Ameera melangkah perlahan memasuki mansion besar. Setelah dua hari mengunjungi rumah kedua orang tuanya dan menginap di sana, akhirnya ia kembali ke kediaman keluarga Septihan. Suasana di dalam setiap ruangan megah tersebut terasa begitu tegang, seolah ada badai yang selalu siap meledak kapan saja.Siapa sangka, keluarga yang kerap digandang-gandangkan sebagai keluarga paling sempurna sejagat raya, hanyalah omong kosong belaka. Pada kenyataannya, kediaman keluarga Septihan selalu seperti ini, hampa dan sesak. Seakan kehangatan dan kasih sayang, hanya sebatas fatamorgana yang semu.“Hati-hati, Nyonya Muda.” Dengan sigap, Santi menahan tubuh Ameera yang hampir tersandung ujung gamis menjuntai yang dikenakan. Kebetulan, seluruh lantai di mansion dibersihkan hingga mengkilap, di mana jika tidak berhati-hati bisa membuat siapa pun yang berjalan di atasnya tergelincir, karena licin.“Terima kasih, Santi,” ucap Ameera dengan suara lembut. “Aku tidak apa-apa.” “Syukurlah, kalau Nyonya Muda
“Saya datang, Nyonya ....” Santi masuk ke kamar dengan langkah ringan. Untuk beberapa saat, ia terkesima melihat Ameera yang sedang duduk di depan cermin rias yang berada di sisi ruangan. “Cantik sekali,” puji Santi dengan penuh kagum. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak terpukau melihat kecantikan alami Ameera yang selalu ditutupi jika berada di luar kamar.Menoleh ke samping, Ameera tersenyum dengan begitu indah, seolah sepasang sorot mata itu adalah sebuah lampion malam yang bersinar terang. “Saya sedang mencoba kerudung baru, Santi. Coba lihat, apa kerudung ini cocok untuk-ku?” tanyanya seraya menunjukkan kerudung baru yang tengah dikenakan.Wanita muda yang telah dipercaya sebagai pelayan pribadi Ameera itu mengangguk cepat. “Bagus, Nyonya. Anda cantik sekali pakai kerudung itu!” balas Santi antusias.Membawa pandangannya ke depan, Ameera memperhatikan dirinya lagi melalui pantulan cermin. Sebuah kerudung kain berwarna peach, membingkai wajahnya. “Benarkah? Kerudung ini cocok
Di sebuah ballroom mewah, acara pesta anniversary perusahaan Galaxy Grup yang ke-61, tengah berlangsung meriah. Rekan kerja serta tamu penting lainnya turut hadir untuk merayakan pencapaian luar biasa ini. Perusahaan yang telah bertahan selama lebih dari setengah abad itu, terus berkembang pesat dengan berbagai inovasi yang mengesankan.Alvan berdiri di pintu masuk, menyambut tamu dengan pakaian rapi. Pria muda itu tampak gagah dan tampan, dengan kacamata yang bertengger menawan di hidung mancungnya. Setiap tamu yang datang, disambut dengan senyum hangat dan jabat tangan yang kuat.Di tengah keramaian, Bianca yang semula sedang mengobrol dengan beberapa teman sosialitanya berjalan mendekati Alvan. Dia menatap putranya dengan senyuman penuh bangga. “Pesta malam ini, meriah sekali, Son. Kau juga tampil rapi dan tampan,” ucapnya memulai pembicaraan di antara mereka.Tersenyum simpul pada tamu dan berjabat tangan, Alvan kemudian menoleh. Ekspresi wajahnya seketika berubah menjadi datar dan
Di tengah gemerlap lampu dan dendangan musik klasik yang mengalun indah, Ameera berjalan dengan langkah sedikit tertatih memasuki ruangan. Sepasang mutiara coklat indahnya, menyapu pandang sekeliling, mengabsen setiap objek di sana lekat-lekat, sementara keningnya berkerut menyadari dirinya berada di tengah-tengah situasi asing. “Mas Alvan di mana, ya? Katanya tadi mau nungguin, tapi kok enggak ada?” gumam Ameera sambil berjinjit, mencari-cari keberadaan suaminya di antara keramaian massa.Sampai pada beberapa saat kemudian, senyum Ameera mengembang begitu netranya menangkap siluet jangkung yang sedang berdiri bersandar di dekat pintu masuk dengan kondisi kedua tangan terlipat ke depan. “Itu dia Mas Alvan! Ternyata ada di sana.” Bak seseorang yang menemukan cahaya di tengah kegelapan, Ameera bergegas menyusul suaminya dengan perasaan berdebar-debar.Cukup lama, Alvan menunggu Ameera di depan pintu masuk. Istrinya itu masih belum kunjung terlihat juga. Padahal, dia sudah meminta agar S
