*Apa bedanya kamu sama transfusi darah?*Kalau transfusi darah bisa mengobati anemia. Kalau kamu bisa mengobati kerinduan.***"Kenapa Nis?"Ayah berlari ke arahku dengan tergopoh-gopoh bersama beberapa karyawan warung apung."Tolong saya Pak, perut saya sakit," Anin merintih sambil memegangi perut."Kenapa bisa menjadi seperti ini, Nis? Kenapa dengan Anin?"Ayah memandangiku dengan tatapan menuntut jawaban.Aku menggelengkan kepala."Ganis juga tidak tahu. Sekarang yang terpenting adalah membawa Anin ke rumah sakit. Bantu Ganis membawanya.""Apa tidak telepon ambulance saja?" usul salah seorang karyawan."Terlalu lama. Takut perdarahannya bertambah banyak."'Lagipula ponsel Ganis nyemplung kolam, Yah.'"Ya sudah, ayo bantu."Ayah memberikan isyarat pada beberapa karyawannya.Beberapa karyawan menggotong tubuh Anin ke dalam honda jazz ayah."Sudah Yah. Ayo berangkat."Aku memberikan instruksi pada ayah saat sudah memastikan posisi Anin nyaman dan aman.Darah mulai membasahi dressnya.
*Kamu adalah pikiran terakhirku sebelum tidur saat malam dan pikiran pertamaku saat aku bangun keesokan harinya.***Menerima pernyataan cinta di ruangan bersalin? Uh! Gak romantis banget. Mimpi apa aku semalam."Dokter, ini masalah serius. Jangan main-main."Aku mambalas menatap mata Reyhan yang dari tadi memandangiku."Aku juga serius. Dan kamu tidak punya alasan untuk menolak. Mari nanti kita temui suami bu Anin dan menceritakan tentang hubungan kita."Tangan Reyhan terulur hendak memegang bahuku.Refleks, aku mundur selangkah. "Baiklah, ayo kita coba 3 bulan dulu."Reyhan tampak semringah. Lalu dia menoleh pada Anin."Bu Anin, saya merasa bersalah dan ikut sedih dengan musibah yang terjadi atas diri Ibu. Percayalah, kalau Allah sudah mengambil sebuah titipan dari hambaNya maka Allah juga akan memberikan ganti yang lebih baik. Semoga setelah ini Ibu segera hamil dengan kondisi lebih baik dan lebih siap lagi."Reyhan mengatakan dengan memandangi mata Anin. Dan terlihat mata Anin m
š Apa bedanya kamu dan cincin?* Kalau cincin melingkar di jariku. Kalau kamu melekat di hatiku.***"Ganis, anakku tertabrak motor dan sekarang sedang diantar ke sini!"Apa? Aku tidak salah dengar kan? Baru saja Reyhan bilang anak?"Anak? Ka-mu punya anak?" Aku mengeja pertanyaan dengan setengah rasa tidak percaya."Kamu akan tahu kebenarannya setelah ini ya, Nis. Kumohon tenang dulu."Aku menahan diri untuk segera bertanya dan protes saat ponsel di saku jas putih Reyhan berdering nyaring.Reyhan menyerahkan ponselnya padaku saat dia melihat nama penelepon di layar ponselnya.Calon ayah mertua.Antara menahan senyum dan penasaran aku menerima ponsel Reyhan. Sejak kapan dia menamai nomor kontak ayahku dengan nama itu?"Halo Ayah.""Halo Nis, Ayah tidak bisa jemput kamu. Ada acara tivi lokal yang datang meliput ke warung apung kita dan mewawancarai Ayah. Kamu naik grab saja ya untuk ke warung buat ambil motor?"Aku menghela nafas. "Baiklah Yah. Tidak apa-apa. Semoga sukses acaranya."
