Tuk, tuk, tuk.
Ketukan jari di atas meja membuat hati dua orang di sana merasa tak nyaman. Siku kirinya, bertengger di atas armrest dengan dua jari yang menyentuh sisi wajah. Lucas kesal karena sejak pagi, tidak ada satupun anak buahnya yang memberikan kabar gembira. Terlalu kesal sampai ia tidak tahu harus berkata apa, selain meredam kemarahannya sekarang.
Mata dalam Lucas terus menatap tajam ke depan. Memandang dua pria di sana. Kekesalan semakin memuncak saat Jay--sekretarisnya--memberikan kabar kalau Abner mengirimkan pesan dan berkata, bahwa kakek tua itu sedang sangat bosan.
“Dia sungguh ingin membuatku menjadi anjingnya,” gumam Lucas, mendengkus dengan hati yang panas. “Dia menyediakan panggung dan ingin membuatku menari di sana?” Lucas berdecak. Dalam mimpi!
“Apa yang harus kita lakukan, bos?” tanya Alex yang belum lama ini membawa kabar buruk itu.
“Apa lagi?” Lucas beranjak dari kursi dan mengambil jas yang tergantung di sana. “Kita akan ke sana dan menjemput Erica.”
Sungguh licik. Abner memang menyerahkan Erica, tetapi bukan kepadanya. Melainkan Harry, sepupu sekaligus musuhnya. Mengambil Erica di sana, tentu tidak akan semudah mengambil sebuah permen dari anak kecil.
“Jay, handle semua urusan di sini,” titah Lucas pada sekretarisnya. Padahal sudah lima hari ia absen dari kantor dan membebankan tugasnya pada Jay. Sekarang, Lucas harus kembali meninggalkan pekerjaan sebagai CEO dari perusahaan INT.
INT Company adalah sebuah perusahaan yang mengembangkan mikroprosesor. Perusahaan teknologi multinasional yang juga merupakan produsen chip semikonduktor terbesar di dunia.
“Baik, bos,” jawab Jay. Pria manis yang selalu dielukan sebagai pria multitasking. Pun satu-satunya orang di perusahaan ini yang tahu bahwa Lucas juga bagian dari kelompok mafia.
“Ah, maaf bos.” Jay menghentikan langkah kaki Alex dan Lucas. “Bagaimana rapat dengan para pemegang saham nanti sore?”
Sial! Lucas lupa dengan itu. Terlalu banyak yang diurus sampai ia lupa dengan hal menyebalkan itu. Padahal ia sudah memberikan jawaban atas kenaikan persentase keuntungan. Namun, sepertinya mereka tidak puas.
“Sambungkan denganku nanti dan katakan pada mereka untuk mengirimkan dokumen penjualan bulan ini, kirimkan dalam satu jam sebelum rapat dimulai.”
“Baik bos,” ujar Jay seraya menundukan kepala.
Lucas dan Alex pun keluar dari ruang kantor. Berjalan ke arah lift sambil mengendurkan dasi, Lucas pun memainkan ponsel yang baru saja ia ambil dari sakunya.
Menekan angka dua, sebuah nama dengan inisial S pun terhubung. Dalam hitungan detik, terlihat sambungan Lucas pun diterima.
“Oh, siapa ini?”
“Bagaimana dengan Erica?” timpal Lucas begitu suara wanita menyapa telinga.
“Ck, tidak bisakah kau menanyakan kabarku lebih dulu?”
“Kau tentu baik-baik saja,” jawab Lucas, kaki-kaki berselimut sepatu kulit hitam itu memasuki lift. Tidak ketinggalan, Alex yang juga turut selalu berada dua langkah di belakangnya.
“Yah, itu sudah keharusan. Karena kau tidak akan suka kalau aku terluka, iya ‘kan?”
Lucas diam. Ia hanya menaikan satu alis tebalnya. Tentu saja, wanita itu adalah kartu tersembunyi yang masih berguna. Jika terluka, itu hanya akan menambah pekerjaannya. Namun sayang, semua itu hanya bisa Lucas katakan dalam pikirannya.
