"Raina," pekik Rehan dan Revan bersamaan saat wanita itu kembali tak sadarkan diri.Rehan segera memeriksa keadaan istrinya. Merasa tidak ada hal yang aneh pada tubuh sang istri, lelaki itu pun bernafas lega."Apa dia tidak apa-apa?" tanya Revan."Tidak, dia hanya shock saja, sepertinya, dia kembali mendapatkan ingatannya," jawab Rehan."Hahaha, kalau dia sudah ingat semuanya, dia belum tentu mau padamu, apalagi dia tahu kalau yang menabrak dirinya adalah mantan istrimu. Bersiap-siap saja kamu dicampakkan," sinis Revan."Tidak, Raina mencintaiku, dia tidak akan mungkin meninggalkanku," ujar Rehan dengan pedenya."Heh! Anda tidak tahu saja, nanti setelah dia sadar, Anda bisa buktikan perkataanku," ujar Revan.Nayumi menghela nafas panjang mendengar perdebatan kedua lelaki beda usia itu. Mereka sudah seperti tom and jerry kalau bertemu.Rehan harap-harap cemas menunggu istrinya sadar. Dia takut kalau apa yang dikatakan Revan benar adanya.Setelah me
"Kakak menginginkan aku pergi?" tanya Raina.Rehan menangkup wajah sang istri. "Tentu tidak, kamu adalah hidupku. Bagaimana mungkin aku menyuruhmu untuk pergi? Justru yang aku takutkan, kamulah yang pergi meninggalkanku," jawab Rehan."Bukankah sudah pernah aku bilang, aku akan pergi kalau Kakak yang menyuruhku pergi," tekan Raina.Rehan pun memeluk sang istri. "Aku tidak akan pernah melakukan hal bodoh seperti itu," bisiknya.Dokter Zico masuk saat mereka berpelukan. Lelaki itu menatap keduanya dengan tatapan sinis. Apalagi saat tangan Rehan mulai kesana kemari, membuat dia semakin kesal."Ehem-ehem," dia sengaja membuat kedua orang itu melepaskan pelukannya.Wajahnya kini berubah menjadi ceria. "Selamat siang Nyonya Raina. Bagaimana kabarnya hari ini? Apa ada yang dikeluhkan?" tanya dokter Zico dengan senyuman manisnya."Baik Dokter, keadaan saya sudah lebih baik berkat obat dari Dokter," jawab Raina.Senyum manis tak pernah lepas dari bibirnya membuat dokter tampan itu semakin tak b
Revan mendengus kesal mendengar perkataan Rehan. "Hei Pak Tua, Anda harus bisa menekan rasa cemburumu. Jangan menuduh orang sembarangan, kalau belum tahu kejadian pastinya. Ingat, kalau Anda masih suka cemburu yang berlebihan, suatu saat Raina akan meninggalkanmu."Raina lalu melambaikan tangannya. Saat sang suami sudah duduk di sampingnya, Raina mulai menjelaskan. "Tadi itu, Kak Revan makannya belepotan. Aku bersihin pakai tisu. Bukannya berciuman." Rehan kemudian melihat bekas tisu yang masih ada di tangan sang istri. Dia jadi merasa bersalah karena telah menuduh sang istri yang bukan-bukan."Maafkan aku," sesal Rehan."Rai, Kakak pulang dulu, besok kami semua akan kesini lagi menjemputmu pulang," kata Revan."Hati-hati Kak," ujar Raina.Revan mencium pucuk kepala sang adik sebelum lelaki itu pergi meninggalkannya. Rehan memandang punggung mantan menantunya penuh rasa bersalah. Benar apa yang dikatakan oleh Revan, dia kehilangan Leona karena rasa cemburunya yang berlebihan. Dan Reh
"Sial, kenapa wanita itu masih disini?" kesal Rayyan.Lelaki itu pun langsung menarik tubuh Mala hingga menempel di dadanya. Rayyan langsung mendaratkan ciuman lembut di bibir seksi Mala.Mala yang awalnya hanya diam, akhirnya membalas ciuman Rayyan. Kapan lagi bisa ciuman ama cowok ganteng idaman semua karyawan. Mala tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.Ciuman yang awal mulanya lembut kini menuntut. Rayyan lalu menggendong tubuh Mala seperti koala kemudian membawanya ke dalam mobil.Hati Siska berdenyut nyeri melihatnya. Dia yang begitu menginginkan Rayyan, kenapa harus kalah dengan gadis buluk yang hanya bekerja sebagai cleaning service.Tak ingin lebih sakit lagi, Siska memilih pergi dari kantor Rayyan. Sesampainya di mobil, gadis itu menangis sesenggukan."Kenapa nasibku tragis sekali? Sekalinya suka, bertepuk sebelah tangan," lirihnya.Selepas Siska menghilang, Rayyan melepaskan ciumannya. "Maaf," ujarnya.Mala hanya mengangguk, karena tidak tahu harus berkata apa. Rayyan ke