Masih dengan deru napas yang memburu, Ameera menatap Alvan dengan ekspresi penuh kejut. Sesuatu yang tak terduga baru saja terjadi dan berhasil mengguncangkan dunianya. Sampai-sampai, Ameera yang terlewat shock, kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh kalau saja Alvan tidak dengan sigap menahan tubuhnya. “T-terima kasih, M-mas,” ucap perempuan itu dengan suara tergagap.Sedikit menelengkan kepalanya ke samping, Alvan menatap Ameera dengan dingin. Ekspresi wajahnya, kembali datar seperti semula. Meski begitu, tidak serta merta melenyapkan kegugupan di hati Ameera. “Terkejut, hm?” Satu sudut bibir Alvan terangkat, begitu mengetahui terkaannya yang tepat sasaran.Susah payah Ameera meneguk salivanya. “Itu ....” Perempuan itu hendak berdiri tegak dan melepaskan diri dari pelukan Alvan. Namun, keningnya berkerut tatkala menyadari Alvan yang menahan pergerakan tubuhnya hingga ia tidak bisa beranjak barang sedikit saja.“Bukankah tidak salah seorang suami mencium istrinya sendiri?” Suara
Di sebuah ruang pertemuan yang mewah, dengan jendela besar yang menampilkan pemandangan kota yang ramai, Alvan duduk berhadapan dengan Tuan Abimana, pemilik sekaligus pemimpin dari Star Grup. Ruangan itu berkilau dengan ornamen emas dan kaca yang memantulkan cahaya dari lampu gantung kristal di atas meja. Alvan berusaha menjaga ekspresinya dan bersikap tenang meski perasaannya bergemuruh di dalam. Bagaimanapun juga, pertemuan ini bisa menjadi langkah penting bagi Galaxy Grup."Terima kasih telah meluangkan waktunya. Suatu kehormatan besar bagi saya dan Galaxy Grup bisa bertemu dan berbicara dengan Anda, Tuan Abimana, " ujar Alvan, suaranya tegas tetapi penuh rasa hormat. Bertemu dengan pemilik salah satu perusahaan paling berpengaruh di industri adalah kehormatan besar baginya.Tuan Abimana, seorang pria paruh baya dengan penampilan rapi dan sikap tenang, mengangguk sambil tersenyum tipis. “Senang bertemu dengan Anda juga, Tuan Alvan. Saya sudah mendengar banyak hal baik tentang Galax
Dari arah jarum jam 12, Alvan yang baru saja tiba, melangkah tegas memasuki mansion. Saat dalam perjalanan kembali tadi, Jay memberitahunya jika Bianca, sang mama telah menunggu-nunggu kepulangannya untuk membicarakan sesuatu. Entah apa itu, Alvan sendiri tidak peduli. Dia hanya kebetulan datang untuk mengambil sesuatu dan akan kembali pergi.Sesampainya di ruang tamu, Alvan menghentikan langkahnya. Dia mengangguk singkat pada Bianca yang tengah duduk di sofa dengan wajah tegang. “Aku dengar, kau hendak berbicara denganku,” pungkasnya sedingin mungkin.Sedikit membenarkan posisi duduknya, Bianca menatap putranya dengan sorot mata yang tajam. “Kau lihat ini, Son.” Wanita paruh baya itu mengulurkan ponsel dan memperlihatkannya kepada Alvan.Melirik ke arah ponsel, Alvan cukup terkejut saat mendapati laman berita di salah satu jejaring sosial terpampang di layar. Meski begitu, dengan cepat laki-laki itu mengendalikan ekspresinya dan kembali bersikap dingin seperti biasa. “Ada apa dengan
Malam itu, langit tampak muram, diselimuti oleh awan mendung yang bergelayut rendah, seolah-olah menutupi dunia dari kehangatan dan kenyamanan malam yang biasa. Bulan menggantung di sana dengan cahayanya yang suram, terhalang oleh lapisan kelabu awan yang bergerak lambat melintasi angkasa. Kilau bintang-bintang tampak redup, seperti berusaha bersinar. Namun, tak mampu menembus kegelapan malam yang mendominasi.Ameera memasuki kamar dengan perasaan lelah usai melewati hari yang panjang. Setelah menutup pintu dengan gerakan berhati-hati, ia terkejut saat mendapati Alvan yang sudah duduk tenang di kursi dekat jendela. Cahaya bulan yang temaram yang menerobos masuk, sedikit menerangi wajahnya yang tampak berpikir dalam, seolah sedang merenungkan sesuatu penting yang tidak terungkapkan.Rasa gugup seketika menyelimuti hati Ameera. Dia berjalan ke tengah ruangan, dan berhenti beberapa langkah di depan Alvan. Di mana, jarang sekali suaminya itu pulang lebih awal seperti ini. Sehingga, kehadi