Adaline sudah menduga bahwa orangtuanya akan sampai di rumah tak sesuai akan janji yang sudah dibuat. Ia pun dapat memaklumi karena pertemuan dengan klien besar tetap paling diutamakan demi hubungan baik di masa depan dan juga jangka panjang bagi bisnis jika masih menginginkan kejayaan.
Tak hanya orangtuanya saja, namun ia dan sang kakak sudah mulai menjalin relasi baik nan akrab dengan mitra-mitra perusahaan. Ya, hanya sebatas hubungan kerja. Ia sangat menghindari perjodohan-perjodohan yang biasa dilakukan oleh kalangan pebisnis.
"Kau jangan berkelid lagi. Paham, Adikku? Jangan membohongiku. Kau tahu jika aku tidak suka. Sudah mengerti belum?"
Adaline menyeringai. "Kenapa aku berkelid? Memang ada masalah apa?" balasnya santai.
"Aku tidak paham dengan ucapanmu, Kakak. Kau bisa mengatakan tanpa ada kode? Langsung ke inti."
Sembari menunggu ayah dan ibunya datang, Adaline memanfaatkan waktu luang untuk makan bersama sang kakak, Davae. Kegiatan yang jarang dilakukan akibat tidak bisa sering berkumpul di rumah orangtua mereka. Terutama, sejak kesibukan yang tak bisa ditinggalkan selalu menjadi prioritas.
Beragam makanan tersaji di atas meja. Ia menyukai semuanya. Namun, tak akan bisa dihabiskan karena ia sedang menjalani program diet demi tubuh yang lebih bagus. Hanya akan disantap beberapa sendok saja.
"Aku sudah diberitahu oleh Miss Geovant. Kau harus menjelaskan dengan detail. Kau tidak akan bisa berkelid lagi. Dan, kau tidak bisa menyembunyikan dariku, Adaline."
Adaline langsung berhenti mengunyah dan menelan salada tengah dimakannya. "Kau ingin aku mengatakan apa lagi? Bukankah Miss Geovant sudah menjelaskan juga?"
"Apa perbedaannya? Aku sangat yakin jika Miss Geovant mengatakan yang sebenarnya kepadamu tanpa ada bumbu kebohongan. Kau memintaku menjelaskan kembali. Kau terlalu cerewet, Kakakku. Jangan begitu."
Seringaian pada wajah semakin ditunjukkan oleh Adaline ke sang kakak. "Jadi, apa lagi yang kau ragukan? Jangan memperumit. Pekerjaan di perusahaan sudah susah."
"Aku ingin mendengar dari versimu. Kau jangan membuatku kesal dulu, Adaline. Aku akan luapkan nanti, saat kau sudah selesai memberitahukanku semua rencanamu. Kau selalu saja suka memancingku diawal."
Davae menajamkan tatapan, menunjukkan jika tak suka akan reaksi sang adik. "Apakah sulit untukmu menceritakan taktikmu?"
Adaline memeletkan lidah seraya tertawa. Kepalanya lalu digeleng-gelengkan dalam gerakan ringan. Ditatap sang kakak dengan sorot semakin jahil. Ia pun memang sengaja menunjukkan balasan yang demikian.
"Rencanaku? Tidak akan aku beritahukan kepadamu selama kau masih dapat menjadi saingan beratku dalam berbisnis." Adaline membalas dengan nada suara ringan. Tetapi, setiap kata diberikan penekanan olehnya.
"Ckck! Kau adalah adikku. Kau tidak akan mungkin menjadi pesaingku. Tapi, aku tetap kandidat kuat sebagai pengganti Dad. Kau lupa jika aku adalah anak tertua Mom dan Dad kita? Kau jangan melupakan fakta itu."
Adaline mengangguk-anggukkan kepalanya dengan santai. Kontras akan seringaian di wajah yang dipamerkan. "Iya, aku tidak lupa kau adalah saudara laki-lakiku satu-satunya. Kandidat utama pewaris."
