Bonita mengawasi Kenzo dan Helga yang sedang mengukur sampel gaun pengantin berwarna salem dengan aksen bunga dan kupu-kupu yang bertebaran di sekeliling bahu. Gaun itu dipasangkan pada manekin yang diletakkan di tengah ruangan, tepat di sebelah Maria yang sedang menyesap minuman manis berwarna pink bertabur gula-gula berbentuk bintang berkilau warna-warni. Bonita menahan keinginan untuk menyambar minuman itu dan membuangnya ke tempat sampah demi menjaga reputasi yang sedang berada di perbatasan.
Sejak Maria menginjakkan kaki di bridal, suasana berubah. Wanita itu memancarkan kesombongan yang tidak mampu ditampung oleh tubuhnya sendiri. Lebih dari itu, aura mendominasi seolah hanya dirinya yang superior dibandingkan semua orang di ruangan itu membuat Kenzo dan Helga merasa muak.
"Anda harus diet agar bisa menurunkan berat badan sebanyak dua kilo jika tetap memaksa menggunakan ukuran itu, Princess." Tegur Kenzo seraya mengukur pinggang Maria. Matanya melirik pada minuman pink yang kini tergeletak di meja. Nada suaranya sopan dan manis, walau makna di baliknya sangat tajam. Bagaimana tidak? Dia sedang menahan kekesalan yang teramat sangat karena Maria berhasil mengerjainya dengan menambahkan berbagai detail hingga mengubah desain awal yang sudah mereka sepakati sejak bulan lalu.
Maria melirik Kenzo tanpa minat, "Aku pasti berhasil menurunkan berat badan tepat saat pesta pernikahanku berlangsung, Ken. Jangan mencemoohku seolah aku tidak sanggup melakukannya."
"Saya mengenal instruktur yoga yang bisa membantu Anda menurunkan berat badan. Anda bisa menghubungi saya kapan saja jika membutuhkan informasi." Sindir kenzo dengan bibir melengkungkan senyum ramah.
Maria berdecak kesal, "Aku bisa menurunkan berat badan tanpa instruktur manapun. Aku hanya perlu mengubah pola makan seminggu sebelum menikah dan akan memakan apapun setelahnya."
Kenzo tersenyum sinis walau senyum itu lenyap saat bertemu tatap dengan Bonita. Helga meminta Kenzo diam dengan bibir bergerak tanpa suara. Bonita menggeleng pelan melihat tingkah dua asisten dan pelanggan di hadapannya —yang merupakan seorang teman lama. Entah sudah berapa kali mereka berdebat tentang berat badan, model gaun, juga ukuran gaun yang seharusnya dipilih oleh Maria untuk pesta pernikahannya.
Sesi pengepasan gaun dengan Maria sudah berlangsung lebih dari dua jam. Jam pertama, Maria berhasil mengajak Bonita berbincang mengenai hal remeh-temeh tentang teman-teman lama hingga Kenzo dan Helga sungkan untuk mengganggu. Selanjutnya, Maria berhasil membuat Bonita mengubah desain gaun dari yang sebelumnya dan yang terakhir diminta merupakan desain kelima belas.
"Boo, aku ingin kamu menambahkan lima kupu-kupu di sini." Titah Maria dengan senyum lebar dan hidung terkembang seraya menunjuk ke arah pinggul kanan manekin. "Maksudku, kupu-kupu yang terlihat hidup. Aku akan membayar berapa pun harga yang kamu minta."
"Lima terlalu berlebihan. Bagaimana dengan dua? Aku akan membuatnya dengan ukuran sempurna dan membuatmu terlihat seperti putri yang baru datang dari negeri sihir." Tawar Bonita dengan senyum memikat yang biasa diberikan pada semua pelanggannya. Dia tahu harga tidak akan menjadi masalah untuk seseorang yang menginginkan momen pernikahan sempurna yang hanya akan terjadi sekali dalam seumur hidup mereka.
