Esok harinya."Mas, kemarin aku denger curhatan temen loh, ceritanya mengandung bawah. Aku aja ikut sedih dengernya," papar Marisa yang baru saja bangun tidur.Sang suami yang sedang berdandan serapi mungkin, karena sebentar lagi dia sudah harus siap menghadapi pekerjaannya yang amat menumpuk, sebab kemarin Dio pulang buru-buru. "Cerita apaan sih?" tanya Dio sambil melilitkan dasinya di kerah baju kemeja putih. Membuat ketampanan Dio semakin terpancarkan."Yakin kamu mau denger Mas? Nanti kamu mewek lagi gimana aku nenanginnya," ujar Marisa bercanda.Semenjak Marisa pindah rumah ke rumah mertuanya yang mewah, kini tutur kata wanita itu sedikit ceplas ceplos. Kayaknya karena sering curhat sama Bi Euis deh Marisa jadi gitu."Cerita saja. Memangnya kenapa dengan temanmu itu?""Jadi gini loh Mas …" Belum juga Marisa melanjutkan ucapannya Dio sudah luruh ke bawah sembari menangis."Mas, kamu kenapa? Belum juga aku cerita, kamu jangan ngelucu mulu dong," tanya Marisa balik. Heran melihat
Dio menghela nafasnya yang kasar sambil terus memandang hujan yang semakin deras. Dia bingung harus pulang bagaimana, sedangkan perutnya terasa berbunyi menginginkan diisi.Bedang reaksi wajah Kania yang terlihat amat sumringah saat bersama dengan pria idamannya walaupun suami orang. Kania menatap saksama seluruh tubuh Dio saat ini. Berbadan kekar dan tinggi membuat karisma Dio terpancar. Gagah perkasa dan ketampanannya sangat membuat wanita terkagum-kagum. Wanita mana yang akan menolak apalagi Kania, sudah mengaguminya sejak dari dulu.Kania sadar bahwa pria yang saat ini sedang memandangi air hujan dari balik jendela itu sedang merasakan kelaparan.Akhirnya Kania mengambil bekal dari dalam tasnya yang sejak dari rumah ia bawa.Terdengar helaan nafas lembut Dio beberapa kali, lelaki itu menyesal telah membohongi sang buah hati. Akhirnya tidak bisa pulang karena terjebak dengan air hujan yang deras. Tidak mungkin kalau Dio harus berlari di tengahnya air hujan dan percikan kilat.Kan
POV MARISA.Beruntung saja anak sambungku telah tertidur pulas di pangkuanku. Dengan pelan aku memindahkan badan mungil anakku di atas ranjang. Aku mulai merangkak pelan melenggang keluar dari kamar. Tak lupa juga menyuruh Bi Euis untuk menjaga jika saja tiba-tiba Tasya terjaga dari tidurnya.Bi Euis sudah mengiyakan untuk tidur menemani Tasya. Akupun merasa tenang. Tok! Tok! Tok!Terpaksa aku harus mengetuk pintu lagi sang mertua. Kalau saja saat ini tidak butuh bantuannya mungkin dari tadi juga aku sudah menyusul suamiku ke kantornya sendiri.Mertuaku belum kunjung juga membuka pintu kamarnya. Detik demi detik aku menunggu di depan pintu.Lalu ku urungkan kembali mengetuk pintu walaupun hati merasakan takut mengganggu."Bu, apa sudah tidur?" teriakku sambil mengetuk daun pintu kamar mertua.Ceklek!Ibu mertuaku membuka pintu."Mari kita ke kantor Dio,"ajaknya dengan tergesa. Karena hujan masih begitu deras, akhirnya kami menaiki kendaran roda empat milik mertuaku dan mobil tersebu
Kania hanya menatapku dengan begitu nyalang, aku tahu betul di balik wajahnya yang sedang menunduk ia melemparkan senyum sinis padaku. Entah apa maksud dari senyuman sinis itu. Aku mengambil air dari galon yang tak jauh jaraknya dari ruangan Dio. aku tak sengaja melihat toples kecil aneh di bawah galon itu. Aku tak paham sama sekali itu toples kecil bekas apa, yang jelas toples sampah itu seperti bekas obat.Aku memandangnya sambil mengernyitkan dahi, menatap bingung toples kecil tersebut. Namun, tak ingin banyak pikiran. Aku membuang toples itu pada tong sampah yang berada di belakangku.Aku kembali ke ruangan Dio sambil menggenggam gelas yang berisi air penuh di bawa olehku.Aku menatap kesal sang suami yang hanya ditutupi oleh helaian selimut yang tipis. Mas, Dio belum sadarkan diri sampai saat ini.Byurrr!Ku semburkan air segelas yang ku ambil tadi pada wajah sang suami. Aku kesal aku marah, aku kecewa terhadapnya."Marisa lancang sekali kamu, menyiram air itu pada Dio!" sentak
