STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU
BAB 4Kebetulan sudah tiba giliranku di antrian kassa, aku memilih menaruh barang yang hendak kubayar sebelum mengangkat telpon yang terus saja berdering.Setelah selesai menaruh semua barang, segera kurogoh sumber suara tersebut di dalam tas kecilku, sudah berhenti berdering, hanya untuk memastikan saja siapa si penelpon, lalu kubaca."Mas Yoga," gumamku, segera kembali kutekan namanya untuk menghubungi si penelpon kembali. Terhubung.Tak lama terdengar suara dari Mas Yoga. "Sayang, maaf. Tadi aku sedang sibuk, tidak sempat mengangkat telpon darimu, ada apa?""Mas, aku dan Raya sedang berada di mall dekat kantormu, jika tidak sibuk makan sianglah bersama kami!" pintaku. Sambil berbicara tanganku mengeluarkan uang dari dompet. Merasa kesulitan memasukan uang kembalian dari kasir aku menekan loudspeaker."Kamu ngapain ke mall?" Suara Mas Yoga meninggi, membuat Raya yang berdiri di depanku sedikit menoleh. Cepat kutekan kembali pengeras suara itu. Lalu menempelkan telepon genggam di telinga."Loh, memangnya kenapa?""Kita kan sudah sepakat. Jadi untuk apa kamu harus datang ke kantor?" Mas Yoga masih berbicara dengan suara meninggi.Ku ingat-ingat kembali kalimat pertamaku saat berbicara padanya. Seingatku, tidak ada kata yang menyebutkan aku akan ke kantornya. Kenapa juga nada bicaranya terdengar marah?Terlintas ide untuk sedikit berbohong pada Mas Yoga."Apa salahnya aku mampir ke tempatmu. Hanya sebentar saja.""Aku sibuk. Sebentar lagi akan menemani Bosku untuk membicarakan proyek barunya sambil makan siang di luar. Pulanglah, tunggu aku di rumah." Lalu, sambungan telepon itu terputus.Kutarik nafas dalam-dalam agar tidak merasa sesak dengan himpitan kecurigaan. Apa aku harus benar-benar datang ke kantornya untuk mengetahui keberadaan dia sebenarnya. Rasanya terlalu aneh jika aku harus memaksa diri untuk mengetahui keberadaan Mas Yoga sekarang, mungkin saja dia benar sedang sibuk, seandainya pun ia berbohong, lambat laun aku yakin pasti akan terlihat. Bisik dalam hati dengan perasaan penuh kesal.Baiklah, Mas. Aku ingin lihat sandiwara apa lagi yang akan kamu mainkan.***Aku memutuskan meninggalkan Raya sebentar di rumah orang tuaku, kembali ke tempat usaha cateringku yang tak jauh dari rumah, juga karena Raya memaksa meminta menginap di tempat Omanya, mungkin aku akan pulang kerumah setelah pekerjaanku selesai untuk mengambil pakaian ganti dan seragam sekolah Raya esok hari.Sore telah tiba, aku kembali ke rumah, lalu segera mengemas pakaianku dan Raya.Saat hendak mengunci pintu, Tiba-tiba terdengar suara mobil mendekati dan gerungannya berhenti tepat di depan rumahku."Tumben." Pikirku. Lalu memutuskan untuk membuka kembali pintu rumah ini. Tanpa menoleh pada Mas Yoga yang terdengar menutup pintu mobil, aku melangkah masuk terlebih dahulu dan menunggu suamiku di ruang tempat kami biasanya berbicara. Di dapur. Kuputuskan untuk mengambil jus kemasan yang ada di dalam lemari pendingin, mungkin itu akan membuatku sedikit relax sebelum mendengar penjelasan Mas Yoga.Dari sudut mataku, aku melihat Mas Yoga tengah duduk sambil melempar kunci kendaraan ke meja."Mau jus?" tawarku. Kuletakan gelas yang sudah berisikan jus orange tepat di depannya."Tidak.""Mana Angga temanmu? Bukankah kita sudah sepakat," ucapku, lalu aku duduk berhadapan dengannya. Mengambil kembali gelas itu dan meminum jus tersebut dengan beberapa kali tegukan."Sebentar lagi akan datang." Ia berbicara singkat dengan wajah ditekuk.Tak lama terdengar suara mobil berhenti di depan rumahku. Mas Yoga berdiri dengan malas dan melangkah menuju pintu depan. Kemudian selang beberapa menit ia datang kembali, mengajakku berbicara di ruang tamu.