"Maaf, Ma. Aku memang pernah menyukai Pasha, tapi itu dulu, sekarang, aku hanya menganggap dia teman, dan yang bersamaku sekarang-lah yang aku sukai...."Dengan suara terbata, Laura merespon apa yang diucapkan oleh sang ibu. Meskipun ia merasa tidak enak, namun, ia sudah bertekad untuk tidak akan mengalah lagi. Banyak hal yang membuat ia memutuskan untuk tidak mengalah. Terutama kondisi Kenriki selain permintaan suaminya itu sendiri tentunya, dan Laura tahu apa yang ia putuskan pasti akan membuat ibu dan kakaknya akan menyalahkannya. "Jadi, kamu sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi pada kakakmu?" tanya sang ibu dengan nada suara yang datar. "Enggak semua hal yang diinginkan kakak selalu harus ia dapatkan, kan? Mama dan papa selalu mengajarkan aku untuk menerapkan kata-kata itu, kenapa enggak buat kakak? Apa karena kakak sakit? Kalau aku bilang, aku juga ingin sakit agar dapat perhatian kalian, apakah aku juga akan diperlakukan seperti kakak?"Karena terlalu kecewa,
"Gue susah nangkepnya, udahlah, yang ini aja, jantan sama betina apa bedanya sih? Mau dimakan juga!" semprot Ari, dan itu membuat Dewa geleng-geleng kepala. Ia menerima juga ayam yang diberikan oleh pria itu padanya, lalu setelah itu, ia pamit sebentar untuk ke dalam menyimpan ayam itu di dapur meninggalkan Kenriki yang masih tidak paham siapa Ari sebenarnya."Kenapa melototin gue macam itu?" tanya Ari ketika sadar Kenriki menatapinya terus menerus."Aku hanya penasaran, kenapa kau tadi bisa bicara seperti itu? Apakah kamu kenal aku? Baiklah mungkin kenal karena aku pebisnis, mungkin saja kamu juga seorang pebisnis, tapi aku benar-benar tidak terima dengan apa yang kau katakan tentangku, karena kurasa kau tidak tahu apa-apa tentang aku.""Gue itu tau karena dulu itu lu pernah ... Main sama salah satu-""Aku tidak pernah melakukan hal seperti itu!" potong Kenriki, cepat. "Tapi kasus lu itu gue tau, tau semua, terus ngapain lu ke sini? Pengen minta Pak Tua bikin berita apa tentang lu?"
"Ya, aku tahu.""Jadi, kau paham masalahnya tidak sesederhana itu?""Aku tahu.""Lalu? Kau masih ingin aku melakukan hal ini?""Hanya itu jalan keluarnya, aku tidak meminta Kakak menulis kebohongan, tapi aku ingin Kakak menulis kebenaran tentang apa yang aku alami saat itu, meskipun ini sulit bagiku.""Ya, aku hargai itu, tapi tetap saja, masalahnya tidak sederhana, karena yang terlibat dalam kasus kamu itu bukan orang-orang yang mudah untuk dihadapi, kau paham itu, kan?""Iya, Kak....""Jadi bagaimana? Kau tetap ingin aku melakukannya?""Maaf, apakah ada cara lain selain melakukan apa yang aku inginkan?"Dewa terdiam, ia berpikir sejenak, berusaha untuk mencari jalan keluar tentang apa yang harusnya dilakukan jika tidak meloloskan permintaan Kenriki tentang keinginannya yang meminta dirinya untuk menulis berita yang dialami Kenriki.Sebenarnya, ia dahulu juga berniat melakukan hal itu, hanya saja itu tidak mudah dilakukan lantaran orang-orang yang terlibat dalam kasus Kenriki bukan or
"Maaf, aku tidak bisa meneruskannya...."Akhirnya, Kenriki menyerah untuk berusaha mengatasi dirinya saat ingin menceritakan semua yang pernah dialaminya pada Dewa. Keringatnya membanjir. Dan Dewa benar-benar melihat, Kenriki kepayahan. "Tidak apa-apa, seperti yang aku katakan tadi, untuk sekarang langkah awal kita harus mengawasi gerak-gerik Erna, ketika dia mulai melakukan apa yang kamu khawatirkan, barulah kita mulai beraksi, untuk sekarang, kamu tenangkan dulu dirimu, saranku cobalah kau terbuka pada anggota keluarga terdekat, kalau memang keluarga terdekatmu belum tahu kondisimu yang sebenarnya carilah salah satu yang sekiranya kau percaya untuk berbagi, itu sangat penting agar kamu memiliki kekuatan untuk bertahan."Dewa mengucapkan kata-kata itu dengan nada suara yang serius. Kenriki hanya mengiyakan sebelum akhirnya pria itu pamit untuk pulang setelah mengatakan pada Dewa bahwa nanti jika ia kesulitan untuk berbagi langsung pada pria tersebut, ia akan menulis semuanya lewat
