Di sebuah rumah, seorang pria paruh baya tengah duduk di ranjangnya dengan selimut menutupi sampai pinggang. Terdapat syal putih yang melilit di lehernya. Matanya terbuka lebar karena di depannya tengah duduk seorang wanita berpakaian biasa sedang menyuapinya makan. Pria itu membuka pelan mulutnya ketika makanan yang dikunyahnya habis dan begitu seterusnya hingga makanan di piring sang wanita habis tak tersisa. Diambilnya air dalam gelas yang terletak di nakas dan mendekatkannya pada mulut pria itu yang meminumnya pelan, dikuti beberapa obat yang terus dikonsumsinya hampir satu tahun.
“Sudah selesai. Bapak mau nonton tv?” tanya wanita itu pelan dan dibalas kedipan mata oleh pria tersebut.
Maida, seorang wanita berusia 28 tahun dan bekerja sebagai perawat di rumah sakit swasta yang ada di kawasan Bogor. Sejak satu tahun lalu, dia mengambil pekerjaan yang ditawarkan seorang wanita bernama Tanaya dan memintanya untuk merawat seorang pria lumpuh karena stroke dengan gaji besar yang tak lain adalah suaminya sendiri. Mendapat penawaran gaji yang besar, tentu membuat Maida menerimanya dengan senang hati, meskipun baru pertama bertemu dengan Tanaya yang sedang ada di rumah sakit untuk melihat suaminya itu. Maida adalah wanita biasa yang harus bekerja keras untuk membiayai sekolah adiknya yang masih SMA dan sebentar lagi akan kuliah. Uang yang didapat dari mengurus Evran sangat cukup untuk membiayai kuliah adiknya hingga lulus. Namun, rupanya beban yang dipikul Maida juga cukup berat dan berbahaya karena masuk dalam lingkaran kelas atas dan penjahat yang sanggup melenyapkan nyawa orang lain.
Maida mengundurkan diri dari pekerjaannya di rumah sakit itu dan fokus merawat suami Tanaya yang bernama Evran. Pria paruh baya yang masih terlihat gagah dan tampan dengan wajah bule, meskipun lumpuh dan tak bisa bicara karena terkena stroke iskemik. Stoke ini terjadi karena adanya penyumbatan oleh darah beku pada liran darah menuju otak karena timbunan lemak pada aliran darah tersebut. Untuk mengobati stroke tersebut dilakukan dengan cara menghilangkan gumpalan yang terjadi akibat pembekuan darah tersebut dan penggunaan aspirin bisa dilakukan dalam keadaa darurat saja. Sejak mengalami sakit stoke, Tanaya tak pernah memeriksakan kondisi Evran ke rumah sakit karena sejujurnya dia ingin membunuhnya perlahan dan memutuskan cukup mengurungnya dengan identitas “Mati” yang telah disandangnya kini karena keberadaan Evran masih bisa dimanfaatkan Tanaya untuk menjalankan misi jahat selanjutnya.
Dengan sabar, Maida merawat Evren dan justru menganggapnya seperti ayah sendiri. Pada mulanya, Maida merasa tak ada yang ganjil hingga pada suata hari tanpa sengaja dia mendengar pembicaraan Tanya dan anaknya, Anindhita. Maida tak tuli dan memliki indra pendengaran yang tajam dan terkejut ketika menemukan fakta jika pria yang dirawatnya adalah seorang pria konglomerat yang selama ini dianggap telah meninggal dunia karena kecelakaan. Untuk menghilangkan rasa ingin tahunya, Maida mencari berita di Google dan menemukan identitas Evran sesungguhnya beserta nama keluarganya. Maida pun menyimpulkan jika dua wanita tersebut adalah orang jahat yang merupakan istri dan anak tiri Evran. Maida pun mencoba mencari akses untuk membantu menghubungi pihak keluarga Evran, tapi keterbatasan ruang gerak dia yang tak bisa keluar sembarangan rumah karena dijaga ketat oleh beberapa bodyguard membuat Maida tak bisa berbuat banyak, dan hanya bisa tetap berada di dekat Evran.
