Share

Bab 5

Penulis: Devi Andriani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU

BAB 5

"Bagaimana kamu bisa bekerja? sementara anakmu masih terlalu kecil untuk ditinggal, Dina. Siapa yang akan mengasuhnya?" pertanyaan Mas Yoga pada Dina sungguh diluar perkiraan. Ia berbicara pada perempuan itu dan menyebut namanya seolah sangat mengenal Dina dengan baik.

"Aku akan menitipkannya pada mertuaku, aku yakin Ibu dari suamiku tidak akan keberatan mengasuh cucu kesayangannya, pasti ia akan dengan senang hati merawat cucu yang ia idam-idamkan selama bertahun-tahun, Bapak tahu? Menantunya yang lain tidak bisa memberikan keturunan. Hanya aku yang bisa memberikan penerus mertuaku," jelasnya yakin dan penuh percaya diri. Sementara Angga kulihat hanya diam saja, seperti tak ada wibawanya atas ucapan istrinya.

Ada rasa sesak mendengar pengakuan istri Angga, ia terdengar congkak, ucapannya seolah merendahkan wanita lain yang tak bisa melahirkan bayi sepertinya.

Ku tarik nafas dalam dan membuat suatu keputusan agar bisa lebih mengenal Dina.

"Aku memang sedang membutuhkan orang untuk membantuku memasak. Jika benar suamimu mengizinkan bekerja, datanglah kembali besok pagi." Mataku tak henti-hentinya membaca dan menerka bahasa tubuh Mas Yoga dan juga Dina.

"Ta-tapi, Sayang," ucap Mas Yoga terbata.

"Terima kasih, Bu Yoga." Senyum Dina mengembang.

"Ayo, Mas, kita pulang!" ajak Dina pada Angga. Lalu menggamit tangan suaminya, hingga Angga terlihat risih dan menatap aku dan Mas Yoga lama.

Mas Yoga memijit pelipisnya. Lalu membuang wajahnya ke langit-langit.

"Baiklah kami permisi, Bu, Pak!" Pamit Angga. Dina sedikit menarik lengannya.

Angga akhirnya menganggukkan kepalanya sambil melangkah.

***

"Apa benar kamu membutuhkan seseorang untuk membantu memasak? Setahuku kamu sudah mempunyai 2 juru masak," tanya Mas Yoga, lalu ia berjalan ke arah lemari pendingin dan membawa apa yang ia ambil dan kembali ke meja makan.

"Apa salahnya membantu perekonomian orang lain. Anggap saja aku sedang bersedekah tanpa harus merendahkan harga diri istri Angga."

"Namanya Dina. Jadi kamu tidak benar butuh tenaganya?"

Tidak ia ingatankan padaku pun aku masih ingat benar nama istri Angga adalah Dina.

Ku jawab pertanyaan Mas Yoga dengan cara mengedikkan bahu. Mas Yoga tertawa kecil.

"Kenapa?" tanyaku. Kutatap dalam matanya.

"Heran saja. Kamu baru saja bertemu dengannya. Apa kamu percaya ia benar butuh pekerjaan itu? Menurutku, jangan terlalu percaya dengan orang asing, aku khawatir ia akan mengacaukan usahamu," ucapnya, lalu ia meneguk jus kemasan itu tanpa menuangkannya terlebih dahulu ke gelas.

"Bukan kah kamu mengenal baik Angga, jika suaminya baik aku yakin istrinya juga amanah dalam bekerja." Mataku tak lepas dari wajah Mas Yoga. Seperti elang yang sedang mengincar mangsanya. Mas Yoga terlihat risih kutatap. Ia tak berani beradu mata.

"Terserah kamulah, tapi jangan menyesal jika kedepannya akan terjadi sesuatu."

"Apa maksudmu, Mas?" Tanyaku, ucapan Mas Yoga terasa ambigu.

"Tidak, aku hanya mengingatkan sikap terlalu percayamu pada orang yang baru kamu temui." Ku anggap ucapan Mas Yoga angin lalu.

Tiba-tiba terdengar bunyi notif dari aplikasi hijau di handphone-ku. Raya. Aku beru ingat Raya yang berada dirumah orangtuaku. Pasti Raya menungguku di sana untuk makan malam.

"Mas, malam ini aku akan menemani Raya menginap di rumah Mama, tadi siang Raya kuantar kesana. Ia tidak ingin segera pulang, mungkin sedang rindu berat pada Oma dan Opanya."

"Loh, Raya disana? Pantas aku dari tadi tidak melihatnya." Mas Yoga beranjak dari duduknya, membawa kemasan ditangannya dan berjalan ke tempat penyimpanan benda yang ia ambil tersebut.

"Iya, Mas, sekarang Raya menungguku untuk makan malam," jelasku, lalu aku ikut beranjak dan berjalan ke arah tempatku menyimpan bajuku dan baju raya yang telah kukemas tadi sore.

"Baiklah, aku akan mengantarmu kesana."

***

2 kali ponsel Mas Yoga berdering saat kami sedang makan malam, walau suaranya tidak keras terdengar, tapi cukup menggangu kami yang sedang menikmati hidangan di meja makan. Mama dan Papa melirikku seolah membaca wajahku. Aku tetap membisu dan tak menunjukan reaksi apapun. Hanya mataku yang sesekali mencuri pandang pada Mama dan Papa juga melirik Mas Yoga

"Angkat saja, Yoga. Siapa tahu itu penting!" perintah Mama.

Mas Yoga nampak bersikap tenang. Lalu memutuskan melihat smartphone-nya yang ia kantongi di sakunya.

Kulirik pada benda pipih ditangan Mas Yoga, cepat Mas Yoga menonaktifkan benda tersebut.

"Kenapa di matikan?" tanyaku heran.

"Aku hanya ingin menikmati makan malam bersama keluargaku. Kamu tahu? Bos selalu memintaku untuk datang menemaninya kapan saja ia mau, jika tidak dituruti dia akan marah," jelasnya, lalu melanjutkan makan kembali.

"Jika tidak Mas terima telpon darinya, bukankah ia akan tetap marah?" tanyaku mengira-ngira.

"Nanti akan kucari alasan untuk menjelaskannya pada Bosku."

"Maksudmu kamu akan berbohong?"

"White lie, demi keharmonisan keluarga kita."

Seketika itu pula jantungku berdegup kencang. Entah pertanda apa ini?

"Tapi, Nak. Apapun alasannya bohong tetaplah bohong. Akan ada konsekwensinya jika kamu berbohong, jika kamu menginginkan keharmonisan dalam rumah tanggamu, jujurlah. Sekecil apapun masalah kalian, dengan begitu resiko keburukan dalam masalah kemungkinan akan lebih kecil. Dalam hubungan kemitraanmu pada Bosmu, katakan saja yang sebenarnya. Kamu sedang ada acara makan malam yang jarang kamu lakukan. Jika dia marah, terima marahnya. Tidak akan ada rugi yang lebih besar dari di marahi jika dibandingkan kamu berbohong dan akhirnya ketahuan," ucap Mama panjang lebar, seolah mewakili isi hatiku.

"Mah, sudahlah. Mereka sudah dewasa. Meraka pasti mengerti resiko atas semua keputusan yang mereka ambil."

"Mama, cuma menasehati, Pa. Bukan ingin ikut campur."

Mas Yoga berdehem.

"Yoga. Apa kalian sedang ada masalah?" tanya Papa curiga.

"Tidak, Pa. Keluarga kami baik-baik saja. Ya, kan, Sayang!"

Mama membuang muka.

Aku yang dari tadi menunduk melirik Mas Yoga lalu mengangguk tanpa menatap mata kedua orangtuaku.

***

Saat berjalan menuju teras, kakiku berhenti, padahal hanya beberapa langkah lagi, kulihat Mas Yoga berjalan hilir mudik sambil menempelkan ponselnya di telinga. Melihatnya seperti itu, membuatku ragu membawakan secangkir kopi di tanganku yang telah kuracik ke teras. Tadinya aku pikir setelah makan malam aku masih bisa berbicara dengannya, tentang keinginanku memiliki bayi cantik seperti yang kulihat sewaktu sore. Walau bukan dari rahimku sendri, aku harap bisa menjadi ibu terbaik dari anak lain yang kurang beruntung seperti Raya.

Bayi Dina sukses membuatku cemburu, sebenarnya hatiku ingin berkata meminta pada ibunya untuk menimangnya saat itu, tetapi .... Saat aku terpaku dalam khayalanku, Mas Yoga menghampiri ke tempat aku berdiri.

