Ketika Ming Mei terbangun, kesadarannya perlahan merayap kembali. Ia menemukan dirinya berada di sebuah kamar tidur yang dipenuhi nuansa merah yang mencolok. Selimut tebal bersulam bunga persik, tirai tempat tidur berbahan sutra halus, kain gorden pemisah ruangan yang diikat dengan tali rumbai, hingga hiasan dinding bergaya klasik, semuanya didominasi warna merah.Wangi dupa beraroma bunga dan minyak wangi yang terlalu kental, membuat kepalanya semakin pening."Di mana aku?" Ming Mei memegangi kepalanya yang masih berdenyut seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Dengan tangan gemetar, ia menyingkirkan selimut yang membungkus tubuhnya lalu bangkit dari tempat tidur yang terasa asing. Kaki telanjangnya menyentuh lantai yang dingin, membuat seluruh tubuh menggigil karenanya. “Ke mana Lin Mo? Apakah ia sedang pergi membeli makanan untuk bekal perjalanan kami?” batin Ming Mei setengah berharap. Begitu ia membuka pintu, jantungnya seketika serasa berhenti berdetak, kakinya
Matahari sudah tinggi di atas gunung Ermei, ketika A Cu, seorang biksuni muda berusia tujuh belas tahun berwajah bulat menggemaskan, dengan cemas menuju kamar Xiao Lin. Hari sudah siang tetapi kakak seperguruan yang sangat dekat dengannya itu belum juga keluar dari kamar. Gadis muda itu mengetuk pintu dengan ragu, lalu melongokkan kepalanya ke dalam. “Kakak Xiao Lin, aku A Cu … apakah kau baik-baik saja?” tanyanya dengan suara cempreng.Du Fei yang sedang tertidur seketika tersentak kaget, buru-buru menarik selimut ke atas hingga menutupi kepalanya. "A-A Cu?" ia berusaha menirukan suara lembut Xiao Lin, "Aku ... uhuk ... masih sedikit demam."A Cu yang mengerti sedikit ilmu medis, mengerutkan dahi, “Kalau begitu, biarkan aku memeriksa nadimu, Kak Xiao Lin!”Du Fei menelan ludah dengan gugup, "Ti-tidak perlu, aku hanya ...." Namun A Cu sudah keburu menyambar tangan yang tersembunyi di balik selimut. Seketika mata bundarnya membelalak lebar begitu melihat bentuk tangan yang kekar d
Dengan lembut, Yao Pang mengusap kepala Yao Chen, “Sekarang Yao Chen makan ya, demi Ayah?”Yao Chen mengangguk patuh, Yao Pang tersenyum lega lalu mulai menyuapkan bubur dengan penuh perhatian. Dari balik tirai bambu, Xiao Lin terenyuh menyaksikan pengorbanan cinta Yao Pang yang begitu besar untuk putri mereka. Takdir memang telah memisahkan mereka, tapi cinta seorang ayah tak akan pernah pudar.Setelah memastikan Yao Chen terlelap dalam tidurnya, Yao Pang melangkah keluar dari kamar. Keheningan malam menelan suara langkahnya yang menjauh, meninggalkan ruangan dalam temaram cahaya lilin.Xiao Lin perlahan keluar dari persembunyian di balik tirai bambu, gerakannya halus dan sangat berhati-hati agar tak membangunkan Yao Chen. Air mata yang sedari tadi ditahannya kini mengalir tanpa suara, membasahi pipinya yang pucat. Dengan tangan gemetar, ia mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari balik jubah biksuninya. Di dalam bungkusan kecil itu terdapat sebuah tusuk konde berbentuk bunga dihias