Menuruti Evran yang ingin menonton tv, Maida meletakkan piring dan gelas kosong ke nampan yang ada di atas nakas. Dia bangun dari duduknya dan meraih remote yang tergeletak di sofa dan biasa dia gunakan untuk tidur, lalu menyalakan tv. Seperti biasa, Maida akan memilihkan saluran yang menayangkan berita karena Evran sangat suka menonton berita. Tubuhnya tak bisa bergerak, bahkan mulutnya tak bisa bicara, tapi otak jeniusnya tetap berfungsi dengan baik. Melalui berita yang dia lihat, pengetahuan tentang perekonomian negeri dan berita nasional tetap diketahuinya, serta berita yang menayangkan jika dirinya telah meninggal dalam kecelakaan juga dilihatnya. Dalam hati, Evran mengutuk keras perbuatan jahat istri dan anak tirinya yang sudah mengarang cerita dan sedang menghancurkan rumah tangga anaknya, Jeff.
Keterbatasan Evran yang tak bisa bicara dan bergerak, membuat otak jeniusnya tak bisa berbuat banyak serta merutuki sakitnya yang sudah bejalan selama setahun, dan belum ada perkembangan. Dalam ketidakberdayaannya, Evran mengutuk Tanaya yang sudah mengarang cerita akan kematiannya di mana sebenarnya yang meninggal adalah orang lain, sedangkan dia masih hidup dalam keadaan lumpuh karena stroke yang dialami ketika tak sengaja mendengar jika Tanaya yang mencelakai almarhum istrinya lima tahun lalu, Alara. Terkejut mengetahui fakta tersebut, Evran tumbang dan dilarikan ke rumah skait. Hal itu dimanfaatkan kondisinya oleh Tanaya yang mengarang sebuah kecelakaan menggunakan mobil Evran di mana di dalamnya berisi pria lain yang meninggal di tempat karena masuk jurang dan meledak.
“Pak, aku ke dapur dulu, ya, cuci piring bekas makan sebentar,” kata Maida yang berdiri di sebelah ranjang dan dibalas kedipan mata.
Maida bergegas meninggalkan kamar sambil membawa nampan menuju dapur. Jami dinding sudah menunjukkan jam 1 siang dan cuaca di luar nampak cerah. Maida mencuci piring tadi dan menyimpannya ke rak setelah dikeringkan. Langkahnya menuju jendela yang ada di dapur dan terlihat di pos depan, dua orang bodyguard sedang berjaga sambil berbincang.
“Kapan aku bisa keluar dari pintu itu dan membawamu pergi dari rumah ini, Pak.” Maida bergumam menatap ke luar jendela di mana angin sepoi berhembus masuk ke jendela yang sengaja dibuka agar sirkulasi udara berganti.
Maida menghela nafas. Dia mearih handphone di tangannya dan tersenyum ketika mendapati sebuah pesan masuk dari adiknya, Alex. Dibacanya pesan itu dan senyum pun terukir di wajah tembem Maida.
“Kak, aku lulus dengan nilai uhuy. Aku senang dan ini persembahan buat Kakak!”
Begitulah isi pesan yang dikirim Alex. Seorang anak laki-laki dan saudara satu-satunya Maida. Dia tinggal di sebuah rumah peningglan orang tuanya yang sudah meninggal. Ya, kedua orang tua Maida tak berumur panjang karena meninggal terseret tsunami saat terjadi gempa di Banten di rumah Pamannya, dan beruntung Alex selamat kala itu.
Tersenyum cerah Maid mengetikan sebuah ucapan selamat untuknya dan bergegas ke kamar di mana Evran berada untuk sekedar berbagi berita bahagia. Maida berkata penuh bangga tentang adiknya di depan Evran yang terus bungkam dan hanya kedipan mata yang dia lakukan sebagai respon.
“Selamat untuk adikmu, Nak. Kelak dia akan tumbuh menjadi pria yang sukses dan membanggakanmu!” ucap Evran sebatas di dalam hati saja dan tak didengar Maida yang tersenyum cerah.