"Aku harus ke rumah Bos, chat-nya baru saja kubaca, ia bilang penting. Aku sudah mencoba menghubunginya, tapi telponnya tidak aktif. Mungkin ini memang benar-benar penting. Tidak usah menungguku, mungkin aku akan pulang kerumah kita," ucapnya, lalu mencium keningku dan pergi.

Bab terkait

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 6

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 6***"Dina. Kenapa kamu ada disini?" Mataku terbelalak mendapati Dina yang membuka pintu rumahku."Siapa?" Suara Mas Yoga terdengar dari dalam.Dina menoleh ke sumber suara."Ibu, Pak," jawab Dina pada Mas Yoga.Aku mendorong pintu dengan kasar agar terbuka lebar. Dina tersentak, lalu mundur beberapa langkah saat tubuhku maju dan hampir menyenggol lengannya.Mas Yoga nampak pucat melihat wajahku yang menunjukan amarah."Kalian ngapain berdua di rumahku?" tanyaku dengan nada tinggi. Mataku tajam melirik Dina lalu menatap Mas Yoga."Loh, bu-bukanya kemarin kamu yang menyuruh Dina kerumah kita pagi ini?" Mas Yoga tergagap.Nafasku memburu. Mas Yoga mendekatiku, sementara Dina menjauh menghindariku."Ada hubungan apa kalian sebenarnya? Kalian bukan mahram, berani-beraninya kalian berdua di dalam rumah dengan pintu tertutup." Tak kupedulikan ucapan Mas Yoga, aku terus mencercanya dengan berbagai pertanyaan."Tenang, Indri. Pikiranmu terlalu jauh. I

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 7

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 7Aku dan Andi menurunkan beberapa kantong besar, juga dibantu oleh kedua perempuan yang menyambut kami baru saja. Kami membawa masuk makanan tersebut ke dalam rumah dan akhirnya di sambut oleh Pak Andi si pelanggan catering kami dan juga petugas keamanannya. Sedikit berbasa basi lalu pamit undur diri. Karena pembayaran sudah full di muka, maka kami pun ingin cepat pergi.Perempuan itu--Anya yang pernah aku temui bersama Yoga sesekali melirikku dengan ragu. Takku acuhkan. Sungguh aku tidak mau ikut campur urusannya dengan Angga. Walau, sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang menggangu pikiranku akan hubungannya dengan Angga."Bu, sebentar," Anya mengejarku ketika aku sedang membuka pintu mobil. Aku menoleh.Kutatap matanya, ia tertunduk."Boleh aku berbicara sebentar!" pintanya. "Tidak lama." Lanjutnya lagi, lalu Anya meyakinkanku meminta sedikit waktu."Baiklah.""Sebagai perempuan aku ikut prihatin dengan masalah yang menimpa rumah tangga Ibu

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 8

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 8Kulihat mata Raya terpejam lagi. Akhirnya aku memutuskan menggendongnya ke kamar. Saat aku berdiri, telepon genggamku di meja berdering. Aku melirik pada Mama."Sini mama saja yang gendong Raya," ucap Mama menawarkan diri."Raya sekarang sudah berat sekali, Ma. Mama tolong angkat teleponku saja, ya!" pintaku.Sementara aku melangkah menuju kamar Raya. Kudengar Mama menyebut nama Mas Yoga. Mungkin Mas Yoga baru sampai di rumah dan tak mendapati aku di sana, mungkin juga karena itulah ia menelpon.Tak lama aku kembali menghampiri Mama."Mas Yoga ya, Ma?" tanyakuMama tak menjawab, malah mengulurkan tangannya untuk memberikan teleponku, lalu pergi menuju arah dapur. Mungkin Mama sengaja meninggalkanku agar aku lebih leluasa berbicara dengan Mas Yoga."Hallo, Mas!""Kamu mau menginap lagi? Kamu mau merajuk lagi? Apa kamu tidak lelah bertengkar setiap hari? Kamu curiga lagi karena aku tidak menepati janji?" Mas Yoga memberondongiku dengan beberap