"Mas Dio Bi," ungkapku sambil menangis kembali. Aku duduk di lantai bersandar kepada ranjang."Kenapa dengan Pak Dio?" tanyanya heran."Dio selingkuh Bi, sama Kania." Dengan berat mulut ini harus harus mengatakan perkataan yang menuturku sangat menyakitkan."Yang bener Non? Apa Non gak salah? Mana mungkin Non, Pak Dio berbuat seperti itu. Setahu Bibi dari dulu Pak Dio tak mencintai Kania," ujar Bi Euis."Tapi Bi, aku dan mertuanyaku sudah melihat dengan mata kepalaku Bi, hatiku sakit bagaikan di cabik-cabik pisau berkarat. Nyeri sekali rasanya."Bi Euis pun duduk bersamaku di di lantai dia memeluku seraya ingin menenangkan."Sabar ya Non. Lebih baik Non tunggu saja penjelasan dai Pak Dio,"ujar Bi Euis.Hanya dialah yang selalu menenangkan bahkan selalu ada di saat aku terpuruk seperti ini. Ia sudah seperti ibu kandungku sendiri.***"Tante, aku gak mau tahu pokoknya anak Tante harus bertanggung jawab! Dia sudah merenggut kesucianku," pekik Kania ketika ia sedang berbicara berdua memo
Oh tuhan ini semua membuatku terpuruk. Aku sungguh tak bisa kalau harus mulai hidup tanpa Tasya. Gadis yang selama ini urus serta ku beri kasih sayang yang amat tulus.Tak terasa bulir-belir bening pun menetes walaupun tak begitu deras.Ku melirik beberapa foto yang menempel didinding tembok kamar, dan langsung menghampirinya. Menatapnya begitu gamang semua untayang foto yang begitu banyak.Aku mendekat dan sejejenak memandangi foto kenangan bersama suami. Dulu kami begitu mesra bahkan tidak jauh dari dekapannya setiap hari. Tapi kini setelah jadi orang kaya, Dio disibukan dengan kerjaannya yang tidak ada beresnya. Hingga akhirnya aku menggerebek suami sendiri dengan wanita lain.Sudah cukup. Ku hembuskan nafas secara pelan. Tanganku mulai mencopoti foto yang menempel di dinding tersebut dan memasukannya pada kantong plasti berwarna hitam ini.Satu persatu ku bakar semua foto tersebut kedalam api yang berkobar, berharap aku bisa melupakan kenanganku bersama suamiku dan berharap bisa m
[Marisa pokoknya aku tidak mau kalau harus berpisah denganmu. Aku mencintaimu, aku menyayangimu] Pengirim pesan tersebut yaitu dari Dio.[Bacot lo Dio] balasku kasar karena semua yang di katakan Dio tidak ada artinya sama sekali.Sekarang aku mau merubah sikap, dan bukan Marisa yang kalian kenal lemah dan selalu bodoh. Kini aku akan bangkit dari keterpurukan ini.Tiba-tiba hujan pun turun deras, tadinya aku ingin berteduh. Tapi, setelah ku pikir-pikir lebih baik aku mengguyur badanku di tengah hujan yang turun deras. Aku berharap badan ini sakit dan kalau bisa mati saja sekalian.Badan pun mulai menggigil kedinginan baju yang sejak aku pake sudah basah kuyup. Untuk ponsel berada di dalam tas yang terbuat dari karet sehingga tidak menembus ke dalam.Daguku mulai gemetar merasakan gigilan badan yang sangat dingin ini.Hujan pun tambah deras dan suara gledek menggema. Tapi aku tak mau menghiraukannya, aku tetap terpaku pada bangku di tepi jalan ini.[Apa kau sudah gila membiarkan tubuh s
Tok! Tok! Tok!"Non Marisa ini Bibi," seru Bi Euis dari balik pintu kamar."Masuk saja tidak di kunci kok Bi," kataku yang sedang duduk di tepi ranjang dengan memainkan layar ponsel.Bi Euis masuk kedalam ruangan kamarku sambil membawa nasi dan sayur sup."Bawa apa Bi? Perasaan aku tidak minta apa-apa deh.""Non, ini Bibi bawa nasi, pasti Non dari pagi belum makan 'kan? Ayo makan dulu kasihan perut Non kalau disiksa begitu cacingnya nanti pada ngamuk Non," ujar Bi Euis sambil menyimpan makanan yang ia bawa di atas nakas."Simpan saja disitu Bi, ngapain sih Bibi repot-repot, lagian aku lagi malas makan.""Pokoknya Non harus makan, hari ini Bibi tidak melihat Non makan." Bibi Euis memaksa."Biarin aja Bi biar mati saja aku sekalian, bosan aku hidup Bi, tidak ada gunanya sama sekali.""Non gak baik loh Non, menyiksa diri seperti itu. Orang sakit aja diobati apalagi Non masih sehat seharusnya Non bersyukur punya badan yang sempurna. Coba Non lihat manusia di luaran sana banyak yang kekuran
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah