Share

Bab 2

Author: Devi Andriani
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU

BAB 2

"Indri." Mas Yoga nampak terkejut dengan kehadiranku di kamar. Untunglah tanda bukti belanja itu sudah kuremas dan tak nampak oleh Mas Yoga ketika aku membacanya.

"Mas." Aku pura-pura tak terjadi sesuatu apapun. Barang milik pribadi Mas Yoga segera kuletakan di nakas dekat tempat tidur kami, lalu membawa kemeja dan celana Mas Yoga ke arah keranjang pakaian kotor.

Pikiranku melayang entah kemana saat setelah menaruh pakaian kotor Mas Yoga, masih berusaha menerka tentang pemilik barang yang dibeli Mas Yoga dan memilih duduk di tepian ranjang.

"Aku pikir kamu sudah tidur waktu aku lihat di kamar Raya," ucap Mas Yoga membuatku tersentak

"Hem," jawabku singkat.

Lalu aku berbaring tanpa peduli ada hadirnya. Apa aku harus membicarakan itu juga malam ini? Pertanyaan itu terus mendorongku agar segera tahu jawabnya.

Setelah Mas Yoga selesai memakai piyama tidurnya, ia melangkah mendekatiku lalu berbaring sambil memelukku, bahkan ia juga mencium pipiku.

"Mas," ucapku. Bahasa tubuhku menolaknya. Aku harap dia mengerti.

"Kenapa? Tidak sedang haid kan?" tanyanya.

"Aku mau bertanya. Tentang ... uang yang Mas transfer tadi pagi ...," ucapku ragu dan memutuskan berbicara sambil duduk.

"Oh, itu. Aku salah mengetik digit-nya. Maaf, ya!" Lalu ia pun duduk dan menggapai ponselnya di atas nakas.

"Sudah," ucapnya lagi.

Segera ku ambil ponselku yang letaknya di sebelah kunci mobil Mas Yoga. Setelah ku cek ponselku, ternyata benar saja, ia memberikan uang dengan jumlah yang sama seperti biasanya. Tapi struk belanja itu? Apa aku juga harus menanyakannya malam ini?

"Sekarang boleh?" tanya Mas Yoga. Ia mencoba mendektiku lagi, mengambil handphone di tanganku dan meletakanya di sembarang tempat. Saat ia membelai tanganku, aku menepisnya pelan.

"Kenapa lagi?" Mas Yoga mendengus.

Kutarik nafas dalam-dalam, lalu beranjak dan berjalan ke arah nakas. Setelahnya, ku ambil struk belanja dari laci di depanku. Lama kutatap kertas yang sudah lusuh bekas kuremas, berusha membuatnya rapih kembali. Bismillah, apapun jawaban yang kuterima dari Mas Yoga aku harus bisa mengendalikan diriku.

"Ada apa?" tanya Mas Yoga, aku menoleh padanya. Wajahnya nampak heran dan mengarah pada tanganku yang sedang merapihkan kertas lusuh. Cepat aku mendekatinya.

"Ini, Mas," ucapku sambil memberikan secarik kertas kecil ditanganku. Mas Yoga mengambilnya, mataku terus mengikuti reaksi wajahnya, matanya melirikku lalu melihat tulisan dikertas yang kuberikan.

"I-ini." Ia terbata. Ku angkat alisku lalu bersidekap. Di depannya.

Mas Yoga menarik tanganku, mengarangkanku untuk duduk disebelahnya. Enggan rasanya, tapi aku harus mengikuti kemauannya terlebih dahulu untuk mendapat jawabannya.

"Ini sudah larut, apa kita harus bahas sekarang?" Nampak dari sudut mataku dia menatapku.

"Apa bedanya nanti, besok atau lusa. Hari minggu saja Mas terlalu sibuk untuk sekedar bercengkrama dengan kami," sindirku.

"Sayang." Mas Yoga kini menggenggam kedua tanganku dan mulai berjongkok.

"Mas." Ku alihkan pandanganku, aku tak mau luluh dengan tatapannya. Andai dia bersilat lidah aku tak mau terpedaya.

"Aku tahu kamu mempertanyakan ini." Ia melepas genggaman tangannya padaku, meremas kertas yang masih ditangannya lalu melemparkannya kesembarang tempat.

"Itu titipan Angga teman kantorku, kamu ingat Angga, bukan? Kamu pernah bertemu dengannya di acara ulang tahun kantor tahun lalu," lanjutnya.

"Angga? Tapi setahuku ia masih lajang." Ku coba menatap kedua bola matanya. Dia menggaruk hidungnya. Lalu mengeluarkan suara seperti deheman ketika tenggorakan tercekat.

"Begini saja, aku akan chat Angga sekarang, memintanya untuk datang ke sini besok pagi sebelum berangkat ke kantor. Nanti biar Angga yang menjelaskan, ok. Atau ..., kalau perlu istrinya juga kita minta datang, agar masalahnya clear. Aku harap bayinya sudah lebih baik. Kamu tahu, Sayang. Angga tidak ikut berkumpul saat Bos mengundang kami tadi pagi, Angga bilang anaknya terkena diare, ia menemani istrinya membawa bayinya ke rumah sakit. Karena itulah Angga memintaku untuk membelikan susu untuk anaknya. Aku dan teman-teman juga sempat menjenguk anaknya yang dirawat dan ...."

"Boleh ku potong sebentar?"

Mas Yoga mengusut wajahnya lalu mendengkus.

"Bukankah tadi pagi kamu bilang Mama memintamu untuk datang kerumahnya, bukan? Kenapa sekarang kamu bilang Bos mengundang kalian untuk kumpul?" Aku menggeleng.

"Jadi, kamu pikir aku bohong?" Nada bicara Mas Yoga mulai meninggi.

"Iya, aku memang berpikir kamu bohong, Mas. Salah?"

"Aku sudah berusaha menjelaskan dengan cara baik-baik."

Tapi, penjelasanmu itu terdengar janggal, Mas."

"Sudahlah, Indri. Aku capek. Ini bukan waktunya untuk kita bertengkar. Besok aku harus kerja begitupun kamu. Kita bicara lagi besok." Lalu ia berdiri dan naik ke atas kasur tanpa peduli padaku yang masih belum puas atas penjelasan darinya.

***

"Pagi, Raya!" sapa Mas Yoga ketika menarik kursi, lalu ia duduk di samping Raya. Kulihat Raya tersenyum.

"Kopi untukku mana, Ma?"

Aku diam tak menjawab pertanyaannya. Aku memang sengaja tidak membuatkannya kopi. Terakhir kali disediakan, kopi itu tak disentuhnya dan berakhir dingin. Jadi, menurutku percuma jika pagi ini aku menyiapkan itu.

Kuputuskan untuk beranjak dari kursi meja makan.

"Ma, sudah tidak usah, biar nanti saja dikantor." Aku pun duduk kembali.

"Hem," jawabku singkat.

Raya yang melihatku diam terlihat heran.

"Mama sakit?" tanya Raya.

Aku melihat Raya sekilas lalu mengangguk.

"Sakit apa?" tanyanya kembali.

"Sakit gigi," jawabku asal.

"Raya antar ke dokter ya, Ma. Hari ini lebih baik Raya izin saja sekolahnya, Raya mau menemani Mama."

Aku menggeleng tanpa menoleh.

"Raya sekolah saja, mama tidak apa. Mama hanya butuh istirahat," jelasku pada Raya.

"Iya, Raya. Raya lebih baik sekolah, nanti biar Papa yang mengantar Mama ke dokter." Mas Yoga berusaha membujuk Raya.

Raya pun mengangguk lalu meletakan sendok dan garpu ditangannya ke atas piring, saat ku tanya kenapa makannya tak dihabiskan ia menjawab bahwa ia sudah kenyang. Setelahnya pamit berangkat ke sekolah.

Raya memang bersekolah tak jauh dari rumah. Biasanya, ia berangkat dengan mengunakan sepeda setelah temannya satu sekolah menjemput, tapi hari ini Raya memutuskan untuk pergi sekolah sebelum temannya datang.

Setelah Raya pergi, barulah Mas Yoga kembali berbicara padaku.

"Aku tahu kamu marah. Aku sudah menghubungi Angga, ia bilang akan datang setelah aku pulang dari kantor."