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 9

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 9"Baiklah, Dina. Aku akan memberikanmu kesempatan bekerja di sini. Hari kerja hanya 5 hari dalam seminggu, tetapi liburnya akan di gilir, jika ada keperluan mendadak akan diganti dengan hari libur kerjamu. Kalau kerjamu bagus dalam seminggu ini, kamu akan terus lanjut bekerja, jika bayi ini menghambatmu bekerja, maaf, aku tidak bisa mempekerjakanmu di sini," jelasku."Baikah, Bu. Terima kasih atas kesempatan yang Ibu berikan padaku. Aku akan berusaha sebaik mungkin dalam bekerja dan berjanji akan bekerja dengan rajin." Mata Dina berbinar.Kulihat anaknya menggeliat lagi. Aku beranjak dari kursi dan berpindah duduk di sebelah kiri Dina. Ku amati anaknya lalu meminta Dina memberikannya padaku."Bayi yang cantik," ucapku saat menatap wajah makhluk Tuhan yang mungil ini di pangkuanku. Tanpa terasa mataku basah. Ku buang pandanganku dari Dina. Cengeng sekali hatiku ini. Sangat mudah terharu melihat hal itu. Ucapku dalam hati."Baikah, Bu. Apa aku b

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 10

    STRUK BELANJA DISAKU CELANA SUAMIKUBAB 10"Tidak bisa, Sayang. Maksudku, begini. Ada yang ingin aku ceritakan padamu. Tentang masalah pekerjaanku, aku sengaja datang kesini untuk meminta pendapatmu."Aku sedikit kecewa. Kutatap bayi itu dengan seksama, bibir mungilnya sibuk meminum susu buatan ibunya. Sebenarnya aku ingin sekali bertanya pada Dina. Kenapa ia sampai memberikan susu formula untuk anaknya? Kenapa ia tidak memberikan ASI-nya saja? Tetapi, urung aku lakukan, sepertinya tidak pantas aku mencampuri urusan orang lain yang baru aku kenal."Sayang, ayo kita pergi makan siang, aku sudah lapar," pinta Mas Yoga memaksa. Membuatku sedikit tersentak."Dina, maaf. Tadinya aku ingin lebih dekat dengan Yuna dan kamu. Mungkin lain kali, itu pun jika kamu mau." Ku sentuh lagi kaki bayi mungil itu."Iya, Bu. Tidak apa," ucap Dina, lalu ia tersenyum simpul dan menunduk. "Kalau begitu saya permisi keluar, Bu!" Ia meletakan Yuna--bayi mungil itu ke sofa, membereskan peralatan bayi yang ia k

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 11

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 11Gegas aku masuk ke dalam, setengah berlari, lalu masuk ke ruanganku. Tak kulihat Dina di sana, hanya ada Yuna yang sedang menendang-nendang juga kedua tangannya yang bergerak-gerak ke segala arah.Ku pindai sudut ruangan ini, tak ada bekas tanda barang yang dilempar. Apa mungkin Icha salah mendengar? Dan Raya, kemana ia?Ku putuskan mencari Raya, apa Raya tadi langsung masuk ke dapur?"Raya!" panggilku saat melihatnya di ruang masak."Ya, Ma," jawab Raya sambil menoleh."Jangan menggangu Kakak-Kakak di dapur, lebih baik Raya temani Yuna bermain, ya!" seruku. Raya mengangguk lalu pergi menuju ruangan tempat Yuna berada.Setelah itu, mataku tertuju pada Dina bersama dengan anak-anak membantu mem-packing pesanan berikutnya."Dina!" panggilku. Dina menoleh, tangannya berhenti mengemasi makanan di hadapannya. Lalu ia berjalan mendekatiku. Ku ajak Dina sedikit menjauh dari meja tempat mem-packing makanan."Iya, Bu. Ada apa, Bu?" tanya Dina.Kulirik

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 12

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 12***Sudah dua kali aku menekan bel di depan pintu rumah Mama Rini. Ku lihat penunjuk waktu di tanganku, lama, masih saja tak ada yang membuka, andai Mama tertidur di kamar, apa mungkin ART-nya ikut tidur juga.Lebih baik ku coba menanyakan nomor ART Mama pada Mas Yoga, kalau menelpon Mama, aku takutnya malah akan mengganggu istirahatnya.Gegas ku rogoh tas kecil yang dari tadi kugamit di antara lengan dan ketiak. Saat sedang menekan nomor Mas Yoga tiba-tiba terdengar suara knop pintu yang berputar. Setelah itu, nampaklah wajah perempuan yang biasa membantu Mama Rini mengurusi rumahnya ini."Mbak Indri, maaf menunggu lama. Silahkan masuk Mbak!" Ia membuka pintu itu dengan lebar, menyingkir ke sisi memberikanku jalan.Ku genggam tangan Raya erat, lalu melangkah berlahan. Mataku menilik bagian-bagian ruangan yang terlihat sama saat terakhir aku menemui Mama setahun yang lalu. Membuat memoriku kembali mengingat ucapannya yang menyayat hatiku. Ma