***"Siang, Bu Yoga," sapa Angga ketika melihatku menghampiri mereka. Kami berjabat tangan begitu pun dengan perempuan muda di samping Angga. Wajah mereka terlihat pucat, seperti seolah mereka melakukan kesalahan besar. Ada sedikit rasa tak enak jadinya, mudah-mudahan saja aku yang salah. Dengan begitu masalah kami akan cepat terselesaikan."Silahkan duduk!" pintaku. Lalu aku duduk berhadapan dengan Angga dan perempuan muda yang sedang menggendong bayinya. Kuperkirakan bayi itu berumur kurang lebih 3 bulan. Bayi itu rewel dan nampak gelisah. Ibunya sedikit mengguncangnya, mungkin berharap ia mau tenang. Aku yakin itu bayi perempuan karena terlihat memakai sepatu bayi yang berenda.Mas Yoga memilih duduk di sebelahku, sangat dekat, membuatku tidak nyaman, bahkan perempuan yang belum kuketahui namanya itupun melihat kami dengan tatapan tidak nyaman. Tak ada senyum dari wajahnya, hanya lirikan matanya sesekali mengarah pada Mas Yoga."Aku ambilkan minum sebentar," ucapku lalu kupindahkan tangan Mas Yoga yang merangkul pundakku setelah itu berdiri."Tidak usah repot, Bu. Kami tidak akan lama, sepertinya anakku tidak nyaman bertandang, selain kurang sehat, memang aku tidak terbiasa mengajaknya keluar rumah pada sore hari," ucap perempuan itu. Ia terus mengayun anaknya yang bertambah rewel. Bahkan sampai memutuskan untuk berdiri dan memunggungiku. Akupun duduk kembali.Angga masih terlihat gelisah, tangannya saling bertautan dan duduk agak sedikit membungkuk, bahkan sesekali nampak olehku ia mengembuskan nafas. Apa ia takut aku membahas perempuan yang kutemui bersamanya tadi?"Baiklah, sebelumnya aku minta maaf telah membuat kalian datang ke sini. Langsung saja, aku ingin menanyakan tentang struk yang kutemui di pakaian suamiku, benarkah itu titipan kalian?""Ehm, seharusnya kami yang meminta maaf, karena kami Pak Yoga jadi dalam masalah," jelas Angga."Sudah aku bilang kan padamu, aku berkata jujur," celetuk Mas Yoga, membuat perempuan itu menoleh pada suamiku dan tersenyum tipis.Hatiku merasa ada yang aneh. Kenapa perempuan itu melirik seperti tak suka pada Mas Yoga."Baiklah kalau begitu, kali ini aku percaya." Mengakhiri interogasi ini, jujur aku merasa sedikit bersalah. lebih cepat merak pulang akan lebih baik untuk putrinya."Kalau begitu kami permisi, Bu, Pak," pamit Angga, lalu ia berdiri. Terlihat Angga benar-benar tegang."Bu, maaf, boleh aku berbicara sebentar!" pinta perempuan itu. Membuat mata Mas Yoga membulat. Angga melirik padaku dan juga perempuan itu."Bicaralah di sini saja!" titahku, Aku pun berdiri."Aku dengar Ibu mempunyai usaha kuliner, kalau boleh, aku ingin bekerja untuk membantu keuangan keluarga kami, Mas Angga adalah karyawan biasa yang berupah kecil, tidak seperti Pak Yoga yang sudah mempunyai jabatan penting di perusahan. Aku bisa memasak berbagai masakan Nusantara, aku harap Ibu mau menerimaku berkerja. Kami butuh biaya