"Tadi malam Mas bilang akan memintanya datang pagi ini, kenapa sekarang berubah?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri cerdas mana biasa dibohongi sampai suami pinya anak dg wanita lain
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 3

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 3"Sayang, dengar! Aku tahu kamu curiga. Tapi, aku mohon beri aku kesempatan untuk membuktikan kalau ucapanku tadi malam adalah benar adanya, aku bisa saja menelpon Angga, memaksanya untuk datang pagi ini kerumah kita, tapi apa tidak terlalu berlebihan. Anaknya sedang sakit, pasti Angga dan istrinya merasa terganggu dengan kecemburuanmu. Belum lagi, aku belum mendapatkan kabar terbaru dari Angga tentang perkembangan kesehatan anaknya, apakah ia sudah pulang atau masih di rumah sakit?""Alasan." Kubuang pandanganku dari wajah Mas Yoga dengan senyum sinisku."Atau kamu mau ikut ke kantor bersamaku untuk bertemu Angga, sepertinya itu ide yang bagus, bukan? Sepertinya kamu memang harus ikut supaya maslah ini cepat selesai."Sebenarnya kecurigaanku bukan tanpa alasan. Sebelum menemukan struk belanja itu, memang Mas Yoga terlihat aneh dua bulan terakhir. Pulang kerja selalu larut malam, hari minggu tidak pernah di rumah, bahkan ia juga tidak pernah s

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 4

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 4Kebetulan sudah tiba giliranku di antrian kassa, aku memilih menaruh barang yang hendak kubayar sebelum mengangkat telpon yang terus saja berdering.Setelah selesai menaruh semua barang, segera kurogoh sumber suara tersebut di dalam tas kecilku, sudah berhenti berdering, hanya untuk memastikan saja siapa si penelpon, lalu kubaca."Mas Yoga," gumamku, segera kembali kutekan namanya untuk menghubungi si penelpon kembali. Terhubung.Tak lama terdengar suara dari Mas Yoga. "Sayang, maaf. Tadi aku sedang sibuk, tidak sempat mengangkat telpon darimu, ada apa?""Mas, aku dan Raya sedang berada di mall dekat kantormu, jika tidak sibuk makan sianglah bersama kami!" pintaku. Sambil berbicara tanganku mengeluarkan uang dari dompet. Merasa kesulitan memasukan uang kembalian dari kasir aku menekan loudspeaker."Kamu ngapain ke mall?" Suara Mas Yoga meninggi, membuat Raya yang berdiri di depanku sedikit menoleh. Cepat kutekan kembali pengeras suara itu. La

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 5

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 5"Bagaimana kamu bisa bekerja? sementara anakmu masih terlalu kecil untuk ditinggal, Dina. Siapa yang akan mengasuhnya?" pertanyaan Mas Yoga pada Dina sungguh diluar perkiraan. Ia berbicara pada perempuan itu dan menyebut namanya seolah sangat mengenal Dina dengan baik."Aku akan menitipkannya pada mertuaku, aku yakin Ibu dari suamiku tidak akan keberatan mengasuh cucu kesayangannya, pasti ia akan dengan senang hati merawat cucu yang ia idam-idamkan selama bertahun-tahun, Bapak tahu? Menantunya yang lain tidak bisa memberikan keturunan. Hanya aku yang bisa memberikan penerus mertuaku," jelasnya yakin dan penuh percaya diri. Sementara Angga kulihat hanya diam saja, seperti tak ada wibawanya atas ucapan istrinya.Ada rasa sesak mendengar pengakuan istri Angga, ia terdengar congkak, ucapannya seolah merendahkan wanita lain yang tak bisa melahirkan bayi sepertinya.Ku tarik nafas dalam dan membuat suatu keputusan agar bisa lebih mengenal Dina."Ak