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 13

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 13***"Raya tunggu di kamar, ya. Mama mau ambil baju dulu, nanti kita menginap di rumah Oma lagi." Raya mengangguk, meninggalkan aku dan Mas Yoga yang sedang duduk di tepian kasur.Setelah Raya keluar, Mas Yoga berdiri dan melangkah ke arah pintu. Ku lihat ia memandang ke arah kamar Raya, menutup pintu, lalu duduk kembali di tempat semula.Tanganku masih sibuk memilih beberapa pakaian yang akan aku bawa, lalu memasukannya ke dalam koper yang terbuka di lantai tak jauh dari lemari. Setelah memastikan semuanya yang dibutuhkan telah masuk, lalu aku menutup koper tersebut dan mengancing seletingnya.Ku lihat Mas Yoga yang masih setia duduk di sana, menunduk dan diam saja.Aku mulai beranjak sambil menarik koper tersebut, lalu berjalan menuju kamar Raya. Mas Yoga beranjak dan mengikutiku dari belakang. Tak senang di ikuti Mas Yoga, aku membalikan badanku lalu menghardiknya."Pergilah menjauh dariku, Mas!"Mas Yoga menghentikan langkahnya dan masih

Bab terbaru

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 50

    STRUK BELANJA DI SAKI CELANA SUAMIKUBAB 50"Kamu cari apa, Can?" tanya Tante Purnomo pada anaknya."Ini, Ma." Candra menunjukan benda kecil berbungkus kain velvet berwarna merah yang baru saja ia keluarkan dari saku celananya.Tante Purnomo mengambilnya lalu membuka kotak tersebut. " Masya Allah, cantik banget, Can. Ini untuk Mama?" tanya Tante Purnomo pada Mas Candra.Aku tersenyum melihat pemandangan indah itu. Begitupun Pak Purnomo dan Mas Candra.Jadi acara makan-makan ini untuk memberi kejutan pada Tante Purnomo? Ulang tahun kah? Atau ini acara perayaan pernikahan mama dan papanya Mas Candra?"Ehem! Mama ini, nggak malu sama Indri?" Kini Pak Purnomo yang angkat bicara."Nggak apa-apa kok, Pak. Anggap aja Indri nggak lihat," ucapku sambil tersenyum."Ih, Indri ini. Jangan panggil Papa dan Mama dengan panggilan Pak, Bu!" Tante purnomo mengulum senyum lalu meletakan kotak kecil tempat cincin indah di meja menghadap padaku tanpa ia tutup kembali."Cincinnya bagus Tante, pasti cocok

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 49

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 49"Siapa yang ingin kita temui, Mas?""Nanti kamu akan tahu."Aku merasa diriku tidak sedang baik-baik saja. Jika orang yang mau kami temui itu orang penting, rasanya tidak pantas aku mendampingi Mas Candra. Lebih baik aku ke toilet untuk mencuci muka. Agar nantinya terlihat segar kembali.Ketika sudah melewati pintu masuk restaurat, aku memberitahu Mas Canda untuk pergi lebih dulu menemui orang yang Mas Candra maksud."Aku ingin membasuh mukaku, Mas. Rasanya wajaku terlihat kusut."Mas candra tersenyum. "Mau aku antar?"Aku terkejut mendengarnya. " Masa iya Mas mau mengantarku ke toilet?""Bu-bukan begitu, aku mengantarnya sampai di depan pintu saja, bisa dikeroyok ibu-ibu kalau aku masuk ke toilet wanita, Indri." Wajah Mas Candra memerah.Sikap salah tingkah Mas Candra membuatku tersenyum simpul. Begitupun Mas Candra, senyumnya mengembang seketika saat senyumku menjadi tawa."Syukurlah, aku senang melihat kamu bisa tersenyum lagi, Indri. Bai