"Baiklah. Kapan aku bisa melihat hasilnya? Aku akan mengajak Tommy ke sini."
"Tiga minggu lagi."
"Tidak bisakah kamu menyelesaikannya lebih cepat?"
"Akan aku usahakan, tapi aku tidak ingin berjanji kosong padamu. Aku lebih mementingkan kualitas. Seharusnya kamu tahu hal itu sebelum memutuskan memakai jasaku."
"Baiklah kalau begitu. Kapan kamu akan menyusulku menikah? Bukankah empat tahun waktu yang terlalu lama untuk berpikir akan menikah atau tidak dengan kekasihmu?"
Bonita meletakkan map berisi kertas-kertas desain gaun di atas meja, lalu tersenyum simpul. Dia dan Maria merupakan teman sekolah delapan tahun lalu. Mereka tidak terlalu dekat, tapi cukup mengenal satu sama lain karena ruang kelas mereka berdekatan. Satu hal yang Bonita tahu dengan pasti, Maria yang seorang pencari berita ulung tidak akan mudah menyerah untuk mendapatkan informasi.
"Benjamin belum melamarmu?"
Bonita menahan tawa karena tebakan Maria salah, "Itu urusanku dengannya. Sesi kita hari ini selesai. Aku akan memberitahu saat gaunmu selesai dibuat."
Maria tersinggung hingga kedua alisnya yang tipis mengernyit, "Tidak bisakah kamu menyediakan waktu lebih lama untukku? Aku akan membayar berapa pun harga yang kamu minta."
Bonita bangkit dengan cepat ke arah manekin bergaun untuk mengelus permukaan kainnya, "Itu akan jauh lebih bagus. Bisa antar pelanggan cantik kita ke bawah, Ken? Temani dia berbincang hingga bosan. Dia juga harus memeriksa berkas untuk melihat rincian harga gaunnya. Jangan lupa suguhkan minuman apapun yang dia inginkan."
Kenzo mengangguk singkat seraya menggiring tubuh Maria menuruni tangga, sedangkan Helga menghela napas lega yang terdengar jelas di telinga Bonita saat sedang membereskan gaun dari manekin. Helga meletakkan gaun kembali ke ruang penyimpanan dengan suara kelontangan keras yang berasal dari tiang gaun yang terbuat dari baja yang terjatuh.
"Ini bukan pertama kalinya kamu bertemu dengan pelanggan yang menyebalkan. Jangan mengeluh." Tegur Bonita saat Helga kembali.
"Aku tidak mengeluh. Aku hanya menghela napas. Bagaimana mungkin kamu memiliki teman yang begitu ingin tahu tentang kapan kamu akan menikah? Maksudku ... waktu kapan kamu akan menikah seratus persen milikmu. Kamu sendiri yang memilihnya dan dia tidak akan bisa mencampuri apapun keputusanmu."
Bonita tertawa kecil dengan tatapan beralih pada ponsel yang tergeletak di meja. Ponsel itu bergetar tanpa dering saat menerima pesan yang datang dari Velica.
[Kamu tidak akan memercayai apa yang kulihat, Boo.]
[Apa yang kamu lihat?]
[Aku baru saja melihat Benjamin dan Zayna. Aku ingin mengambil foto mereka, tapi kehilangan jejak karena langkahku tertutup fotografer yang sedang memburu foto semua tamu undangan yang datang.]
[Bukankah kamu sedang berada di acara pembukaan hotel?]
[Ya, dan aku melihat kekasihmu sedang dipeluk oleh Zayna.]
[Siapa Zayna?]
[Zayna Lott. Model yang beberapa bulan lalu naik daun karena mempromosikan desain bikini terbaru dari Kith.]
Bonita menatap ponsel di tangannya tanpa berkedip. Sepengetahuannya, Velica sedang berada di kota lain, di sebuah hotel dekat pantai karena mendapatkan pekerjaan untuk merias wajah Isabell —model yang biasa menggunakan jasa Velica. Bonita ingat Benjamin memang memberi pesan padanya beberapa hari lalu bahwa dia akan pergi ke kota yang sama untuk membantu teman lama.