hidup, sedangkan aku hanya lulusan SMA dari kampung, tidak mudah untukku mencari pekerjaan di kota." Mohon perempuan itu.STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 5"Bagaimana kamu bisa bekerja? sementara anakmu masih terlalu kecil untuk ditinggal, Dina. Siapa yang akan mengasuhnya?" pertanyaan Mas Yoga pada Dina sungguh diluar perkiraan. Ia berbicara pada perempuan itu dan menyebut namanya seolah sangat mengenal Dina dengan baik."Aku akan menitipkannya pada mertuaku, aku yakin Ibu dari suamiku tidak akan keberatan mengasuh cucu kesayangannya, pasti ia akan dengan senang hati merawat cucu yang ia idam-idamkan selama bertahun-tahun, Bapak tahu? Menantunya yang lain tidak bisa memberikan keturunan. Hanya aku yang bisa memberikan penerus mertuaku," jelasnya yakin dan penuh percaya diri. Sementara Angga kulihat hanya diam saja, seperti tak ada wibawanya atas ucapan istrinya.Ada rasa sesak mendengar pengakuan istri Angga, ia terdengar congkak, ucapannya seolah merendahkan wanita lain yang tak bisa melahirkan bayi sepertinya.Ku tarik nafas dalam dan membuat suatu keputusan agar bisa lebih mengenal Dina."Ak
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 6***"Dina. Kenapa kamu ada disini?" Mataku terbelalak mendapati Dina yang membuka pintu rumahku."Siapa?" Suara Mas Yoga terdengar dari dalam.Dina menoleh ke sumber suara."Ibu, Pak," jawab Dina pada Mas Yoga.Aku mendorong pintu dengan kasar agar terbuka lebar. Dina tersentak, lalu mundur beberapa langkah saat tubuhku maju dan hampir menyenggol lengannya.Mas Yoga nampak pucat melihat wajahku yang menunjukan amarah."Kalian ngapain berdua di rumahku?" tanyaku dengan nada tinggi. Mataku tajam melirik Dina lalu menatap Mas Yoga."Loh, bu-bukanya kemarin kamu yang menyuruh Dina kerumah kita pagi ini?" Mas Yoga tergagap.Nafasku memburu. Mas Yoga mendekatiku, sementara Dina menjauh menghindariku."Ada hubungan apa kalian sebenarnya? Kalian bukan mahram, berani-beraninya kalian berdua di dalam rumah dengan pintu tertutup." Tak kupedulikan ucapan Mas Yoga, aku terus mencercanya dengan berbagai pertanyaan."Tenang, Indri. Pikiranmu terlalu jauh. I
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 7Aku dan Andi menurunkan beberapa kantong besar, juga dibantu oleh kedua perempuan yang menyambut kami baru saja. Kami membawa masuk makanan tersebut ke dalam rumah dan akhirnya di sambut oleh Pak Andi si pelanggan catering kami dan juga petugas keamanannya. Sedikit berbasa basi lalu pamit undur diri. Karena pembayaran sudah full di muka, maka kami pun ingin cepat pergi.Perempuan itu--Anya yang pernah aku temui bersama Yoga sesekali melirikku dengan ragu. Takku acuhkan. Sungguh aku tidak mau ikut campur urusannya dengan Angga. Walau, sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang menggangu pikiranku akan hubungannya dengan Angga."Bu, sebentar," Anya mengejarku ketika aku sedang membuka pintu mobil. Aku menoleh.Kutatap matanya, ia tertunduk."Boleh aku berbicara sebentar!" pintanya. "Tidak lama." Lanjutnya lagi, lalu Anya meyakinkanku meminta sedikit waktu."Baiklah.""Sebagai perempuan aku ikut prihatin dengan masalah yang menimpa rumah tangga Ibu