Cinta adalah saat kita merasakan getaran rasa di dalam dada. Saat memandanginya akan menjadi saat terindah. Dia yang selalu terucap dalam setiap doa.***"Sekali lagi aku mencoba mencari ibunya dengan sabar, tapi tetap saja aku tidak bisa menemukannya. Jadi Rengganis Yasmin, aku sudah jujur tentang masa laluku. Maukah kamu tetap menerimaku?" tanya Reyhan dengan suara serak.Aku menghela nafas panjang dan memandanginya. Lalu sesaat kemudian aku menjawab, "kita jalani saja ya Dok. Kita kan nggak akan tahu apa yang akan terjadi ke depannya." Reyhan hanya terdiam. Tapi sedetik kemudian, dokter Reyhan mulai usil lagi."Nis, kita sudah di luar lingkungan rumah sakit loh. Bisa nggak manggilnya jangan dak dok dak dok mulu. Panggil mas aja.""Sip. Oke Mas Rey. Sekarang kita nyari Hp dimana?" tanyaku seraya tersenyum. Sebenarnya aku menutupi rasa kecewa di hati. Aku yang sejak kecil menjunjung tinggi berhubungan setelah menikah sekarang didekati oleh laki-laki yang telah melakukan bukan hanya
*Apa bedanya hari minggu dan cintaku padamu?*Kalau hari minggu weekend. Kalau cintaku padamu will never end.***"Kalau mau tahu tentang sifatnya, tanya orang tuanya dan lihat seperti apa teman akrabnya dan juga gaya hidupnya. Kalau yakin, bilang sama Ayah. Langsung Ayah lamarkan. Kalian menikah bersamaan sebulan lagi setelah kita ngobrol sekarang? Bagaimana?""Hah?!" Seruku dan Mas Aris bersamaan. Lalu hening merajai suasana ruang makan."Ayah serius?" tanya mas Aris hati-hati. "Tentu saja. Ayah tidak mau anak-anak Ayah tersandung masalah kumpul k*bo."Aku menoleh pada Bunda. Bunda hanya tersenyum saja dan menbalas menatapku. 'Duh, kenapa sih Ayah tahu dari Bunda. Coba tahu sendiri dari Reyhan. Lagipula, aku juga baru tahu soal Bian kemarin.'"Dan kamu, Nis. Kamu tahu sejak kapan kalau Reyhan suka berbohong? Bukankah kalian adalah teman kerja?""Yah, Reyhan bukan tipe pembohong. Rengganis juga baru tahu tentang Bian kemarin. Kan Reyhan baru kenal ayah dan bunda. Baru sekali berkun
*Cinta dan sayangku padamu itu kayak kuku jari. Selalu tumbuh terus walaupun dipotong rutin.***Aku dan Reyhan serempak saling memandang. "Mami!" Bian mengulurkan tangan pada mami Reyhan dan neneknya itu menangkapnya dengan suka cita."Wah, jangan sampai merepotkan temannya kakak ya?" Maminya Reyhan mengelus kepala Bian pelan.Bian mengangguk. Astaga, rupanya Bian memanggil Reyhan dengan sebutan kakak dan neneknya dengan sebutan mami.Aku segera menyalami mami Reyhan dan mencium punggung tangannya. "Siapa namanya kemarin? Reng-Rengganis ya?" mami mas Reyhan tampak mengingat-ingat namaku."Iya Mi.""Kapan datang Nduk?" tanya perempuan berpenampilan sosialita itu."Seperempat jam yang lalu, Mi.""Kapan kalian menikah?"Haduh!"Sesegera mungkin, Mi," sahut Reyhan."Kasihan Bian. Dia butuh kasih sayang seorang ibu," tukas mami Reyhan sambil mengelus kepala cucunya."Uhm, maaf. Tapi seandainya mamanya Bian datang dan ingin memperbaiki hubungan antara mas Rey dan dia gimana?" tanyaku l
*Kamu itu seperti upil, dan aku jari kelingking. Akan kucari sampai dapat.***Ayah, bunda dan mas Aris memandangku penuh rasa terkejut karena Rengganis yang selama ini tomboi dan kurang suka baju lengan panjang mendadak berubah."Kamu serius? Kalau sudah mantap berhijab, lebih baik enggak buka tutup loh Nis.""Bunda bener. Insyallah Ganis sudah memantapkan hati.""Kalau untuk baju biasa lengan panjang kita bisa beli sekarang, tapi untuk baju dines, bagaimana? Apa mau menjahitkan baju seragam dulu, setelah jadi, baru berjilbab?" tawar bunda.Aku berpikir sejenak."Nggak bisa Bunda. Aku ingin berjilbab lusa saat masuk dines setelah aku cuti.""Lantas, bagaimana dengan seragamnya? Tidak mungkin kan menjahit tiga potong seragam dalam waktu sehari?" tanya bunda bingung."Ganis ada ide, bunda tenang saja. Yang penting Ganis telah mengatakan keinginan Ganis dan bunda membantu mencarikan toko atau butik untuk membeli baju dan jilbab.""Wah, kalau keinginan baik, harus didukung dong."Ayah me
š Cintaku padamu seperti diare. Tak bisa kutahan. Terus mengalir begitu saja.***Rinta tampak mengingat-ingat. "Tadi saya sudah lemas dan badan sakit semua. Jadi tidak terlalu memperhatikan susternya. Uhm, tunggu! Sepertinya yang menyuntik saya seorang suster yang di hidungnya terdapat tahi lalat. Di nametaggnya ada nama Su-san."Reyhan dan aku sama terkejutnya.'Susan? Tidak mugkin dia sengaja kan? Apa dia memang berencana memfitnahku? Tapi segitu piciknyakah sampai dia tega mengorbankan kesehatan pasien?'Berbagai pertanyaan berkeliaran dalam kepala."Jadi masalahnya dek Rinta ini ternyata alergi obat yang mengandung metamizole sodium. Yang terkandung dalam obat novalg*n, antalg*n, dan infalg*n. Kemungkinan dek Rinta kemasukan zat tersebut. Tapi tidak usah cemas, karena kami sudah memberikan terapi untuk menangani masalahnya. Jadi insyallah tidak terjadi hal-hal yang membahayakan lagi."Keluarga pasien memandangi Reyhan. 'Hm, menjadi good looking adalah sebuah anugerah yang dapat