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 6

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 6***"Dina. Kenapa kamu ada disini?" Mataku terbelalak mendapati Dina yang membuka pintu rumahku."Siapa?" Suara Mas Yoga terdengar dari dalam.Dina menoleh ke sumber suara."Ibu, Pak," jawab Dina pada Mas Yoga.Aku mendorong pintu dengan kasar agar terbuka lebar. Dina tersentak, lalu mundur beberapa langkah saat tubuhku maju dan hampir menyenggol lengannya.Mas Yoga nampak pucat melihat wajahku yang menunjukan amarah."Kalian ngapain berdua di rumahku?" tanyaku dengan nada tinggi. Mataku tajam melirik Dina lalu menatap Mas Yoga."Loh, bu-bukanya kemarin kamu yang menyuruh Dina kerumah kita pagi ini?" Mas Yoga tergagap.Nafasku memburu. Mas Yoga mendekatiku, sementara Dina menjauh menghindariku."Ada hubungan apa kalian sebenarnya? Kalian bukan mahram, berani-beraninya kalian berdua di dalam rumah dengan pintu tertutup." Tak kupedulikan ucapan Mas Yoga, aku terus mencercanya dengan berbagai pertanyaan."Tenang, Indri. Pikiranmu terlalu jauh. I

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 7

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 7Aku dan Andi menurunkan beberapa kantong besar, juga dibantu oleh kedua perempuan yang menyambut kami baru saja. Kami membawa masuk makanan tersebut ke dalam rumah dan akhirnya di sambut oleh Pak Andi si pelanggan catering kami dan juga petugas keamanannya. Sedikit berbasa basi lalu pamit undur diri. Karena pembayaran sudah full di muka, maka kami pun ingin cepat pergi.Perempuan itu--Anya yang pernah aku temui bersama Yoga sesekali melirikku dengan ragu. Takku acuhkan. Sungguh aku tidak mau ikut campur urusannya dengan Angga. Walau, sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang menggangu pikiranku akan hubungannya dengan Angga."Bu, sebentar," Anya mengejarku ketika aku sedang membuka pintu mobil. Aku menoleh.Kutatap matanya, ia tertunduk."Boleh aku berbicara sebentar!" pintanya. "Tidak lama." Lanjutnya lagi, lalu Anya meyakinkanku meminta sedikit waktu."Baiklah.""Sebagai perempuan aku ikut prihatin dengan masalah yang menimpa rumah tangga Ibu

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 8

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 8Kulihat mata Raya terpejam lagi. Akhirnya aku memutuskan menggendongnya ke kamar. Saat aku berdiri, telepon genggamku di meja berdering. Aku melirik pada Mama."Sini mama saja yang gendong Raya," ucap Mama menawarkan diri."Raya sekarang sudah berat sekali, Ma. Mama tolong angkat teleponku saja, ya!" pintaku.Sementara aku melangkah menuju kamar Raya. Kudengar Mama menyebut nama Mas Yoga. Mungkin Mas Yoga baru sampai di rumah dan tak mendapati aku di sana, mungkin juga karena itulah ia menelpon.Tak lama aku kembali menghampiri Mama."Mas Yoga ya, Ma?" tanyakuMama tak menjawab, malah mengulurkan tangannya untuk memberikan teleponku, lalu pergi menuju arah dapur. Mungkin Mama sengaja meninggalkanku agar aku lebih leluasa berbicara dengan Mas Yoga."Hallo, Mas!""Kamu mau menginap lagi? Kamu mau merajuk lagi? Apa kamu tidak lelah bertengkar setiap hari? Kamu curiga lagi karena aku tidak menepati janji?" Mas Yoga memberondongiku dengan beberap

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 9

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 9"Baiklah, Dina. Aku akan memberikanmu kesempatan bekerja di sini. Hari kerja hanya 5 hari dalam seminggu, tetapi liburnya akan di gilir, jika ada keperluan mendadak akan diganti dengan hari libur kerjamu. Kalau kerjamu bagus dalam seminggu ini, kamu akan terus lanjut bekerja, jika bayi ini menghambatmu bekerja, maaf, aku tidak bisa mempekerjakanmu di sini," jelasku."Baikah, Bu. Terima kasih atas kesempatan yang Ibu berikan padaku. Aku akan berusaha sebaik mungkin dalam bekerja dan berjanji akan bekerja dengan rajin." Mata Dina berbinar.Kulihat anaknya menggeliat lagi. Aku beranjak dari kursi dan berpindah duduk di sebelah kiri Dina. Ku amati anaknya lalu meminta Dina memberikannya padaku."Bayi yang cantik," ucapku saat menatap wajah makhluk Tuhan yang mungil ini di pangkuanku. Tanpa terasa mataku basah. Ku buang pandanganku dari Dina. Cengeng sekali hatiku ini. Sangat mudah terharu melihat hal itu. Ucapku dalam hati."Baikah, Bu. Apa aku b