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 8Kulihat mata Raya terpejam lagi. Akhirnya aku memutuskan menggendongnya ke kamar. Saat aku berdiri, telepon genggamku di meja berdering. Aku melirik pada Mama."Sini mama saja yang gendong Raya," ucap Mama menawarkan diri."Raya sekarang sudah berat sekali, Ma. Mama tolong angkat teleponku saja, ya!" pintaku.Sementara aku melangkah menuju kamar Raya. Kudengar Mama menyebut nama Mas Yoga. Mungkin Mas Yoga baru sampai di rumah dan tak mendapati aku di sana, mungkin juga karena itulah ia menelpon.Tak lama aku kembali menghampiri Mama."Mas Yoga ya, Ma?" tanyakuMama tak menjawab, malah mengulurkan tangannya untuk memberikan teleponku, lalu pergi menuju arah dapur. Mungkin Mama sengaja meninggalkanku agar aku lebih leluasa berbicara dengan Mas Yoga."Hallo, Mas!""Kamu mau menginap lagi? Kamu mau merajuk lagi? Apa kamu tidak lelah bertengkar setiap hari? Kamu curiga lagi karena aku tidak menepati janji?" Mas Yoga memberondongiku dengan beberap
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 9"Baiklah, Dina. Aku akan memberikanmu kesempatan bekerja di sini. Hari kerja hanya 5 hari dalam seminggu, tetapi liburnya akan di gilir, jika ada keperluan mendadak akan diganti dengan hari libur kerjamu. Kalau kerjamu bagus dalam seminggu ini, kamu akan terus lanjut bekerja, jika bayi ini menghambatmu bekerja, maaf, aku tidak bisa mempekerjakanmu di sini," jelasku."Baikah, Bu. Terima kasih atas kesempatan yang Ibu berikan padaku. Aku akan berusaha sebaik mungkin dalam bekerja dan berjanji akan bekerja dengan rajin." Mata Dina berbinar.Kulihat anaknya menggeliat lagi. Aku beranjak dari kursi dan berpindah duduk di sebelah kiri Dina. Ku amati anaknya lalu meminta Dina memberikannya padaku."Bayi yang cantik," ucapku saat menatap wajah makhluk Tuhan yang mungil ini di pangkuanku. Tanpa terasa mataku basah. Ku buang pandanganku dari Dina. Cengeng sekali hatiku ini. Sangat mudah terharu melihat hal itu. Ucapku dalam hati."Baikah, Bu. Apa aku b
STRUK BELANJA DISAKU CELANA SUAMIKUBAB 10"Tidak bisa, Sayang. Maksudku, begini. Ada yang ingin aku ceritakan padamu. Tentang masalah pekerjaanku, aku sengaja datang kesini untuk meminta pendapatmu."Aku sedikit kecewa. Kutatap bayi itu dengan seksama, bibir mungilnya sibuk meminum susu buatan ibunya. Sebenarnya aku ingin sekali bertanya pada Dina. Kenapa ia sampai memberikan susu formula untuk anaknya? Kenapa ia tidak memberikan ASI-nya saja? Tetapi, urung aku lakukan, sepertinya tidak pantas aku mencampuri urusan orang lain yang baru aku kenal."Sayang, ayo kita pergi makan siang, aku sudah lapar," pinta Mas Yoga memaksa. Membuatku sedikit tersentak."Dina, maaf. Tadinya aku ingin lebih dekat dengan Yuna dan kamu. Mungkin lain kali, itu pun jika kamu mau." Ku sentuh lagi kaki bayi mungil itu."Iya, Bu. Tidak apa," ucap Dina, lalu ia tersenyum simpul dan menunduk. "Kalau begitu saya permisi keluar, Bu!" Ia meletakan Yuna--bayi mungil itu ke sofa, membereskan peralatan bayi yang ia k
