* Kadang mencintai itu ibarat menggenggam pasir pantai dengan telapak tangan. Jika kamu terlalu longgar dalam menggenggamnya, cinta itu akan terlepas terkena hembusan angin. Tapi bila kamu terlalu erat menggenggamnya, cinta itu akan keluar menerobos dari sela-sela jarimu.***"Apa permintaan Papi? Kalau Reyhan bisa mengabulkan, pasti Reyhan akan langsung melakukannya."Papi berdehem. "Jadi permintaan Papi adalah agar kalian benar-benar mengasuh Bian dan calon adik-adiknya dengan baik dan jangan menelantarkan mereka karena alasan pekerjaan."Aku menghembuskan nafas lega. 'Oh, syarat itu. Insyallah bisa. Kukira syarat apa.'"Insyallah Papi. Masak Reyhan sama Rengganis tega menelantarkan anak sendiri. Nanti Reyhan atur waktu lah agar bisa tetap memperhatikan Bian, sekaligus memberikan nafkah untuk keluarga kecil Reyhan."Pandangan papi beralih padaku. "Bagaimana denganmu, Nis? Bisa kah kamu mencintai anak sambung kamu?" tanya papi."Insyallah bisa, Pi. Jangan khawatir."Aku mengulas seny
*Jangan pernah menanyakan seberapa besar rasa cintaku padamu tapi biar hanya Allah yang tahu seberapa sering namamu kusebut dalam doa.***Aku mulai melangkahkan kaki menuju jalan besar. Dan entah baru langkah keberapa saat tiba-tiba terdengar suara klakson yang berbunyi nyaring dan Reyhan yang berteriak dari seberang jalan. "Tttiinnn!""Rengganis! Awas!""Aaarghh!"Aku, Niar, dan ibunya menjerit bersamaan. Dengan sigap, aku menarik Bian ke seberang jalan namun karena terlalu cepat berlari kakiku tersandung batu sehingga jatuh tersungkur dan untung saja kami selamat.Mobil yang nyaris menabrak kami berlalu begitu saja. Inginku memaki tapi segera ingat kalau aku sekarang berhijab dan di dekatku sedang ada anak kecil yang meringkuk terkejut serta ketakutan."Ganis! Kamu tidak apa-apa?" tanya Raihan seraya berlari ke arahku."Mobil tadi sepertinya sengaja hendak menabrakku," tugasku seraya mencoba berdiri dengan dibantu ibu Niar. Sedangkan Reyhan langsung memeluk Bian."Apa kamu sempat
Aku memesan jus mangga tanpa gula dan susu lalu meminumnya perlahan saat sebuah tepukan mendarat di pundakku."Rengganis?"Aku menoleh dan terkejut saat melihat di belakangku ada Erick!"Mas Erick?" tanyaku lirih."Rengganis apa kabar? Kenapa kamu di sini?" tanya mas Erick seraya duduk dihadapanku.Wajahnya terlihat pucat dengan rambut yang berantakan dan agak panjang. 'Kurasa dia kurang terawat,' batinku. 'Ah, tapi Apa urusannya denganku!'"Alhamdulillah, kabarku baik Mas. Aku disini untuk periksa kehamilan ...,"Belum selesai aku bicara mas Erik memotong kalimatku, "Mana Reyhan? Apa dia tidak datang? Apa pernikahan kalian ada masalah?" tanya Mas Erick memandangku serius.Aku terkejut mendengar pertanyaannya yang seperti sebuah harapan, maksudnya pertanyaannya seperti terkesan mengharap sesuatu yang buruk terjadi dalam hubungan pernikahanku dan Mas Reyhan."Mas Reyhan sedang ke Apotek. Mungkin antriannya banyak sehingga belum menyusul ke sini.""Oh."Hanya itu jawaban mas Erick. "Ka
* Ada perbedaan antara suka dan cinta kalau kau suka terhadap suatu tanaman, maka kau akan memetiknya. Namun bila kau mencintai suatu tanaman, kau akan merawatnya, menyiraminya, dan memupuknya sampai melihat tanaman itu tumbuh cantik, indah, dan subur.***Entah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba mbak Parmi membangunkanku."Bu Rengganis.""Iya mbak, ada apa?" tanyaku dengan mata setengah terpejam."Di ruang tamu, ada perempuan muda yang sedang mencari Ibu. Namanya Sandrina dan dia sekarang sedang mengajak Bian bermain bersama."Mataku langsung terbuka lebar. 'Ya Tuhan, bagaimana Sandrina menemukan rumah baru ini?'Aku segera meraih ponsel yang ada di dekatku lalu menghubungi Reyhan.Reyhan yang kini telah bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah sebagai ASN karena sebulan setelah resign dari klinik dokter Widodo, dia diam-diam mengikuti seleksi pegawai negeri.Memang dia merahasiakan hal ini pada papi dan mami agar jika tidak lulus, orang tua kami tidak merasa kecewa. Dan dia mencoba menja