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 10

    STRUK BELANJA DISAKU CELANA SUAMIKUBAB 10"Tidak bisa, Sayang. Maksudku, begini. Ada yang ingin aku ceritakan padamu. Tentang masalah pekerjaanku, aku sengaja datang kesini untuk meminta pendapatmu."Aku sedikit kecewa. Kutatap bayi itu dengan seksama, bibir mungilnya sibuk meminum susu buatan ibunya. Sebenarnya aku ingin sekali bertanya pada Dina. Kenapa ia sampai memberikan susu formula untuk anaknya? Kenapa ia tidak memberikan ASI-nya saja? Tetapi, urung aku lakukan, sepertinya tidak pantas aku mencampuri urusan orang lain yang baru aku kenal."Sayang, ayo kita pergi makan siang, aku sudah lapar," pinta Mas Yoga memaksa. Membuatku sedikit tersentak."Dina, maaf. Tadinya aku ingin lebih dekat dengan Yuna dan kamu. Mungkin lain kali, itu pun jika kamu mau." Ku sentuh lagi kaki bayi mungil itu."Iya, Bu. Tidak apa," ucap Dina, lalu ia tersenyum simpul dan menunduk. "Kalau begitu saya permisi keluar, Bu!" Ia meletakan Yuna--bayi mungil itu ke sofa, membereskan peralatan bayi yang ia k

Latest chapter

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 50

    STRUK BELANJA DI SAKI CELANA SUAMIKUBAB 50"Kamu cari apa, Can?" tanya Tante Purnomo pada anaknya."Ini, Ma." Candra menunjukan benda kecil berbungkus kain velvet berwarna merah yang baru saja ia keluarkan dari saku celananya.Tante Purnomo mengambilnya lalu membuka kotak tersebut. " Masya Allah, cantik banget, Can. Ini untuk Mama?" tanya Tante Purnomo pada Mas Candra.Aku tersenyum melihat pemandangan indah itu. Begitupun Pak Purnomo dan Mas Candra.Jadi acara makan-makan ini untuk memberi kejutan pada Tante Purnomo? Ulang tahun kah? Atau ini acara perayaan pernikahan mama dan papanya Mas Candra?"Ehem! Mama ini, nggak malu sama Indri?" Kini Pak Purnomo yang angkat bicara."Nggak apa-apa kok, Pak. Anggap aja Indri nggak lihat," ucapku sambil tersenyum."Ih, Indri ini. Jangan panggil Papa dan Mama dengan panggilan Pak, Bu!" Tante purnomo mengulum senyum lalu meletakan kotak kecil tempat cincin indah di meja menghadap padaku tanpa ia tutup kembali."Cincinnya bagus Tante, pasti cocok

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 49

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 49"Siapa yang ingin kita temui, Mas?""Nanti kamu akan tahu."Aku merasa diriku tidak sedang baik-baik saja. Jika orang yang mau kami temui itu orang penting, rasanya tidak pantas aku mendampingi Mas Candra. Lebih baik aku ke toilet untuk mencuci muka. Agar nantinya terlihat segar kembali.Ketika sudah melewati pintu masuk restaurat, aku memberitahu Mas Canda untuk pergi lebih dulu menemui orang yang Mas Candra maksud."Aku ingin membasuh mukaku, Mas. Rasanya wajaku terlihat kusut."Mas candra tersenyum. "Mau aku antar?"Aku terkejut mendengarnya. " Masa iya Mas mau mengantarku ke toilet?""Bu-bukan begitu, aku mengantarnya sampai di depan pintu saja, bisa dikeroyok ibu-ibu kalau aku masuk ke toilet wanita, Indri." Wajah Mas Candra memerah.Sikap salah tingkah Mas Candra membuatku tersenyum simpul. Begitupun Mas Candra, senyumnya mengembang seketika saat senyumku menjadi tawa."Syukurlah, aku senang melihat kamu bisa tersenyum lagi, Indri. Bai