Raina melambaikan tangannya guna menghentikan taksi yang lewat. Namun, belum sempat dia masuk ke dalam mobil, tubuhnya sudah digendong oleh sang suami kemudian dibawa ke mobilnya.“Biarkan aku pergi, aku benci Kakak. Aku benci,” tangisnya sambil menutup wajahnya.Rehan tidak tega melihat wajah sendu sang istri. Dia pun memeluk tubuh sang istri yang bergetar karena tangis.“Maafkan aku. Maaf. Bukan maksudku untuk mengekangmu. Hanya saja, aku tidak ingin kamu kelelahan kalau kamu masih bekerja,” terang Rehan berusaha membujuk sang istri."Tapi, aku nggak mau kalau harus disuruh diam di rumah, aku bisa gila kalau Kakak melakukan itu padaku," kesal Raina.Raina masih terus menangis. Hatinya kesal saat sang suami mulai membatasi kegiatannya hanya karena kehamilannya. Padahal, dia merasa tubuhnya baik-baik saja.Rehan sadar, kalau menikah dengan wanita yang usianya jauh dibawahnya, dia harus banyak mengalah. Lelaki tampan itu tidak bisa memaksakan kehendaknya sama seperti yang dia lakukan pa
"Kak aku sudah sampai," ujar Raina.Revan segera keluar kemudian memeluk tubuh sang adik. Dia bahkan tidak bertanya 9bagaimana keadaan Rehan."Ayo masuk," ajak Revan.Wanita itu masuk bersama sang Kakak. Sedangkan suaminya di bawa ke dalam UGD oleh perawat. Disana sudah ada beberapa dokter yang mulai memeriksa keadaan Rehan."Kamu sudah makan?" tanya Revan.Raina menggeleng. Dia bahkan melupakan kalau dirinya belum makan sejak bangun pagi tadi. Pantas saja kepalanya sedari tadi sudah berputar-putar. Ternyata, dia belum makan."Ayo kita ke kantin. Suamimu sudah banyak yang menangani, jika ada apa-apa mereka pasti meneleponku," kata Revan."Tapi Kak," protes Raina."Sudah, ayo. Kamu bisa sakit kalau sampai kamu melupakan kesehatanmu," kata Revan.Dengan berat hati, Raina pergi ke kantin bersama dengan sang Kakak. Tak bisa dia pungkiri, jauh di dalam lubuk hatinya, sudah ada nama Rehan di sana."Mau makan apa Sayang?" tanya Revan."Soto aja Kak," jawab Raina.Baru juga satu sendok nasi s
"Kau sudah sadar?" tanya Raina saat melihat sang suami membuka matanya.Melihat sang istri berada di kursi roda membuat Rehan sedikit panik."Kamu baik-baik saja?" Rehan malah balik bertanya."Aku baik, hanya saja, dokter tidak memperbolehkanku terlalu banyak bergerak," jawab Raina."Aku ada dimana?" tanya Rehan lagi."Kita ada di rumah sakit. Aku membawa Kakak ke kota J. Jujur, aku tak sanggup jika harus merawat Kakak seorang diri. Disini, ada Kak Nayumi dan juga Kak Rayyan yang membantuku menjaga Kakak," jawab Raina."Maafkan aku. Lelaki tua ini terlalu banyak merepotkanmu," lirih Rehan."Kakak ini bicara apa? Aku meminta bantuan mereka karena ada sedikit masalah denganku. Jadi, aku tidak bisa total merawat Kakak. Bukan karena merepotkan," sanggah Raina."Apa kata dokter? Apa dia baik-baik saja?" tanyanya."Dia baik dan sehat. Hanya aku saja yang sedikit lemah," jawab Raina.Rehan mengangguk. Tak lama, datang Revan membawa berbagai makanan untuk Raina."Hai Sayang," sapa lelaki itu s
"Menurut Papa, bagaimana tentang kedekatan Raina dan juga Revan?" tanya Rayyan.Dia yakin kalau sang Ayah pasti cemburu melihat perlakuan Revan pada Raina. Dan dia takut kalau sampai Raina disiksa oleh Ayahnya seperti ibunya dulu."Itu dia, aku percaya kalau Raina hanya menganggap Revan sebagai Kakak. Namun, aku tidak percaya pada Revan. Apalagi saat lelaki itu mencium kening Raina. Dan setiap kali bicara, memanggil Raina dengan sebutan 'sayang' seolah Raina adalah kekasihnya saja. Hatiku seolah dibakar oleh api," geram Rehan."Ingat Pa, jangan perlakukan Raina seperti Mama. Papa tidak tahu seperti apa watak asli Raina. Jadi, saran Rayyan, kalau Papa tidak ingin kehilangan Raina jangan pernah lakukan itu," nasehat Rayyan."Aku tahu," ujar Rehan dingin.Rehan memang tidak akan memukuli Raina, tapi dia memiliki cara tersendiri supaya Raina tidak bisa lari darinya.Raina, Revan dan Nayumi pergi ke tempat Mang Udin. Penjual sate yang menjadi tempat favorit Raina dan juga Revan."Sayang, k