"Kadang aku iri kenapa aku tidak terlahir menjadi pria saja sebelum kau ada, ya. Jadi, aku akan berhak atas status pewaris utama. Hahhh, tidak adil bagiku semua ini. Tidak sesuai dengan harapanku."
Adaline mengembuskan napas panjang seraya delikan mata diarahkan pada sang kakak yang tertawa senang. Sengaja memang dilakukan saudaranya itu. Cara ampuh untuk membuatnya tambah kesal. Davae berbakat.
"Jika kau percaya Tuhan, kau tidak akan mengeluh, Adikku. Lagipula, kau sudah mendapatkan kehidupan dan karier yang bagus di perusahaan. Kau harusnya bisa bersyukur. Kau tidak boleh banyak protes."
Adaline mengangguk malas. "Baiklah, baiklah, Kakakku. Kau memang sangat bijak. Aku harus bersyukur."
Setelah ucapannya terselesaikan, maka tawa sang kakak pun menggelegar. Sarat ejekan. Menyebalkan. Tetapi, percayalah jika dirinya tidak akan bisa marah lama. Pasti hilang selepas adu mulut dengan Davae berakhir.
Besok ketika bertemu sang kakak kembali, maka pasti ada pembahasan baru yang menyebabkan mereka harus saling beradu beragumen sengit. Namun, tidak akan ada dendam diakhir. Terus berulang seperti itu seterusnya.
"Kau juga punya satu keuntungan baru, Adikku."
Alis kanan Adaline terangkat. Tak bisa memahami apa tengah dimaksudkan sang kakak. "Keuntungan apa?"
"Mendapatkan staf dan kekasih yang tampan. Kau kira aku tidak tahu kedekatanmu dengan Mr. Genon hanya sekadar rekan kerja. Kalian pasti sudah tidur bersama bukan? Wah, adikku ini sudah bukan anak kecil lagi."
Adaline merasakan kedua pipinya memanas. Sebagian ucapan saudara sulungnya benar. Namun, ia tak sampai terpikir jika sang kakak menduga bahwa ia dan Titans sudah bercinta. Entah bagaimana cara Davae dalam menyimpulkan. Ia menjadi penasaran, sekarang.
Dipilih memamerkan ekspresi galak. "Kau jangan bicara sembarangan! Kami belum melakukan apa-apa."
"Haha. Oke, oke, aku percaya. Kau mau tidur dengan dia atau belum, bukanlah urusanku. Tapi, aku harap kau bisa menjaga dirimu, Adikku. Sebab, aku yakin kau secepatnya akan jatuh pada pesona Mr. Genon."
Adaline mengangguk singkat. "Baiklah, Kakakku."
"Ah, apa kau tidak berminat mengenalkan Mr. Genon sebagai kekasih? Dad dan Mom cemas, mengira jika kau tidak normal. Tidak tertarik kepada pria. Lebih baik, kau manfaatkan Mr. Genon menjadi kekasihmu."
Adaline tersenyum licik. "Akan aku pertimbangkan idemu, Kakakku. Mungkin menyenangkan juga kalau aku memyusulmu menikah. Aku ingin segera hamil seperti istrimu, Alena," jawabnya sembari tertawa senang.