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 48

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 48"Mas, kamu!" Aku langsung berdiri ketika melihat sosok yang berdiri di hadapanku."Bu, mau aku panggilkan Andi?" tanya Icha. Icha sama kagetnya denganku. Aku mengangguk lalu Icha bergegas keluar."Tenang, Indri. Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin sekedar bertemu denganmu. Salahkah aku mengkhawatirkan keadaanmu. Aku hanya ingin melihat apakah kamu baik-baik saja atau tidak. Susah payah aku mencari keneradaanmu, sengaja kah kamu meghindari aku?"Wajah Mas Yoga terlihat kusut, rambutnya sudah terlihat memanjang. Begitupun di bawah matanya, seperti ada bayang hitam. Ah, apa peduliku padanya. Aku sudah bukan siapa siapanya lagi kali ini."Kita sudah tidak ada hubungan lagi, Mas. Sekarang kita telah resmi berpisah. Buat apa kamu harus tahu urusanku? Aku minta kamu pergi dari sini! Sebelum Andi menarikmu keluar." Aku mengancam Mas Yoga.Dalam hati aku berharap agar Andi cepat datang. Aku tidak mau Mas Yoga berbuat hal yang tidak-tidak di r

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 47

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 47"Aku akan menelpon Mas Yoga supaya dia tau kamu ada di sini." Kuletakkan gelas dari tanganku ke meja.Dina menggeleng. "Aku mohon jangan, Bu!" Dina menempelkan kedua telapak tangannya untuk memohon."Indri ini sudah malam. Apa lebih baik kita selesaikan besok saja." Mas Candra memberi saran."Tidak, Mas. Lebih baik suaminya tahu. Ada istri dan anaknya di sini," jelasku pada Mas Candra."Tapi, Ndri. Apa ini tidak menyakitkan untukmu." Mas Candra berkata pelan.Aku menoleh pada Mas Candra. "Maksud Mas apa?" tanyaku."Bukan kah kamu dan Yoga sudah memutuskan bercerai? Jadi untuk apa lagi kamu mengurusi hidup Yoga?" Mas Yoga menatapku dalam.Ucapan Mas Candra sukses membuatku merasa tertampar. Mas Yoga bukan lagi bagian dari hidupku, jadi untuk apa aku harus ikut campur dengan masalah antara Dina, Mas Yoga dan Yuna.Benar juga kata Mas Candra, apa tidak akan menyakitkan melihat Dina, Mas Yoga dan Yuna bersama. Bukan aku tak rela. Tetapi, luka it

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 46

    STRUK BELANJA DISAKU CELANA SUAMIKUBAB 46"Nanti saja jika kita punya waktu berdua. Sekarang di sini ada Candra." Bu Mila terkekeh.Mendengar ucapan Bu Mila wajah Mas Candra terlihat aneh, ia melirik pada Bu Mila lalu melirikku, begitu terus berkali-kali. "Rahasia apa, Bu? Kok aku nggak boleh dengar?" Mas Candra protes."Hais, mana boleh ngasih tau ke orang yang sedang ingin Ibu gosipi." Dari wajah Bu Mila terlihat senang menggoda Mas Candra.Ketika aku dan Mas Candra saling tatap karena aneh melihat sikap Bu Mila, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangan ini."Masuk!" Teriak Bu Mila.Ternyata Sari--salah satu perawat anak-anak panti yang melakukan itu."Bu, ada tamu yang cari Bu Mila," ucap Sari. Aku menoleh ke arah Sari."Malam-malam begini? Suruh masuk saja!" Wajah Bu Mila berubah serius.Akhirnya Sari keluar ruangan ini, ia menuruti perintah Bu Mila untuk memangil tamu yang datang. Karena pintu tidak Sari tutup ketika ia masuk, aku dapat melihat punggung perempuan yang bertamu.

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 45

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 45POV: Indri"Bu, ada tamu yang mencari Ibu." Tiba-tiba Icha masuk tanpa permisi."Icha, kamu bikin aku kaget saja." Sungguh aku salah tingkah melihat Icha memergokiku sedang menopang dagu berlandaskan meja, karena terkejut itu pula, lah. Daguku terpeleset dari topangan tangan."Maaf, Bu. Tadi pintunya udah kuketuk, tapi, nggak ada jawaban dari Ibu. Ya, udah aku masuk." Icha menunjukan baris giginya.Aku menghela nafas. Lalu menanyakan siapa tamu yang Icha maksudkan."Mungkin pelanggan tetap Ibu barang kali.""Mana ada pelanggan tetap mau datang ke sini sebelum bikin janji. Apa jangan-jangan ada yang mau komplain masakan kita, Cha? Suruh tamu itu masuk ke ruangan saya, Cha!" Aku merapihkan meja yang tak berantakan, juga merapihkan blazerku hitamku. Icha pun segera keluar menuruti perintahku.Tak lama terdengar suara ketukkan pintu. Lalu muncul lah sang tamu yang Icha maksud."Selamat siang, Bu Indri!" Laki-laki berjas hitam berjalan mendekati