Nama Benjamin dengan cepat muncul di layar ponsel. Bonita mencoba menelepon kekasihnya itu, tapi hanya disambut nada dering tanpa ada jawaban. Bonita mencoba menelepon berkali-kali hingga jarinya kebas karena kesal, tapi hasilnya tetap sama. Hatinya gelisah. Pikirannya mulai dipenuhi berbagai skenario buruk yang mungkin terjadi. Jantungnya berdetak kencang dengan irama tidak beraturan karena membayangkan wanita lain sedang memeluk kekasihnya.
'Bee (Benjamin) tidak mungkin berselingkuh dariku. Velica mungkin salah melihat.' Pikir Bonita tepat saat pesan lain datang dari Velica yang berisi sebuah foto.
Foto yang dikirimkan Velica merupakan foto Benjamin dengan wanita anggun yang cantik dan sangat seksi. Mereka memakai pakaian formal dengan warna senada, sedang saling menatap dan tertawa. Bonita hampir kehilangan akal karena melihat lengan Benjamin dipeluk mesra oleh wanita itu.
Selama empat tahun menjalin hubungan dengan Benjamin, tidak sekalipun Bonita melihat gelagat kekasihnya sebagai pria yang memiliki hobi berganti wanita dalam semalam. Itu pula yang membuatnya berniat menerima lamaran Benjamin dalam waktu dekat. Namun, interaksi yang terekam di dalam foto yang dia lihat membuatnya ragu.
Bonita meminta Velica mengirimkan lokasi hotel. Dia beranjak menghampiri meja kerjanya untuk mengambil tas dan serangkaian kunci, lalu berlari menuruni tangga menuju parkiran hingga mengabaikan panggilan dari Kenzo dan Maria.
Setelah duduk di balik kemudi mobil, dia membuka pesan baru dari Velica yang sudah mengirimkan titik lokasi. Tidak lama, mobil dipacu dengan kecepatan tinggi. Gemuruh di dada Bonita membutuhkan jawaban. Dia akan memaksa Benjamin menjelaskan apa yang terjadi.
Pernikahan orang tua Bonita yang gagal telah memberinya pelajaran. Bahwa jika yang satu berniat untuk pergi, maka lebih baik yang lain merelakan sesakit apapun perasaan yang tertinggal.
Air mata meleleh di pipi Bonita saat mengingat kembali betapa hancur keluarganya saat orang tuanya berpisah hingga meninggalkan empat jiwa terluka, walau ibunya tidak terlihat lagi di mana keberadaannya. Bonita hanya meyakini, bahwa ibunya juga terluka walau tidak pernah menampakkan diri di hadapannya sejak perpisahan itu terjadi.
Bisakah hatinya merelakan Benjamin pergi setelah akhirnya berhasil memberanikan diri untuk menjalin hubungan dan menemukan kenyamanan? Hanya Benjamin satu-satunya pria yang menjadi pengharapan kasih baginya. Mampukah dia bersikap seperti ayahnya yang merelakan ibunya pergi dengan pria lain dan terus hidup tanpa orang yang dicintai?