"Apa? Kau ingin obat penenang lagi? Tidak salah? Riki, pemberian obat itu tidak bisa diberikan sembarangan, kalau kau meminta hanya karena aku adalah doktermu, aku tidak bisa memberikannya.""Tapi kenapa? Kenapa tidak boleh? Aku adalah pasienmu, obat itu penting bagiku, kenapa tidak boleh?""Karena, apa yang dilakukan istrimu itu aku mendukungnya, kau sudah saatnya tidak lagi bergantung dengan obat, Riki, harus berubah.""Aku tidak bisa, Dokter. Aku kesulitan tanpa obat itu, di depan orang tuaku, di depan teman kerja, relasi bisnis, aku kesulitan tanpa obat itu, aku mohon, berikan obatnya, aku akan membayar dua kali lipat dari harga biasanya.""Bukan masalah harga, Riki! Ini masalah kamu bisa sembuh atau tidak, kau tidak akan sembuh kalau kau tidak belajar lepas dari obat itu, kau harus berusaha, istrimu mendukungmu, jadi kau harus berterima kasih padanya karena dia tahu obat itu tidak seharusnya kau konsumsi terus menerus!""Jadi, Dokter tidak mau memberikannya?""Maaf, untuk sekaran
"Ada apa, Laura!?" teriak Tante Keisya pada Laura dengan nada khawatir. "Ken, Ma, dia pingsan!" jawab Laura dengan suara yang keras. Apa yang dikatakan Laura membuat sangat ibu mertua terkejut, ia memberikan perintah pada Laura untuk menutupi tubuh Kenriki jika memang anaknya itu sedang tidak berpakaian. Laura melakukan apa yang diperintahkan sang ibu mertua. Mengeluarkan Kenriki dari bak mandi, meskipun wajahnya tidak karuan lantaran sang suami tidak berpakaian sama sekali. Namun, karena Laura khawatir dengan kondisi Kenriki, wanita itu mengacuhkan perasaan salah tingkah itu, sebab, bukan saatnya ia berpikir demikian. Akan tetapi, ketika ia berusaha untuk mengeluarkan Kenriki dari bak mandi untuk memberikan tubuh sang suami pakaian handuk, agar ibu mertua dan tukang kebunnya tidak melihat kondisi Kenriki yang tidak berpakaian, suara Kenriki terdengar dan Laura spontan menatap wajah sang suami yang matanya terbuka setelah tadi tertutup. "Pergi.... "Bibir Kenriki berucap demikia
Mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya, untuk sesaat Kenriki membeku. Ia yang sudah kesulitan mengatasi kondisinya yang sekarang semakin terasa sulit karena apa yang dikatakan oleh ibunya tentang bukti.Apa yang harus ia lakukan untuk membuat ibunya tidak curiga dan percaya kalau ia baik-baik saja?"Ma, Ken baik-baik saja, dia tadi cuma berendam, terlalu lelah, aku yang salah sangka, Mama enggak usah khawatir, aku akan membantunya untuk menyelesaikan mandinya."Mendengar apa yang diucapkan oleh Laura, Tante Keisya mengalihkan pandangannya sesaat pada menantunya tersebut, lalu kembali ke arah Kenriki yang masih menyembunyikan wajahnya di leher sang istri. Tidak peduli saat itu Laura kesulitan untuk mengatasi perasaan akibat ulahnya itu."Riki, kau dengar Mami?" katanya seolah menuntut sang anak untuk membuktikan padanya bahwa anaknya itu baik-baik saja.Perlahan, Kenriki mengangkat wajahnya yang sejak tadi ia sembunyikan di leher sang istri. Berharap, wajahnya tidak begitu kentara de
Ada yang sakit dirasakan Laura ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Kenriki, dan ia sendiri tidak tahu mengapa ia bisa merasakan hal itu segala ketika Kenriki bicara demikian, padahal ia sudah tahu apa yang dilakukan Kenriki bukan atas nama cinta. "Iya, aku tahu. Aku tidak mempermasalahkan hal itu, kamu bebas melakukan apapun selagi itu bukan bentuk kekerasan, aku enggak masalah ...."Laura merespon apa yang diucapkan oleh Kenriki dan entah kenapa, Kenriki merasa nada suara Laura seperti seseorang yang sedang terluka. Untuk sesaat, ia menatap ke arah sang istri berusaha untuk memastikan bahwa ia memang tidak salah dengar, dan ia melihat wajah itu memang terlihat suram."Apakah kau benar-benar tidak keberatan?" tanyanya sekali lagi."Tidak.""Serius?"Laura mengangguk. Kenriki menghela napas."Keluarlah, aku akan menuntaskan mandiku," katanya pada akhirnya karena ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat raut wajah Laura tidak suram seperti itu lagi."Kamu enggak mau n