Waktu menunjukkan jam 3 sore. Terdengar sebuah aktifitas tak wajar yang menyapa telinga bagi siapa pun yang melewati kamar tersebut di mana pintunya tak tertutup rapat. Sepasang anak manusia tengah mengais kenikmatan dunia dan sudah berlangsung sejak sejam lalu. Seorang pekerja wanita yang melewati ruangan tersebut mendadak terhenti langkahnya ketika mendengar samar-samar suara desahan yang tak sengaja didengarnya.
“Suara apaan itu?” gumamnya yang berdiri seperti patung dengan indra pendengaran yang lebih dipertajam serta kening mengkerut.
Tak berapa lama, terdengar erangan semakin kuat dari balik pintu yang terbuka sedikit dan membuat pekerja tersebut sadar apa yang sedang terjadi. Tanpa sadar, tangan kirinya menyentuh area antara dua pahanya, sedangkan ta
Rena terpaku mendengar ucapan Tanaya yang kembali mengingatkan jika hari ini dia akan menjalankan rencana selanjutnya demi menghancurkan rumah tangga dia dan Jeff. Terdengar helaan nafas berat yang Rena hembuskan dan tentu didengar serta dilihat oleh Evran yang menatap bingung padanya. Kepala Rena menoleh dan menatap sendu wajah Evran. Dia melihat matanya berkedip beberapa kali seolah bertanya rencana macam apa yang akan dilakukan oleh Rena atas perintah dan di bawah ancaman Tanaya. Tangan Rena yang masih menggenggam erat Evran terasa semakin kencang dan dirasakan olehnya yang tak berdaya."Pa, Rena pergi dulu, ya. Rena janji akan bawa Papa pergi dari sini secepatnya," ucap Rena pelan dan dibalas gumaman oleh Evran yang tentunya berisi larangan agar Rena tak menuruti kemauan Tanaya.
Di kantor, Jeff tengah meeting dengan para staff untuk membahas rencana pembangunan hotel yang akan didirikan di daerah Malang. Tak lupa, Ferry mendampingi Jeff dan duduk tepat di sebelah kanannya serta Imelda di sebelah kiri Jeff karena bertugas mencatat semua yang dibahas pada meeting tersebut."Apa semua surat izin sudah selesai?" tanya Jeff memastika kelengkapan dokumen sebagai syarat mendirikan hotel di daerah setempat."Sudah ok semua, Pak," jawab Pak Muldoko yang bertugas mengurus segala hal berkaitan tentang surat izin pembangunan hotel dan sebagainya hingga dinyatakan selesai dan siap dibangun."Untuk rancang bangunanya?" lanjut Jeff lagi.
Di sebuah rumah dengan tipe 21, seorang anak laki-laki terlihat sedang membaca buku di atas ranjang dengan sprei bermotif sebuah logo dari club sepak bola. Dia tengah fokus membaca buku ditemani suara musik yang diputarnya pelan dengan lagu Justin Beiber "Yummy" dan terus berulang. Jendela kamarnya terbuka hingga angin dari luar masuk dan membuat kamarnya terasa sejuk, terlebih telat di depan jendela kamar berdiri sebuah pohon jambu cangkok hasil tanaman ayahnya yang sudah meninggal dan tengah berbuah lebat. Tak berala lama, terdengar beberapa notif pesan menyambangi handphone yang dia letakkan di nakas tak jauh dari ranjang. Matanya melirik handphone itu dan dengan malas, tangannya berusaha meraih benda itu tanpa bangun dari tidurnya."Anjir, tanganku pendek banget, sih! Ambil hape saja tak sampai, gimana ambil cewek orang!" gumamnya kesal d
Di sebuah kamar bernuansa putih, Rena tengah duduk di depan cermin dengan dress seksi berwarna merah nyala membalut tubuhnya yang langsing. Terdapat belahan sampai paha di kaki kirinya dan membuat kulit putih begitu kontras terlihat. Maida datang menghampiri sambil membawa sisir dan dalam diam menyisir rambut Rena yang panjang. Lewat cermin dia melihat wajah Rena yang telah dipoles dengan make up tebal dengan pakaian seksi membuat dirinya pantas disebut wanita jalang di mana dua bukit kembarnya terlihat menonjol seolah akan tumpah. Rena nampak tertegun dengan raut wajah sedih yang bisa Maida lihat dengan jelas."Apa aku ajak bicara saja, ya?" suara hati Maida ragu untuk mengajak bicara Rena sambil terus menyisir rambutnya yang berwarna coklat.Terdengar helaan nafas ya
Mata Anin membulat, begitu pula dengan semua orang yang ada di kamar tersebut. Mereka tak menyangka jika Tanaya tega memukul anaknya di depan semua orang."Tante, sudahlah. Jangan marah-marah nanti darah tinggi bisa kumat!" ucap Dilara yang mendekat pada Tanaya dan sangat tajam memandang Anin tengah memegang pipinya karena terasa panas."Anak ini sudah keterlaluan. Makin hari semakin membantah dan cari ribut saja!" sahut Tanaya kesal dan sudah lelah akan tingkah Anin yang tak terkendali. Anin tak menimpali. Matanya ikut menatap tajam pada Dilara yang tengah menjadi pahlawan kesiangan bagi dirinya."Terserah Mama bilang apa! Aku tak perduli!" ucap Anin tajam dan pergi meninggalkan kamar itu sambi
Sejam kemudian, Jeff tiba di Amara Cafe yang mana adalah milik salah satu sahabat Jeff saat SMA dan telah menikah. Terlihat seorang wanita muda berambut pendek dengan dress berwarna biru langit tengah duduk ditemani segelas kopi dan beberap cup cake di hadapannya. Matanya terlihat sedang memandangi keramaian di luar cafe dari jendela yang nampak ramai oleh kendaraan. Di saat matanya sibuk dengan segala pikiran yang ada, terdengar suara dan mengalihkan pandangannya melihat Jeff berjalan menghampiri."Maaf sudah membuatmu menunggu lama," ucap Jeff yang sudah berada di hadapan Deska. Menatap Jeff yang ada di depannya kini, senyum Deska terukir manis dan membalas sapaannya."Tidak apa-apa. Aku juga belum lama tiba," sahut Deska cepat.