Rena sudah rapi dengan pakaiannya. Dress sebatas lutut yang membalut tubuh indahnya bak biola dipadukan dengan high heels yang senada. Rambutnya dibiarkan tergerai indah dan sedikit bergelombang. Langkahnya tergesa menuju mobil yang sudah dipanaskan Mang Imun, sopir yang biasanya selalu mengantar ke mana pun dia pergi. Namun, sejak beberapa minggu terakhir, Rena memilih untuk mengemudinya sendiri dan hal itu sudah diketahui oleh Jeff.“Neng, gak Mamang saja yang antar?” tanya Mang Imun menawarkan.“Tak usah, Mang. Saya kemudi sendiri saja. Lagi pula nanti siang Bik Narsih akan belanja bulanan. Jadi nanti tolong temani, ya,” tutur Rena tersenyum.Mang Imun hanya mengangguk
Hujan turun dengan lebat membuat jalan-jalan digenangi air cukup tinggi serta menimbulkan kemacetan di beberapa ruas jalan. Rena melajukan mobilnya perlahan dan memasuki kawasan perumahan mewah di kawasan Pluit. Mobilnya perlahan memasuki sebuah pintu gerbang yang kembali tertutup ketika mobilnya masuk seolah pintu itu tak pernah dibuka. Dia menghentikan mobilnya tepat di halaman di mana dua orang pria tengah berdiri di ambang pintu dan menatap kedatangannya. Dimatikannya mesin mobil dan terdiam untuk beberapa saat.“Aku akan menyelamatkanmu, Pa. Apa pun akan kulakukan demi membebaskanmu dari mereka,” gumam Rena menatap nanar rumah tersebut.Tangannya membuka pintu mobil dan meraih tas kecil miliknya, lalu berjalan perlahan menuju pintu di mana dua pria tin
Waktu menunjukkan jam 3 sore. Terdengar sebuah aktifitas tak wajar yang menyapa telinga bagi siapa pun yang melewati kamar tersebut di mana pintunya tak tertutup rapat. Sepasang anak manusia tengah mengais kenikmatan dunia dan sudah berlangsung sejak sejam lalu. Seorang pekerja wanita yang melewati ruangan tersebut mendadak terhenti langkahnya ketika mendengar samar-samar suara desahan yang tak sengaja didengarnya.“Suara apaan itu?” gumamnya yang berdiri seperti patung dengan indra pendengaran yang lebih dipertajam serta kening mengkerut.Tak berapa lama, terdengar erangan semakin kuat dari balik pintu yang terbuka sedikit dan membuat pekerja tersebut sadar apa yang sedang terjadi. Tanpa sadar, tangan kirinya menyentuh area antara dua pahanya, sedangkan ta
Rena terpaku mendengar ucapan Tanaya yang kembali mengingatkan jika hari ini dia akan menjalankan rencana selanjutnya demi menghancurkan rumah tangga dia dan Jeff. Terdengar helaan nafas berat yang Rena hembuskan dan tentu didengar serta dilihat oleh Evran yang menatap bingung padanya. Kepala Rena menoleh dan menatap sendu wajah Evran. Dia melihat matanya berkedip beberapa kali seolah bertanya rencana macam apa yang akan dilakukan oleh Rena atas perintah dan di bawah ancaman Tanaya. Tangan Rena yang masih menggenggam erat Evran terasa semakin kencang dan dirasakan olehnya yang tak berdaya."Pa, Rena pergi dulu, ya. Rena janji akan bawa Papa pergi dari sini secepatnya," ucap Rena pelan dan dibalas gumaman oleh Evran yang tentunya berisi larangan agar Rena tak menuruti kemauan Tanaya.
Di kantor, Jeff tengah meeting dengan para staff untuk membahas rencana pembangunan hotel yang akan didirikan di daerah Malang. Tak lupa, Ferry mendampingi Jeff dan duduk tepat di sebelah kanannya serta Imelda di sebelah kiri Jeff karena bertugas mencatat semua yang dibahas pada meeting tersebut."Apa semua surat izin sudah selesai?" tanya Jeff memastika kelengkapan dokumen sebagai syarat mendirikan hotel di daerah setempat."Sudah ok semua, Pak," jawab Pak Muldoko yang bertugas mengurus segala hal berkaitan tentang surat izin pembangunan hotel dan sebagainya hingga dinyatakan selesai dan siap dibangun."Untuk rancang bangunanya?" lanjut Jeff lagi.