***
Lebih dari tiga jam berlalu sejak Velica memberitahu lokasi acara pembukaan hotel pada Bonita. Dia sudah mencoba menelepon sahabatnya itu berkali-kali, tapi tidak ada jawaban. Saat ini, dia sedang berdiri di tepi jalan raya seraya memicingkan mata untuk melihat mobil Bonita yang mungkin akan muncul kapan saja. Namun, hari semakin larut. Cahaya lampu mobil yang hilir-mudik mungkin saja membuatnya salah melihat.''Ayolah, Boo. Percuma saja kamu datang." Gumam Velica seraya berjalan menghampiri gedung hotel. Dia menyandarkan punggung ke dinding. Matanya melirik ke arah kotak peralatan rias yang tergeletak di sebelahnya. Entah sudah berapa puluh orang yang melewatinya dan menatap aneh ke arahnya sejak tadi. Dia bahkan sempat menatap tajam pada beberapa pria hidung belang yang terlihat berniat mengganggu hingga mereka pergi dengan sendirinya.Velica menghela napas berat. Dia menyesal karena baru menyadari lebih baik memberitahu Bonita tentang perselingkuhan Benjamin besok saja. Dia terlalu
Berbagai pikiran yang menghampiri Bonita tidak sanggup membuatnya tertidur walau berusaha memejamkan mata. Saat akhirnya dia membuka mata karena matanya terasa sangat perih, Velica sudah terlelap.Dia menghela napas gusar dan mengambil ponsel yang tergeletak di dekatnya, tapi tidak ada satu pun kabar dari Benjamin hingga membuat luka di hatinya semakin menganga dan mulai terasa menyesakkan. Kini, berbagai perasaan buruk yang berkecamuk di dalam hatinya berubah menjadi ombak yang bergulung-gulung tanpa mampu dibendung.'Dia pasti sibuk, bukan? Sibuk bercinta.' Pikirnya putus asa.Dadanya berdenyut nyeri saat kata-kata itu muncul. Dia mampu membayangkan apa yang Benjamin dan model bernama Zayna itu lakukan seolah benar-benar sedang melihatnya di depan mata. Sesuatu yang bahkan belum pernah dilakukan olehnya dan Benjamin selama empat tahun menjalin hubungan. Namun, dia wanita dewasa. Dia tahu betul apa yang terjadi jika sepasang manusia sedang bercinta.'Sadarlah, Boo! Seharusnya kamu mer
Perjalanan panjang dari hotel dipenuhi dentam kencang berulang yang mengalir dari jantung ke seluruh tubuh, hingga membuat Bonita menggigil karena amarah. Sesampainya di rumah, dia meletakkan tas dan serangkaian kunci asal saja di tepi kolam renang, lalu mengempaskan tubuh ke dalam air yang menyilaukan mata. Masih terbayang di pelupuk matanya saat Benjamin dipeluk mesra oleh Zayna di dalam lift berjam-jam yang lalu. Dinginnya air kolam tidak mampu membuatnya berpikir jernih. Gigilan di tubuhnya bertambah. Amarahnya teraduk dengan rasa cemburu. Dia tidak mampu mengutarakan emosi macam apa yang sedang memenuhi jiwanya.Bagaimanapun kelihatannya di mata Bonita, di antara perasaannya yang berkecamuk hingga segalanya yang terlihat hanyalah abu-abu, Benjamin dan Zayna memang terlihat sangat serasi. Bonita sangat yakin mereka sepertinya sudah lama menjalin hubungan. Sepertinya kata-kata Benjamin saat menyebut Zayna sebagai teman lama —walau tanpa menyebut nama Zayna, memang merupakan kebenar
"Kamu baik-baik saja?" tanya Helga untuk yang kesekian kalinya.Bonita mengedikkan bahu. Dia terlalu malas untuk menjawab setelah diceramahi habis-habisan oleh ayahnya.Pagi tadi, Nolan datang ke bridal. Dia mengaku baru saja membebaskan Benjamin dari kurungan penjara sementara di kantor polisi. Bonita sudah menjelaskan apa yang terjadi, tapi Nolan tetap memintanya bicara baik-baik dibandingkan dengan memanggil polisi untuk mengusir Benjamin. Nolan berpendapat, bagaimanapun juga Benjamin bukan kriminal karena datang ke rumah dengan niat untuk meluruskan masalah.Di layar ponsel Bonita yang sedang digenggam olehnya saat ini terdapat berbagai gosip mengenai betapa dekatnya hubungan Benjamin dan model bernama Zayna Lott. Dua insan itu bermunculan di berbagai portal berita. Bahkan ada foto-foto di sebuah halaman majalah online yang memublikasikan mereka sebagai "pasangan kekasih baru paling panas".Bonita berdecak kesal dengan dada bergemuruh. Ponselnya dihempaskan asal saja ke arah meja.