“Ah, dasar manusia dingin! Erica mu baik-baik saja, puas?”
“Kau yakin?” balas Lucas.
“Aku baru saja mengeceknya. Dia ada di ruang bawah tanah. Meski tempat itu dingin, tetapi Erica diperlakukan baik.”
“Baiklah. Aku sedang dalam perjalanan ke sana. Pastikan kau membawa Erica keluar dari tempat itu sebelum aku sampai ke sana,” ucap Lucas memberikan perintah, kemudian langsung memutuskan sambungan teleponnya. Tidak peduli pada S yang mampu menjalankan misi darinya atau tidak. Lucas hanya ingin titahnya diselesaikan dengan baik.
“Hubungi markas, perintahkan lima belas orang untuk memantau kediaman Harry, sekarang,” perintah Lucas.
“Baik, bos,” jawab Alex. Pria itu pun segera memainkan ponsel yang sejak tadi sudah berada dalam genggaman tangannya.
Lift berhenti. Mereka sudah sampai di lantai basement. Lucas pun keluar memimpin jalan, membiarkan Alex yang sibuk berbicara di telepon.
Mendekati buggati hitam, Lucas mengambil kunci mobil dari saku kiri jas. Tidak lama, suara denting singkat pun terdengar ketika Lucas menekan tombol kunci mobilnya.
Dengan cepat, Lucas melempar kunci mobil pada Alex yang baru saja selesai menjalankan perintah darinya, kemudian berjalan menyeberangi muka mobil untuk sampai pada pintu yang berseberangan dengan pintu kemudi.
“Anak-anak akan sampai di sana dalam waktu sepuluh menit, bos,” ujar Alex melapor saat keduanya sudah masuk ke dalam mobil.
“Bagus. Saat sampai di sana, berikan perintah pada SecurityGroup untuk mengirimkan sepuluh tim keamanan ke vila Green House,” ujar Lucas seraya memakai seatbelt.
“Apa nanti nona akan tinggal di tempat itu?” tanya Alex, mulai menjalakan mobil. Hatinya penasaran, mengapa nona majikannya tidak tinggal bersama dengan sang bos.
“Benar. Erica akan lebih aman jika tinggal jauh dariku. Vila itu dibeli bukan atas namaku. Jadi, musuh tidak akan menyerang ke sana.”
“Saya mengerti,” balas Alex.
Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Lucas segera mengambil kembali ponselnya. Meski tubuhnya berada jauh dari kantor, Lucas masih harus melakukan pekerjaan yang menumpuk, merengek ingin diselesaikan.
Beban yang semakin berat dan pekerjaan yang kian menumpuk ... terkadang, Lucas bertanya-tanya kapan semua ini akan berakhir. Untuk sekedar memejamkan mata dengan tenang saja Lucas tidak pernah bisa. Bayangan kekejaman yang dilalui sejak kecil dan keluarga yang disandera sungguh membuat Lucas lelah.
“G, bagaimana perkembangan pekerjaanmu?” tanya Lucas berbicara dengan ponselnya.
Lucas sedang menghubungi satu kartu AS yang ia persiapkan untuk menyerang musuh-musuhnya, termasuk sang kakek, Abner.
“Beres.”
“Bagus. Sekarang, bekerjasamalah dengan S. Wanita itu sedang berusaha mengeluarkan adikku. Rusak keamanan dan jauhkan Harry dari sana sebelum aku tiba.”
“Aku mengerti, tetapi mengapa kau meminta tolong hal sepele ini padaku? Kau memiliki hacker yang tidak kalah hebat denganku.”
Lucas menyeringai, mendengar pujian dari pria di seberang sambungan. “Terima kasih atas pujianmu. Russel memang tidak kalah hebat darimu. Namun, kaulah yang harus bekerja lebih keras untuk bisa makan dan menumpang hidup secara gratis di sana.”