Rena sedang duduk di kamar. Dia memandang dirinya dengan raut wajah menjijikkan. Pakaian yang dia kenakan terlihat begitu terbuka di mana bagian dadanya menyembul keluar seolah ingin tumpah dengan belahan dress yang menampakkan paha mulusnya yang selama ini hanya dia tunjukkan untuk Jeff. Senyum kecut terukir di bibirnya yang merasa jijik dengan dirinya kini, terlebih beberapa jam lalu dia harus rela disentuh dengan mesra oleh pria yang bukan suaminya, Hakan. Ya, Hakan menjadi pria yang sedikit beruntung karena mendapat kesempatan menyentuh tubuh indah Rena demi peran yang disematkan oleh Tanaya padanya. Meskipun pada awalnya Dilara menolak perintah itu, tapi dengan terpaksa Dilara merelakan Hakan yang selaku kekasihnya untuk bermesraan dengan Rena di atas ranjang dan seharusnya dia yang melakukan hal tersebut dengan Hakan karena kekasihnya.
Sekitar jam 7 malam, Alexnaria dan Bebek akhirnya berangkat menuju alamat yang diberikan oleh Maida untuk mengantarkan beberapa potong pakaian dimintanya. Menempuh perjalanan sekitar 1 jam dengan motor, mereka tiba di sebuah perumahan mewah. Mereka menyusuri jalan dengan laju motor yang sedang dengan kepala keduanya menoleh sisi kiri kanan membaca setiap nama jalan dan nomor urut rumah. Sekitar lima menit kemudian, tibalah mereka di jalan Raflesia."Depan jalan Raflesia, tuh, Bek!" seru Alex sambil menepuk bahu Bebek tanpa mengangkatnya."Meluncurrrrr!" sahut Bebek mempercepat sedikit laju motornya.Mata keduanya kembali menghitung nomor urut rumah yang berjajar rapi di mana terdapat pos keamana
Hari pun terus berlalu. Tanaya dan Dilara resmi mendekam di penjara dengan semua kejahatan yang telah mereka lakukan. Sedangkan Anin telah resmi menikah dengan Kimoy tanpa restu dari Tanaya dan hidup sederhana serta membuka rumah makan yang cukup ramai berkat keahlian Kimoy meracik bumbu dan pintar masak selama ini. Anin sudah mengetahui apa yang telah menimpa Tanaya dan sudah berkunjung ke penjara menjenguknya beberapa kali. Tangis dan sesal ditunjukkan oleh Tanaya dan Dilara setelah mendekam di penjara untuk menebus semua kejahatan yang dilakukan mereka, meskipun hukuman yang diberikan kepada Dilara jauh lebih ringan, tapi tetap saja membuat dia begitu sedih dan menyesali perbuatannya selama ini. Jeff dan Rena pun beberapa kali berkunjung ke pen
Tubuh Tanaya seketika menegang melihat apa yang ada di hadapannya kini. Matanya menelisik satu-persatu tiap orang yang ada di depannya dalam keadaan duduk dan terdiam serta memandang tajam ke arahnya. Berkali-kali Tanaya menelan salivan karena tenggorokannya yang mendadak tercekat. Lututnya seolah lemah dengan kepalanya yang mendadak sakit dan berharap bahwa apa yang dialami saat ini hanyalah sebuah halusinasi saja akibat sedang kesal dengan perbuatan yang Anin lakukan. "Astaga, sepertinya aku ben
Mendengar jawaban yang diberikan oleh Hakan dan terlihat begitu santai, Tanaya memincing curiga ke arahnya serta menelisik saksama. Dia pun menatap sekeliling dan terlihat suasana rumah yang begitu tenang. Hal itu membuat kening Tanaya berkerut banyak karena merasa aneh dan tak biasa."Sejak kapan kau berada di sini? Apa kau belum pulang sejak semalam?" tanya Tanaya menatap tajam pada Hakan yang duduk berseberangan dengannya.