"Aku manusia. Sama sepertimu. Mea hanya bercanda." Sela Benjamin seraya bangkit dan menarik lengan Zayna untuk duduk di salah satu kursi yang ada. "Kamu baru pindah? Aku dengar ibuku bicara dengan seorang wanita semalam. Mungkin itu ibumu karena aku sempat mendengar wanita itu berkata dia pindah bersama dengan suami dan anak gadisnya."Zayna mengangguk ragu. Dia memang duduk bersama mereka, tapi ada perasaan takut saat menatap Benjamin. Dia masih menganggap Benjamin mungkin saja memang hantu atau makhluk yang hanya ada di dalam khayalannya."Apakah kamu anak tunggal?" tanya Mea dengan nada suara bergelombang yang manis.Zayna mengangguk seraya menggeser duduk agar tidak terlalu dekat dengan Benjamin. Mea yang memperhatikan Zayna tersenyum karena memiliki sesuatu di dalam benaknya yang tidak seharusnya dilakukan, tapi rasa penasarannya mampu mengalahkan akal."Jangan ganggu Zayna. Dia tidak menyukaimu." Ujar Mea pada Benjamin seraya mengamit satu batang bunga liar dari sekian banyak yan
Ucapan Zayna menjadi kenyataan hanya dalam waktu hitungan jam. Saat Benjamin datang ke toko perlengkapan petualang miliknya setelah bertemu Zayna, ada beberapa pelanggan baru yang sengaja menunggu agar bisa menemuinya dan mengajaknya berbincang."Aku baru tahu ada toko selengkap ini di area ini. Aku akan ke sini lagi dan mengajak teman-temanku yang lain." Ujar Hugo yang marupakan salah seorang pelanggan baru Benjamin."Aku akan menunggu kedatangan kalian. Kim akan membantu kalian mendapatkan semua barang yang kalian butuhkan jika aku sedang tidak berada di sini." Ujar Benjamin dengan mata melirik pada Kimberly yang sedang berkutat di dekat kasir."Sebetulnya aku penasaran apakah bisa bertemu dengan Zayna. Dia anggun sekali dan sangat seksi." Sela Ressa dengan tatapan berbinar.Hugo menyikut lengan Ressa hingga Ressa tersenyum canggung, tapi tatapannya tidak mampu menyembunyikan kenyataan bahwa dia memang ingin sekali bertemu Zayna. Jika bertemu, dia ingin mencuri kesempatan agar bisa m
Helga dan Bonita menghabiskan makan malam ditemani musik klasik yang mengalun dari gramofon antik peninggalan kakek Helga. Keheningan dilatari alunan musik seolah sedang memuntahkan petuah lama tanpa kata. Mengusik jiwa yang gelisah dengan nada rendah yang mendayu dan bergema."Salad buatanmu enak, Boo." Ujar Helga untuk membuka percakapan.Bonita mengangguk singkat seraya membereskan piring bekas makan menjadi tumpukan rapi di tengah meja. Empat tahun menjadi kekasih Benjamin membuatnya cukup menguasai banyak resep makanan khusus vegetarian. Salad merupakan resep yang paling mudah dibuat. Benjamin yang memberitahu berbagai resep salad yang sebelumnya belum pernah dibuat olehnya. Benjamin bahkan pernah berkata jika suatu hari Bonita membuka kedai makanan, maka kedai itu pasti ramai sekali oleh pengunjung."Kamu mungkin tahu kenapa aku mengajakmu menginap.""Aku tahu. Aku hanya tidak berminat membahasnya. Aku tidak tahu apa yang dulu membuatmu membantunya dekat denganku, tapi apapun itu