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 48

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 48"Mas, kamu!" Aku langsung berdiri ketika melihat sosok yang berdiri di hadapanku."Bu, mau aku panggilkan Andi?" tanya Icha. Icha sama kagetnya denganku. Aku mengangguk lalu Icha bergegas keluar."Tenang, Indri. Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin sekedar bertemu denganmu. Salahkah aku mengkhawatirkan keadaanmu. Aku hanya ingin melihat apakah kamu baik-baik saja atau tidak. Susah payah aku mencari keneradaanmu, sengaja kah kamu meghindari aku?"Wajah Mas Yoga terlihat kusut, rambutnya sudah terlihat memanjang. Begitupun di bawah matanya, seperti ada bayang hitam. Ah, apa peduliku padanya. Aku sudah bukan siapa siapanya lagi kali ini."Kita sudah tidak ada hubungan lagi, Mas. Sekarang kita telah resmi berpisah. Buat apa kamu harus tahu urusanku? Aku minta kamu pergi dari sini! Sebelum Andi menarikmu keluar." Aku mengancam Mas Yoga.Dalam hati aku berharap agar Andi cepat datang. Aku tidak mau Mas Yoga berbuat hal yang tidak-tidak di r

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 47

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 47"Aku akan menelpon Mas Yoga supaya dia tau kamu ada di sini." Kuletakkan gelas dari tanganku ke meja.Dina menggeleng. "Aku mohon jangan, Bu!" Dina menempelkan kedua telapak tangannya untuk memohon."Indri ini sudah malam. Apa lebih baik kita selesaikan besok saja." Mas Candra memberi saran."Tidak, Mas. Lebih baik suaminya tahu. Ada istri dan anaknya di sini," jelasku pada Mas Candra."Tapi, Ndri. Apa ini tidak menyakitkan untukmu." Mas Candra berkata pelan.Aku menoleh pada Mas Candra. "Maksud Mas apa?" tanyaku."Bukan kah kamu dan Yoga sudah memutuskan bercerai? Jadi untuk apa lagi kamu mengurusi hidup Yoga?" Mas Yoga menatapku dalam.Ucapan Mas Candra sukses membuatku merasa tertampar. Mas Yoga bukan lagi bagian dari hidupku, jadi untuk apa aku harus ikut campur dengan masalah antara Dina, Mas Yoga dan Yuna.Benar juga kata Mas Candra, apa tidak akan menyakitkan melihat Dina, Mas Yoga dan Yuna bersama. Bukan aku tak rela. Tetapi, luka it

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 46

    STRUK BELANJA DISAKU CELANA SUAMIKUBAB 46"Nanti saja jika kita punya waktu berdua. Sekarang di sini ada Candra." Bu Mila terkekeh.Mendengar ucapan Bu Mila wajah Mas Candra terlihat aneh, ia melirik pada Bu Mila lalu melirikku, begitu terus berkali-kali. "Rahasia apa, Bu? Kok aku nggak boleh dengar?" Mas Candra protes."Hais, mana boleh ngasih tau ke orang yang sedang ingin Ibu gosipi." Dari wajah Bu Mila terlihat senang menggoda Mas Candra.Ketika aku dan Mas Candra saling tatap karena aneh melihat sikap Bu Mila, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangan ini."Masuk!" Teriak Bu Mila.Ternyata Sari--salah satu perawat anak-anak panti yang melakukan itu."Bu, ada tamu yang cari Bu Mila," ucap Sari. Aku menoleh ke arah Sari."Malam-malam begini? Suruh masuk saja!" Wajah Bu Mila berubah serius.Akhirnya Sari keluar ruangan ini, ia menuruti perintah Bu Mila untuk memangil tamu yang datang. Karena pintu tidak Sari tutup ketika ia masuk, aku dapat melihat punggung perempuan yang bertamu.

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 45

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 45POV: Indri"Bu, ada tamu yang mencari Ibu." Tiba-tiba Icha masuk tanpa permisi."Icha, kamu bikin aku kaget saja." Sungguh aku salah tingkah melihat Icha memergokiku sedang menopang dagu berlandaskan meja, karena terkejut itu pula, lah. Daguku terpeleset dari topangan tangan."Maaf, Bu. Tadi pintunya udah kuketuk, tapi, nggak ada jawaban dari Ibu. Ya, udah aku masuk." Icha menunjukan baris giginya.Aku menghela nafas. Lalu menanyakan siapa tamu yang Icha maksudkan."Mungkin pelanggan tetap Ibu barang kali.""Mana ada pelanggan tetap mau datang ke sini sebelum bikin janji. Apa jangan-jangan ada yang mau komplain masakan kita, Cha? Suruh tamu itu masuk ke ruangan saya, Cha!" Aku merapihkan meja yang tak berantakan, juga merapihkan blazerku hitamku. Icha pun segera keluar menuruti perintahku.Tak lama terdengar suara ketukkan pintu. Lalu muncul lah sang tamu yang Icha maksud."Selamat siang, Bu Indri!" Laki-laki berjas hitam berjalan mendekati