Setelah memerintahkan Maida untuk memberikan sarapan kepada Rena, Tanaya akhirnya pamitan untuk pulang sebentar ke kediamannya sekedar melihat apakah Anin pulang ke rumah atau tidak. Namun, sesampainya di rumah dia masih tidak menemukan keberadaan Anin dan hari itu kembali membuat darah tingginya kumat. Dia duduk di ruang keluarga sambil memijit pelipisnya yang terasa sakit. Tak berapa lama, dia meraih handphone yang ada dindalam handbag berwarna hitam miliknya untuk menghubungi Dilara karena sejak semalam dia berpamitan untuk makan malam di rumah Jeff hingga kini masih belum memberi kabar, meskipun hanya berupa pesan. Berulang kali Tanaya menghubungi Dilara, tapi tak kunjung diangkat. Dia pun merasa aneh kenapa Dilara tak mengangkat panggilannya
Keesokan harinya, Rena terbangun dengan tubuh yang terasa begitu sakit karena dia dikurung di sebuah gudang tak jauh dari kebun belakang. Dia tertidur hanya beralaskan sebuah koran bekas. Ruangan tersebut tak ada penerangan sama sekali, kecuali cahaya lampu yang masuk dari jendela. Selain itu, ruangan tersebut memang cukup luas, di mana barang-barangnya tidak terlalu penuh dan kebanyakan diisi oleh buku-buku serta elektronik yang sudah tak digunakan. Rena meregangkan otot yang terasa kaku serta tubuhnya yang sedikit menggigil karena semalaman dia tidur di lantai. Dia menatap ke jendela dan berpikir untuk menebak sekiranya sudah jam berapa saat itu. Ketika dia sedang menerka, tiba-tiba terdengar perutnya yang berbunyi menandakan bahwa dia kelaparan
Di kediaman Jeff, Dilara terkejut ketika mendengar kalimat yang diucapkan oleh Jeff karena tak menyadari dan terbuai dengan khayalan kotornya sendiri. Dengan cepat, dia melepaskan tangannya dari payudara yang dia remas sendiri sejak tadi, sehingga memicu gairah. Merasa terciduk, wajah Dilara seketika merona karena malu dilihat oleh Jeff yang tak disadarinya sudah keluar dari kamar mandi. "Dasar bodoh! Kenapa aku tak dengar dia keluar kamar mandi, sih! Benar-benar memalukan!" kata Dilara dalam hati
Di Jalan Raflesia, Maida yang berada di kamar Evran saat kejadian diseretnya Rena untuk dikurung seperti mereka tentu terkejut karena tak menyangka bahwa Rena akan kembali ke rumah itu. Evran yang tentu mendengar dengan jelas teriakan Rena hanya bisa melotot tak percaya mendengar teriakan menantunya karena diseret paksa oleh penjaga rumah diiringi bentakan dari Tanaya. Hatinya tentu sangat geram karena tindakan Tanayaa yang sudah melampaui batas dan benar-benar ingin menyingkirkan orang yang dia cintai. Bahkan, Evran yakin Tanaya akan melenyapkan dia beserta Rena dan jika sudah mendapatkan hartanya, dia pun yakin Tanaya akan menyingkirkan Jeff. Maida bisa melihat betapa Evran berbaring gelisah di ranjang. Tahu apa yang telah dilakukan Fanaya kali
Sekitar jam 6 sore, akhirnya Jeff tiba di kediamannya. Pikiran dia masih tertuju pada Rena yang saat ini berada di Jalan Raflesia dan terkurung bersama Evran. Dia berjalan lunglai masuk ke dalam rumah dan terkejut ketika disambut oleh sosok wanita dengan pakaian seksi serta make up tebal yang tak lain adalah Dilara. Terhenyak sebentar, pikiran waras Jeff akhirnya kembali dan sadar bahwa siang tadi Dilara sudah memberikan pesan kepadanya bahwa malam ini dia akan datang ke rumah untuk makan malam bersama. Sadar akan hal itu, dia menarik nafas panjang. Matanya menatap malas pada Dilara yang berjalan mendekat untuk menyambut kepulangannya.
Kimin dan Codet seketika mendekati Rena yang terkejut dan mundur untuk menghindar, tapi mereka menarik tangannya demi melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh Tanaya. "Tidak! Jangan sentuh aku! Lepaskan kubilang!" teriak Rena berusaha menolak kedua penjaga itu yang tentu dengan mudah meringkus Rena.