“Dari mana datangnya orang-orang itu?” Aster mengerutkan dahi, berbisik sambil menatap keluar jendela.
Di luar sana, ada beberapa orang yang bersembunyi di dalam mobil dan memperhatikan ke arah rumah yang sedang menjadi target tim Beta.[Apa maksudmu? Ganti.]Suara wanita muncul dari alat komunikasi mungil yang menempel pada daun telinga Aster.“Lihat ke luar. Satu menit lalu tidak ada mobil di sana, sekarang rumah ini dikunjungi orang lain selain kita,” ujar Aster seraya menutup kembali tirai putih nan tipis di sana.Pakaian kemeja putih dengan rompi dan celana hitam panjang. Aster sedang menyamar sebagai seorang pelayan di rumah itu.Perintah dari atasan, meminta tim Beta untuk melanjutkan misi. Lebih tepatnya, mencari kebenaran dari pengakuan palsu tahanan yang berhasil mereka tangkap beberapa hari lalu. Dua orang kriminal yang menjajakan barang terlarang di kapal pesiar.[Kau benar. Ganti.] Suara Natalie terdengar.[Aku sudah melacak plat mobil dan identitas mereka. Semua adalah kelompok mafia Eagle yang menguasai sektor timur. Ganti.] Jelas Ziggy bersuara, memberikan penjelasan.Eagle lagi? Batin Aster. “Hei, apa mereka juga menargetkan direktur PepCos?”Entahlah. Queen, apa kita harus menunggu dan memperhatikan gerak-gerik mereka atau mempercepat misi? Ziggy bertanya pada ketua tim.Sepi. Tidak ada jawaban dari ketua tim mereka. Ketiga anak buah yang berada dalam tempat yang berbeda menunggu sambil melakukan tugas penyamaran mereka.“Queen?” panggil Aster sambil mendorong troli makanan. Sebagian wajahnya ditutupi masker hitam.Kurang lebih, Aster tahu mengapa Edbert sulit mengambil keputusan. Lagi, mafia yang begitu ingin mereka hancurkan harus dilepaskan begitu saja.[Beta. Kepada semua tim Beta. Aku, memerintahkan kalian untuk fokus pada misi. Winter dan Walker, segera cari dan ambil bukti yang mencurigakan, apapun itu. Zi, tetap amati seisi rumah dan salin semua data mereka. Perintah siaga dua, laksanakan. Ganti.]“Baik.” Aster menjawab serempak dengan yang lain.Kini, Aster berada di lorong yang penuh dengan lukisan dinding. Ia pun menengadah ke atas, lalu menatap lampu kamera pengintai yang berada tidak jauh darinya. Tidak lama, setitik cahaya berwarna merah meredup di sana, Ziggy telah berhasil meretas sistem keamanan rumah ini. Aster pun mendorong daun pintu.Sebelum masuk ke dalam ruangan, wanita dengan surai yang tercepol rapi itu pun melirik ke sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengawasi dirinya.Aman, ia pun segera masuk dengan harapan di hati. Semoga kamar kesembilan ini menyimpan bukti yang ia butuhkan.Di sisi lain, Natalie yang juga memakai pakaian sama dengan Aster sedang berbincang pelan dengan Ziggy.“Penyambungan selesai. Ganti,” ujar pelan Natalie. Mata tajamnya fokus pada layar laptop yang berada di ruang kerja.[Berjagalah, beri aku waktu lima menit untuk menyalin semua data. Ganti.] Suara Ziggy terdengar dari alat komunikasi Natalie.[Beta. Beta. Sebuah mobil buggati masuk. Zi, selidiki itu. Ganti.]Dari kejauhan delapan ratus meter, Edbert memberikan perintah. Posisi Edbert berada jauh di luar kediaman target. Pria dengan jabatan seorang sniper memantau rumah besar dan luas yang sedang dimasuki anak buahnya.Sambil memeluk senjata api bolt action khusus. Dari atas gedung tertinggi, Edbert mengintai dengan teliti dari senapan laras panjang berhiaskan teleskop. Berjaga-jaga jika ada perintah ataupun serangan tidak terduga di sana.Mobil dengan plat nomor resmi, alfa garis miring beta, tujuh, lima, enam dan empat. Terdaftar di kota Queens dengan nama pemilik Jay Calvin. Suara Ziggy menjelaskan.Pria itu berada di dalam sebuah mobil van hitam yang tidak jauh dari kediaman target. Mobil yang berisi dengan beberapa komputer dan perangkat lainnya.Pekikan bunyi halus terdengar dari layar laptop yang lain. Ziggy pun segera beralih fokus ke sana. “Walker, penyalinan selesai, ganti.”