Empat setengah tahun yang lalu, Bonita datang ke pesta di sebuah kafe karena Velica memaksanya ikut. Dia merasa sangat bosan karena hanya Velica satu-satunya orang yang dikenalnya di tempat itu, maka dia pamit ke toilet seorang diri untuk mendapatkan sedikit ruang.Dia menerima pesan di ponsel sebelum sampai di toilet. Nolan memintanya menjaga diri dan menyemprotkan cairan merica pada mata pria manapun yang berniat buruk, juga menendang bagian vitalnya jika memungkinkan.Dua wanita di depan cermin besar sedang berbincang tentang seorang pria yang namanya tidak diperhatikan Bonita saat masuk ke area toilet wanita. Bonita tidak mengenal keduanya, itu sebabnya dia berlalu dan masuk ke salah satu kubik toilet yang kosong. Bonita baru saja memasukkan ponsel ke saku cardigan yang kebesaran saat mendengar teriakan histeris yang terkesan genit dari luar, yang sebetulnya lebih mirip dengan lengkingan dua ekor hyena yang menusuk telinga.'Selalu saja ada teriakan saat membicarakan pria seolah me
Bermandi peluh dalam kenikmatan yang tidak terelakkan membuat Bonita dan Benjamin lupa segala yang terjadi di luar campervan. Sudah tidak terhitung berapa kali Jeremy mencoba menelepon pengantin baru yang menghilang di acara pernikahannya sendiri. Padahal dia sudah jauh-jauh datang mengitari setengah dunia demi menghadiri acara sakrat adiknya yang selalu bersikap seenaknya."Sudahlah, biarkan mereka berdua. Tidak akan terjadi apa-apa." Ujar Melissa yang mencoba membuat kemarahan Jeremy reda seraya menepuk punggung anak laki-laki mereka yang bernama Julian yang berada di pelukannya. "Bahkan jika terjadi sesuatu, mereka akan menemukan cara menyelesaikannya."Jeremy melirik ke arah Edith yang tersenyum simpul di sudut resort yang disewa sebagai tempat menginap selama menyiapkan acara pernikahan. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu dengan ibunya, perasaan benci yang dulu menggerogoti hatinya perlahan pudar."Edith tidak akan khawatir. Boo sudah membuktikan dirinya pantas berkeliling dunia
Cumbuan dalam dan hangat terjalin di antara sepasang suami istri yang baru saja menikah di altar yang dibangun di area air terjun yang dikelilingi kabut tipis. Keluarga dan sahabat kedua mempelai bersorak riang saat menyaksikan dua sejoli itu akhirnya bersatu dalam cinta setelah perjalanan panjang yang menghabiskan waktu bertahun-tahun dan jarak jauh hingga mengelilingi dunia.Hanya ada belasan orang di tengah dinginnya hawa pegunungan termasuk pengantin. Tempat yang tidak lazim untuk mengadakan pesta pernikahan tentu saja, tapi apapun akan dilakukan agar Bonita dan Benjamin yang sudah lama menjalin hubungan dalam ketidakpastian mampu melangkah ke jenjang pernikahan.Gaun dan jas yang dipakai mempelai pengantin merupakan gaun dan jas yang sudah mereka miliki sejak lama. Dekorasi altar pernikahan dibuat sederhana menggunakan bunga dan tanaman pohon lokal yang berada di sekitar lokasi pernikahan. Velica dan Melissa yang menyiapkannya selama beberapa hari. Sedangkan hidangan hangat yang m