"I-ini..." A Cu tergagap, keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Hanya nasi sayur untuk Kak Xiao Lin yang masih belum sehat, Guru."Tetapi hidung Yun Hui yang tajam mampu membedakan aroma daging dengan aroma sayuran. "Ini bukan aroma sayuran," ujarnya dingin, "buka keranjangmu!""Maaf tidak bisa, Guru," A Cu berusaha berkelit, "nasi ini sudah dicampur obat herbal. Kalau dibuka, harus segera dimakan. Murid harus segera menyerahkannya pada Kak Xiao Lin."Setelah berkata demikian,A Cu segera melesat melewati gurunya. Namun Yun Hui lebih cepat, dengan satu kibasan tangan yang mengalirkan energi chi, keranjang bambu itu seketika melayang dari genggaman A Cu ke tangannya."Guru, jangan!" teriak A Cu panik, wajahnya pucat pasi.Sambil tersenyum sinis, Yun Hui membuka tutup keranjang. Matanya langsung membelalak melihat bebek panggang keemasan di dalamnya. "Jelaskan padaku," desisnya marah sambil memelototi A Cu, "bagaimana Xiao Lin yang vegetarian membutuhkan daging bebek?"Dengan terbat
Iblis Gelang Besi terdiam sejenak sebelum akhirnya memutuskan, "Akan kuturunkan semua jurus milik keluargaku supaya kau bisa menjaga diri dari orang-orang yang berniat jahat. Lagipula sejak kematian Cao Lie karena menggantikan hukuman mati Qing Ning, aku sudah tak memiliki siapa-siapa lagi."“Benarkah?” Mata Du Fei membeliak karena antusias, ia segera berlutut menghormat pada neneknya, “terimalah hormat Murid, Guru!”Dengan telaten, Jin She mulai mengajarkan jurus demi jurus kepada Du Fei. Menggunakan ranting kering sebagai pengganti senjata pedang, ia memperagakan gerakan-gerakan Ilmu Pedang Bayangan Bulan, teknik legendaris yang hanya dikuasai oleh leluhurnya. Jin She sendiri lebih menyukai gelang besi menjadi senjata andalan, tetapi ia masih mengingat dengan baik jurus-jurus Pedang Bayangan Bulan peninggalan kakek buyutnya."Delapan puluh jurus Ilmu Pedang Bayangan Bulan," Jin She menjelaskan, "adalah manifestasi dari kekuatan yin dalam semesta. Setiap gerakan mengandung filosofi
Du Fei mengangguk paham, menggenggam erat ranting di tangan. Ilmu Pedang Bayangan Bulan kini telah menjadi bagian dari dirinya, mengalir dalam setiap tarikan nafas dan denyut nadinya. Bahkan sang nenek, Jin She, tak dapat menyembunyikan kekaguman melihat cucunya menguasai hampir seluruh teknik legendaris itu dalam waktu singkat.Meski hanya menggunakan ranting kering sebagai pengganti pedang, Du Fei mampu merasakan betapa dahsyatnya jurus-jurus yang baru ia pelajari. Dalam benak cucu Jin She mulai membayangkan betapa mengerikan jurus-jurus ini bila dipadukan dengan Pedang Naga Api yang hendak dicarinya di Gunung Huolong."Du Fei," suara lembut Jin She memecah lamunan sang cucu. Wanita tua itu menghampiri sang cucu, ia memegang sesuatu, langkahnya ringan menyiratkan puluhan tahun pengalaman dalam dunia persilatan. "Sebelum kau memulai perjalanan, Nenek ingin memberimu sesuatu."Sebuah kotak kayu kecil berukir naga emas pun berpindah tangan. Du Fei membukanya dengan hati-hati, mendapati
Suara tawa riang Liu Heng yang masih asyik berperan sebagai babi hutan terdengar sayup-sayup, sementara Du Fei melesat makin jauh. Akan tetapi ia tidak tahu bahwa si kakek bukanlah orang biasa melainkan seorang pendekar hebat dan mantan tetua Kunlun Pai. Hanya karena serakah ingin menjadi pendekar nomor satu dan menguasai jurus pamungkas yang hanya boleh dipelajari oleh ketua Kunlun, ia mencuri sebagian kitab dan mencoba mempelajarinya. Karena penguasaan tak sempurna itu, Liu Heng berakhir menjadi tak waras dan bertingkah seperti anak kecil. Dengan mengerahkan tenaga dalam yang disalurkan Liu Heng lewat udara, api unggun yang ditinggalkan Du Fei berkobar semakin besar. Dalam sekejap, tali yang menggantung kaki si Pendekar Sinting terputus, tubuh kakek tua itu melesat turun. Berkat ilmu meringankan tubuh yang nyaris sempurna, Pendekar Sinting itu mendarat dengan ringan seperti gumpalan kapas.“Kucing Nakal, jangan lari … tunggu aku!” Liu Heng terkekeh, melesat menyusul teman bermainn