“Sialan.”
Lucas menghembuskan napas berat setelah mengakhiri panggilan itu, kemudian membuka email dan mengecek satu persatu pekerjaan yang tiada habisnya.
Alex melirik pada Lucas yang sibuk dengan ponselnya. "Em, bos," panggilnya dengan hati-hati.
"Katakan."
"Tentang wanita yang anda cari ... ternyata sudah lima tahun dia sudah tidak bekerja di tempat itu dan itu pun hanya bekerja selama tiga hari saja."
Lucas sontak menghentikan jemari yang berselanjar di benda pipih hitamnya. Pikirannya menyelam, mengingat informasi yang sudah ia baca.
"Joy Eira Aster,” ungkap Lucas menyebutkan nama yang sudah melekat dipikirannya. “Jadi, dia sudah tidak bekerja di sana?”
“Benar, bos. Beberapa orang kita sudah memastikan dan menyelidiki langsung ke sana. Bahkan mereka yang sudah bekerja lama di sana juga terlihat ragu kalau pernah ada wanita dengan nama itu bekerja di sana.”
Menarik. Semakin digali semakin wanita itu jadi menarik. Sekarang Lucas yakin, pertemuan mereka itu benar-benar tidak disengaja. Jika wanita itu menargetkan dirinya, tentu malam itu sudah mengambil banyak keuntungan darinya.
“Penyelidikan ini cukup sulit karena kita tidak memiliki satu pun foto dirinya,” ujar Lucas kembali memainkan ponsel.
Dengan tidak menemukan satu foto wanita itu saja sudah pasti akan membuat semua orang curiga. Sekarang, data yang ditemukan pun tidak sesuai. Semua yang berhubungan dengan wanita itu palsu.
“Anda benar, bos. Tetapi, saya akan tetap terus melakukan penyelidikan tentang wanita itu.”
“Ya, lanjutkan dengan perlahan saja. Yang perlu kita waspadai adalah keluargaku sendiri,” perintah Lucas.
Cukup miris memang. Jika keluarga sendiri menjadi musuh utama.
“Dari mana datangnya orang-orang itu?” Aster mengerutkan dahi, berbisik sambil menatap keluar jendela. Di luar sana, ada beberapa orang yang bersembunyi di dalam mobil dan memperhatikan ke arah rumah yang sedang menjadi target tim Beta. [Apa maksudmu? Ganti.]Suara wanita muncul dari alat komunikasi mungil yang menempel pada daun telinga Aster. “Lihat ke luar. Satu menit lalu tidak ada mobil di sana, sekarang rumah ini dikunjungi orang lain selain kita,” ujar Aster seraya menutup kembali tirai putih nan tipis di sana. Pakaian kemeja putih dengan rompi dan celana hitam panjang. Aster sedang menyamar sebagai seorang pelayan di rumah itu. Perintah dari atasan, meminta tim Beta untuk melanjutkan misi. Lebih tepatnya, mencari kebenaran dari pengakuan palsu tahanan yang berhasil mereka tangkap beberapa hari lalu. Dua orang kriminal yang menjajakan barang terlarang di kapal pesiar. [Kau benar. Ganti.] Suara Natalie terdengar. [Aku sudah melacak plat mobil dan identitas mereka. Semua ad
“Lucas? Huh?” Suara wanita menyapa, membuat Aster langsung melarikan diri. “Siapa wanita itu?” ucap Scarlett Bruyne--dengan kontak nama S di ponsel Lucas--wanita itu memandang punggung Aster yang sudah menjauh. “Bukankah dia pelayan di sini?” ungkap Lucas. “Pelayan?” ulang Scarlett. Meski bingung, dua matanya tetap turut mengekori Lucas yang mendekat. Lucas berjalan perlahan mendatangi seorang gadis muda. Rambut kecokelatan bergelombang yang mengembang indah sampai melewati bahu, dress putih crinkle memanjang hingga lutut, warna senada dengan sandal bertali yang terlihat nyaman di kaki jenjang itu. Erica Ashley Luke seperti burung merpati yang terlihat ringkih. Tubuhnya kurus, sinar mata pun seperti tatapan yang kehilangan harapan. Lelah. Entah apa yang telah Abner lakukan pada keluarganya. Apapun itu, Lucas akan memberikan bayaran setimpal untuk siapapun yang sudah berani melukai keluarganya. Ini pertemuan yang cukup mengharukan, meski terasa aneh dengan iringan latar musik dari
