata yang serius. "Aku
"Rick...."Mitha menyebut nama orang yang tadi bicara sakars seperti itu pada ayah dan ibunya Laura. Rick adalah putra dokter yang menangani Lyoudra, pria itu sering datang ke rumah sakit untuk membantu ibunya, meskipun ia bukan seorang petugas kesehatan namun ia sangat cekatan untuk memberikan bantuan terutama di yayasan peduli leukimia yang dibangun Mitha dan juga Rei.Sementara itu, ibunya Laura yang tidak terima dengan perkataan sakars yang diucapkan oleh Rick maju ke arah Rick meskipun ia sudah dicegah oleh suaminya."Anda ini bicara apa? Apakah pantas bicara seperti itu pada keluarga pasien? Wajar jika yang sakit mungkin banyak merepotkan, tapi bagaimanapun sikapnya, tidak wajar Anda bicara seperti itu pada keluarga pasien, jika anak saya mendengar apa yang Anda ucapkan bagaimana?" katanya pada Rick.Mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya Laura, Rick tersenyum miring. Wajahnya tidak berubah meskipun melihat keluarga Lyoudra tidak terima dengan apa yang dikatakannya."Tidak pan
Wajah Mitha berubah mendengar apa yang diucapkan oleh Dewa. Ini membuat Rick jadi penasaran kabar apa yang diterima oleh Mitha di sambungan ponsel tersebut.{Waalaikumussalam, Kalau boleh tau, untuk apa ayahnya ingin ketemu Kenriki? Apakah Erna mempengaruhi ayahnya hingga ayahnya jadi menyalahkan Kenriki?}Mitha melontarkan pertanyaan, dan Rick masih memasang telinga untuk mengetahui apa yang dibicarakan oleh keduanya.{Entahlah, beliau tidak banyak mengatakan apapun, aku hanya diminta untuk membantu agar dia bisa bertemu dengan Kenriki langsung, apakah kau bisa membantu?}Suara Dewa kembali terdengar, dan Mitha menarik napas sesaat. {Aku khawatir dia justru terpengaruh dengan Erna dan menekan Kenriki, khawatir kalau nanti itu justru membuat Kenriki kembali buruk kondisinya....}{Ayah Erna cukup bijak untuk hal itu, meskipun mungkin dia membela anaknya, tapi tidak mungkin dia membuat kondisi orang menjadi buruk, aku sudah mengatakan tentang kondisi Kenriki padanya, insya Allah dia m
Mitha menghela napas mendengar apa yang diucapkan oleh Ahmad padanya. Sesak memang. Berusaha untuk mencari bukti, namun ternyata siapa yang tahu kondisi Lyoudra justru kembali memburuk, membuat proses hukum tertunda meskipun ada kemungkinan bahwa Lyoudra tetap akan diawasi karena terbukti bersalah, namun masalah sponsor nyatanya tetap tidak bisa dipertahankan meskipun bukan berarti dicabut. "Kalau kita bisa membuat Lyoudra mengaku, bagaimana? Apakah akan membawa dampak baik untuk yayasan?" tanya Mitha setelah beberapa saat terdiam."Kemungkinan prosesnya jauh lebih cepat dan mudah. Tidak bertele-tele, karena dengan kondisi dia yang seperti sekarang, ditambah penolakan dia untuk mengaku, otomatis pusat juga akan semakin memperdalam penyelidikan, meskipun sudah ada bukti, pihak pusat akan mengira rumah sakit di sini berkomplot dengan kalian untuk melakukan sebuah tindakan keteledoran.""Seandainya, kami tidak mendapatkan bukti, apa yang akan terjadi?""Sejak kemarin yayasan kalian mung
"Tidak seperti itu, Riki. Aku tidak pernah merendahkan perusahaan seseorang, mau itu perusahaan kecil atau besar, aku tahu sebuah perusahaan dibangun dengan kerja keras, begitu juga perusahaan milikku, jika Erna terbukti bersalah, tentu saja aku ingin dia mempertanggungjawabkan semuanya, asalkan dia mengakui semua perbuatannya.""Jika tidak? Om tidak akan percaya anak Om bersalah?""Tidak seperti itu juga, aku hanya ingin, kamu tidak perlu menekan Erna untuk melakukan klarifikasi bahwa dia pelakunya, jika memang kau ingin dia melakukan klarifikasi, cukup untuk video itu saja, tidak perlu meminta Erna untuk mengaku.""Artinya, Om tidak mau itu dilakukan anak Om karena khawatir perusahaan Om terkena imbasnya?""Apakah itu tidak cukup bagimu?""Sudahlah, terserah Om saja, saya pulang sekarang."Kenriki yang kecewa karena ayah Erna terkesan melindungi sang anak padahal ia sudah berharap pria itu tidak melindungi anaknya yang bersalah memutuskan untuk mengakhiri percakapan, ia bergerak un