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 11Gegas aku masuk ke dalam, setengah berlari, lalu masuk ke ruanganku. Tak kulihat Dina di sana, hanya ada Yuna yang sedang menendang-nendang juga kedua tangannya yang bergerak-gerak ke segala arah.Ku pindai sudut ruangan ini, tak ada bekas tanda barang yang dilempar. Apa mungkin Icha salah mendengar? Dan Raya, kemana ia?Ku putuskan mencari Raya, apa Raya tadi langsung masuk ke dapur?"Raya!" panggilku saat melihatnya di ruang masak."Ya, Ma," jawab Raya sambil menoleh."Jangan menggangu Kakak-Kakak di dapur, lebih baik Raya temani Yuna bermain, ya!" seruku. Raya mengangguk lalu pergi menuju ruangan tempat Yuna berada.Setelah itu, mataku tertuju pada Dina bersama dengan anak-anak membantu mem-packing pesanan berikutnya."Dina!" panggilku. Dina menoleh, tangannya berhenti mengemasi makanan di hadapannya. Lalu ia berjalan mendekatiku. Ku ajak Dina sedikit menjauh dari meja tempat mem-packing makanan."Iya, Bu. Ada apa, Bu?" tanya Dina.Kulirik
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 12***Sudah dua kali aku menekan bel di depan pintu rumah Mama Rini. Ku lihat penunjuk waktu di tanganku, lama, masih saja tak ada yang membuka, andai Mama tertidur di kamar, apa mungkin ART-nya ikut tidur juga.Lebih baik ku coba menanyakan nomor ART Mama pada Mas Yoga, kalau menelpon Mama, aku takutnya malah akan mengganggu istirahatnya.Gegas ku rogoh tas kecil yang dari tadi kugamit di antara lengan dan ketiak. Saat sedang menekan nomor Mas Yoga tiba-tiba terdengar suara knop pintu yang berputar. Setelah itu, nampaklah wajah perempuan yang biasa membantu Mama Rini mengurusi rumahnya ini."Mbak Indri, maaf menunggu lama. Silahkan masuk Mbak!" Ia membuka pintu itu dengan lebar, menyingkir ke sisi memberikanku jalan.Ku genggam tangan Raya erat, lalu melangkah berlahan. Mataku menilik bagian-bagian ruangan yang terlihat sama saat terakhir aku menemui Mama setahun yang lalu. Membuat memoriku kembali mengingat ucapannya yang menyayat hatiku. Ma
STRUK BELANJA DI SAKI CELANA SUAMIKUBAB 50"Kamu cari apa, Can?" tanya Tante Purnomo pada anaknya."Ini, Ma." Candra menunjukan benda kecil berbungkus kain velvet berwarna merah yang baru saja ia keluarkan dari saku celananya.Tante Purnomo mengambilnya lalu membuka kotak tersebut. " Masya Allah, cantik banget, Can. Ini untuk Mama?" tanya Tante Purnomo pada Mas Candra.Aku tersenyum melihat pemandangan indah itu. Begitupun Pak Purnomo dan Mas Candra.Jadi acara makan-makan ini untuk memberi kejutan pada Tante Purnomo? Ulang tahun kah? Atau ini acara perayaan pernikahan mama dan papanya Mas Candra?"Ehem! Mama ini, nggak malu sama Indri?" Kini Pak Purnomo yang angkat bicara."Nggak apa-apa kok, Pak. Anggap aja Indri nggak lihat," ucapku sambil tersenyum."Ih, Indri ini. Jangan panggil Papa dan Mama dengan panggilan Pak, Bu!" Tante purnomo mengulum senyum lalu meletakan kotak kecil tempat cincin indah di meja menghadap padaku tanpa ia tutup kembali."Cincinnya bagus Tante, pasti cocok
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 49"Siapa yang ingin kita temui, Mas?""Nanti kamu akan tahu."Aku merasa diriku tidak sedang baik-baik saja. Jika orang yang mau kami temui itu orang penting, rasanya tidak pantas aku mendampingi Mas Candra. Lebih baik aku ke toilet untuk mencuci muka. Agar nantinya terlihat segar kembali.Ketika sudah melewati pintu masuk restaurat, aku memberitahu Mas Canda untuk pergi lebih dulu menemui orang yang Mas Candra maksud."Aku ingin membasuh mukaku, Mas. Rasanya wajaku terlihat kusut."Mas candra tersenyum. "Mau aku antar?"Aku terkejut mendengarnya. " Masa iya Mas mau mengantarku ke toilet?""Bu-bukan begitu, aku mengantarnya sampai di depan pintu saja, bisa dikeroyok ibu-ibu kalau aku masuk ke toilet wanita, Indri." Wajah Mas Candra memerah.Sikap salah tingkah Mas Candra membuatku tersenyum simpul. Begitupun Mas Candra, senyumnya mengembang seketika saat senyumku menjadi tawa."Syukurlah, aku senang melihat kamu bisa tersenyum lagi, Indri. Bai