Pria bertudung itu dengan sigap berbalik, teriakan Liu Heng membelah udara bersamaan dengan tubuhnya yang melesat bagai anak panah. Tangannya bergerak cepat membentuk pusaran energi, menerapkan jurus Tangan Dewa Memukul Arwah. Sosok bertudung hitam itu berputar menghindar, jubahnya berkibar, pedangnya berkilat tajam di bawah sinar matahari."Liu Heng, kau masih hidup rupanya," desis sosok misterius itu. Pedangnya menari dengan gerakan aneh, menusuk dengan ganas dan bertubi-tubi ke arah titik-titik vital. Liu Heng mengelak dengan lincah, "Hehehe ... tentu saja! Mana mungkin Liu Heng mati semudah itu?" Tangan kanannya bergerak dalam lingkaran sempurna, menciptakan gelombang tenaga dalam yang mampu meruntuhkan batu karang.Sosok bertudung itu melompat ke udara, menghindar dengan cepat. Pedangnya kembali menyerang dalam serangkaian tusukan mematikan. Liu Heng menangkis setiap serangan dengan telapak tangannya yang dialiri tenaga dalam, menciptakan denting nyaring setiap kali telapak tan
Kabut kelabu tiba-tiba muncul dari segala arah, menyelimuti rombongan Du Fei dan Jenderal Lo yang sedang menuruni gunung. Kabut itu tidak wajar—terlalu pekat dan bergerak melawan angin, seperti memiliki kehendak sendiri."Kabut sihir!" Du Fei berseru, berusaha menghalau kabut dengan mengibaskan tangannya, "hati-hati! Tetap bersama!"Akan tetapi kabut sihir tersebut bergerak dengan sangat cepat dan memisahkan mereka. Du Fei merasakan tangan Yun Hao yang menggenggam jubahnya terlepas. "Yun Hao!" teriaknya, tapi suaranya teredam oleh kabut yang seakan menelan segala bunyi."Tetap tenang," bisik Dilong dari dalam pedang. "Kabut ini tidak berbahaya secara langsung. Hanya bermaksud mengacaukan."Du Fei mengangguk, mengatur nafasnya. Dengan pedang naga api sebagai pemandu, ia mulai menyusuri jalan. Kabut sihir ini pasti buatan seseorang—ia mulai menduga penyihir dari Negeri Wu pelakunya.Setelah beberapa saat berjalan mencari kelompoknya kembali, kaki Du Fei tersandung sesuatu. Ia menunduk,
PLAKK!Tamparan keras Jenderal Lo mendarat di pipi A Lung. Suaranya menggema di keheningan hutan, meninggalkan bekas telapak tangan kemerahan di wajah prajurit muda itu."Lancang!" geram Jenderal Lo, matanya menyala-nyala. "Kau telah melanggar sumpah kesetiaan pada kerajaan!"A Lung memegangi pipinya yang panas, matanya berkaca-kaca menahan marah dan malu. Tanpa kata-kata lagi, ia berbalik dan berlari masuk ke dalam hutan lebat, menghilang di balik rimbunnya dedaunan."Biarkan dia pergi!" Chang Kong menghela nafas. "Kalau dia tidak menghormati anggota kerajaan, maka dia tak layak menjadi pasukan khusus istana."Du Fei menatap ke arah menghilangnya A Lung dengan pandangan prihatin. "Kebencian seperti itu tidak lahir begitu saja. Ada yang tidak kita ketahui tentang hubungannya dengan masa lalu ayah kita."Yun Hao mengamati Plakat Naga Emas di tangannya sebelum menyimpannya kembali dengan hati-hati, "Sebaiknya kita segera kembali ke kotaraja. Yang Mulia Yu Ping pasti sudah menunggu kabar