"Hentikan!" Tegur Bonita.Tawa Benjamin menggema di dinding batu. Poin-poin yang dituliskan Bonita sebagian besar masuk akal, walau ada poin yang menurutnya konyol, "Kamu yakin ingin tahu tentang itu? Kamu mungkin akan cemburu.""Aku tidak akan cemburu selama kamu jujur padaku. Aku tidak akan cemburu pada yang hal-hal sudah berlalu.""Baiklah." Ujar Benjamin seraya menggenggam tangan Bonita dan mengajaknya duduk di sofa. Tatapannya terpaku pada wanita yang paling bersinar di matanya itu, "Hanya agar segalanya jelas, apakah ini artinya aku diterima menjadi kekasihmu lagi?""Selama kamu memenuhi semua poin di kertas itu ..., maka: ya."Kecupan yang mendarat di bibir Bonita membuatnya terkejut dan canggung. Dia belum sempat berpikir lebih baik saat Benjamin meraih wajahnya seraya menggeser tubuh lebih dekat pada kekasih hatinya itu. Perlahan, Benjamin memimpin kecupan hingga berubah menjadi cumbuan lembut. Belum terbiasa bercumbu setelah bertahun-tahun berlalu, Bonita berusaha menyamakan
"Itu benar." Ujar Bonita dengan wajah tertunduk. Dia sudah memikirkan hal itu jutaan kali. Keputusan membatalkan pernikahan memang bukan hanya karena Mea. "Aku pergi mencari ibuku di hari seharusnya kita berkencan —di hari kamu bertemu Mea. Ibuku memberitahu semua yang terjadi dengan hubungannya dengan ayahku. Aku memang mencintaimu, tapi ... kupikir mungkin lebih baik jika aku kembali memikirkan apa landasanku jatuh cinta. Aku tidak tahu apakah cintaku padamu murni atau karena aku mencintai ide tentang jatuh cinta seperti yang dulu ibuku rasakan pada Frans."Angan Benjamin yang awalnya melayang, ditebas hingga roboh. Dia sadar harapannya masih ada, tapi alasan Bonita membatalkan pernikahan mereka membuatnya merasa hampa."Jujur saja, aku ragu apakah kamu benar-benar mencintaiku. Mencintai seseorang pada pandangan pertama terasa sangat sulit untuk kupercayai. Saat mengetahui tentang Mea, kupikir kamu hanya mencintaiku karena aku mungkin mirip dengannya.""Kalian sangat berbeda." Jelas
Semua jendela di rumah batu milik keluarga Tristan berteralis hingga membuat Bonita menyerah untuk kabur. Dia sudah mencari setiap sudut rumah yang sekiranya bisa dibuka, tapi tidak ada jalan untuk keluar. Dia sudah meminta tolong pada orang-orang yang lewat melalui jendela, tapi mereka semua mengabaikannya seolah tidak ingin memiliki masalah karena membantu tahanan.Bulan sabit muncul dengan cepat. Bonita memilih bersabar menunggu Tristan esok hari dan akan membuat perhitungan dengan pria itu karena menyekapnya bersama Benjamin walau perkataan Tristan tentang makanan dan kamar benar adanya.Benjamin sudah mandi dan berganti dengan pakaian yang ditemukannya dari dalam lemari. Dia meminta Bonita untuk mandi dan berganti pakaian sementara dia menghangatkan makanan yang ada di dalam kulkas, tapi Bonita terlalu kesal untuk menurut saat melihat semua pakaian wanita di lemari hanyalah gaun tidur seksi.Anting berlian dan gaun putih berenda masih membalut tubuh Bonita yang berbaring di tempat
"Apakah kamu sedang menggunakan metode yang sama seperti saat kamu meminta dekorasi bunga kesukaan Mea untuk tema pernikahan kita?" tanya Bonita dengan tatapan miris.Pertanyaan Bonita membuat tubuh Benjamin membeku. Dia tidak menyangka Bonita menaruh perhatian pada bunga itu hingga masih mengingatnya setelah bertahun-tahun berlalu."Kukira aku sudah menuliskan dengan jelas bahwa aku tidak sudi menjadi pengganti bagi wanita manapun.""Kamu tidak pernah menjadi pengganti wanita manapun, Boo.""Jangan!" Teriak Bonita penuh amarah seraya menunjuk ke wajah Benjamin. "Jangan memanggilku dengan sebutan itu! Aku tidak akan pernah mengizinkan kamu menyebutku seperti itu!""Baiklah. Akan kukatakan sekali lagi agar kamu mengerti. Kamu tidak pernah menjadi pengganti bagi wanita manapun, Bonita."Ujung jari Bonita terasa seolah terkena aliran listrik saat Benjamin menyebutkan namanya. Dia menurunkan telunjuknya dan menyilangkan lengan di depan dada untuk melindungi diri dari serangan yang mungkin