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 48"Mas, kamu!" Aku langsung berdiri ketika melihat sosok yang berdiri di hadapanku."Bu, mau aku panggilkan Andi?" tanya Icha. Icha sama kagetnya denganku. Aku mengangguk lalu Icha bergegas keluar."Tenang, Indri. Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin sekedar bertemu denganmu. Salahkah aku mengkhawatirkan keadaanmu. Aku hanya ingin melihat apakah kamu baik-baik saja atau tidak. Susah payah aku mencari keneradaanmu, sengaja kah kamu meghindari aku?"Wajah Mas Yoga terlihat kusut, rambutnya sudah terlihat memanjang. Begitupun di bawah matanya, seperti ada bayang hitam. Ah, apa peduliku padanya. Aku sudah bukan siapa siapanya lagi kali ini."Kita sudah tidak ada hubungan lagi, Mas. Sekarang kita telah resmi berpisah. Buat apa kamu harus tahu urusanku? Aku minta kamu pergi dari sini! Sebelum Andi menarikmu keluar." Aku mengancam Mas Yoga.Dalam hati aku berharap agar Andi cepat datang. Aku tidak mau Mas Yoga berbuat hal yang tidak-tidak di r
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 47"Aku akan menelpon Mas Yoga supaya dia tau kamu ada di sini." Kuletakkan gelas dari tanganku ke meja.Dina menggeleng. "Aku mohon jangan, Bu!" Dina menempelkan kedua telapak tangannya untuk memohon."Indri ini sudah malam. Apa lebih baik kita selesaikan besok saja." Mas Candra memberi saran."Tidak, Mas. Lebih baik suaminya tahu. Ada istri dan anaknya di sini," jelasku pada Mas Candra."Tapi, Ndri. Apa ini tidak menyakitkan untukmu." Mas Candra berkata pelan.Aku menoleh pada Mas Candra. "Maksud Mas apa?" tanyaku."Bukan kah kamu dan Yoga sudah memutuskan bercerai? Jadi untuk apa lagi kamu mengurusi hidup Yoga?" Mas Yoga menatapku dalam.Ucapan Mas Candra sukses membuatku merasa tertampar. Mas Yoga bukan lagi bagian dari hidupku, jadi untuk apa aku harus ikut campur dengan masalah antara Dina, Mas Yoga dan Yuna.Benar juga kata Mas Candra, apa tidak akan menyakitkan melihat Dina, Mas Yoga dan Yuna bersama. Bukan aku tak rela. Tetapi, luka it
STRUK BELANJA DISAKU CELANA SUAMIKUBAB 46"Nanti saja jika kita punya waktu berdua. Sekarang di sini ada Candra." Bu Mila terkekeh.Mendengar ucapan Bu Mila wajah Mas Candra terlihat aneh, ia melirik pada Bu Mila lalu melirikku, begitu terus berkali-kali. "Rahasia apa, Bu? Kok aku nggak boleh dengar?" Mas Candra protes."Hais, mana boleh ngasih tau ke orang yang sedang ingin Ibu gosipi." Dari wajah Bu Mila terlihat senang menggoda Mas Candra.Ketika aku dan Mas Candra saling tatap karena aneh melihat sikap Bu Mila, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangan ini."Masuk!" Teriak Bu Mila.Ternyata Sari--salah satu perawat anak-anak panti yang melakukan itu."Bu, ada tamu yang cari Bu Mila," ucap Sari. Aku menoleh ke arah Sari."Malam-malam begini? Suruh masuk saja!" Wajah Bu Mila berubah serius.Akhirnya Sari keluar ruangan ini, ia menuruti perintah Bu Mila untuk memangil tamu yang datang. Karena pintu tidak Sari tutup ketika ia masuk, aku dapat melihat punggung perempuan yang bertamu.