"Terima kasih, adikku," Xie She Tai Tai berbisik, tangannya mencengkeram jantung Zhi Zhu yang masih berdenyut. "Pengorbananmu tidak akan sia-sia."Tubuh Zhi Zhu bergetar hebat, matanya satu per satu meredup seperti lilin yang dipadamkan. Mulutnya terbuka, menjerit tanpa suara saat Xie She Tai Tai menarik keluar jantungnya dalam satu sentakan kuat.Darah menyembur ke segala arah, membasahi dinding gua dengan warna merah pekat. Tubuh Zhi Zhu melunglai, kaki-kakinya mengerut seperti daun kering.Xie She Tai Tai tidak memakan jantung itu. Sebaliknya, ia mulai merapal mantra dalam bahasa siluman. Jari-jarinya menari di udara, menciptakan simbol-simbol kuno yang bersinar ungu."Jiwa bersatu dengan jiwa, daging bersatu dengan daging," ia menggumamkan mantra. "Berikan kekuatanmu padaku!"Dengan kedua tangannya, ia memegang jantung Zhi Zhu yang masih berdenyut lemah dan perlahan mendekatkannya ke luka menganga di dadanya sendiri. Jantung itu seolah tertarik oleh kekuatan magis, melayang di uda
"Kau benar," Yun Hao bangkit berdiri, tubuhnya sudah jauh lebih kuat. "Ayo kita pergi. Kuharap mereka masih baik-baik saja."Bersama, dua bersaudara itu melangkah keluar dari istana Kristal Hitam."Apakah kita akan melepaskan kedua siluman itu begitu saja, Kak?" Yun Hao menoleh ke arah istana kristal hitam yang kini tampak suram di bawah cahaya fajar."Untuk saat ini ya," Du Fei mengangguk, pedang naganya berpendar lembut di tangannya. "Siluman Ular Kalajengking terluka parah. Butuh seratus tahun bertapa untuk memulihkan kekuatan yang hilang. Sedangkan Siluman Laba-laba tak bisa berbuat banyak tanpa saudarinya. Gunung ini aman untuk sementara waktu."Yun Hao mengangguk, lalu melempar pandang ke atas dengan ragu. Tebing curam di hadapan mereka tampak mustahil untuk didaki."Bagaimana kita naik ke atas?" Yun Hao mengamati dinding jurang yang nyaris vertikal.Du Fei tersenyum, "Jangan cemas, aku tak akan meninggalkanmu, Adik Yun."Ia meraih pergelangan tangan Yun Hao. Dengan satu lompata
Du Fei melepaskan Pedang Naga Api, membiarkannya melayang di atas tubuh Yun Hao. Dengan gerakan cepat, ia menggores telapak tangannya. Darah mengalir dari luka, menetes ke bilah pedang yang menyala."Api Suci, murnikanlah darah ini," Du Fei memejamkan mata, memusatkan energinya.Api keemasan menyelimuti darah yang menetes, mengubahnya menjadi cairan berkilau seperti emas cair. Dengan lembut Du Fei membuka bibir Yun Hao. "Kembali padaku, Adik!" bisiknya, meneteskan cairan dari ujung Pedang Naga Api itu ke mulut Yun Hao.Sedetik dua detik tak ada reaksi apapun, namun di detik ketiga tiba-tiba tubuh Yun Hao menegang seperti busur yang ditarik. Punggungnya melengkung ke atas, matanya terbuka lebar. Dari mulut, hidung, dan telinganya keluar asap hitam dengan suara mendesis— pertanda sihir pemikat sedang dikeluarkan secara paksa."ARGH!" jeritan pertama Yun Hao bergema di seluruh ruangan. Tubuhnya bergetar hebat, warna iris matanya berubah-ubah—dari merah darah perlahan kembali ke warna as
Pusaran energi itu melesat ke arah Du Fei. Namun pemuda itu tetap tenang, pedangnya teracung ke depan."Api Pemurnian!"Bilah Pedang Naga Api berubah menjadi cahaya putih menyilaukan. Du Fei menusukkan pedang ke dalam pusaran energi hitam. Kedua kekuatan beradu, menciptakan gelombang energi yang mengguncang seluruh istana.BLARR!Cahaya putih berhasil membelah pusaran hitam dan menghantam telak tubuh Xie She Tai Tai. Siluman itu menjerit kesakitan, tubuhnya terpental hingga menabrak dinding kristal. Darah hitam mengucur dari luka menganga di dadanya."KAKAK!" Zhi Zhu menjerit ngeri. Ia menatap Du Fei dengan campuran ketakutan dan kebencian. Lalu pandangannya beralih pada Yun Hao yang masih berdiri kaku di altar."Suamiku!" perintah Siluman Laba-laba betina sambil menunjuk ke arah Du Fei. "Bunuh dia! Bunuh penyerang ini!"Wajah Yun Hao dingin tanpa ekspresi. Perlahan ia mengambil pedang yang berada di atas meja altar, lalu berbalik menghadap Du Fei."Yun Hao, sadarlah!" Du Fei menurunk