Acara makan dengan ayah dan ibunya berjalan lancar. Dalam artian tidak ada pembahasan yang aneh dibicarakan. Menjadi sebuah keanehan.Biasanya kerap akan muncul saat sedang berkumpul. Namun, bukan berarti kewaspadaan Adaline hilang. Hanya dikurangi.Pasalnya sang kakak masih ikut bergabung di ruang makan. Sangat memungkinkan jika Davae akan melancarkan aksi jahil padanya.Bukan merupakan bentuk dari kepercayaan diri yang tinggi. Hanya saja, sudah sering menjadi bahan candaan sang kakak. Jadi, ia otomatis menerapkan sikap waspada.Apalagi tadi, mereka telah terlibat dalam percakapan yang sedikit menyebalkan. Tak ada salah berpikir kakaknya akan berulah."Ada apa adikku, Sayang?"Adaline langsung mengernyit ke arah sang kakak. "Aku bagaimana? Aku tidak kenapa.""Kau saja yang berlebihan." Adaline dengan nada santai meloloskan sindirannya.Tingkat antisipasi ditambah oleh Adaline, saat sang kakak memamerkan seringaian. Ia yakin Dava
"Selamat malam, Miss Hernandez. Maaf, jika aku datang terlambat. Aku mendadak punya urusan yang harus aku tuntaskan dulu."Adaline segera bangun dari kursi. Kepala ia anggukan dengan gerakan ringan. Senyum cukup lebar terukir di wajah cantiknya guna memberikan sambutan hangat serta juga bersahabat kepada Amanda Geovant. Tamu spesial sudah dinantinya sejak satu jam lalu."Tidak apa-apa, Miss Geovant. Aku mengerti dengan kesibukanmu. Terima kasih sudah menyempatkan waktu menemuiku di sini."Setelah menyelesaikan ucapannya, Adaline pun menjabat tangan Amanda Geovant dan dilanjutkan dengan memberikan pelukan. Singkat saja sebagai bentuk keramahannya.Kemudian, Adaline mempersilakan Amanda Geovant untuk duduk lewat gerakan tangan. Wanita itu secara cepat dapat mengerti. Dan, melakukan apa diminta olehnya tadi."Tentu aku harus mendatangi klien baruku untuk melanjutkan pembicaraan kita yang belum sep
Adaline mendengar jelas percakapan yang dilakukan oleh Amanda Geovant dan orang bernama Titans Genon di telepon tadi. Pria itu mengatakan jika akan datang sekitar 30 menit lagi. Namun, satu jam telah berlalu.Adaline sudah tentu dibuat kesal menanti kehadiran pria itu di restoran. Memang, ia tak terlalu suka dengan janji yang diundur. Waktu berharga baginya. Jadi, saat terbuang begitu saja, ia tak rela. Namun, telah terjadi.Adaline harus tetap menunggu jika ingin urusan pentingnya terealisasikan. Ia harus mengorbankan beberapa hal yang belum pernah dilakukan. Tujuan besarnya wajib untuk diwujudkan demi masa depan lebih cerah dengan tahta tinggi di perusahaan."Aku bisa menawarkanmu staf yang lain. Aku ada tiga lagi. Kau bisa memilih beb--""Tidak, Miss Geovant. Aku tetap ingin dia. Aku tidak tertarik dengan yang lain. Titans akan aku tunggu sampai dia datang ke sini."Adaline menarik kedua ujung bibir secara bersamaan, membentuk senyum yang lebih meleb
Adaline tidak suka dengan penolakan yang diberikan oleh Titans Genon kemarin malam di restoran. Ia pun masih mengingat jelas bagaimana kata-kata pedas ditujukan oleh pria itu kepadanya. Tergiang-giang terus.Adaline tak menyangka saja bahwa respons negatif akan diberikan Titans Genon. Belum ada pria yang bersikap demikian. Membuat Adaline sadar jika ia semakin tertarik akan sosok Titans Genon. Harus mampu dirinya mengubah keputusan diambil pria itu.Adaline memilih mendatangi apartemen milik Titans Genon. Alamatnya diberi tahu oleh Amanda Geovant. Ia akan melakukan apa saja agar pria itu mau membantunya."Hai, Miss Hernandez. Selamat datang.""Kau bisa juga datang telat? Aku pikir kau orang yang sangatlah disiplin seperti yang kau sudah tunjukkan kepadaku. Terny--""Kau tahu aku akan datang?" Adaline pun memotong segera dengan pertanyaan sarat keterkejutan. Kedua mata kian membulat.