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 44

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 44POV: CANDRAAku tahu betul maksud ucapan Papa, yang sebenarnya hanyalah untuk pelampiasan emosinya saja, aku juga yakin, bahwa bukan gosip di kantor tempatku bekerja yang menjadi pemicunya menjadi tidak sadarkan diri, dan mengakibatkan ia berada di rumah sakit ini sekarang.Kalau boleh aku menjawab ucapan Papa, ingin sekali rasanya aku mengatakan bahwa jangan pernah mengungkit mendiang istriku yang sudah tiada. Tapi sayangnya, Papa sedang tidak sehat, aku tidak mau memperburuk keadaan Papa. Lebih baik kali ini aku yang mengalah. Dan tidak mematik emosinya."Maaf, Pa. Aku memang salah." Ucapan itu meluncur begitu saja, entah karena aku malas melayani kemarahan Papa atau kasihan atas kondisinya yang sedang tidak sehat.Papa tersenyum sinis."Benar apa yang di katakan Bu Mila," lanjutku lagi. Lalu aku duduk kembali di kursi dekat Papa."Bu Mila panti?" tanyanya."Ya, Bu Mila mengatakan aku dan Papa sama-sama keras kepala. Dan aku tidak mau disa

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 43

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 43POV: Candra***"Ma, bagaimana keadaan Papa sekarang?" tanyaku saat menemui Mama yang baru saja keluar kamar perawatan.Mama tidak menjawabku, malah menoleh pada Indri yang bediri di belakangku. Aku bergeser, agar Mama bisa lebih jelas melihat Indri."Malam, Bu Purnomo!" Sapa Indri sambil melangkah mendekati Mama, lalu mengulurkan tangan, Mama mengganguk."Apa kita pernah bertemu?" tanya Mama, Mama akhirnya menyambut uluran tangan Indri."Dulu sekali, Ma." Sengaja aku yang menjawab pertanyaan Mama.Mama menoleh padaku, lalu mengangkat alisnya. Kemudian tangan mereka berlahan merenggang dan terlepas."Indri, dia pernah aku bawa ke rumah ketika kami masih kuliah, ah, Mama pasti lupa," lanjutku."Oh ..., ya, ya. Mama ingat. Mama mana bisa lupa, itu bukanya pertama kali kamu membawa gadis untuk diperkenalkan ke Mama," seloroh Mama."Ehem." Sengaja aku berdehem agar Mama tidak membuka kartuku dimasa lalu.Kulihat Indri melirikku."Indri temani Ta

  • STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU   Bab 42

    STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 42POV: Candra"Maksud Bapak perempuan itu Indri istriku?""Indri? Apa kamu yakin Indri itu perempuan spesial yang pantas aku miliki?" Aku berbalik tanya."Kita sama-sama tahu, Pak. Indri memang perempuan intimewa. Aku masih mencintainya dan aku yakin Indri juga, cinta kami tidak akan berubah, masih sama seperti di masa kita kuliah dulu." Yoga mengangkat alisnya. Lalu tersenyum sinis.Yoga memang bersikap formal terhadapku di kantor ini. Padahal ia sebenarnya tidak perlu melakukan itu. Jujur aku lebih senang kalau ia mau menganggapku sebagai kawan lamanya."Aku setuju atas ucapanmu Yoga, Indri memang istimewa. Tapi, apa kamu yakin Indri masih mencintaimu?" Sengaja aku mengatakan itu, agar ia tahu aku tidak akan mau mengalah lagi kali ini.Pintu lift terbuka, kutinggalkan Yoga. Reaksi yang kudapat dari jawaban Yoga tidak membuatku puas. Malah membuatku insecure atas niatku mencari jawaban hati Indri padaku nanti.Tak kusangka ternyata Yoga menge

DMCA.com Protection Status