"Kendalikan apinya, Du Fei!" suara Dilong menggema. "Api bukan hanya elemen penghancur, tapi juga pemberi kehidupan. Rasakan iramanya, dengarkan bisikannya."Du Fei memejamkan mata, perlahan ia merasakan denyut kehidupan dalam api - seperti detak jantung makhluk hidup. Tubuhnya mulai bergerak mengikuti irama itu, tangannya terangkat dalam gerakan melingkar yang anggun."Ya ... seperti itu," Dilong terbang mengelilinginya. "Api adalah perpanjangan jiwamu, bukan musuhmu."Jari-jari Du Fei bergerak lembut, seperti menari. Api putih merespon, berubah dari kobaran liar menjadi pusaran elegan yang mengikuti gerakan tangannya. Panas yang tadinya menyiksa kini terasa seperti aliran kehangatan yang menyenangkan."Luar biasa," bisik Dilong takjub.Du Fei membuka mata. Pandangannya berubah - ia bisa melihat setiap percikan, setiap lidah api sebagai entitas tersendiri. Dengan satu gerakan tegas, ia mengarahkan sebagian api membentuk lingkaran di sekeliling tubuhnya. Dengan gerakan lain, ia memeri
"Namaku Dilong," naga mungil itu terbang mengelilingi kepala Du Fei, "aku yang menyelamatkanmu dari kobaran api Sumur Suci.""Dewa Naga?" Du Fei mengamati makhluk ajaib itu dengan takjub. Sisik-sisiknya berkilau seperti permata di bawah cahaya api hitam. "Tapi mengapa kau menyelamatkanku?""Karena sudah ribuan tahun aku menantikan orang sepertimu," Dilong hinggap di telapak tangan Du Fei. “Seseorang yang memiliki hati bersih dan tekad kuat untuk melindungi yang lemah.”Du Fei menatap sang naga dengan mata membelalak, “Apakah kau penjaga Pedang Naga Api yang dicari banyak orang dari dunia persilatan bahkan negeri lain?”“Bukan hanya penjaga,” Naga Dilong terbang ke tengah perisai kristal, “Aku adalah Pedang Naga Api itu sendiri.”Du Fei menggeleng kebingungan, “Bagaimana bisa?”"Selama menjaga Pedang Naga Api, seiring waktu, jiwaku dan jiwa Pedang Naga Api telah menyatu.""Lalu di mana pedangnya?"Dilong tertawa kecil, “Pedang hanyalah bentuk fisik dari kekuatan sejati. Mereka semua se
Mata Zhi Zhu melebar, bibirnya menyunggingkan senyum kejam. "Ah! Kenapa tidak terpikirkan olehku? Kakak memang yang terpintar!""Tidak …," Yun Hao berbisik pada diri sendiri, perasaan ngeri menyergapnya. Membayangkan diri menjadi budak nafsu siluman membuat perutnya mual."Oh, lihat wajah ketakutannya!" Zhi Zhu terkikik seraya mengerling ke arah Yun Hao. "Aku sudah tak sabar melihatmu merangkak memohon cintaku, Tampan."Yun Hao memejamkan mata, memusatkan seluruh tenaga dalamnya. 'Aku harus bebas!' Ia merasakan aliran chi mengalir deras dalam pembuluh darahnya, mencari celah dalam ikatan benang perak."Tunggu sebentar, Bocah!" Xie She Tai Tai meliukkan tubuh ularnya menuju ruang racun. "Akan kuambilkan ramuan special untukmu.""Dan aku akan menyiapkan sarang cinta kita," Zhi Zhu mengusap pipi Yun Hao dengan jari lentiknya. "Jangan kemana-mana, Calon Suamiku!"Setelah kedua siluman kejam itu menghilang, Yun Hao mulai menggerakkan tubuhnya yang kaku. Benang perak melilit erat, setiap ge