Di sebuah rumah dengan tipe 21, seorang anak laki-laki terlihat sedang membaca buku di atas ranjang dengan sprei bermotif sebuah logo dari club sepak bola. Dia tengah fokus membaca buku ditemani suara musik yang diputarnya pelan dengan lagu Justin Beiber "Yummy" dan terus berulang. Jendela kamarnya terbuka hingga angin dari luar masuk dan membuat kamarnya terasa sejuk, terlebih telat di depan jendela kamar berdiri sebuah pohon jambu cangkok hasil tanaman ayahnya yang sudah meninggal dan tengah berbuah lebat. Tak berala lama, terdengar beberapa notif pesan menyambangi handphone yang dia letakkan di nakas tak jauh dari ranjang. Matanya melirik handphone itu dan dengan malas, tangannya berusaha meraih benda itu tanpa bangun dari tidurnya."Anjir, tanganku pendek banget, sih! Ambil hape saja tak sampai, gimana ambil cewek orang!" gumamnya kesal d
Di sebuah kamar bernuansa putih, Rena tengah duduk di depan cermin dengan dress seksi berwarna merah nyala membalut tubuhnya yang langsing. Terdapat belahan sampai paha di kaki kirinya dan membuat kulit putih begitu kontras terlihat. Maida datang menghampiri sambil membawa sisir dan dalam diam menyisir rambut Rena yang panjang. Lewat cermin dia melihat wajah Rena yang telah dipoles dengan make up tebal dengan pakaian seksi membuat dirinya pantas disebut wanita jalang di mana dua bukit kembarnya terlihat menonjol seolah akan tumpah. Rena nampak tertegun dengan raut wajah sedih yang bisa Maida lihat dengan jelas."Apa aku ajak bicara saja, ya?" suara hati Maida ragu untuk mengajak bicara Rena sambil terus menyisir rambutnya yang berwarna coklat.Terdengar helaan nafas ya
Mata Anin membulat, begitu pula dengan semua orang yang ada di kamar tersebut. Mereka tak menyangka jika Tanaya tega memukul anaknya di depan semua orang."Tante, sudahlah. Jangan marah-marah nanti darah tinggi bisa kumat!" ucap Dilara yang mendekat pada Tanaya dan sangat tajam memandang Anin tengah memegang pipinya karena terasa panas."Anak ini sudah keterlaluan. Makin hari semakin membantah dan cari ribut saja!" sahut Tanaya kesal dan sudah lelah akan tingkah Anin yang tak terkendali. Anin tak menimpali. Matanya ikut menatap tajam pada Dilara yang tengah menjadi pahlawan kesiangan bagi dirinya."Terserah Mama bilang apa! Aku tak perduli!" ucap Anin tajam dan pergi meninggalkan kamar itu sambi
Hari pun terus berlalu. Tanaya dan Dilara resmi mendekam di penjara dengan semua kejahatan yang telah mereka lakukan. Sedangkan Anin telah resmi menikah dengan Kimoy tanpa restu dari Tanaya dan hidup sederhana serta membuka rumah makan yang cukup ramai berkat keahlian Kimoy meracik bumbu dan pintar masak selama ini. Anin sudah mengetahui apa yang telah menimpa Tanaya dan sudah berkunjung ke penjara menjenguknya beberapa kali. Tangis dan sesal ditunjukkan oleh Tanaya dan Dilara setelah mendekam di penjara untuk menebus semua kejahatan yang dilakukan mereka, meskipun hukuman yang diberikan kepada Dilara jauh lebih ringan, tapi tetap saja membuat dia begitu sedih dan menyesali perbuatannya selama ini. Jeff dan Rena pun beberapa kali berkunjung ke pen
Tubuh Tanaya seketika menegang melihat apa yang ada di hadapannya kini. Matanya menelisik satu-persatu tiap orang yang ada di depannya dalam keadaan duduk dan terdiam serta memandang tajam ke arahnya. Berkali-kali Tanaya menelan salivan karena tenggorokannya yang mendadak tercekat. Lututnya seolah lemah dengan kepalanya yang mendadak sakit dan berharap bahwa apa yang dialami saat ini hanyalah sebuah halusinasi saja akibat sedang kesal dengan perbuatan yang Anin lakukan. "Astaga, sepertinya aku ben
Mendengar jawaban yang diberikan oleh Hakan dan terlihat begitu santai, Tanaya memincing curiga ke arahnya serta menelisik saksama. Dia pun menatap sekeliling dan terlihat suasana rumah yang begitu tenang. Hal itu membuat kening Tanaya berkerut banyak karena merasa aneh dan tak biasa."Sejak kapan kau berada di sini? Apa kau belum pulang sejak semalam?" tanya Tanaya menatap tajam pada Hakan yang duduk berseberangan dengannya.