[Diterima. Aku telah menaruh kamera kecil pada ranting tanaman hias. Zi, apa kau bisa melihat dan mendengar jelas? Ganti.]“Jelas. Kerja bagus. Keluarlah dari sana, sekarang. Seseorang sedang menuju ke sana.” Ziggy melihat dari kamera pengintai yang berhasil ia retas.Dalam sekejap, keributan terdengar memenuhi seisi rumah. Bukan suara tembakan, melainkan derap kaki dari beberapa orang, mereka berkumpul dan mengepung Alex yang baru turun dari mobil.Beberapa senjata api pun dengan cepat terarah pada Alex yang tersenyum miring. Tidak ada Lucas di sana. Hanya Alex, sebab Lucas sudah masuk melewati pintu belakang yang berhasil diamankan oleh anak-anak buah yang Alex kirim lebih dulu.Ruang bawah tanah adalah tempat yang menjadi tujuan Lucas sekarang. Pria itu berjalan, memasuki rumah musuh dengan santai. Beberapa menit lalu, Lucas mendapat kabar dari G. Bahwa G telah berhasil mengecoh dan membawa Harry keluar dari kediaman. Memberikan jejak palsu pada Harry tentu cukup mudah dilakukan oleh G.Jika induk tidak menempati sarang, itulah kesempatan emas untuk predator mengacaukan sarang.Dengan tangan yang terbungkus sarung tangan hitam, Lucas menggenggam senjata api. Seaman apapun di sana, tempat itu tetaplah sarang musuh yang harus diwaspadai.“Ah!”Lucas terhenti saat berpapasan dengan seorang pelayan wanita yang terkejut melihatnya.“Jauhkan tanganmu dari benda itu,” titah Lucas, mendekat sambil mengarahkan senjata.Aster menurut. Ia melepaskan jemari dari troli dan mundur satu langkah. Membiarkan Lucas mengecek semua barang yang ada di troli makanan.Aman. Tidak ada yang mencurigakan di sana. Lucas pun kembali menutup hidangan dengan tutup saji perak. Menelusuri tubuh Aster dari bawah hingga atas. Masker hitam yang merekat di wajah, cukup mengganggu Lucas.“Pelayan wajib memperlihatkan wajahnya,” ujar tegas Lucas. Menatap tajam mata biru di hadapannya.Aster menunduk dengan akting ketakutan. “Sa-saya sedang sakit. Kepala pelayan juga sudah mengizikan saya memakai ini.”Mata dalam Lucas menyipit. Lalu mengintip jam yang melingkar di lengan kanannya. Tidak ada waktu untuk ini. Meski hatinya merasa tidak nyaman dengan tatapan pelayan wanita di hadapannya. Padahal, wanita itu hanya memandangnya beberapa detik saja.“Jika kau ingin tetap hidup, lanjutkan langkahmu tanpa menoleh ke belakang dan bersembunyilah sampai keadaan tenang,” saran Lucas.“Ba-baik,” cicit Aster. Hatinya melega bisa lolos dari pria itu tanpa ada baku hantam. Bisa bahaya jika wajahnya terlihat, apalagi aura Lucas cukup membuat Aster terganggu. Aura pemimpin yang tegas dan tidak kenal ampun.Lucas diam saat Aster melewati dirinya. Namun, langsung berbalik dan menangkap lengan Aster ketika ia mencium wangi dedaunan dan woody yang begitu menempel dalam ingatannya. Aroma menenangkan yang juga membawa kesan sensual malam itu.