Dentuman musik dengan lampu warna warni yang menyorot indah. Suara bising dan bau alkohol turut menyerbu ke setiap sudut ruang. Sudah dini hari, tetapi lantai dansa masih saja ramai dipenuhi lautan manusia. Menari dengan tubuh yang kian memanas. Tak henti, mereka terus menggerakan semua anggota tubuh dengan bebas. "Natalie, coba lihat apa yang kutemukan," ucap Aster sambil menyeruput minuman non alkoholnya. "Hm?" Natalie menurunkan bibir gelas dari mulutnya. "Apa yang kau temukan?" tanyanya seraya mengintip laptop yang sejak tadi Aster perhatikan. Di luar pekerjaan, mereka memang akan menggunakan nama asli dan terkadang, ada beberapa kasus yang mengharuskan identitas asli mereka untuk dilenyapkan demi kepentingan tugas dan menggantinya dengan identitas baru. Bagaimana pun, agen mata-mata pemerintahan adalah boneka millik negara. Mereka pahlawan tanpa nama. "Dugaanku benar, ternyata dia pria yang sama." Aster menaruh minumannya, menyesap bibir yang sedikit menyisakan rasa lemon.
“Ibuku pernah mengatakan, pertemuan ketiga itu bukanlah sebuah kebetulan. Melainkan sebuah tanda, bahwa Tuhan telah ikut campur secara langsung. Cara Tuhan mempertemukan kita cukup luar biasa, bukan?” bisik Lucas Mata dalam setajam elang itu memandang tepat ke dalam dua manik biru yang terbuka lebar di depannya. Jari jemari yang mencengkram dua pergelangan tangan itu bergerak lembut mengusap telapak tangan kiri Aster. "Dasar gila! Apa dia sedang menggodaku?" runtuk Aster dalam hati. Ingin sekali ia melayangkan tendangan tepat di kedua paha pria ini. Kenapa Tuhan mempertemukan mereka kembali. Terlebih setelah ia mengetahui identitas Lucas. Aster sungguh sedang menahan diri untuk tidak berhubungan dengan mafia Eagle. “Lepaskan!” seru Aster, memberontak dengan sekuat tenaga. Lucas tersenyum tipis. Ternyata tidak salah. Lucas juga merasakan ini saat dipertemuan kedua mereka. Perasaan seperti terbuai hanyut ketika beradu pandang dengan wanita ini. Manik biru Aster memang memberikan ef
Suara ketikan dari papan keyboard terdengar jelas. Bau kopi lebih menyengat daripada tinta dan tumpukan kertas di ruangan itu. Kembali, manik biru sebening kristal menoleh pada benda hitam mungil di atas meja. Suara walkie talkie terdengar setiap beberapa menit untuk membawa kabar informasi dari luar. Aster terus memindai, melirik tanpa terlewat sambil menjawab pertanyaan dari pria muda berseragam kepolisian. Sudah menjadi kebiasaan dirinya untuk menganalisis situasi dan tempat yang dikunjunginya. Saat ini, Aster sedang berada di kantor polisi Manhattan bagian distrik timur. Satu setengah jam lalu, Aster memutuskan untuk mengikuti saran Lucas. Meski sempat ada keraguan. Namun Aster pikir, saat Lucas meminta melaporkan kepada pihak hukum. Ia merasa itu taruhan yang cukup untuk mempercayai ucapannya. Lucas tentu juga mempertaruhkan masa depannya. Mafia tidak akan mau berhubungan dengan hukum. Meski bisa bebas dengan uang jaminan besar, tetapi tetap saja akan merepotkan. Terlebih, L