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 44

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 44POV: CANDRAAku tahu betul maksud ucapan Papa, yang sebenarnya hanyalah untuk pelampiasan emosinya saja, aku juga yakin, bahwa bukan gosip di kantor tempatku bekerja yang menjadi pemicunya menjadi tidak sadarkan diri, dan mengakibatkan ia berada di rumah sakit ini sekarang.Kalau boleh aku menjawab ucapan Papa, ingin sekali rasanya aku mengatakan bahwa jangan pernah mengungkit mendiang istriku yang sudah tiada. Tapi sayangnya, Papa sedang tidak sehat, aku tidak mau memperburuk keadaan Papa. Lebih baik kali ini aku yang mengalah. Dan tidak mematik emosinya."Maaf, Pa. Aku memang salah." Ucapan itu meluncur begitu saja, entah karena aku malas melayani kemarahan Papa atau kasihan atas kondisinya yang sedang tidak sehat.Papa tersenyum sinis."Benar apa yang di katakan Bu Mila," lanjutku lagi. Lalu aku duduk kembali di kursi dekat Papa."Bu Mila panti?" tanyanya."Ya, Bu Mila mengatakan aku dan Papa sama-sama keras kepala. Dan aku tidak mau disa

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 43

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 43POV: Candra***"Ma, bagaimana keadaan Papa sekarang?" tanyaku saat menemui Mama yang baru saja keluar kamar perawatan.Mama tidak menjawabku, malah menoleh pada Indri yang bediri di belakangku. Aku bergeser, agar Mama bisa lebih jelas melihat Indri."Malam, Bu Purnomo!" Sapa Indri sambil melangkah mendekati Mama, lalu mengulurkan tangan, Mama mengganguk."Apa kita pernah bertemu?" tanya Mama, Mama akhirnya menyambut uluran tangan Indri."Dulu sekali, Ma." Sengaja aku yang menjawab pertanyaan Mama.Mama menoleh padaku, lalu mengangkat alisnya. Kemudian tangan mereka berlahan merenggang dan terlepas."Indri, dia pernah aku bawa ke rumah ketika kami masih kuliah, ah, Mama pasti lupa," lanjutku."Oh ..., ya, ya. Mama ingat. Mama mana bisa lupa, itu bukanya pertama kali kamu membawa gadis untuk diperkenalkan ke Mama," seloroh Mama."Ehem." Sengaja aku berdehem agar Mama tidak membuka kartuku dimasa lalu.Kulihat Indri melirikku."Indri temani Ta

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 42

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 42POV: Candra"Maksud Bapak perempuan itu Indri istriku?""Indri? Apa kamu yakin Indri itu perempuan spesial yang pantas aku miliki?" Aku berbalik tanya."Kita sama-sama tahu, Pak. Indri memang perempuan intimewa. Aku masih mencintainya dan aku yakin Indri juga, cinta kami tidak akan berubah, masih sama seperti di masa kita kuliah dulu." Yoga mengangkat alisnya. Lalu tersenyum sinis.Yoga memang bersikap formal terhadapku di kantor ini. Padahal ia sebenarnya tidak perlu melakukan itu. Jujur aku lebih senang kalau ia mau menganggapku sebagai kawan lamanya."Aku setuju atas ucapanmu Yoga, Indri memang istimewa. Tapi, apa kamu yakin Indri masih mencintaimu?" Sengaja aku mengatakan itu, agar ia tahu aku tidak akan mau mengalah lagi kali ini.Pintu lift terbuka, kutinggalkan Yoga. Reaksi yang kudapat dari jawaban Yoga tidak membuatku puas. Malah membuatku insecure atas niatku mencari jawaban hati Indri padaku nanti.Tak kusangka ternyata Yoga menge

DMCA.com Protection Status