“Kau?” Lucas menghentikan kalimatnya. Apa ia harus bertaruh sekarang? Tidak banyak orang yang memakai parfum ini. Wangi mint yang jarang disukai wanita.Tangan yang menggenggam senjata terulur, Lucas ingin membuka penutup yang menghalangi Aster.Melihat pergerakan yang membahayakan diri. Aster sontak membelalakkan mata. Ingin memundurkan tubuhnya pun tidak bisa. Genggaman tangan Lucas pada lengannya begitu erat.Impulsif. Ketika menghadapi bahaya, otak akan memberikan alarm untuk bertahan hidup. Sebuah insting yang menghentikan semua fungsi nalar. Tidak mungkin Aster memikirkan berbagai macam tindakan logis dalam situasi ini. Yang terpenting saat ini adalah, wajahnya terselamatkan!Dengan cepat, Aster mendekatkan diri tepat saat masker itu dilepas oleh Lucas. Terpaksa, Aster menempelkan bibirnya pada bibir Lucas. Jarak mereka begitu dekat sampai Lucas tidak bisa melihat jelas wajah si pencuri masa depan dan ciumannya ini.Lucas sedikit menampakkan senyuman dan kembali melawan Aster dengan cumbuan mesra.Klik.Sebuah suara menyadarkan Lucas yang sempat terlena dengan cumbuan panas mereka. Sial! Naluri pria, bagaimanapun keadaannya ... jika digoda maka akan tergoda.“Kau mau langsung menembakku setelah kita berbagi air liur?” ujar Lucas. Entah sejak kapan matanya ditutup dengan telapak tangan dan entah sejak kapan senjatanya direbut.“Semua tergantung dirimu. Jika kau menutup mata dan tidak berbalik sampai aku pergi.” Aster mendekat ke telinga Lucas. “Kepalamu akan aman.”Senyum miring tercipta pada bibir tebal Lucas. Sudah bisa ia pastikan, wanita ini sama dengan wanita malam itu. Terlebih, wanita itu sepertinya cukup terlatih. Pantas saja Alex kesulitan mencari informasi tentangnya.“Oke, aku mengaku kalah. Pergilah,” ucap Lucas seraya mengangkat tangannya ke atas.“Lucas? Huh?” Suara wanita menyapa, membuat Aster langsung melarikan diri. “Siapa wanita itu?” ucap Scarlett Bruyne--dengan kontak nama S di ponsel Lucas--wanita itu memandang punggung Aster yang sudah menjauh. “Bukankah dia pelayan di sini?” ungkap Lucas. “Pelayan?” ulang Scarlett. Meski bingung, dua matanya tetap turut mengekori Lucas yang mendekat. Lucas berjalan perlahan mendatangi seorang gadis muda. Rambut kecokelatan bergelombang yang mengembang indah sampai melewati bahu, dress putih crinkle memanjang hingga lutut, warna senada dengan sandal bertali yang terlihat nyaman di kaki jenjang itu. Erica Ashley Luke seperti burung merpati yang terlihat ringkih. Tubuhnya kurus, sinar mata pun seperti tatapan yang kehilangan harapan. Lelah. Entah apa yang telah Abner lakukan pada keluarganya. Apapun itu, Lucas akan memberikan bayaran setimpal untuk siapapun yang sudah berani melukai keluarganya. Ini pertemuan yang cukup mengharukan, meski terasa aneh dengan iringan latar musik dari
Dentuman musik dengan lampu warna warni yang menyorot indah. Suara bising dan bau alkohol turut menyerbu ke setiap sudut ruang. Sudah dini hari, tetapi lantai dansa masih saja ramai dipenuhi lautan manusia. Menari dengan tubuh yang kian memanas. Tak henti, mereka terus menggerakan semua anggota tubuh dengan bebas. "Natalie, coba lihat apa yang kutemukan," ucap Aster sambil menyeruput minuman non alkoholnya. "Hm?" Natalie menurunkan bibir gelas dari mulutnya. "Apa yang kau temukan?" tanyanya seraya mengintip laptop yang sejak tadi Aster perhatikan. Di luar pekerjaan, mereka memang akan menggunakan nama asli dan terkadang, ada beberapa kasus yang mengharuskan identitas asli mereka untuk dilenyapkan demi kepentingan tugas dan menggantinya dengan identitas baru. Bagaimana pun, agen mata-mata pemerintahan adalah boneka millik negara. Mereka pahlawan tanpa nama. "Dugaanku benar, ternyata dia pria yang sama." Aster menaruh minumannya, menyesap bibir yang sedikit menyisakan rasa lemon.