"Kerja bagus, Aster. Lain waktu, aku ingin kau menjawabku dalam satu nada tunggu."Aster bergeming. Matanya tetap terpaku pada Lucas yang tersenyum manis ke arahnya. Namun tetap saja, semanis apapun senyuman pria itu ... Aster merasa senyum itu seperti sedang meremehkan dirinya!“Hei, ada apa? Siapa yang meneleponmu sampai kau seperti ini?” Ziggy yang sudah berhasil mengejar Aster pun langsung menelusuri arah pandang Aster dan menemukan satu-satunya mobil hitam di seberang mereka.Aster berkedip, menyudahi hati yang sempat dikejutkan Lucas. Kembali pada kesadarannya, saat ini ia harus berperan sebagai warga sipil yang pemberani. Warga sipil yang telah menyelamatkan bahkan menangkap seorang pengedar obat terlarang.“Sejak tadi aku penasaran, dari mana kau tahu namaku?” ujar Aster mengabaikan ucapan Ziggy. Aster masih harus berpura-pura bodoh. Meskipun ia tahu, bahwa Lucas sudah mengetahui dirinya. Aster hanya berharap, perubahan data identitasnya akhir-akhir ini tidak membawa kerugian
“Satu, dua! Satu, dua!”Teriakan lantang dari sepuluh orang pria berlari mengitari lapangan. Pakaian yang sama dengan warna abu-abu dan hitam. Postur tubuh yang tegap dan kekar juga keringat yang mengalir seksi.Matahari begitu kejam memberikan panas terik pada sekumpulan pria gagah di sana, meski itu juga merupakan hal yang patut disyukuri untuk satu wanita yang berdiri di pinggir lapangan.“Ah, pemandangan di tempat ini memang tidak pernah membosankan,” celetuk Scarlett Bruyne. Wanita cantik bak model itu sedang berdiri di samping pilar gedung, memandang ke tempat para bodyguard berlatih.Pakaian simple untuk bergerak di hari yang akan membuatnya berkeringat. “Kau juga tergoda melihat pria-pria seksi di sana ‘kan?” lanjut Scarlett sambil melirik pada wanita muda di sampingnya.Erica memasang wajah mengamati apa yang tersugu di tengah lapangan besar. "Seksi? Aku kurang mengerti, bagian mana yang kak Scarlett katakan seksi?"Scarlett pun menoleh sempurna pada Erica. Kurang mengerti? "
Suasana yang sepi dan dingin, beberapa tanaman hijau mengisi dan menghiasi lorong panjang di sana. Lucas yang baru keluar dari lift, langsung menuju ke tempat di mana Harry berada. Ruang tamu yang letaknya tidak jauh dari ruang kantornya.Dari kejauhan, Lucas bisa melihat sekretarisnya sudah berdiri di sana. Jay pun menundukan kepala, memberi hormat sekaligus salam kepada Lucas."Lima belas menit lagi ada pertemuan dengan perwakilan dari UCC, bukan?” tanya Lucas.“Benar Bos. Dini hari tadi, pihak mereka sudah sampai di hotel yang sudah kita persiapkan. Apa Bos ingin menunda pertemuannya?” jawab Jay sekaligus bertanya.“Tidak perlu. Sesuai yang kukatakan kemarin. Jika perwakilan dari mereka datang, antarkan mereka ke ruang meeting di lantai satu.”“Noted, Bos,” jawab Jay."Dan jika aku sedikit terlambat. Serahkan kepada mereka, dokumen yang kukirimkan lusa kemarin. Kau sudah menguasai semua?""Sudah Bos.""Good. Ingat, mereka adalah tamu penting kita. Siapkan semua dengan sempurna. Aku