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 45POV: Indri"Bu, ada tamu yang mencari Ibu." Tiba-tiba Icha masuk tanpa permisi."Icha, kamu bikin aku kaget saja." Sungguh aku salah tingkah melihat Icha memergokiku sedang menopang dagu berlandaskan meja, karena terkejut itu pula, lah. Daguku terpeleset dari topangan tangan."Maaf, Bu. Tadi pintunya udah kuketuk, tapi, nggak ada jawaban dari Ibu. Ya, udah aku masuk." Icha menunjukan baris giginya.Aku menghela nafas. Lalu menanyakan siapa tamu yang Icha maksudkan."Mungkin pelanggan tetap Ibu barang kali.""Mana ada pelanggan tetap mau datang ke sini sebelum bikin janji. Apa jangan-jangan ada yang mau komplain masakan kita, Cha? Suruh tamu itu masuk ke ruangan saya, Cha!" Aku merapihkan meja yang tak berantakan, juga merapihkan blazerku hitamku. Icha pun segera keluar menuruti perintahku.Tak lama terdengar suara ketukkan pintu. Lalu muncul lah sang tamu yang Icha maksud."Selamat siang, Bu Indri!" Laki-laki berjas hitam berjalan mendekati
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 44POV: CANDRAAku tahu betul maksud ucapan Papa, yang sebenarnya hanyalah untuk pelampiasan emosinya saja, aku juga yakin, bahwa bukan gosip di kantor tempatku bekerja yang menjadi pemicunya menjadi tidak sadarkan diri, dan mengakibatkan ia berada di rumah sakit ini sekarang.Kalau boleh aku menjawab ucapan Papa, ingin sekali rasanya aku mengatakan bahwa jangan pernah mengungkit mendiang istriku yang sudah tiada. Tapi sayangnya, Papa sedang tidak sehat, aku tidak mau memperburuk keadaan Papa. Lebih baik kali ini aku yang mengalah. Dan tidak mematik emosinya."Maaf, Pa. Aku memang salah." Ucapan itu meluncur begitu saja, entah karena aku malas melayani kemarahan Papa atau kasihan atas kondisinya yang sedang tidak sehat.Papa tersenyum sinis."Benar apa yang di katakan Bu Mila," lanjutku lagi. Lalu aku duduk kembali di kursi dekat Papa."Bu Mila panti?" tanyanya."Ya, Bu Mila mengatakan aku dan Papa sama-sama keras kepala. Dan aku tidak mau disa
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 43POV: Candra***"Ma, bagaimana keadaan Papa sekarang?" tanyaku saat menemui Mama yang baru saja keluar kamar perawatan.Mama tidak menjawabku, malah menoleh pada Indri yang bediri di belakangku. Aku bergeser, agar Mama bisa lebih jelas melihat Indri."Malam, Bu Purnomo!" Sapa Indri sambil melangkah mendekati Mama, lalu mengulurkan tangan, Mama mengganguk."Apa kita pernah bertemu?" tanya Mama, Mama akhirnya menyambut uluran tangan Indri."Dulu sekali, Ma." Sengaja aku yang menjawab pertanyaan Mama.Mama menoleh padaku, lalu mengangkat alisnya. Kemudian tangan mereka berlahan merenggang dan terlepas."Indri, dia pernah aku bawa ke rumah ketika kami masih kuliah, ah, Mama pasti lupa," lanjutku."Oh ..., ya, ya. Mama ingat. Mama mana bisa lupa, itu bukanya pertama kali kamu membawa gadis untuk diperkenalkan ke Mama," seloroh Mama."Ehem." Sengaja aku berdehem agar Mama tidak membuka kartuku dimasa lalu.Kulihat Indri melirikku."Indri temani Ta
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 42POV: Candra"Maksud Bapak perempuan itu Indri istriku?""Indri? Apa kamu yakin Indri itu perempuan spesial yang pantas aku miliki?" Aku berbalik tanya."Kita sama-sama tahu, Pak. Indri memang perempuan intimewa. Aku masih mencintainya dan aku yakin Indri juga, cinta kami tidak akan berubah, masih sama seperti di masa kita kuliah dulu." Yoga mengangkat alisnya. Lalu tersenyum sinis.Yoga memang bersikap formal terhadapku di kantor ini. Padahal ia sebenarnya tidak perlu melakukan itu. Jujur aku lebih senang kalau ia mau menganggapku sebagai kawan lamanya."Aku setuju atas ucapanmu Yoga, Indri memang istimewa. Tapi, apa kamu yakin Indri masih mencintaimu?" Sengaja aku mengatakan itu, agar ia tahu aku tidak akan mau mengalah lagi kali ini.Pintu lift terbuka, kutinggalkan Yoga. Reaksi yang kudapat dari jawaban Yoga tidak membuatku puas. Malah membuatku insecure atas niatku mencari jawaban hati Indri padaku nanti.Tak kusangka ternyata Yoga menge