Adaline mengakhiri ciumannya. Berjalan mundur sebanyak dua langkah saja, hendak menjaga jarak dengan Titans Genon. Jika ia lebih lama berdekatan, maka kendali dirinya akan benar-benar hilang. Entah apa yang terjadi nanti. Bisa berakhir tak bagus."Apa keputusanmu? Kau mau terima kerja sama yang aku tawarkan?" Adaline bertanya serius. Ingin tahu kepastian pria itu."Aku bilang aku masih pikirkan, Sayang.""Tidakkah kau bisa langsung mengatakan kepadaku, apa yang kau mau? Aku pastinya akan berusaha mengabulkan permintaanmu agar kau mau bekerja sama denganku."Adaline menarik napas panjang. Kemudian, ia embuskan kasar. Ditatapnya sosok Titans Genon dalam pancaran mata yang semakin kesal. Sedangkan, pria itu masih tak henti menunjukkan seringaian di wajah. Adaline jelas saja curiga. Ekspresi yang tidak biasa baginya untuk dilihat. Mengandung pesan tersirat. Ia harus menemukan jawaban."Aku juga pas
"Selamat pagi, Miss Adaline. Aku datang ke sini sudah tepat waktu bukan?""Sesuai akan perintahmu semalam kepadaku. Dan, aku menepati. Jadi, kau akan memberi hadiah apakah kepadaku sebagai imbalan tertepat?"Adaline masih diam mematung dengan rasa terkejut yang tak kunjung bisa dihilangkan. Wajar jika ia menunjukkan reaksi demikian sebab tak menyangka bahwa Titans Genon akan sesuai rencana janji mendatanginya di pagi hari. Ia menyangka pria itu terlambat.Kekagetan telah melandanya sejak beberapa menit lalu, tepat ketika kamera depan yang terpasang di pintu utama apartemennya sehingga ia dapat menyaksikan sosok pria itu dengan nyata. Bukan bayangan semata."Hei! Kenapa kau tidak menjawab apa yang aku tanyakan. Kau tidak tuli bukan?"Adaline menggeleng pelan. Rasa kesalnya pun seketika muncul akibat sindiran Titans Genon dalam nada ejekan yang begitu jelas.Pria itu sengaja menga
"Wanita harus bisa sedikit memasak. Apakah kau mengerti, Miss Adaline?""Aku rasa kau tidak masuk kategori wanita yang akan bisa mudah membuat makanan enak. Benar?"Kedua daun telinga Adaline seketika sukses memanas mendengar sindiran diucapkan oleh Titans Genon. Terlebih, pria itu sengaja memperlebar seringaian, saat mata mereka berdua masih saling melakukan kontak.Harusnya, ia memalingkan wajah. Namun, tak dilakukan. Adaline justru jadi semakin terpesona dengan paras tampan dari Titans Genon.Hati dan perasaan memihak pria itu. Walau, logika tetap berteriak agar ia dapat menjaga harga diri sebagai wanita berkelas."Kau tidak mendengar ucapanku? Kenapa kau selalu merespons terlambat?""Kontras dengan perintahmu yang menyuruh aku selalu datang tepat waktu. Aneh memang."Adaline mengembuskan napas panjang yang kasar sembari coba merangkai jawaban di dalam kepala
Acara makan dengan ayah dan ibunya berjalan lancar. Dalam artian tidak ada pembahasan yang aneh dibicarakan. Menjadi sebuah keanehan.Biasanya kerap akan muncul saat sedang berkumpul. Namun, bukan berarti kewaspadaan Adaline hilang. Hanya dikurangi.Pasalnya sang kakak masih ikut bergabung di ruang makan. Sangat memungkinkan jika Davae akan melancarkan aksi jahil padanya.Bukan merupakan bentuk dari kepercayaan diri yang tinggi. Hanya saja, sudah sering menjadi bahan candaan sang kakak. Jadi, ia otomatis menerapkan sikap waspada.Apalagi tadi, mereka telah terlibat dalam percakapan yang sedikit menyebalkan. Tak ada salah berpikir kakaknya akan berulah."Ada apa adikku, Sayang?"Adaline langsung mengernyit ke arah sang kakak. "Aku bagaimana? Aku tidak kenapa.""Kau saja yang berlebihan." Adaline dengan nada santai meloloskan sindirannya.Tingkat antisipasi ditambah oleh Adaline, saat sang kakak memamerkan seringaian. Ia yakin Dava