* Please stay with me. Because without you, I am nothing.***Wajah Sandrina memucat saat petugas polisi yang datang bersama mas Reyhan mendekatinya. "Ikut saya ke kantor polis, Bu!""Tunggu Pak, saya butuh bicara dengan suami saya dan pengacara saya.""Nanti akan kita bahas di kantor polisi!" kata petugas polisi itu dan membawa Sandrina yang terus mengomel tidak karuan."Pak Ragil, bagaimana dengan istri saya? Saya minta surat visum, bisa? Saya perlu pengantar surat visum sebagai bukti bahwa istri saya telah mengalami penganiayaan."Reyhan memandang Sandrina geram. Sementara itu Bian tampak kebingungan dan memeluk mbak Parmi. "Mas, dia tadi sempat mengaku telah berusaha menabrakku kemarin," kataku lantang seraya menunjuk pada Sandrina yang mendelik."Jangan fitnah dan jangan bohong kamu. Apa kamu punya bukti?""Kami memang tidak sempat melihat apalagi menghafal nomor plat mobilmu. Tapi aku ingat dengan jenis mobilmu. Xeni* warna hitam. Dan apa kamu lupa 300 meter sebelum rumahku ad
*Apa bedanya kamu dan es kelapa muda? Kalau es kelapa muda menyegarkan, kalau kamu menyenangkan.***Dan saat hendak mengeringkan tangan dengan blower, tiba-tiba aku merasakan sesuatu meletus dari dalam jalan lahir.Cesss!Dan mengalirlah air ketuban jernih dari jalan lahir membasahi kaki."Mas Reyhan! Tolong!"Aku terduduk dan tidak berani berjalan agar air ketuban yang mengucur tidak semakin banyak."Maaas!"Aku berseru sekali lagi sambil beringsut mendekati gagang pintu. Untung saja tidak aku kunci.Saat aku hampir menggapainya, tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan wajah mas Reyhan yang penuh kecemasan."Rengganis?! Ketubannya pecah sekarang? Iya sih, kalau gemeli memang biasanya lahir lebih awal dari HPL, ini baru masuk usia kehamilan 36 minggu kan?" tanya mas Reyhan.Aku menganggukkan kepala."Ayo kita ke rumah sakit dokter Kemala saja ya. Kamu kan sejak awal lebih memilih ditangani dokter kandungan perempuan, daripada ditangani dokter laki-laki di RSUD?"Aku mengangguk. "Tapi
*Kenapa ikan tinggalnya di laut?*Kalau yang tinggal di hatiku itu kamu.***Hatiku berbunga mendengar tangisannya. Puluhan kata hamdalah terucap dari hati."Kemarin siapa yang mau dirahasiakan tentang jenis kelaminnya?" tanya dokter Kemala.Aku tersenyum sambil berusaha mengintip dari kain tabir. Tapi tetap tidak terlihat apapun."Anaknya yang keluar pertama, cewek, Mbak," tukas dokter Kemala memperlihatkan padaku sekilas."Karena lahirnya yang lebih cepat dari HPL, dan berat badannya lebih kecil daripada bayi biasa, anak Mbak harus masuk couve dulu ya.""Iya Dok," sahutku seraya mengangguk.Aku melihat seseorang karyawan perempuan lain, pasti perawat ruang bayi, menerima anakku dari dokter Kemala. Tak berapa lama kemudian, aku merasakan perutku diguncang-guncang lagi.Dan suara bayi pun terdengar memenuhi ruang operasi. "Selamat Mbak, anak kedua laki-laki."Dokter Kemala menunjukkan anakku, lalu dengan cepat menyerahkannya pada perawat di sebelahnya."Alhamdulillah." Aku mengucap
💕1,3,4,5,6,7,8,9,10. Sudah benar belum ngitungnya?💕Eh, nggak ada 2 nya ya? Sama seperti kamu dong. Tiada duanya di bumi ini.***"Astaghfirullah, siapa yang ngomong seperti itu?" tanyaku.Bian melepaskan pelukan dan memandangku. "Yang ngomong ke Bian adalah para tetangga yang tadi kesini," sahutnya lirih. "Kata mereka juga para tamu yang datang pasti semua hanya sayang pada adik bayi. Soalnya yang diberikan kado kan cuma adik bayi. Nggak ada yang ngasih kado ke Bian," sambung Bian lirih. Tanpa terasa air mataku meleleh membasahi gamis yang kupakai. Reyhan mendekati kami dan mencium kepala Bian. "Maafkan Papa, Sayang. Mau peluk Papa?" Reyhan merentangkan kedua tangannya ke arah Bian.Bian melepaskan pelukannya dariku dan menghambur ke arah papanya."Bian Sayang, hari ini mau nggak tidur sama Papa?"Bian terdiam dan memandangi mas Reyhan."Nanti Papa dongengin raja hutan."Bian menggeleng."Maunya tidur sama Mama. Kan didongengin Nabi dan Rasul. Boleh ya Pa?" Bian merajuk.Aku d