"Aku tidak memercayai ramalan.""Hidupmu pasti membosankan." Celoteh Tristan dengan langkah menjauh. Dia mengeluarkan ponsel dari saku dan menerima telepon dengan mata bersinar. "Aku akan mengantarnya. Tunggu saja di sana dan siapkan penampilan terbaikmu.""Kamu bekerja untuk teater?" tanya Bonita asal saja karena menganggap penampilan yang Tristan sebutkan ada hubungannya dengan itu.Tristan tertawa seraya mengembalikan ponsel ke saku, "Tidak. Aku memiliki perkebunan buah di daerah barat. Dekat dengan tempat tinggal ibuku.""Wah, aku merasa tersanjung karena mengenal orang penting." Ujar Bonita dengan senyum simpul."Percuma saja karena kamu sudah menolak ajakan kencanku.""Haruskah aku menyesal?" sindir Bonita."Seharusnya ya, tapi tidak. Kamu sudah memiliki kekasih. Aku tidak akan merebut wanita manapun demi kesenangan pribadi."Bonita menatap Tristan lekat, "Aku bisa mengenalkanmu dengan Velica. Dia sahabatku. Dia sudah lama melajang sejak sebelum aku berkeliling dunia. Tertarik un
"Itu kekasihmu?" tanya pria asing itu dengan tatapan tertambat pada foto di samping kemudi campervan Bonita. Ingatan pria itu timbul tenggelam saat mencoba kembali menatap wajah Bonita lebih serius.Bonita tidak menanggapi. Dia tahu foto yang dimaksud pria asing itu merupakan foto Benjamin. Foto itu memang sudah lama tertempel di sana."Lupakan candaanku tentang menjadi kekasihmu. Aku tidak bersungguh-sungguh.""Aku tidak akan menerima ajakan kencanmu walaupun kamu bersungguh-sungguh.""Tenang saja, aku tidak akan menghitung makan siang yang kutawarkan tadi sebagai kencan. Restoran itu berjarak dua jam dari sini, tapi sebaiknya kamu memiliki pakaian yang sedikit pantas untuk makan di tempat yang berkelas."Bonita tersenyum lebar, "Kurasa ini saat yang tepat untuk memakai gaun kesukaanku lagi.""Kamu memiliki gaun?" tanya pria asing itu dengan sudut mata memicing."Tentu saja. Sebetulnya aku mewarisi bridal keluarga. Aku berpakaian seperti ini," ujar Bonita seraya menunjuk kaus dan cela
Minggu, bulan, tahun demi tahun berganti. Keinginan Benjamin untuk menemukan Bonita tidak pernah surut. Dia sudah benar-benar melupakan Mea. Di hatinya hanya ada Bonita. Wanita-wanita lain yang menggodanya selama di perjalanan mencari mantan tunangannya bahkan tidak ada seorang pun yang mampu membuat hatinya berpaling walau hanya seperseribu detik.Satu yang dipelajari Benjamin dari petualangan mencari kekasih hatinya, yaitu dia yakin mereka akan dipertemukan di saat yang lebih tepat. Itu sebabnya dia bersabar dengan apapun yang terjadi di hidupnya. Jika memang harus menempuh dunia ratusan keliling pun, dia sanggup asalkan pada akhirnya dia bisa bertemu dengan Bonita.Namun, Benjamin tidak tahu Bonita menghindari tempat-tempat yang pernah mereka bahas bersama. Bonita lebih memilih pergi ke tempat lain sementara Benjamin mencarinya di tempat-tempat yang dulu pernah menjadi calon destinasi bulan madu mereka. Benjamin menatap kanguru dari kejauhan di Australia, saat Bonita berpesta deng