Setelah memerintahkan Maida untuk memberikan sarapan kepada Rena, Tanaya akhirnya pamitan untuk pulang sebentar ke kediamannya sekedar melihat apakah Anin pulang ke rumah atau tidak. Namun, sesampainya di rumah dia masih tidak menemukan keberadaan Anin dan hari itu kembali membuat darah tingginya kumat. Dia duduk di ruang keluarga sambil memijit pelipisnya yang terasa sakit. Tak berapa lama, dia meraih handphone yang ada dindalam handbag berwarna hitam miliknya untuk menghubungi Dilara karena sejak semalam dia berpamitan untuk makan malam di rumah Jeff hingga kini masih belum memberi kabar, meskipun hanya berupa pesan. Berulang kali Tanaya menghubungi Dilara, tapi tak kunjung diangkat. Dia pun merasa aneh kenapa Dilara tak mengangkat panggilannya
Keesokan harinya, Rena terbangun dengan tubuh yang terasa begitu sakit karena dia dikurung di sebuah gudang tak jauh dari kebun belakang. Dia tertidur hanya beralaskan sebuah koran bekas. Ruangan tersebut tak ada penerangan sama sekali, kecuali cahaya lampu yang masuk dari jendela. Selain itu, ruangan tersebut memang cukup luas, di mana barang-barangnya tidak terlalu penuh dan kebanyakan diisi oleh buku-buku serta elektronik yang sudah tak digunakan. Rena meregangkan otot yang terasa kaku serta tubuhnya yang sedikit menggigil karena semalaman dia tidur di lantai. Dia menatap ke jendela dan berpikir untuk menebak sekiranya sudah jam berapa saat itu. Ketika dia sedang menerka, tiba-tiba terdengar perutnya yang berbunyi menandakan bahwa dia kelaparan
Di kediaman Jeff, Dilara terkejut ketika mendengar kalimat yang diucapkan oleh Jeff karena tak menyadari dan terbuai dengan khayalan kotornya sendiri. Dengan cepat, dia melepaskan tangannya dari payudara yang dia remas sendiri sejak tadi, sehingga memicu gairah. Merasa terciduk, wajah Dilara seketika merona karena malu dilihat oleh Jeff yang tak disadarinya sudah keluar dari kamar mandi. "Dasar bodoh! Kenapa aku tak dengar dia keluar kamar mandi, sih! Benar-benar memalukan!" kata Dilara dalam hati
Di Jalan Raflesia, Maida yang berada di kamar Evran saat kejadian diseretnya Rena untuk dikurung seperti mereka tentu terkejut karena tak menyangka bahwa Rena akan kembali ke rumah itu. Evran yang tentu mendengar dengan jelas teriakan Rena hanya bisa melotot tak percaya mendengar teriakan menantunya karena diseret paksa oleh penjaga rumah diiringi bentakan dari Tanaya. Hatinya tentu sangat geram karena tindakan Tanayaa yang sudah melampaui batas dan benar-benar ingin menyingkirkan orang yang dia cintai. Bahkan, Evran yakin Tanaya akan melenyapkan dia beserta Rena dan jika sudah mendapatkan hartanya, dia pun yakin Tanaya akan menyingkirkan Jeff. Maida bisa melihat betapa Evran berbaring gelisah di ranjang. Tahu apa yang telah dilakukan Fanaya kali
Sekitar jam 6 sore, akhirnya Jeff tiba di kediamannya. Pikiran dia masih tertuju pada Rena yang saat ini berada di Jalan Raflesia dan terkurung bersama Evran. Dia berjalan lunglai masuk ke dalam rumah dan terkejut ketika disambut oleh sosok wanita dengan pakaian seksi serta make up tebal yang tak lain adalah Dilara. Terhenyak sebentar, pikiran waras Jeff akhirnya kembali dan sadar bahwa siang tadi Dilara sudah memberikan pesan kepadanya bahwa malam ini dia akan datang ke rumah untuk makan malam bersama. Sadar akan hal itu, dia menarik nafas panjang. Matanya menatap malas pada Dilara yang berjalan mendekat untuk menyambut kepulangannya.
Kimin dan Codet seketika mendekati Rena yang terkejut dan mundur untuk menghindar, tapi mereka menarik tangannya demi melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh Tanaya. "Tidak! Jangan sentuh aku! Lepaskan kubilang!" teriak Rena berusaha menolak kedua penjaga itu yang tentu dengan mudah meringkus Rena.