Adaline sudah menduga bahwa orangtuanya akan sampai di rumah tak sesuai akan janji yang sudah dibuat. Ia pun dapat memaklumi karena pertemuan dengan klien besar tetap paling diutamakan demi hubungan baik di masa depan dan juga jangka panjang bagi bisnis jika masih menginginkan kejayaan.Tak hanya orangtuanya saja, namun ia dan sang kakak sudah mulai menjalin relasi baik nan akrab dengan mitra-mitra perusahaan. Ya, hanya sebatas hubungan kerja. Ia sangat menghindari perjodohan-perjodohan yang biasa dilakukan oleh kalangan pebisnis."Kau jangan berkelid lagi. Paham, Adikku? Jangan membohongiku. Kau tahu jika aku tidak suka. Sudah mengerti belum?"Adaline menyeringai. "Kenapa aku berkelid? Memang ada masalah apa?" balasnya santai."Aku tidak paham dengan ucapanmu, Kakak. Kau bisa mengatakan tanpa ada kode? Langsung ke inti."Sembari menunggu ayah dan ibunya datang, Adaline memanfaatkan waktu luang untuk makan bersama sang kakak, Davae. Kegiatan yang jarang
"Wanita harus bisa sedikit memasak. Apakah kau mengerti, Miss Adaline?""Aku rasa kau tidak masuk kategori wanita yang akan bisa mudah membuat makanan enak. Benar?"Kedua daun telinga Adaline seketika sukses memanas mendengar sindiran diucapkan oleh Titans Genon. Terlebih, pria itu sengaja memperlebar seringaian, saat mata mereka berdua masih saling melakukan kontak.Harusnya, ia memalingkan wajah. Namun, tak dilakukan. Adaline justru jadi semakin terpesona dengan paras tampan dari Titans Genon.Hati dan perasaan memihak pria itu. Walau, logika tetap berteriak agar ia dapat menjaga harga diri sebagai wanita berkelas."Kau tidak mendengar ucapanku? Kenapa kau selalu merespons terlambat?""Kontras dengan perintahmu yang menyuruh aku selalu datang tepat waktu. Aneh memang."Adaline mengembuskan napas panjang yang kasar sembari coba merangkai jawaban di dalam kepala
"Selamat pagi, Miss Adaline. Aku datang ke sini sudah tepat waktu bukan?""Sesuai akan perintahmu semalam kepadaku. Dan, aku menepati. Jadi, kau akan memberi hadiah apakah kepadaku sebagai imbalan tertepat?"Adaline masih diam mematung dengan rasa terkejut yang tak kunjung bisa dihilangkan. Wajar jika ia menunjukkan reaksi demikian sebab tak menyangka bahwa Titans Genon akan sesuai rencana janji mendatanginya di pagi hari. Ia menyangka pria itu terlambat.Kekagetan telah melandanya sejak beberapa menit lalu, tepat ketika kamera depan yang terpasang di pintu utama apartemennya sehingga ia dapat menyaksikan sosok pria itu dengan nyata. Bukan bayangan semata."Hei! Kenapa kau tidak menjawab apa yang aku tanyakan. Kau tidak tuli bukan?"Adaline menggeleng pelan. Rasa kesalnya pun seketika muncul akibat sindiran Titans Genon dalam nada ejekan yang begitu jelas.Pria itu sengaja menga