“Ibuku pernah mengatakan, pertemuan ketiga itu bukanlah sebuah kebetulan. Melainkan sebuah tanda, bahwa Tuhan telah ikut campur secara langsung. Cara Tuhan mempertemukan kita cukup luar biasa, bukan?” bisik Lucas Mata dalam setajam elang itu memandang tepat ke dalam dua manik biru yang terbuka lebar di depannya. Jari jemari yang mencengkram dua pergelangan tangan itu bergerak lembut mengusap telapak tangan kiri Aster. "Dasar gila! Apa dia sedang menggodaku?" runtuk Aster dalam hati. Ingin sekali ia melayangkan tendangan tepat di kedua paha pria ini. Kenapa Tuhan mempertemukan mereka kembali. Terlebih setelah ia mengetahui identitas Lucas. Aster sungguh sedang menahan diri untuk tidak berhubungan dengan mafia Eagle. “Lepaskan!” seru Aster, memberontak dengan sekuat tenaga. Lucas tersenyum tipis. Ternyata tidak salah. Lucas juga merasakan ini saat dipertemuan kedua mereka. Perasaan seperti terbuai hanyut ketika beradu pandang dengan wanita ini. Manik biru Aster memang memberikan ef
Suara ketikan dari papan keyboard terdengar jelas. Bau kopi lebih menyengat daripada tinta dan tumpukan kertas di ruangan itu. Kembali, manik biru sebening kristal menoleh pada benda hitam mungil di atas meja. Suara walkie talkie terdengar setiap beberapa menit untuk membawa kabar informasi dari luar. Aster terus memindai, melirik tanpa terlewat sambil menjawab pertanyaan dari pria muda berseragam kepolisian. Sudah menjadi kebiasaan dirinya untuk menganalisis situasi dan tempat yang dikunjunginya. Saat ini, Aster sedang berada di kantor polisi Manhattan bagian distrik timur. Satu setengah jam lalu, Aster memutuskan untuk mengikuti saran Lucas. Meski sempat ada keraguan. Namun Aster pikir, saat Lucas meminta melaporkan kepada pihak hukum. Ia merasa itu taruhan yang cukup untuk mempercayai ucapannya. Lucas tentu juga mempertaruhkan masa depannya. Mafia tidak akan mau berhubungan dengan hukum. Meski bisa bebas dengan uang jaminan besar, tetapi tetap saja akan merepotkan. Terlebih, L
"Kerja bagus, Aster. Lain waktu, aku ingin kau menjawabku dalam satu nada tunggu."Aster bergeming. Matanya tetap terpaku pada Lucas yang tersenyum manis ke arahnya. Namun tetap saja, semanis apapun senyuman pria itu ... Aster merasa senyum itu seperti sedang meremehkan dirinya!“Hei, ada apa? Siapa yang meneleponmu sampai kau seperti ini?” Ziggy yang sudah berhasil mengejar Aster pun langsung menelusuri arah pandang Aster dan menemukan satu-satunya mobil hitam di seberang mereka.Aster berkedip, menyudahi hati yang sempat dikejutkan Lucas. Kembali pada kesadarannya, saat ini ia harus berperan sebagai warga sipil yang pemberani. Warga sipil yang telah menyelamatkan bahkan menangkap seorang pengedar obat terlarang.“Sejak tadi aku penasaran, dari mana kau tahu namaku?” ujar Aster mengabaikan ucapan Ziggy. Aster masih harus berpura-pura bodoh. Meskipun ia tahu, bahwa Lucas sudah mengetahui dirinya. Aster hanya berharap, perubahan data identitasnya akhir-akhir ini tidak membawa kerugian