"Ayahku sayang padaku, jadi dia mau melakukan apa saja untukku.""Lalu kau? Kau sebagai anak satu-satunya, apa yang kamu lakukan untuk memberikan yang terbaik untuk ayahmu yang sudah sayang padamu? Apa yang sekarang kau lakukan sudah membuat dia terpukul, Erna, apalagi kamu menyiksa diri sendiri seperti sekarang, lanjutkan hidupmu, itu caramu untuk membalas apa yang sudah diperbuat ayahmu itu padamu.""Aku akan melanjutkan hidup kalau kamu mau menjadikan aku istrimu.""Laura istriku, aku tidak mau meninggalkan dia!""Kau bisa poligami! Aku tidak keberatan, kalian boleh tinggal di sini, rumah ini besar, kau dan Laura tidak perlu menumpang hidup dengan orang tuamu lagi, kalian akan hidup mewah di sini!""Apa yang bisa membuat aku melakukan hal itu? Laura dimadu? Kau gila!""Dengan begitu kamu bisa membuktikan wanita yang mana yang lebih pantas bersama kamu sampai akhir hayat, Riki!""Laura yang pantas buatku, dia sudah menemani aku yang jatuh terpuruk akibat perbuatan kamu, jadi dia wa
Mendengar teriakan Erna, Kenriki semakin merasa tertekan dan terancam. Langkahnya yang terseret seperti membawa beban yang berat ketika ia berusaha mendekati posisi di mana Erna berada.Sementara kedua orang tua Erna memperhatikan Kenriki seolah khawatir Kenriki tidak bisa melakukan apa yang mereka harapkan."Pi! Kenapa tidak menjawab pertanyaanku? Aku mau menikah dengan Kenriki, enggak papa jadi yang kedua, karena nanti juga pasti akan menjadi wanita satu-satunya, aku yakin itu, hanya aku yang bisa membuat Kenriki mendapatkan keturunan, dia tidak bisa memiliki anak dengan wanita lain, Pi! Istrinya hamil bukan dengan dia, aku yakin itu!""Berhenti mengatakan istriku selingkuh, Erna! Laura bukan wanita murahan, kau tidak berhak mengatakan hal itu untuknya, jadi aku tidak mau mendengar apapun kata-kata kamu yang menjelekkan dia!"Tersengal-sengal, Kenriki merespon perkataan Erna, tapi Erna melotot padanya."Kamu diam, Riki! Kamu fokus ke sini saja, dekati aku! Aku sedang bicara dengan a
"Iya, memang belum tahu karena ide itu mendadak didapatkan oleh isteri karena situasi yang memaksa. Rencananya setelah Erna kita amankan, baru kami mengatakannya, percayalah, kami tidak tahu kalau hanya gara-gara itu, Kenriki jadi kambuh.""Trauma seseorang itu bermacam-macam, kalau Kenriki ini sama seperti yang pernah saya alami dulu, jangankan disentuh, mendengar kata-kata yang sedikit vulgar yang mengarah padanya saja, dia pasti merasa terancam. Saya rasa karena sudah menahan diri beberapa saat karena berinteraksi dengan Erna, ditambah mendengar apa yang Bapak katakan tentang pernikahan itu, membuat Kenriki shock, dan akhirnya pingsan.""Walau tidak disentuh ya?""Benar.""Jadi, apakah itu berbahaya?""Kita lihat hasil pemeriksaan dokter dulu saja, semoga tidak kenapa-kenapa."Semua mengaminkan perkataan Mitha, sampai beberapa saat kemudian, dokter yang memeriksa Kenriki keluar dari ruang pemeriksaan dan Laura langsung menyongsong, begitu juga kedua orang tua Kenriki dengan wajah
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."