Adaline mengakhiri ciumannya. Berjalan mundur sebanyak dua langkah saja, hendak menjaga jarak dengan Titans Genon. Jika ia lebih lama berdekatan, maka kendali dirinya akan benar-benar hilang. Entah apa yang terjadi nanti. Bisa berakhir tak bagus."Apa keputusanmu? Kau mau terima kerja sama yang aku tawarkan?" Adaline bertanya serius. Ingin tahu kepastian pria itu."Aku bilang aku masih pikirkan, Sayang.""Tidakkah kau bisa langsung mengatakan kepadaku, apa yang kau mau? Aku pastinya akan berusaha mengabulkan permintaanmu agar kau mau bekerja sama denganku."Adaline menarik napas panjang. Kemudian, ia embuskan kasar. Ditatapnya sosok Titans Genon dalam pancaran mata yang semakin kesal. Sedangkan, pria itu masih tak henti menunjukkan seringaian di wajah. Adaline jelas saja curiga. Ekspresi yang tidak biasa baginya untuk dilihat. Mengandung pesan tersirat. Ia harus menemukan jawaban."Aku juga pas
Adaline tidak suka dengan penolakan yang diberikan oleh Titans Genon kemarin malam di restoran. Ia pun masih mengingat jelas bagaimana kata-kata pedas ditujukan oleh pria itu kepadanya. Tergiang-giang terus.Adaline tak menyangka saja bahwa respons negatif akan diberikan Titans Genon. Belum ada pria yang bersikap demikian. Membuat Adaline sadar jika ia semakin tertarik akan sosok Titans Genon. Harus mampu dirinya mengubah keputusan diambil pria itu.Adaline memilih mendatangi apartemen milik Titans Genon. Alamatnya diberi tahu oleh Amanda Geovant. Ia akan melakukan apa saja agar pria itu mau membantunya."Hai, Miss Hernandez. Selamat datang.""Kau bisa juga datang telat? Aku pikir kau orang yang sangatlah disiplin seperti yang kau sudah tunjukkan kepadaku. Terny--""Kau tahu aku akan datang?" Adaline pun memotong segera dengan pertanyaan sarat keterkejutan. Kedua mata kian membulat.
Adaline mendengar jelas percakapan yang dilakukan oleh Amanda Geovant dan orang bernama Titans Genon di telepon tadi. Pria itu mengatakan jika akan datang sekitar 30 menit lagi. Namun, satu jam telah berlalu.Adaline sudah tentu dibuat kesal menanti kehadiran pria itu di restoran. Memang, ia tak terlalu suka dengan janji yang diundur. Waktu berharga baginya. Jadi, saat terbuang begitu saja, ia tak rela. Namun, telah terjadi.Adaline harus tetap menunggu jika ingin urusan pentingnya terealisasikan. Ia harus mengorbankan beberapa hal yang belum pernah dilakukan. Tujuan besarnya wajib untuk diwujudkan demi masa depan lebih cerah dengan tahta tinggi di perusahaan."Aku bisa menawarkanmu staf yang lain. Aku ada tiga lagi. Kau bisa memilih beb--""Tidak, Miss Geovant. Aku tetap ingin dia. Aku tidak tertarik dengan yang lain. Titans akan aku tunggu sampai dia datang ke sini."Adaline menarik kedua ujung bibir secara bersamaan, membentuk senyum yang lebih meleb
"Selamat malam, Miss Hernandez. Maaf, jika aku datang terlambat. Aku mendadak punya urusan yang harus aku tuntaskan dulu."Adaline segera bangun dari kursi. Kepala ia anggukan dengan gerakan ringan. Senyum cukup lebar terukir di wajah cantiknya guna memberikan sambutan hangat serta juga bersahabat kepada Amanda Geovant. Tamu spesial sudah dinantinya sejak satu jam lalu."Tidak apa-apa, Miss Geovant. Aku mengerti dengan kesibukanmu. Terima kasih sudah menyempatkan waktu menemuiku di sini."Setelah menyelesaikan ucapannya, Adaline pun menjabat tangan Amanda Geovant dan dilanjutkan dengan memberikan pelukan. Singkat saja sebagai bentuk keramahannya.Kemudian, Adaline mempersilakan Amanda Geovant untuk duduk lewat gerakan tangan. Wanita itu secara cepat dapat mengerti. Dan, melakukan apa diminta olehnya tadi."Tentu aku harus mendatangi klien baruku untuk melanjutkan pembicaraan kita yang belum sep