“Satu, dua! Satu, dua!”Teriakan lantang dari sepuluh orang pria berlari mengitari lapangan. Pakaian yang sama dengan warna abu-abu dan hitam. Postur tubuh yang tegap dan kekar juga keringat yang mengalir seksi.Matahari begitu kejam memberikan panas terik pada sekumpulan pria gagah di sana, meski itu juga merupakan hal yang patut disyukuri untuk satu wanita yang berdiri di pinggir lapangan.“Ah, pemandangan di tempat ini memang tidak pernah membosankan,” celetuk Scarlett Bruyne. Wanita cantik bak model itu sedang berdiri di samping pilar gedung, memandang ke tempat para bodyguard berlatih.Pakaian simple untuk bergerak di hari yang akan membuatnya berkeringat. “Kau juga tergoda melihat pria-pria seksi di sana ‘kan?” lanjut Scarlett sambil melirik pada wanita muda di sampingnya.Erica memasang wajah mengamati apa yang tersugu di tengah lapangan besar. "Seksi? Aku kurang mengerti, bagian mana yang kak Scarlett katakan seksi?"Scarlett pun menoleh sempurna pada Erica. Kurang mengerti? "
Suasana yang sepi dan dingin, beberapa tanaman hijau mengisi dan menghiasi lorong panjang di sana. Lucas yang baru keluar dari lift, langsung menuju ke tempat di mana Harry berada. Ruang tamu yang letaknya tidak jauh dari ruang kantornya.Dari kejauhan, Lucas bisa melihat sekretarisnya sudah berdiri di sana. Jay pun menundukan kepala, memberi hormat sekaligus salam kepada Lucas."Lima belas menit lagi ada pertemuan dengan perwakilan dari UCC, bukan?” tanya Lucas.“Benar Bos. Dini hari tadi, pihak mereka sudah sampai di hotel yang sudah kita persiapkan. Apa Bos ingin menunda pertemuannya?” jawab Jay sekaligus bertanya.“Tidak perlu. Sesuai yang kukatakan kemarin. Jika perwakilan dari mereka datang, antarkan mereka ke ruang meeting di lantai satu.”“Noted, Bos,” jawab Jay."Dan jika aku sedikit terlambat. Serahkan kepada mereka, dokumen yang kukirimkan lusa kemarin. Kau sudah menguasai semua?""Sudah Bos.""Good. Ingat, mereka adalah tamu penting kita. Siapkan semua dengan sempurna. Aku
Denting jam yang bergulir, tanpa sengaja menambah kecemasan hati pria di sana. Pakaian yang monoton--hitam putih--selalu menjadi ciri khas dari seorang Joe Lucas Barioz.Menghirup banyak udara di sana. Berharap wangi mint yang memenuhi ruangan itu bisa menenangkan sedikit hatinya.Lembaran-lembaran sudah Lucas perlihatkan pada orang-orang di sana. Kertas-kertas itu pun menjadi tempat matanya berlabuh gelisah. Tidak bisa Lucas percaya. Kabar yang mengatakan UCC hanya akan mengirimkan perwakilan, ternyata hanya kabar palsu.Tidak jauh di sampingnya, seorang owner sekaligus CEO dari perusahaan UCC sedang menilai proposal yang Lucas ajukan. Sebuah proposal kerja sama yang bisa dikatakan akan sangat menentukan masa depannya.“Ini proposal kerja sama yang sangat menarik,” ujar pria berkemeja biru tua. Cezar Matvey Vincent, CEO UCC. "Tetapi, bukankah lantai gedung yang kuinjak ini adalah INT?" lanjutnya. Mata dalam yang tajam itu memandang penuh arti pada Lucas. Wajah yang tidak kalah tampan